Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147130 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faradina Putriyanti
"Pemasangan implan gigi sudah dilakukan di Klinik Periodonsia Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Universitas Indonesia sejak tahun 2009. Evaluasi jangka panjang kondisi klinis implan gigi belum pernah dilakukan di RSKGM FKG UI dan Indonesia.
Tujuan: Mengevaluasi kondisi klinis jaringan peri-implan paska perawatan implan gigi di Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI periode pemasangan tahun 2009-2014.
Metode Penelitian: Subjek terdiri dari 11 pasien dengan 29 implan gigi. Pemeriksaan klinis terdiri dari pemeriksaan indeks kebersihan mulut, kegoyangan implan gigi, kedalaman probing, resesi gingiva, kehilangan perlekatan klinis dan perdarahan gingiva.
Hasil: Kegoyangan implan gigi tidak ditemukan. Perdarahan gingiva terdapat pada 72,4 implan gigi. Rerata kedalaman probing 3,97 1,35 mm, resesi gingiva 0,45 0,57 mm, dan kehilangan perlekatan klinis 0,62 0,82 mm. Analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan kedalaman probing, kehilangan perlekatan klinis dan perdarahan gingiva berdasarkan indeks kebersihan mulut yang berbeda, namun terdapat perbedaan resesi gingiva berdasarkan indeks kebersihan mulut yang berbeda.
Kesimpulan: Evaluasi klinis jaringan peri-implan memberikan hasil yang baik.

Dental implant treatment has been done in Periodontal Clinic Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Universitas Indonesia since 2009. There is no long term clinical evaluation of dental implant in RSKGM FKG UI and Indonesia.
Aim: To evaluate the peri implant tissue after dental implant placement in Periodontal Clinic RSKGM FKG UI 2009 2014.
Method: There were 11 patients with 29 dental implants. Clinical evaluation consists of oral hygiene measurement, mobility test, probing measurement, gingival bleeding test, and measurement of gingival recession and clinical attachment loss.
Results: There was no implant mobility. Gingival bleeding found in 72,4 of the dental implant. The mean probing depth 3,97 1,35 mm, gingival recession 0,45 0,57 mm, and clinical attachment loss 0,62 0,82mm. There was no statistical difference in probing depth, loss of attachment, and gingival bleeding compared with different oral hygiene, but there was statistical difference in gingival recession compared with different oral hygiene.
Conclusion: Clinical evaluation of peri implant tissue showed good condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ayuningtyas
"Latar Belakang. Pentingnya peranan protektif keratinized mucosa (KM) yang adekuat (>2mm) di sekitar implan sebagai soft tissue seal dalam menjaga barrier terhadap penetrasi bakteri yang dapat menyebabkan penyakit peri-implant masih menjadi perdebatan karena adanya inkonsistensi hasil. Tujuan. Untuk mengetahui hubungan lebar mukosa berkeratin di sekitar implan dengan brushing discomfort (BD) dan kesehatan jaringan peri-implan secara klinis dan radiografis. Metode. Penelitian cross-sectional ini mengevaluasi 17 pasien dengan 31 implan di klinik spesialis periodonsia RSKGM FKG UI. Sampel di bagi menjadi kelompok KM adekuat dan inadekuat. Pasien di periksa secara klinis dengan skor mPI, DI dan GI pada bagian bukal permukaan implan, radiografis periapkcal untuk mendapatkan data marginal bone level (MBL). BD di nilai menggunakan visual analogue scale (VAS). Hasil. Perbandingan antar dua kelompok dengan skala numerik di uji dengan independent t-test. Terdapat perbedaan skor mPI (0,01), DI (0,03) dan GI (0,05) di antara dua kelompok. Sedangkan untuk brushing discomfort (0,88) dan MBL (0,46) tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Kesimpulan. Inadekuat KMberkaitan dengan peningkatan akumulasi plak, debris dan inflamasi mukosa di sekitar implan.

