Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19842 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abid Abdurrahman Adonis
"Semakin berkembangnya kelembagaan dan misi eksternal Uni Eropa khususnya dalam mempromosikan norma-normanya mendorong literatur-literatur untuk membahas peran Uni Eropa sebagai normative power. Normative power dianggap sebagai salah satu peran internasional Uni Eropa yang membedakannya dengan aktor-aktor internasional lainnya. Kendati telah banyak digunakan dalam berbagai literatur mengenai Uni Eropa, namun konsep normative power belum mendapat perhatian serius dari literatur-literatur disiplin Ilmu Hubungan Internasional yang lebih luas.
Kajian literatur ini membahas bagaimana perkembangan literatur mengenai Uni Eropa sebagai normative power. Dengan metode taksonomi, kajian literatur ini menunjukkan perkembangan literatur Uni Eropa sebagai normative power berada dalam empat kategori: 1 konseptualisasi normative power; 2 penggunaan normative power, 3 persepsi aktor mitra terhadap normative power, dan 4 Uni Eropa sebagai normative power dalam perspektif Hubungan Internasional.
Berdasarkan berbagai literatur yang sudah dikaji, kajian literatur ini berpendapat bahwa peran Uni Eropa sebagai normative power merupakan suatu konstruksi yang dikembangkan oleh akademisi dan pejabat Uni Eropa untuk menemukan relevansi dan mengangkat posisi politik Uni Eropa dalam peran internasionalnya. Konstruksi ini dipertegas melalui seleksi memori yang dilakukan oleh Uni Eropa terhadap klaim normative power-nya.
Kajian literatur ini juga menunjukkan terbatasnya keberhasilan penggunaan normative power oleh Uni Eropa terhadap para mitranya. Perkembangan literatur turut mengidentifikasi kecenderungan skeptisisme aktor-aktor mitra Uni Eropa terhadap penggunaan normative power oleh Uni Eropa. Selain itu, kajian literatur ini berargumen bahwa konsep normative power memiliki kecenderungan adanya bias Eurosentris dan perkembangan literatur didominasi oleh literatur-literatur liberal dan konstruktivis.
Berdasarkan literatur-literatur yang ditinjau, tulisan ini menemukan adanya celah riset pada persepsi aktor mitra Uni Eropa terhadap normative power dan penulisan melalui perspektif non Eropa.

The development of European Union's institutions and external mission, especially in promoting its norms, encourages literature to discuss the role of the EU as normative power. Normative power is considered one of the EU's international roles that distinguishes it from other international actors. Although widely used in literature on the European Union, the concept of normative power has not received serious attention from the wider International Relations readers.
This literature review discusses how the development of literature on the European Union as normative power. Using taxonomy method, this literature review shows the literature development of the EU as normative power fall into four categories: 1 the conceptualization of normative power; 2 the use of normative power, 3 partner actors' perceptions of normative power; and 4 EU as normative power according to IR perspectives.
Based on the literature that has been studied, this literature review argues that the role of the EU as normative power is a construction developed by academics and EU officials to find relevance and elevate the political position of the European Union in its international role. It is reasserted by how EU do memory selection to its own history in claiming its normative power.
This literature review also shows the limited success of normative usage power by the EU against its partners. The development of literature also identifies the tendency of skepticism of EU partner actors against the use of normative power by the European Union. In addition, this literature review argues that the concept of normative power has a tendency for Eurocentric bias and the development of literature dominated by liberal and constructivist literature.
Based on the literature reviewed, this paper found a research gap on the perceptions of EU partner actors and writing through a non-European perspective.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhlas Tawazun
"Uni Eropa merupakan institusi internasional yang konsisten membuat kebijakan-kebijakan luar negeri yang berorientasi multilateral dalam isu iklim. Namun, pada 14 Juli 2021, Komisi Eropa mengadopsi proposal CBAM yang akan mengenakan biaya tambahan secara sepihak terhadap lima kategori barang padat karbon yang diimpor ke Uni Eropa. Skripsi ini berusaha mengungkap alasan di balik pembuatan proposal CBAM yang bersifat unilateral. Skripsi ini menggunakan kerangka teori actor-centered institutionalism dari Mayntz dan Scharpf yang melihat kebijakan sebagai aksi yang disengaja. Skripsi ini menemukan bahwa Komisi Eropa membuat proposal CBAM karena dorongan pluralitas faktor yang berinteraksi di dalam situasi dan konstelasi isu iklim di Uni Eropa. Di dalam interaksi tersebut, terdapat pengaturan institusional Uni Eropa, yang terdiri dari mode-mode interaksi, kapabilitas organ-organ, dan norma-norma yang diatur. Selain itu, juga terdapat faktor-faktor non-institusional Komisi Eropa, yang terdiri dari kepentingan dan identitas Presiden Komisi Eropa. Kedua variabel tersebut mendorong Komisi Eropa untuk membuat proposal CBAM. Selain kedua variabel tersebut, juga terdapat berbagai situasi dan konstelasi yang membentuk konteks yang melingkupi Komisi Eropa, yang memunculkan kesempatan dan motif untuk pembuatan proposal CBAM.

