Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182823 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yohanes Widjaya Sadguna
"ABSTRAK
Kondisi perhotelan dan pariwisata di Indonesia sejak masa krisis sampai dengan sekarang mengalami pertumbuhan yang tidak menggembirakan. Sektor pariwisata yang dijadikan salah satu tulang punggung penerimaan negara di luar migas tidak bisa pulih karena krisis multi dimensi Indonesia yang tidak kunjung menunjukan perbaikan. Negara- negara tetangga sesama ASEAN telah berhasil menggalakan sektor pariwisatanya, bahkan Thailand sejak tahun 1998 sudah berhasil membalikan keadaan ini dengan mengalami pertumbuhan positif. Kondisi sosial, politik dan keamanan yang buruk adalah faktor yang membuat Indonesia tidak mampu menarik wistawan asing untuk berkunjung ke Indonesia. Wisatawan asing takut berkunjung ke Indonesia karena setiap hari terdapat begitu banyak berita yang menghawatirkan dan mengerikan dengan terjadinya kerusuhan antar etnis, pemboman, dan berita-berita lainnya yang menakutkan.
Memasuki era otonomi daerah kota Semarang yang seharusnya berbenah diri di sektor pariwisata, hal ini tidak terjadi karena terkena dampak buruk dari kondisi di tanah air seperti di atas. Kondisi perhotelan di Semarang, lebih khusus lagi hotel berbintang empat dan lima terlihat harus susah payah mempertahankan bisnis mereka saat ini. Hotel berbintang empat dan lima di Semarang terdiri dari; hotel Ciputra Semarang, hotel Patra Jasa Semarang, hotel Graha Santika Semarang, dan hotel Grand Candi Semarang yang merupakan satu- satunya hotel berbintang lima. Ke empat hotel tersebut memiliki pangsa pasar yang serupa yaitu tamu hotel yang berasal dari kalangan bisnis dan meeting sehingga mereka harus berhadapan satu sama lainnya.
Penyusunan karya akhir ini dilakukan dengan dua pendekatan yaitu secara eksploratori riset atau desk research yaitu melakukan studi literatur dan pengumpulan Analisa persaingan secondary datas. Riset kualitatif dilakukan atas persepsi konsumen dari hotel berbintang empat dan lima di Semarang untuk mendapatkan gambaran tentang persepsi konsumen terhadap hotel- hotel yang ada. Strategi yang diterapkan dari masing- rnasing hotel ini adalah ekstensifikasi di produk yang ditawarkan dan strategi positioning yang membedakan hotel satu sama lainnya.
Strategi ini merupakan bagian dari strategi konsolidasi dari masing- masing hotel untuk mengahadapi tantangan besar di kondisi ekstemalnya seperti kondisi ekonomi yang membuat kemampuan pasar yang menurun, pasar menciut, dan dukungan sektor perbank~ yang sulit. Kesulitan ini ditambah lagi dengan menurunnya tamu dari kalangan tamu bisnis asing yang berkunjung di Semarang karena takut mengunjungi Indonesia. Tamu dari kalangan wisatawan asing hampir tidak bisa diharapkan lagi karena secara keseluruhan mengalami penurunan seperti yang dialami daerah- daerah lain di Indonesia.
Berbicara lebih lanjut tentang produk- produk hotel berbintang empat dan lima di
Semarang, terkesan produk yang ditawarkan tidak memiliki perbedaan yang cukup
signifikan, karena satu dengan lainnya terlihat mirip dan sangat mudah ditiru. Sebenamya
positioning yang ditetapkan masing- masing hotel sudah cukup baik, dengan melihat
potensi yang dimiliki. Tampak setiap hotel berusaha mencari segmen tersendiri untuk
menarik kehadiran tamu hanya belum terlihat efektif dan masih mencari bentuk yang
paling pas.
Dari riset yang dilakukan ditarik suatu kesimpulan bahwa kondisi perhotelan berbintang empat dan lima di Semarang belum memiliki atribut tertentu yang kuat dipersepsi konsumennya. Hal ini cukup menghawatirkan karena tidak terlihat faktorpembeda dari masing- masing hotel, sehingga konsumen cenderung tidak akan loyal
terhadap hotel tertentu.
