Ditemukan 122192 dokumen yang sesuai dengan query
Moulidya Anggianie
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya gerakan MeToo di Korea Selatan beberapa tahun terakhir yang didukung oleh kaum perempuan. Gerakan MeToo membuktikan adanya rasa saling melindungi satu sama lain di antara perempuan Korea Selatan. Demikian solidaritas yang terjalin membentuk hubungan yang dinamakan sisterhood. Cheongchun Shidae merupakan salah satu drama yang bercerita masa muda kelima tokoh perempuannya. Latar belakang serta masalah yang dialami tiap tokoh dalam drama ini berbeda. Namun, satu hal yang membangun solidaritas di hubungan mereka adalah masalah kekerasan seksual. Penelitian ini hanya akan membahas permasalahan kekerasan seksual yang dialami keempat tokoh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran sisterhood bagi perempuan dalam menghadapi kekerasan seksual, penelitian kualitatif ini menggunakan metode deskriptif analisis. Setelah menonton drama Cheongchun Shidae beberapa kali, analisis diambil dengan fokus pada sisterhood yang muncul di tengah tekanan kekerasan seksual. Peneliti kemudian menyimpulkan bahwa sisterhood dalam drama ini berperan sebagai tempat perempuan saling mendukung untuk keluar dari kekerasan seksual yang dihadapi.
This paper is based on the emergence of Me Too movement in South Korea which is started mostly by women. Me Too movement shows there is an awareness to protect each other between South Korean women. Thus, the solidarity that is built forms a relationship called sisterhood. Cheongchun Shidae is one of the dramas that tells the story of the five young female characters. The background and problems experienced by each character in the drama are different. However, one thing that build up solidarity in their relationship is sexual violence. This research aims to see the sexual violence experienced by the four figures. Aiming to know the role of sisterhood for women to deal with sexual violence, this qualitative research uses descriptive analysis methods. After watching drama Cheongchun Shidae several times, the analysis was taken with a focus on sisterhood which appeared amid the pressure of sexual violence. This research concludes that sisterhood in this drama acts as a place for women to support each other out of the sexual violence they are dealing with."
2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Farrahdilla
"Kekerasan seksual terhadap perempuan di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan merupakan isu yang jarang didiskusikan dalam lingkup publik dan akademik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengisi kekosongan tersebut dengan menyelidiki aspek-aspek yang relevan, seperti faktor penyebab, respons penyintas, hingga respons organisasi kemanusiaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kriminologi feminis-kualitatif dalam bentuk studi kasus. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan semi-terstruktur dengan dua perempuan penyintas. Penelitian ini menggunakan teori feminis radikal untuk menjelaskan bagaimana kekerasan seksual terhadap perempuan tidak terlepas dari peran sistem patriarki dalam mewujudkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur patriarki di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan muncul dalam bentuk dominasi laki-laki dan sistem seks/gender yang kemudian melanggengkan kekuasaan laki-laki atas perempuan. Hal tersebut melemahkan perempuan dan menyebabkan berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan, seperti seksisme dan misogini yang kemudian menghasilkan rape culture. Penelitian ini menemukan bahwa rape culture merupakan penyebab utama kekerasan seksual di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan. Salah satu bentuk rape culture terlembaga yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pembungkaman terhadap perempuan penyintas kekerasan seksual. Pembungkaman yang ditemukan dalam penelitian ini dilakukan oleh organisasi kemanusiaan dalam berbagai strategi dan bentuk. Hal ini kemudian mendorong para perempuan penyintas kekerasan seksual untuk melakukan resistensi terhadap rape culture yang terlembaga sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap ketidakadilan.