The European Union is an international institution that consistently makes multilateral-oriented foreign policies on climate issues. However, on July 14th, 2021, the European Commission adopted a CBAM proposal that would unilaterally apply additional fees on five categories of carbon-intensive goods imported into the European Union. This study seeks to uncover the reasons behind the making of the unilateral CBAM proposal. This study utilized the actor-centered institutionalism theoretical framework from Mayntz and Scharpf which describes policy as an intentional action. This study found that the European Commission made the CBAM proposal due to the plurality of factors that interacted within the situation and constellation of climate issues in the European Union. In this interaction, there were institutional settings of the European Union, which consisted of the modes of interactions, capabilities of the organs, and norms that are regulated. In addition, there were non-institutional factors of the European Commission, which consisted of the interests and identity of the President of the European Commission. These two variables prompted the European Commission to make the CBAM proposal. Apart from these two variables, there were also various situations and constellations that shape the context surrounding the European Commission, which created opportunities and motives to make the CBAM proposal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damian Agata Yuvens
"Berdasarkan Traktat Lisbon 2007, Uni Eropa adalah sebuah organisasi internasional yang memiliki personalitas hukum sehingga dapat melakukan hubungan hukum dengan subjek hukum internasional lain, misalnya menjadi anggota dalam organisasi internasional. Dalam hubungannya dengan negara anggota, Uni Eropa memiliki tiga jenis kewenangan, yaitu kewenangan eksklusif (pajak, kompetisi dalam pasar internal, kebijakan moneter, konservasi bagi sumber daya hayati kelautan, dan kebijakan iklan bersama), kewenangan bersama (pasar bersama, kebijakan sosial, kohesi ekonomi, sosial, dan teritorial, agrikultur dan perikanan, lingkungan, perlindungan konsumen, transportasi, jaringan trans-Eropa, energi, kebebasan, keamanan, dan keadilan, dan kesehatan publik), dan kewenangan untuk memberikan bantuan (perlindungan dan pengembangan kesehatan manusia, industri, kebudayaan, pariwisata, pendidikan, perlindungan masyarakat, dan kerja sama administratif). Dalam proses untuk menjadi anggota dari organisasi internasional, maka harus ada kesepakatan dari tiga organ legislatif Uni Eropa, yaitu Council, Commission, dan European Parliament. Council merupakan organ yang memberikan izin untuk memulai negosiasi, melakukan penandatanganan, dan juga untuk menyatakan keterikatan Uni Eropa terhadap pihak ketiga. Commission merupakan organ yang memiliki wewenang untuk membuat proposal untuk mengikatkan diri dengan pihak ketiga, dan European Parliament merupakan organ yang memberikan masukan terhadap proses pengikatan diri Uni Eropa terhadap pihak ketiga.