Ketertarikan pasar di hotel berbintang em pat dan lima di Semarang terlihat rendah
karena data- data penunjang seperti tingkat hunian kamar dan harga kamar terlihat
rendah. Hanya saja apabila kondisi pertumbuhan mulai menunjukan perbaikan di
kemudian hari hal ini bisa mengundang pendatang baru yang potensial. Pendatang baru
yang mengetahui bahwa konsumen tidak bisa membedakan kekuatan masing- masing
hotel akan menetapkan strateginya kepada atribut- atribut yang lemah tadi.
Untuk mensiasati penurunan pendapatan, hotel berbintang empat dan lima di
Semarang telah mencoba mengatasi penerimaan yang menurun dari tingkat hunian dan
harga kamar (dibandingakn dengan US Doillar) dengan menggenjot sektor penerimaan
lainnya, seperti menggencarkan penerimaan dari sektor konvensi, F&B, dan paket- paket
yang di tawarkan kepada masyrakat lokal. Strtegi ini diakui cukup berhasil dengan ratarata
penerimaan dari sektor non-kamar meningkat menjadi 30% -50%, bergantung dari
masing- masing hotel yang ada.
Hotel berbintang empat dan lima di Semarang disarankan agar memperhatikan
pembuatan strategi jangka panjang yang lebih jelas untuk mem-positioning-kan hotelnya
dengan lebih spesifik. Hotel Ciputra yang di saat ini dipandang sebagai hotel bisnis akan
berkonsentrasi pada sisi kuatnya di sektor bisnis dan hotel Patra Jasa yang ingin menjadi
hotel resort harus membenahi diri ke arah resort dan leisure hotel. Hotel Graha Santika
harus pula menemukan positioning yang jelas ap'*ah ingin menjadi hotel bisnis murni
ataukah hotel dengan pendekatan leisure. Sementara itu hotel Grand Candi yang
merupakan hotel berkelas bintang lima satu-- satunya di Semarang tidak bisa mengandalkan kategori bintang limanya saja untuk menarik perhatian tamu yang akan
menginap. Grand Candi yang ingin menjadi hotel berbintang lima plus, yaitu dengan
membidik pasar leisure hotel tampaknya belum berhasil membangun imej seperti yang
diharapkan.
Ke empat hotel ini mendapat persaingan keras dari hotel berbintang tiga di
Semarang yang semakin memperbaiki diri dari segi kualitas pelayanan dan perbaikan
fisik dari kamar- kamar yang ada. Tantangan lainnya adalah investor yang ingin masuk
juga ke pasar hotel kategori bintang empat ke atas kelak apabila kondisi sudah mulai
membaik nantinya. Strategi yang tepat harus dibuat untuk menghadapi persaingan jangka
pendek dan mengantisipasi persaingan di waktu mendatang."
2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Wisaksono
"ABSTRAK
Dengan semakin agresifnya kegiatan Pemerintah dalam mengembang-
kan sektor Pariwisata iumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia selalu
meningkat sejak akhir dasawarsa 1980-an. Demikian pula dengan semakin
berkembangnya kegiatan bisnis di indonesia telah menambah ramainya arus
masuk tamu asing ke Indonesia. Meningkatrtya arus wisatawan dan tamu asing
ini telah mendorong kenaikan jumlah permintaan kamar hotel di berbagai
tempat di Indonesia. Kemudian banyak investor baru yang rnulai menanamkan
modalnya di bidang perhotelan. Daerah Bali, Jakarta dan Jawa Barat merupakan
daerah paling menarik bagi pendirian hotel-hotel baru. Bali lebih menonjol di segi
budaya dan potensi alamnya sedangkan Jakarta dan Jawa Barat dari segi bis-
nisnya. Disamping itu, meningkatnya jumlah vvisatawan tersebut telah mendo-
rong pengusaha hotel yang telah ada untuk meningkatkan kapasitas kamar
hotel mereka.
Namun Iaju peningkatan jumlah kapasitas kamar ini telah melampau laju
pertumbuhan arus wisatawan atau tamu asing yang datang dari Iuar negeri.