Sexual violence against women in the work environment of humanitarian activists is an issue that is rarely discussed in public and academic spheres. Therefore, this study aims to fill this gap by investigating relevant aspects, such as the contributive factors, survivors' responses, and humanitarian organizations’ responses. The method used in this research is feminist-qualitative criminology in the form of a case study. The data was collected through in-depth and semi-structured interviews with two women survivors. This research utilized radical feminist theory to explain how sexual violence against women is inseparable from the patriarchal system’s role in perpetuating inequality between men and women. The results of this research show that the patriarchal structure in the work environment of humanitarian activists manifests in the form of male dominance and the sex/gender system, which then perpetuates men’s power over women. This weakens women and leads to various forms of discrimination against women in the work environment of humanitarian activists, such as sexism and misogyny, which then caused rape culture. This research reveals that rape culture is the main cause of sexual violence in the work environment of humanitarian activists. One form of institutionalized rape culture found in this study is the silencing against women survivors. The silencing found in this study is carried out by humanitarian organizations through various strategies and forms. This subsequently encourages women survivors of sexual violence to resist the institutionalized rape culture as a way to fight against injustice."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sumatera Selatan: Laditri Karya, CV, 2021
371.78 HIM k
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Abiel Marangkup Samuel
"Ruang publik sebagai bagian dari ruang urban memiliki peran untuk memfasilitasi masyarakat untuk berinteraksi dan beraktivitas di dalamnya. Namun, wanita, sebagai bagian dari masyarakat, tidak memiliki akses yang sama dengan pria terhadap ruang publik oleh karena sistem patriarki yang masih dianut oleh masyarakat Indonesia dan termanifestasi dalam elemen spasial yang hadir dalam ruang-ruang publik di Indonesia. Kondisi ini mengakibatkan tingginya angka kekerasan seksual sebagai salah satu bentuk objektifikasi yang menyerang kaum wanita sehingga menghasilkan ruang publik yang tidak aman bagi wanita. Studi dilakukan terhadap elemen-elemen spasial pada Taman Langsat dan Taman Sambas Asri untuk membandingkan tingkat keamanan yang ada pada kedua ruang publik. Elemen spasial akan membentuk visibilitas, aksesibilitas, dan surveilans yang ada pada taman dan pemenuhan semua aspek ini akan menghasilkan ruang publik yang aman bagi wanita dari kekerasan seksual. Hasil studi menunjukkan bahwa Taman Langsat memiliki keamanan dari kekerasan seksual yang lebih rendah dibandingkan Taman Sambas Asri. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kepekaan terhadap inklusivitas gender di dua periode yang berbeda. Oleh karena itu, ruang publik yang sudah ada perlu diintervensi sehingga dapat memfasilitasi seluruh masyarakat, khususnya wanita.
Public space as part of a city has a role to facilitate people to interact and do activities in it. However, women, as part of society, do not have the same access as men to public space because of the patriarchy system that is still adhered to by Indonesian society and is manifested in the spatial elements that are present in public spaces in Indonesia. This condition results in high rates of sexual violence as a form of objectification that attacks women, resulting in a public space that is not safe for women. A study was conducted on the spatial elements of Langsat Park and Sambas Asri Park to compare the level of security between the two public spaces. Spatial elements will shape the visibility, accessibility and surveillance of the park and the fulfillment of all these aspects will produce a public space that is safe for women from sexual violence. The result of the study shows that Langsat Park has lower safety from sexual violence than Sambas Asri Park. This shows that there is a difference in sensitivity towards gender inclusivity in two different periods. Therefore, existing public spaces need to be intervened so that they can facilitate the entire community, especially women."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dian Amalia Ariani
"Penelitian mengenai kekerasan seksual terkait konflik bersenjata (SVAC) telah berkembang pesat selama dekade terakhir. Tinjauan literatur ini menyoroti minimnya perhatian yang diberikan terhadap isu kekerasan seksual dalam konflik bersenjata secara politis pada tahun-tahun formatif disiplin HI. Melibatkan sintesis penelitian dari Ilmu Hubungan Internasional dan ilmu sosial lainnya, baik dalam pendekatan teoritis maupun empiris, penelitian ini menggunakan metode tinjauan kritis terhadap 63 literatur yang terdistribusi di berbagai basis data akademik yang terakreditasi. Dari analisis tersebut, tinjauan ini mengemukakan tiga tema besar yang mendominasi literatur terkait SVAC, yaitu konseptualisasi kekerasan seksual, tinjauan multidimensional, dan tata kelola global. Dengan memetakan konsensus dan perdebatan dari perspektif feminisme HI dan teori kritis HI, temuan penelitian menunjukkan bahwa fokus pembahasan masih sebagian besar masih berkutat pada konseptualisasi dan kontekstualisasi SVAC. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan perlunya penelitian empiris lebih lanjut, terutama dalam hal diversifikasi pembahasan dan evaluasi kebijakan normatif yang telah diterapkan, seiring dengan penegasan pengisian kesenjangan terkait dampak teknologi, peran aktor non-negara, dan studi khusus terhadap korban laki-laki serta pelaku perempuan dalam SVAC. Kekurangan dalam desain empiris, khususnya terkait representasi identitas, menunjukkan perlunya penerapan metode campuran dan pendekatan studi interdisipliner guna mendapatkan hasil penelitian yang lebih relevan bagi pembuat kebijakan dan praktisi.