Based on Lisbon Treaty 2007, European Union is an international organization that has legal personality which enable European Union to communicate and operate with other subject of international law, including to become a member of international organization. In relation with its member states, European Union has three competences, which are exlusive comptenece (customs union, competition rules of the internal market, monetary policy, conservation of marine biological resources, and common commercial policy), share competence (internal market, social policy economic, social and territorial cohesion, agriculture and fisheries, encivornemt, consumer protection, transport, trans-European networks, enegry, area of freedom, security and justice, and common safety concerns in public health matters), and competence to support (protection and improvement of human health, industry, culture, tourism, education, vocational training, youth and sport, civil protection, and administrative cooperation). To become a member of international organization, there should be an agreement from three legislative bodies of European Union, which are Council, Commission and European Parliament. Council is an organ which authorise the opening of negotiations, authorise the signing of agreements and conclude them. Commission is an organ that submit a recommendations to open a negotiations, and European Parliament is an organ that deliver its opinion regarding a binding process of European Union upon the third party.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia;, 2012
S43632
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Yudhistira Henuhili
"Selama beberapa dekade terakhir, terjadi peningkatan perdebatan mengenai kedaulatan dalam kajian Ilmu Hubungan Internasional. Salah satu titik krusial yang mendorong perdebatan ini adalah terbentuknya Uni Eropa melalui Maastricht Treaty pada tahun 1992. Setelah itu, terdapat beragam literatur yang membahas mengenai kedaulatan di Uni Eropa, sehingga diperlukan sebuah kajian kepustakaan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, studi ini memetakan perkembangan literatur mengenai kedaulatan di Uni Eropa pasca Maastricht Treaty. Dari tiga puluh artikel jurnal/buku/chapter edited volume yang dikaji, terdapat empat tema besar yaitu (1) karakteristik kedaulatan di Uni Eropa; (2) dinamika kedaulatan dalam kebijakan di Uni Eropa: antara intergovernmentalisme dan supranasionalisme (3) faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap perubahan bentuk kedaulatan di Uni Eropa dan (4) kritik terhadap penerapan kedaulatan di Uni Eropa. Setelah melakukan pemetaan dan analisis literatur, kajian kepustakaan ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, karakter kedaulatan di Uni Eropa memiliki penafsiran yang berbeda-beda, mulai dari kedaulatan dipandang disatukan (pooled sovereignty), dibagi (shared sovereignty), hingga dianggap masih berada di negara. Kedua, penerapan kedaulatan dalam tatanan praktis dalam level kebijakan di Uni Eropa dapat bertahan maupun berubah, menyesuaikan preferensi negara-negara anggotanya. Ketiga, penerimaan negara terhadap beragam bentuk kedaulatan di Uni Eropa dipengaruhi oleh faktor ekonomi, faktor interdependensi, dan faktor keamanan. Keempat, dinamika serta cara pandang terhadap kedaulatan di Uni Eropa tampaknya dipengaruhi oleh fenomena-fenomena empirik atau perkembangan yang terjadi di Uni Eropa. Terakhir, dari keseluruhan literatur, studi ini mengindentifikasi celah literatur yang terdapat dalam sedikitnya analisis mengenai kedaulatan dalam kebijakan di Uni Eropa, serta kurangnya studi komparatif yang membandingkan kedaulatan di Uni Eropa dengan kedaulatan dalam entitas politik lainnya.

Over the last few decades, the topic of Sovereignty has been increasingly discussed in International Relations. One of the crucial factors leading to the debate was the establishment of the European Union through the enactment of Maastricht Treaty in 1992. As an effect, various literature discussing sovereignty in the European Union emerged and subsequently neccessitates a literature review on it. This study mapped various literature on sovereignty in the European Union after Maastricht Treaty. By taking into account thirty journal articles/books/chapters of edited volume, this study found four major themes in the literature: (1) the characteristics of sovereignty in the European Union; (2) the dynamics of sovereignty in the European Union policies: between intergovernmentalism and supranationalism; (3) the factors influencing the acceptance of the changing form of sovereignty in the European Union; and (4) the critiques on the implementation of sovereignty in the European Union. After mapping and analyzing the literature, this study found several important points. First, the characters of sovereignty in the European Union result in various interpretations such as pooled sovereignty, shared sovereignty, and sovereignty that are embedded within member states. Second, the implementation of sovereignty in the European Union policies could both be static or dynamic, depending on the member states' preferences. Third, member states’ acceptance of various sovereignty forms in the European Union are influenced by economic, interdependence, and security factors. Fourth, the dynamics of the sovereignty in the European Union are perceived to be influenced by events happening in the European Union. Lastly, this study identifies several literature gaps on the lack of literature analyzing sovereignty aspect of European Union’s policies and the minimum amount of comparative studies between sovereignty in the European Union and sovereignty in other political entities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Janice Fitri Piekarsa
"Di Indonesia, istilah yang bersifat deskriptif tidak dapat didaftarkan sebagai merek yang dilindungi oleh hukum merek di Indonesia. Meskipun demikian, pada kenyataannya banyak merek yang bersifat deskriptif berhasil didaftarkan. Hal ini menimbulkan ketidakselarasan antara hukum tertulis dan prakteknya. Larangan untuk mendaftarkan istilah deskriptif sebagai merek ini memiliki alasannya tersendiri. Istilah deskriptif tidak dapat didaftarkan sebagai merek karena adanya kemungkinan terjadinya persaingan usaha tidak sehat apabila istilah umum yang bersifat deskriptif dimiliki secara eksklusif oleh satu pihak. Sebagai akibat dari banyaknya merek deskriptif yang berhasil didaftarkan di Indonesia, dibutuhkan ketentuan yang dapat mengatur pendaftaran merek deskriptif agar tetap dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Dalam skripsi ini, Penulis akan menganalisa ketentuan di Amerika Serikat dan Uni Eropa yang mengatur terkait merek deskriptif yang dapat didaftarkan karena telah memiliki daya pembeda yang kuat. Analisis ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengaturan di Indonesia.