Akibatnya meskipun jumlah tamu asing yang datang ke Indonesia mengalami
banyak peningkatan ternyata bila dilihat dari tingkat penghunian kamar rata-rata
hotel di beberapa daerah mengalami kecenderungan menurun. Di Bali misalnya,
tingkat penghunian kamar tahun 1992 diperkirakan hanya mencapai 60 persen
saja. Di Yogyakarta, tingkat penghunian hotel tahun tersebut telah anjlok di
bawah 60 persen. Padahal menurut Departemen Pariwisata, Pos dan Teleko-
munikasi tingkat penghunian bisa disebut normal apabila mencapai sekurang-
kurangnya 60 persen. Dengan tingkat penghunian sebesar 60 persen tersebut
diperkirakan pengusaha hotel baru mampu menutup seluruh biaya-biaya opera-
sinya. Adanya kecenderungan semakin menurunnya tingkat penghunian kamar
hotel di beberapa daerah tersebuy mengakibatkan munculnya persaingan dalam
bentuk perang tarip. Perang tarip di tingkat hotel raksasa pada akhirnya akan
merembet ke hotel-hotel kelas di bawahnya hingga ke hotel melati.
Sementara itu perang tarip antara hotel-hotel berbintang di Jakarta
sudah mulai terasa di awal tahun 1993. Menurut data Biro Pusat Statistik
tingkat penghunian rata-rata tahun 1991 untuk hotel berbintang lima, masih
mencapai 17O persen. Aklbatnya sejak tahun 1992 banyak hotel berbintang lima
di Jakarta yang mulai memperbanyak kapasitas kamarnya. Sementara itu jumlah
proyek pendirian hotel berbintang lima yang telah disetujui Badan koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) telah mencapal sebanyak 9 hotel dengan kapasitas
sekitar 3.900 kamar. Seluruh proyek tersebut diperkirakan akan selesai dan
mulai beroperasi tahun 1996 nanti. Meskipun persaingan telah semakin ketat di
tahun 1993 ini, namun ijin bagi pendirian hotel baru di Jakarta masih belum
tertutup. Dengan melihat keadaan yang tengah terjadi di bisnis perhotelan
tersebut, tulisan ini berusaha menganalisa intensitas persaingan yang sebenar-
nya tengah dan akan terjadi di bisnis perhotelan bintang lima khususnya di
Jakarta.
Menurut Porter, intensitas persaingan dalam industri bukanlah suatu kebetulan atau nasib buruk. Persaingan dalam suatu industri berakar pada struktur ekonomi yang mendasarinya dan berjalan diluat perilaku pesing-pesaing yang ada. intensitas persaingan ini bergantung pada lima kekuatan persaingan pokok. kelima kekautan tersebut antara lain pendatang baru, potensial, produk pengganti, kekuatan pemasuk dan kekuatan pembeli serta persaingan di antara lain pendatang baru, potensial, produk pengganti, kekuatan pemasok dan ekuatan pembeli serta persaingan di antara perusahaan yang ada dalam industri tersebut. Gabungan dari kelima kekuatan ini akan menentukan potensi laba akhirs dalam industri.
Dari analisa intensitas persaingan berdasarkan kelima kekuatan yang diterangkan porter tersebut, penelitian ini memberikan banyak kesimpulan mengenai bisnis perhotelam berbintang lima di jakarta. persaingan yang terjadi diantara pesaing-pesaing yang telah ada sudah menunjukan ketatnya bisnis ini. Sejak awal tahun 1993 pemotongan tarip kamar hotel mulai terjadi hotel0hotel kelas raksasa ini. Hal ini sebagai akibat semakin menurunnya tingkat perhunian kamar. Sesuai dengan hasil perhitungan ulang dalam penelitian ini bahwa sejak tahun 1991 tingkat penghunian hotel bintang lima dijakarta sebetulnya telah merosot hingga dibawah 60persen. Berbeda dengan data BPS yang menunjukkan tingkat penghunian tersebut masih diatas 70 persen. Dalam penelitian ini juga telah menemukan banyak kesalahan dalam penghitungan tingkat penghunian hotel yang dilakukan oleh BPS. Kesalahan data dari BPS tersebut kelihatannya telah menyesatkan bahwa investor baru maupun pengusaha hotel.
Dengand ata tersebut banyak pengusaha hotel mulai menambah jumlah kapasitas kamar yang mereka tawarkan. Hotel Hilton misalnya, mulai mendirikan bangunan baru dengan kapasitas 500 kamar yang diperkirakan akan selesai akhir tahun 1993 ini. sebanyak sembilan hotel bintang lima baru yang masih dalam tahap kosntruksi juga akan menambah ketatnya persaingan dalam bisnis perhotelan di masa mendatang.Dengan demikian amsuknya banyak pendatang baru potensial ini jelas akan menanmbah intensitas persaingan bagi pesaing-pesaing lama.