Research on Sexual Violence in Armed Conflict (SVAC) has witnessed significant growth over the past decade. This literature review highlights the limited political attention given to the issue of sexual violence in armed conflict during the formative years of the International Relations (IR) discipline. Involving a synthesis of research from International Relations and other social sciences, encompassing both theoretical and empirical approaches, this study employs a critical review method on 63 literature pieces distributed across various accredited academic databases. From this analysis, the review articulates three major themes dominating the SVAC literature, namely the conceptualization of sexual violence, a multidimensional examination, and global governance. By mapping consensus and debates from the perspectives of feminist IR and critical IR theories, research findings indicate that the focus of discussions still predominantly revolves around the conceptualization and contextualization of SVAC. Therefore, the author recommends the need for further empirical research, particularly in diversifying discussions and evaluating applied normative policies. This aligns with the emphasis on filling gaps related to the impact of technology, the role of non-state actors, and specialized studies on male victims and female perpetrators within the SVAC context. Shortcomings in empirical design, particularly concerning identity representation, underscore the necessity for employing mixed methods and interdisciplinary study approaches to yield research outcomes more relevant for policymakers and practitioners."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Nadya Octaviani Firdhania
"Penulisan ini dibuat untuk membahas mengenai peran jurnalis warga dalam mendukung upaya pencegahan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak berbasis komunitas. Hal tersebut dijelaskan dengan menggunakan pemikiran Kate Bowers dan Shane Johnson mengenai penggunaan publisitas untuk tujuan pencegahan kejahatan dan teori stigma Erving Goffman. Hasil dari penulisan ini menunjukkan bahwa jurnalis warga dapat mendukung upaya pencegahan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak berbasis komunitas, tetapi belum dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya perlindungan anak berbasis komunitas.
This thesis aims to understand the role of citizen journalist to support a community-based sexual violence against children prevention. I initially considered the strategy to be a form of community-based child protection. I am using Kate Bowers and Shane Johonson’s thoughts of Using Publicity for Preventive Purposes and also Erving Goffman’s theory of stigma. The result shows that citizen journalism can be useful for community members to prevent sexual violence against children, though the strategy can not be considered as a community-based child protection due to several reasons."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
"Marital Rape' presents an analysis of rape in marriage in cross-cultural perspective. Previous scholarship on marital rape has been limited compared with research on battering, acquaintance rape, and child sexual abuse and it is largely US focused. This volume represents the collaboration of an international, interdisciplinary, and intergenerational group of scholars and activists"
New York: Oxford University Press, 2016
362.883 MAR
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Vanessa Ashriana
"Kekerasan seksual merupakan tindakan pelanggaran hak asasi yang dilatarbelakangi oleh budaya patriarki. Akhir-akhir ini, kasus kekerasan seksual cukup tinggi dan cenderung menuai banyak kesalahpahaman yang membuat korban disalahkan dan pelakunya hanya dibiarkan. Dalam empat cerpen Kelam Kelamin, Laviaminora menyuarakan potret dan pengaruh kekerasan seksual yang mengakibatkan trauma pada korban. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan bentuk kekerasan seksual dan bentuk trauma yang terdapat pada karya Laviaminora tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra dan kajian psikoanalisis. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan identifikasi dan analisis terhadap masing-masing tokoh cerpen, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat berbagai bentuk kekerasan seksual yang memengaruhi timbulnya beragam bentuk gejala trauma. Bentuk trauma tersebut bergantung pada bagaimana tokoh memaknai, memproses, dan menanggapi tindakan kekerasan seksual yang dialaminya.