In Indonesia, descriptive terms cannot be registered as a trademark protected by Indonesian trademark law. However, in reality, many descriptive terms have been successfully registered as a trademark. This creates a discrepancy between written law and its practice. This prohibition to register descriptive terms as trademarks has its own reasons. Descriptive terms cannot be registered as trademarks because of the possibility of unfair business competition if general descriptive terms are owned exclusively by one party. As a result of the large number of descriptive marks that have been successfully registered in Indonesia, provisions are needed to regulate the registration of descriptive marks to minimize the potential of unfair business competition occuring. In this thesis, the author will analyze the provisions in the United States and the European Union that regulate the registration of descriptive trademarks based on their distinguishing power. This analysis is expected to provide input for regulation in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Rontledge, 1996
341.242 2 EUR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Poeti Fatima
"ABSTRAK
Tesis ini membahas dampak European Neighborhood Policy (ENP) sebagai smart
power Uni Eropa (UE) terhadap demokrasi di negara-negara Commonwealth of
Independent States (CIS) yang menjadi mitra ENP. Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan menggunakan metode studi kepustakaan. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa strategi smart power UE di dalam ENP yang dibentuk sejak
tahun 2004 dapat mempengaruhi demokrasi di negara-negara CIS mitra ENP,
yakni Armenia, Azerbaijan, Georgia, Moldova dan Ukraina. Strategi smart power
dalam action plan ENP dan besaran bantuan yang dialokasikan untuk mendukung
promosi demokrasi di negara-negara eks-Soviet memberikan pengaruh terhadap
kemajuan yang terjadi di sektor demokrasi. Keterbatasan strategi smart power
terlihat dalam kasus Ukraina yang justru mengalami penurunan terkait
demokratisasi pasca diberlakukannya ENP. Penurunan yang dialami Ukraina
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Abstract
This thesis studies the impact of the ENP as the EU's smart power on democracy
in the CIS countries that are ENP's partner. This is a qualitative research based on
the study of literature method. The result of this research concludes that the EU's
smart power strategy in the ENP which was established in 2004 could influence
democracy within the CIS countries who are partners of the ENP, i.e., Armenia,
Azerbaijan, Georgia, Moldova, and Ukraine. The smart power strategy in ENP's
action plans and the amount of assistance allocated to support the promotion of
democracy in ex-Sovyet countries have impacted the progresses of democracy
sector in those countries. The limitation of the smart power strategy can be seen in
the case of Ukraine, which in fact experienced deterioration regarding
democratization after the ENP was established. The deterioration of democracy in
Ukraine was caused by various internal and external factors."
2012
T31761
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Fredi Susanto
"Penelitian ini membahas alasan Uni Eropa sebagai anggota tetap di dalam forum G20, terutama penekanan pada mamfaat yang diperoleh oleh Uni Eropa melalui G20. Teori yang digunakan untuk meneliti Keanggotaan Uni Eropa di G20 adalah teori interdependensi kompleks, teori efek domino dan konsep global governance. Penelitian ini menemukan bahwa pada saat berdirinya dan pada saat transformasi Uni Eropa di G20, adalah respon dari krisis keuangan yang dinilai ber-efek domino terhadap ekonomi global. Uni Eropa dengan anggota G20 lainnya dinilai mempunyai kemampuan dan memiliki interdependensi untuk berkerjasama menyelesaikan krisis dan mencegah efek domino. G20 dalam perkembangannya, berkembang menjadi global governance khususnya dalam tatanan ekonomi dunia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Uni Eropa semakin mendapat tempat sebagai aktor global melalui G20 untuk mewujudkan visi Effective Multilateralism berbasis nilai, berperan dalam mengembangkan manajemen keuangan dunia dan meningkatkan keuntungan perdagangannya.