Kekuatan pemasok dalam bisnis ini kurang begitu kuat. Hal ini karena pemasok bisnis perhotelan berasal dari industri yang terfragmentasi dan tidak tergantung dari satu atau beberapa jenis produk saja. sedangkan kekuatan tawar menawar pembeli boleh dibilang cukup kuat. Pemakai jawa hotel akan cenderung sensitif terhadap perubahan tarip. Adanya informasi yang luas telah memungkinkan pemakai jawa hotel untuk melakukan alternatif pemilihan hotel.
akhir tulisan ini memebrikan kesimpulan bahwa tingkat persaingan di bidang perhotelan berbintang lima telah menunjukan intensitas yang cukup ketat dan akan lebih ketat lagi dimasa mendatang. Keadaan ini akan bertambah parah apabila laju pertumbuhan arus wisatawan asing ke indonesia tidak mampu menutup laju kenaikan kapasitas hotel yang ada. hal ini mengingatkan lebihd ari 65 persen pengunjung hotel berbintang lima beasal dari luar negeri. tingkat persaingan yang tidak sehat diantara hotel bintang lima ini tentu saja akan membawa dampat pada hotel substitutornya, yaitu hotel berbintang lima. dan pada akhirnya akan merembet ke semua jenis hotel yang ada di jakarta.
untuk menghadapi persaingan yang tidak sehat ini pengusaha hotel melakukan tindakan-tindakan yang lebih agresif. pengusaha hotel perlu mengadakan kegitaan-kegiatan yang lain atraktif di hotel mereka guna mengundang banyak pengunjung serta meningkatkan citra hotel. kegiatan tersebut bisa diorganisir sendiri ataupun dengan kerjasama dengan organisasi lain. Selain itu pengusaha hotel harus tetap menjaga dan meningkatkan pelayanan serta melatih tenaga kerja agar lebih profesinal sehingga mampu memberikan kelebihan tersendiri dibanding hotel-hotel lain. Antisipasi terhadap perubahan dalam bisnis dan teknologi perhotelan juga perlu dilakukan secara terus menerus. Alternatif lain bagi pengusaha hotel ialah memodifikasi sebagian bangunan hotel mereka menjadi leased apartment. Mengingat kecenderungan permintaan apartemen di Jakarta masih terus meningkat sedangkan pengusaha hotel bintang lima telah siap dengan sarana, pelayanan dan kelebihan lokasi dibanding apartemen-apartemen yang masih baru. Tulisan ini jugas menyarankan perlunya peninjauan kembali ijin pendirian hotel baru di jakarta oleh BKPM. Selain itu perlu adanya kerjasama antara pengusaha perhotelan dengan pemerintah dalam upaya mempromosikan daerah-daerah tujuan wisita di Jakarta dan sekitarnya guna menarik banyak tamu dari luar negeri deikemudian hari. Akhirnya dengan berbagai tindakan tersebut diharapkan dapar mempertahankan kelangsungan hidup hotel, kembalinya investasi, dan lapangan kerja bagi sejumlah karyawannya. "
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Wahyu Putranto
"Struktur persaingan industri perhotelan di Yogyakarta semakin ketat. Kondisi mi memaksa Ambarrukmo Palace Hotel (APH) mengembangkan
strategi penetapan tarif kamar yang fleksibel agar mampu bersaing dengan hotel berbintang empat lainnya. Tujun penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisa dan mengukur efektivitas strategi penetapan tarif kamar
hotel APH disesuaikan dengan target pendapatannya.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi mi adalah kepustakaan dan analisa data yang mengarah ke pengukuran tingkat efektivitas strategi penetapan tarif kamar dalam mencapal target penjualan.
Peralatan analisa yang dipakai adalah Regresi Linier Tiga Variabel, yaitu varibel tarif kamar standar ganda, superior ganda dan suite deluxe serta biaya promosi, yang dikorelasikan terhadap tingkat penghunian kamar APH
Semakin tinggi occupancy rate menunjukkan bahwa penerapan strategi penerapan tarif kamar benar-benar efektif.