Sexual violence is an act of violation of human rights caused by a patriarchal culture. Lately, cases of sexual violence are quite high and tend to reap a lot of misunderstandings that make the victim blamed and the perpetrators are left alone. In the four short stories Kelam Kelamin, Laviaminora voiced the portrait and influence of sexual violence that traumatized the victim. This study aims to reveal the forms of sexual violence and forms of trauma contained in Laviaminora's work. To achieve the aim, this study uses a literary psychology approach and psychoanalytic studies. The research method used a descriptive qualitative method. Based on the identification and analysis of each character in the short story, it is concluded that various forms of sexual violence affect the emergence of various forms of trauma symptoms. The form of trauma depends on how the characters interpret, process, and respond to the acts of sexual violence they experience."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Khairina Sekar Wijayanti
"Kampus merupakan lingkup akademik yang seharusnya bebas dari segala bentuk kekerasan seksual. Namun, realitanya ditemukan bahwa kekerasan seksual juga terjadi di kampus. Studi ini bertujuan untuk melihat respons kampus dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap mahasiswa-mahasiswinya. Studi ini menggunakan analisis data sekunder dari 32 kasus berita yang bersumber dari media di Indonesia dan juga pengakuan korban di media sosial dari tahun 2015 hingga 2021. Hasil temuan data menunjukkan bahwa kampus cenderung memberikan respons yang buruk kepada korban yang secara langsung melaporkan kasusnya ke pihak kampus. Respons buruk yang dilakukan kampus merupakan bentuk dari institutional betrayal. Hasil temuan dalam studi ini juga menemukan bahwa institutional betrayal yang dilakukan kampus menunjukan bahwa rape culture hadir dalam kampus melalui penutupan kasus yang dilaporkan korban. Selain itu, studi ini menggunakan teori viktimologi kritis untuk melihat respons institutional betrayal dan kekerasan seksual yang terjadi di kampus melalui adanya ideal victim dan mahasiswi yang rentan menjadi korban kekerasan seksual.
University as an academic setting should have been free from any form of sexual violence. However, it is found that sexual violence occurs in universities. This study aims to see campuses’ responses to sexual violence against their students. This study uses secondary data analysis from 32 cases from online news and the victims’ confessions on social media from 2015 through 2021. The data findings show that campuses tend to give inadequate responses to students who directly report their cases to the campus. The inadequate response by the campus is a form of institutional betrayal. This study also found that institutional betrayal by campuses showed that rape culture is present on campus with how they tend to deny the victims’ experience. In addition, this study uses critical victimology theory to see institutional betrayal responses and sexual violence that occurs on campus through the existence of ideal victims and female students who are more vulnerable to being victims of sexual violence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Fakhrana Mutiarahmanika
"Tesis ini membahas tentang representasi kekerasan seksual terhadap anak perempuan dalam film Korea Selatan berjudul Hope, dan berfokus pada dampak dari kekerasan seksual, proses pemulihan korban, dan proses pemidanaan pelaku kekerasan seksual. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis teks semiotika. Penelitian ini menjadi relevan dalam menggali apakah film ini benar-benar menciptakan naratif alternatif yang memperkuat pengalaman perempuan atau hanya mengikuti pola konvensional yang masih terikat oleh male gaze. Selain itu, melihat upaya sinema dalam mengatasi dan merombak norma-norma dominan, penelitian ini dapat memberikan pandangan baru terhadap peran film dalam mengubah perspektif dan memperjuangkan representasi yang lebih inklusif dan adil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi dampak dari terjadinya kekerasan seksual dalam film Hope meliputi cedera fisik, trauma psikologis dan hilangnya rasa percaya diri. Representasidampak pada orang tua korban yaitu menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang menimpa anak mereka, dan perasaan sedih yang mendalam. Pada proses pemulihan, representasi yang ditampilkan adalah korban mendapatkan bantuan dari seorang psikolog anak, dan penggunaan tokoh kartun favorit korban sebagai sumber kekuatan dan kenyamanan bagi korban. Representasi proses pemidanaan pelaku yang ditunjukkan meliputi proses identifikasi pelaku, persidangan, dan hasil putusan hukum.
This thesis discusses the representation of sexual violence against girls in a South Korean film titled Hope, and focuses on the impact of sexual violence, the victim's recovery process, and the criminalization process of sexual violence perpetrators. This research is a qualitative study with a semiotic text analysis method. This research becomes relevant in exploring whether this film really creates an alternative narrative that strengthens women's experiences or only follows conventional patterns that are still bound by the male gaze. In addition, seeing cinema's efforts to overcome and overhaul dominant norms, this research can provide new insights into the role of film in changing perspectives and fighting for more inclusive and just representations. The results show that the representation of the impact of sexual violence in Hope includes physical injury, psychological trauma and loss of self-confidence. The representation of the impact on the victim's parents is self-blame for what happened to their child, and feelings of deep sadness. In the recovery process, the representation shown is the victim getting help from a child psychologist, and the use of the victim's favorite cartoon character as a source of strength and comfort for the victim. The representation of the criminalization process of the perpetrator shown includes the process of identifying the perpetrator, the trial, and the results of the legal decision."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library