This study analyses the permanent membership of European Union in G20, especially its benefit as a member of G20. Theory used in this study consists of interdependence complex and domino effect theories and global governance concept. This study finds out that the establishment and transformation of European Union within G20 are the response toward domino effect in global financial crisis. European Union and other member of G20 are considered having the ability and interdependence to cooperate solving the crisis and prevent the domino effect. G20 thrives to be a global governance, specifically in world economic order. Finally, this study concludes that by way of G20, European Union becomes one of the promising global actors that helps actualising value based Effective Multilateralism vision, develops world financial management and enhances its trading profit. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Megan Anglingsari Raritra Intanti
"

Nama                         : Megan Anglingsari Raritra Intanti

Program Studi             : Ilmu Hubungan Internasional

Judul                          : Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa

Pembimbing                : Dr. phil. Yandry Kurniawan

 

Kajian Analisis Kebijakan Luar Negeri atau FPA telah menjadi bidang studi independen dalam ilmu hubungan internasional sejak tahun 1950an. Fokus FPA terhadap proses pengambilan keputusan kebijakan luar negeri dianggap telah berhasil menjawab permasalahan studi HI yang cenderung menciptakan jarak antara politik domestik dan internasional. Menariknya, klaim bahwa FPA telah inklusif menuai kritik diantara cendekia Eropa, khususnya dalam pembahasan kebijakan luar negeri Uni Eropa. Maka dari itu, tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana literatur menempatkan kebijakan luar negeri Uni Eropa diantara kajian FPA. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, penulis menyusun 96 total temuan literatur dengan akreditasi internasional dalam empat kategori tema, yaitu: (1) konsep kebijakan luar negeri Uni Eropa; (2) institusionalisasi kebijakan luar negeri Uni Eropa; (3) Uni Eropa sebagai aktor; dan (4) lingkup kawasan kebijakan luar negeri Uni Eropa. Upaya tinjauan literatur menghasilkan beberapa temuan seperti konsensus, perdebatan, dan kesenjangan terkait topik ini. Selain itu, tulisan ini juga menelusuri tren tema literatur, persebaran penulis, serta tren persebaran paradigmatik. Berangkat dari kondisi tersebut, tulisan ini berhasil menyingkap fakta bahwa FPA belum menjadi perspektif yang umum digunakan dalam mengkaji kebijakan luar negeri Uni Eropa. Meskipun begitu, tulisan ini tidak menemukan literatur yang menolak keberadaan kebijakan luar negeri Uni Eropa. Tulisan ini akan ditutup dengan penjabaran sejumlah rekomendasi untuk penelitian selanjutnya yang meliputi perluasan paradigmatik khususnya FPA dan pendekatan kritis, serta topik-topik yang belum banyak terbahas tetapi cukup relevan dengan kondisi empirik kebijakan luar negeri Uni Eropa.

 

 

 

Kata kunci:

Analisis Kebijakan Luar Negeri, Uni Eropa, kebijakan luar negeri Uni Eropa, European Foreign Policy, hubungan eksternal Uni Eropa, EPC, CFSP

 


Name                        : Megan Anglingsari Raritra Intanti

Study Program           : International Relations

Title                          : European Union’s Foreign Policy

Counsellor                 : Dr. phil. Yandry Kurniawan

 

Foreign Policy Analysis or FPA has been developed as an independent field of international relations (IR) studies since the 1950s. FPA’s primary focus on foreign policy decision making processes is considered to have successfully answered IR studies problem which tends to create a gap between domestic and international politics. Interestingly, the claim that FPA has been inclusive drawn criticism among European scholars, particularly in the discussion of the EU's foreign policy. Therefore, this paper aims to explain how literature interpret EU’s foreign policy among FPA studies. In order to achieve this goal, the authors compiled 96 total international accreditation literature within four categories of themes, namely: (1) the concept of EU’s foreign policy; (2) institutionalization of EU’s foreign policy; (3) European Union as an actor; and (4) regional scope of the EU’s foreign policy. This literature review has resulted in several findings such as consensus, debates, and gaps related to this topic. In addition, this paper also traces the literature trend, distribution of authors’ origin, as well as the paradigmatic trend. Based on these conditions, this paper was successfully revealed the fact that FPA is not a mainstream perspective in studying EU’s foreign policy. Even so, this paper didn’t identify scholar that rejects the idea of EU’s foreign policy. This paper will conclude with some recommendations for further research including paradigmatic diversification, especially FPA and a critical approach, as well as topics that rarely discussed but are quite relevant to the empirical conditions of EU’s foreign policy.