Hasil penelitidn menunjukkan bahwa pada kamar standar ganda memiliki tingkat korelasi negatif dimana bila tarif kamar dinaikkan maka tingkat
penghuniannya berkurang. Sebaliknya, pada kamar kategori superior ganda dan suite deluxe apabila tarif kamar dinaikkan maka tingkat penghuniannya meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa variabel harga bukanlah merupakan
satu-satunya penentu tinggi rendahnya tingkat penghunian kamar APH.
Variabel lain seperti promosi serta perilaku konsumen yang menganggap
harga samadengan kualitas ternyata berpengaruh atas occupancy rate APH.
Jadi penulis menyarankan agar pihak manajemen hotel Ambarrukmo meningkatkan anggaran dan kegiatan promosinya serta kualitas pelayanan
kepada para tamu. Tujuannya agar para tamu memperoleh kesan memuaskan berniat menginap di Hotel Ambarukmo."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
S18738
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusdi Yusuf
"Dalam rangka menilai kinerja BUMD yang dimiliki oleh Pemda DKI Jakarta cukup banyak, maka dipilih salah satu, yaitu PD Wisata Niaga Jaya yang berusaha dalam kelompok usaha industri pariwisata, dimana "Core Business" utamanya adalah penyediaan dan pengelolaan sarana perhotelan. Salah satu hotel yang mempunyai potensi besar untuk meningkatkan pendapatan PD Wisata Niaga Jaya adalah Hotel Bintang 4 Cempaka Jakarta.
Penilaian kinerja Badan Usaha Milik Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta hanya berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. 849 Tahun 1994 tanggal 23 Juni 1994 yang hanya memperhatikan indikator-indikator rentabilitas, likuiditas dan solvabilitas yang berarti hanya memperhatikan aspek keuangan saja.
Penilaian kinerja yang sejalan dengan manajemen strategik yang baru yaitu: BALANCE SCORECARD (Kaplan dan Norton, 1996) akan diterapkan, dimana konsep Balance scorecard adalah alat untuk menilai kemampuan perusahaan dengan mem-balance 4 (empat) aspek sekaligus yaitu: aspek keuangan, pelanggan, bisnis internal dan aspek pembelajaran dan pertumbuhan organisasi. Balance scorecard adalah media terjemahan visi dan strategi menjadi sasaran dan ukuran mulai dari rencana, implementasi sampai dengan hasil.
Penelitian terhadap kinerja Hotel Cempaka Jakarta bersifat deskriptif analitis dengan memandang kondisi keuangan perusahaan merupakan resultan dari organisasi belajar, proses bisnis internal dan tingkat kepuasan pelanggan yang terjadi dalam perusahaan. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif untuk mengetahui gambaran setiap variabel yang ditanyakan dalam kuesioner terhadap pelayanan pelanggan, bisnis internal perusahaan dan pembelajaran organisasi Hotel Cempaka Jakarta.
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat diperoleh penilaian kinerja perusahaan dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam peningkatan daya saing perusahaan daerah Pemerintah Daerah DKI Jakarta adalah sebagai berikut :
1. bahwa penerapan pembelajaran yang dilakukan pada aspek dinamika belajar, pembaharuan organisasi dan pemberdayaan individu sudah diterapkan pada sebagian besar organisasi, sedangkan aspek pengelolaan pengetahuan dan penerapan teknologi baru diterapkan pada sebagian kecil organisasi
2. Pada proses bisnis internal, pemahaman atas tugas pelayanan jasa hotel sudah cukup baik dan alat-alat penunjang sudah sesuai dengan standar hotel.
Kedua hal tersebut diatas menyebabkan tingkat loyalitas pelanggan Hotel Cempaka masuk dalam kategori 4 yaitu "puas". Mengingat bahwa Hotel Cempaka baru beroperasi pada bulan September 1996, kondisi keuangan hotel masih dalam tahap berkembang (growth) dengan cash flow negatif. Memperhatikan 3 hal tersebut diatas Hotel Cempaka masih memiliki potensi untuk dapat berkembang."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T10390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Ketut Wiryadinata
"Standar kualitas pelayanan suatu hotel dibuat berdasarkan persepsi manajemen hotel terhadap harapan pelanggannya. Dengan asumsi bahwa manajemen telah memiliki persepsi yang tepat mengenai harapan pelanggannya, maka masalah berikutnya adalah bagaimana menterjemahkan persepsi tersebut menjadi suatu standar kualitas pelayanan, suatu standar pelayanan yang operasional - yang dapat diimplementasikan dan dapat diukur.
Untuk memperoleh gambaran bagaimana penetapan standar kualitas pelayanan di Hotel XYZ, dilakukan penelitian terhadap individu (manajer dan karyawan) pada unit-unit kerja/departemen yang ada di Hotel XYZ mengenai persepsi manajer dan karyawan terhadap adanya standar kualitas pelayanan, persepsi manajer dan karyawan terhadap adanya kesenjangan (Gap-2 berdasarkan Gaps Model of Service Quality) serta persepsi manajer dan karyawan terhadap penyebab kesenjangan tersebut.
Pengukuran persepsi tentang adanya standar kualitas pelayanan dilakukan dengan memberikan questionnaire yang meliputi ke 5 dimensi kualitas pelayanan yaitu (1) Penampilan fisik / tangible, (2) Kemampuan mewujudkan janji / reliability, (3) Kecepatan tanggapan dalam memberikan pelayanan / responsiveness, (4) Kemampuan memberikan jaminan pelayanan yang baik / assurance, dan (5) Kemampuan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan / empathy. Sedangkan persepsi terhadap faktor-faktor yang menyebabkan adanya kesenjangan meliputi (1) faktor komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan, (2) faktor penetapan tujuan/sasaran, (3) faktor standarisasi tugas-tugas, dan (4) faktor keyakinan/kemampuan memenuhi harapan pelanggan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajer memiliki persepsi lebih tinggi (skala 6.18) dari pada karyawan (skala 5.86) dari skala 7.00 dalam hal adanya standar kualitas pelayanan di Hotel XYZ. Adanya kesenjangan pada manajer (0.82) dan pada karyawan (1.14) disebabkan oleh karena adanya kesenjangan terutama pada faktor kurangnya standarisasi tugas-tugas (1.65) disusul oleh faktor kurangnya penetapan tujuan/sasaran (goal setting), (1.04).
Kesenjangan-kesenjangan tersebut dapat diperkecil dengan (1) mensosialisasikan standar kualitas yang sudah ada baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, (2) memberikan kesempatan kepada karyawan yang kontak langsung dengan pelanggan untuk memberikan masukan-masukan mengenai standar kualitas pelayanan, yang selanjutnya didiskusikan dan dibahas untuk menentukan standar kualitas yang lebih sesuai dengan harapan pelanggan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T10084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Bernardus P. W.
"Hotel Borobudur merupakan hotel bintang lima bertaraf internasional yang berlokasi di Jakarta. Untuk menjaga kestabilan tingkat hunian kamarnya, hotel Borobudur menggunakan bauran promosi untuk kegiatan promosinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi dari pelaksanaan bauran promosi di hotel Borobudur Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survai dengan jenis penelitian deskriptif analisis. Untuk mengetahui kelebihan, kekurangan, kesempatan dan ancarnan yang dihadapi hotel Borobudur, penulis menggunakan analisis SWOT.
Produk yang ditawarkan oleh hotel Borobudur kepada konsumen mencakup membership hotel yang bernama discovery club yaitu di mana konsumen ditawarkan untuk menjadi anggota atau konsumen tetap dari hotel Borobudur dengan berbagai fasilitas dan kemudahan yang akan diperoleh seperti discount untuk kamar, adanya pemakaian fasilitas hotel tak terbatas,adanya undangan bila hotel Borobudur mengadakan suatu acara dan banyak lagi.Hotel Borobudur pun cukup sering untuk mengadakan acara-acara yang sifatnya aural atau charity dengan bekerjasama dengan kedutaan-kedutaan asing maupun para artis ibukota. Klub Borobudur menawarkan menu-menu makanan yang khas dan merupakan ciri khas hotel Borobudur dengan harga khusus,seperti buy one get one free, all you can eat dan sebagainya.
Segmen pasar dari hotel Borobudur adalah orang-orang asing yang tinggal di Indonesia maupun yang berasal dari luar negeri. Produk yang ditawarkan kepada mereka adalah adanya jaminan keamanan bagi mereka, voucher menginap dan menggunakan fasilitas hotel dengan rate khusus, pemberian discount bagi penggunaan function room, meeting room dan wedding packet, serta adanya kims yaitu kartu discount khusus bagi orang-orang asing yang ingin menginap dan menggunakan fasilitas hotel Borobudur. Tetapi hotel Borobudur tidak mengabaikan konsumen dalam negeri, dan strategi pemasaran yang dilakukan kepada mereka dengan menetapkan kurs rupiah dengan harga khusus terutama pada masa-masa low seasons.