 

 

 

Keywords:

Foreign Policy Analysis, European Union, European Foreign Policy, EU Foreign Policy, EU External Relations, EPC, CFSP

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Armintaetania
"Meskipun Uni Eropa telah secara eksplisit menyatakan ambisinya untuk mencapai kedaulatan digital pada tahun 2020, pemahaman terhadap istilah tersebut masih minim dan belum familiar. Kajian literatur ini bertujuan untuk memahami perkembangan literatur tentang kedaulatan digital di Uni Eropa dan mengidenfikasi celah yang terdapat dalam berbagai literatur tersebut. Metode pengikutsertaan (inclusion) dan pengecualian (exclusion) digunakan untuk menelusuri literatur yang akan digunakan dalam kajian literatur ini, sedangkan metode taksonomi digunakan untuk mengorganisasikan literatur-literatur yang ditemukan dengan melakukan klasifikasi sesuai dengan tema-tema dominan. Dengan menggunakan 43 literatur, kajian literatur ini menunjukkan bahwa perkembangan literatur tentang kedaulatan digital di Uni Eropa berada dalam tiga kategori bahasan utama, yaitu: (1) konseptualisasi kedaulatan digital di Uni Eropa; (2) strategi kedaulatan digital di Uni Eropa; dan (3) aktor dalam kedaulatan digital di Uni Eropa. Setelah mengkaji berbagai literatur tersebut, kajian literatur ini menemukan bahwa kedaulatan digital merupakan manifestasi dari keinginan Uni Eropa untuk mengatur ruang siber agar selaras dengan nilai-nilai Uni Eropa di tengah persaingan geopolitik antara Amerika Serikat dan Tiongkok, serta dominasi kedua negara tersebut dalam ranah digital. Temuan tersebut menunjukkan bahwa kajian tentang strategi konkret Uni Eropa untuk mencapai kedaulatan digital masih berhubungan erat dengan ranah keamanan dan pertahanan. Perkembangan literatur turut mengidentifikasi bahwa dalam konteks kedaulatan digital di Uni Eropa, kajian tentang hubungan Uni Eropa dengan aktor negara lain masih didominasi oleh hubungannya dengan Amerika Serikat dan Tiongkok. Fenomena tersebut menyingkap celah yang ditemukan dalam berbagai literatur tersebut, seperti minimnya literatur yang membahas tentang strategi konkret Uni Eropa untuk mencapai kedaulatan digital dalam ranah ekonomi, hubungan Uni Eropa dengan negara-negara lain selain Amerika Serikat dan Tiongkok, peran aktor non-negara lain selain perusahaan swasta, hingga siapa sesungguhnya yang berwenang untuk mengatur kedaulatan digital di Uni Eropa. Akhir kata, kajian literatur ini diharapkan dapat berkontribusi dalam memperkaya pemahaman terhadap kedaulatan digital di Uni Eropa sekaligus memberikan rekomendasi praktis terhadap pengimplementasian kedaulatan digital di Uni Eropa.

Although the European Union explicitly declared its ambition to achieve digital sovereignty in 2020, the understanding of this term is still limited and unfamiliar. This literature review aims to understand the development of literature on digital sovereignty in the European Union and identify gaps in the existing literatures. The inclusion and exclusion methods are employed to select relevant literatures for this review, while the taxonomy method is used to organize the identified literatures by classifying them according to dominant themes. Based on the analysis of 43 literature sources, this literature review reveals that the literatures on digital sovereignty in the European Union fall into three main categories of discussion: (1) the conceptualization of digital sovereignty in the European Union; (2) the digital sovereignty strategies in the European Union; and (3) actors in digital sovereignty in the European Union. After examining various literatures, this literature review argues that digital sovereignty is a manifestation of the European Union’s desire to regulate cyberspace in line with European values amidst the geopolitical competition between the United States and China, as well as the dominance of these two countries in the digital realm. These findings highlight the close relationship between concrete strategies for achieving digital sovereignty in the European Union and the domains of security and defense. The literature development also identifies that in the context of digital sovereignty in the European Union, studies on the European Union's relations with other countries are still dominated by its relationship with the United States and China. These occurrences reveal several gaps in these literatures, such as a limited number of literatures have addressed concrete strategies of the European Union to achieve digital sovereignty in the economic domain, the European Union’s relations with countries other than the United States and China, the role of non-state actors besides private enterprises, and the authority responsible for regulating digital sovereignty in the European Union. In conclusion, this literature review is expected to contribute to a better understanding of digital sovereignty in the European Union and provide practical recommendations for the implementation of digital sovereignty in the European Union."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>