Pesaing/kompetitor utama hotel Borobudur adalah hotel-hotel bintang lima berlian terutama hotel-hotel yang memiliki terobosan-terobosan dalam bidang pemasaran atau promosi, seperti bila ada suatu hotel yang berhasil mernbawa tamu panting untuk menginap di hotel tersebut (tamu negara atau artis terkenal) dapat dikatakan sebagai pesaing utama hotel Borobudur dan bila hal itu terjadi hotel Borobudur akan mempelajari secara sungguh-sungguh terhadap promosi hotel tersebut.
Hasil analisis SWOT menunjukkan pelaksanaan bauran promosi di Hotel Borobudur Jakarta sudah cukup baik, karena promosi yang dilakukan hotel Borobudur lebih menekankan pada segi kearnanan bagi konsumen, hal ini sangatlah penting mengingat situasi politik dan keamanan Indonesia yang tidak menentu saat ini dan banyaknya kemudahan-kemudahan yang ditawarkan kepada konsumen lewat discount dan harga khusus, baik bagi konsumen asing maupun kunsumen lokal. Dan kepada media-pun hotel Borobudur telah menjaga dan membina hubungan secara baik, seperti cukup seringnya hotel Borobudur mengundang mereka bila akan mengeluarkan produk-produk baru, begitu pula dengan pelanggannya, hotel Borbudur selalu aktif menghubungi dan mengontak para pelanggannya baik lewat telephon, fax atau e-mail sehingga diharapkan dapat meningkatkan citra positif hotel Borobudur.
Namun masih terdapat beberapa penyimpangan / kekurangan, seperti kurang aktif atau kurang gencarnya hotel Borobudur melakukan promosi terhadap produknya, hal ini dapat dilihat dari jarangnya hotel Borobudur memasang iklan bila hotel Borobudur telah melakukan suatu kegiatan, belum dapat melakukan suatu terobosan besar dengan mengundang tamu-tamu panting untuk menginap, meskipun hal tersebut telah dicoba dilakukan tetapi belum rnembuahkan hasil yang maksimal, dan adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan public relations dan advertising. Atas dasar kenyataan tersebut maka penulis menyarankan agar melakukan promosi secara gencar (hard selling) terutama yang berhubungan dengan event-event besar, lakukan secara terus menerus terobosan-terobosan baru dengan menawarkan produk-produk yang kompetitif bagi konsumen ,sehingga target pasar dapat dicapai secara maksimal. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T1117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jegeg Tribhuwana Ekadewi Sudjana
"ABSTRACT
Penelitian ini mengeksplorasi konsep peran Public Relations menurut Cutlip, Center Broom yaitu peran expert prescriber, peran problem solving process facilitator, peran communication facilitator, dan peran communication technician pada Hotel Borobudur Jakarta untuk mengetahui peran Public Relations di Hotel Borobudur Jakarta. Penelitian ini dilakukan karena peran Public Relations sangat beragam dan terus berkembang seiring berkembangnya zaman dan teknologi. Penelitian ini menggunakan metode kualitaif dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi. Triangulasi yang digunakan adalah sumber data primer, data sekunder, dan tinjauan literatur. Penelitian ini menemukan adanya tiga dari empat peran Public Relations. Peran yang ditemukan adalah peran expert prescriber, peran communication facilitator, dan peran communication technician. Dalam penelitian ini juga ditemukan adanya tumpang tindih antar peran yaitu peran Exper Prexcriber dengan Communication Technician dan peran Communications Facilitator dengan peran Communication Technician. Kesimpulan dari penelitian ini adalah empat peran Public Relations menurut Cutlip, Center, Broom dapat diterapkan pada industri perhotelan. Peran Public Relations tersebut juga bisa tumpang tindih jika tidak ada divisi ataupun departemen khusus untuk Public Relations.

ABSTRACT
The research explores the concept of Public Relations role according to Cutlip, Center Broom, which are the Role of Expert Prescriber, the Role of Problem Solving Process Facilitator, the Role of Communication Facilitator, and the Role of Communication Technician at Hotel Borobudur Jakarta. The aim is to know the role of Public Relations in Hotel Borobudur Jakarta. In addition, the research is also made because the role of Public Relations is immensely diverse and continues to evolve with the development of the era and technology. The research utilizes qualitative method by conducting in depth interview and observation. Furthermore, the Triangulation uses included primary data sources, secondary data, and literature review. This research explores the role of Public Relations according to Cutlip, Center Broom which is the role of expert prescriber, the role of problem solving process facilitator, the role of communication facilitator, and the role of communication technician at Hotel Borobudur Jakarta to know the role of Public Relations at Hotel Borobudur Jakarta. This research is done because the role of Public Relations is very diverse and continues to evolve with the development of the era and technology. This research uses qualitative method by conducting in depth interview and observation. Triangulation used is primary data source, secondary data, and literature review. The study found three of the four public relations roles. The roles found are the role of expert prescriber, the role of communication facilitator, and the role of communication technician. In this research also found an overlap between roles namely the role of Expert Prescriber with Communication Technician and the role of Communications Facilitator with the role of Communication Technician. The conclusion of this research is four public relations role according to Cutlip, Center, Broom can be applied to hotel industry. The role of Public Relations can also overlap if there is no division or special department for Public Relations. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Armand P.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Nadia Zein
"Perkembangan yang pesat dalam bisnis perhotelan pada saat ini merupakan konsekuensi dari semakin berkembangnya dunia pariwisata di Indonesia. Dengan semakin banyaknya jumlah hotel di Indonesia, persaingan yang harus dihadapi oleh seluruh hotel, khususnya hotel berbintang, semakin bertambah berat dan ketat. Persaingan ini mendorong pihak manajemen hotel untuk terus menerus memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya agar dapat mencapai mutu perusahaan yang excellent serta memiliki competitive advantage. Karena hanya dengan enterprise excellence, hotel yang bersangkutan dapat mempertahankan eksistensinya dalam bisnis perhotelan serta sukses dalam kancah persaingan yang semakin ketat. Agar dapat mencapai enterprise excellence, melalui peranan akuntansi manajemen, sebuah hotel membutuhkan anus informasi aktual yang dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya, serta dapat memperkirakan keadaan di masa yang akan datang. Dalam hal ini, suatu alternatif baru dibutuhkan, karena ternyata sistem yang tradisional tidak dapat memberikan informasi seperti yang diinginkan. Alternatif sistem baru tersebut adalah sistem akuntansi manajemen yang didasarkan pada pengelolaan aktivitas, yang disebut sebagai Activity-Based Management (ABM). ABM merupakan analisa lebih lanjut dari sistem Activity-Based Costing (ABC) yang dapat membantu perusahaan dalam meningkatkan kualitas pelayanan serta meningkatkan nilai (value) yang diterima oleh konsumen dari pelayanan yang diberikan tersebut. ABM dapat pula membantu perusahaan dalam menetapkan biaya dengan lebih akurat, menekan biaya dengan cara menghilangkan aktivitas-aktivitas yang tidak dapat memberikan nilai tambah pada perusahaan, serta membantu perusahaan dalam meningkatkan profit yang dihasilkannya. Adapun analisa yang tercakup dalam sistem ABM ini adalah mencakup: analisa aktivitas (activity analysis), analisa pemicu biaya (cost driver analysis), dan pengukuran kinerja (performance measurement). Ketiga analisa ini digunakan melalui lima tahap implementasi jika perusahaan ingin menerapkan ABM dalam sistem akuntansi manajemennya. Kelima tahap tersebut adalah : (1) Activity Analysis, (2) Market Targeting, (3) Business Process Improvement, (4) Activity Improvement, dan (5) Process Control. Dengan diterapkannya analisa ABM melalui tahap-tahap tersebut, diharapkan sebuah hotel dapat memperoleh pemahaman mengenai proses/aktivitas yang dilakukan dalam hotel tersebut, serta dapat pula menghasilkan informasi penting (financial maupun nonfinancial), guna membantu pihak manajemen dalam pengambilan keputusan. Sehingga pada akhirnya, hotel tersebut akan dapat meningkatkan kepuasan konsumen (customer satisfaction), akurasi dalam penetapan biaya, serta menghasilkan peningkatan yang berkelanjutan (continuous improvement), yang kesemuanya itu sangat menunjang dalam mencapai enterprise excellence."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
S18901
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.S. Damardjati
Jakarta: Pradnya Paramita, 1972
647.94 DAM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>