Background. The importance of the protective role of adequate keratinized mucosa (KM) around an implant as a soft tissue seal in maintaining a barrier against bacterial penetration that can cause peri-implant disease is still being debated due to inconsistentresults. Aim. To determine the relationship between the width of the keratinized mucosa around the implant with brushing discomfort and peri-implant tissue clinically and radiographically. Method. This cross-sectional study evaluates 17 patients (31implants) at the periodontic specialist clinic, RSKGM FKG UI. The sample group was divided into adequate and inadequate KM groups. Patients were clinically examined using score mPI, DI and GI on the buccal site of the implant, and periapical radiographs were taken to evaluate marginal bone level (MBL). Brushing discomfort was assessed using a visual analogue scale (VAS). Results. The comparison between the two groups with a numerical scale was tested using an independent t-test. There were significant differences in (0.01), DI (0.03), and GI (0.05) between the two groups. However, there was no significant difference for brushing discomfort (0.88) and MBL (0.46). Conclusion. Inadequate KM is associated with increased accumulation of plaque,debris, and mucosal inflammation around the implant."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariyanti Methadias
"Latar Belakang: Terapi bedah flep periodontal dilakukan untuk meningkatkan status periodontal.
Tujuan: Evaluasi secara klinis dan radiografis keberhasilan perawatan bedah flep periodontal tahun 2011-2016.
Metode: Evaluasi status pasien antara sebelum dan sesudah perawatan bedah flep periodontal tanpa bahan cangkok tulang, menilai kedalaman poket, tingkat perlekatan klinis, resesi gingiva, dan ketinggian tulang alveolar.
Hasil: Terdapat 126 data untuk kedalaman poket, resesi gingiva, tingkat perlekatan klinis. Terdapat 135 data untuk ketinggian tulang. Terdapat hasil yang signifikan untuk semua kelompok p=0,00.
Kesimpulan: Perawatan bedah periodontal menghasilkan penurunan kedalaman poket, meningkatkan resesi gingiva, meningkatkan tingkat perlekatan klinis gingiva, dan peningkatan ketinggian tulang alveolar.

Background: Periodontal flap surgery can improve periodontal status.
Objective: Clinical and radiographic evaluation of periodontal flap surgery in 2011 2016.
Methods: Evaluation of patient status between pre and post periodontal flap surgery without bone graft materials, measuring pocket depth, clinical attachment level, gingival recession, and alveolar bone height.
Results There are 126 data for pocket depth, gingival recession, level of clinical attachment. There are 135 data for bone height. There were significant results for all groups p 0.00.
Conclusion: Periodontal flap surgery resulted decreased pocket depth, increased gingival recession, increased clinical attachment level of gingiva, and increased alveolar bone height.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shula Zuleika Sumana
"Latar Belakang: Subepithelial connective tissue graft SCTG dan acelullar dermal matrix ADM seringkali digunakan dalam perawatan resesi gingiva.
Tujuan Penelitian: Mengevaluasi kondisi klinis jaringan periodontal setelah perawatan resesi gingiva antara menggunakan SCTG dengan ADM.
Metode: Data resesi gingiva, tingkat perlekatan klinis gingiva, dan lebar gingiva cekat sebelum perawatan diambil dari rekam medik. Pasien dihubungi untuk pengambilan data setelah perawatan.
Hasil: Penggunaan SCTG dan ADM memberikan hasil yang signifikan. Perbandingan antara kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan signifikan.
Kesimpulan: Perawatan resesi gingiva dengan SCTG dan ADM memberikan hasil yang serupa.

Background: Subepithelial connective tissue graft SCTG and acellular dermal matrix ADM are frequently used in treatment of gingival recession.
Objectives: To evaluate periodontal clinical conditions after treatment of gingival recession using SCTG and ADM.
Methods: Pre operative data of gingival recession, clinical attachment level, and attached gingiva were retrieved from medical records. Patients were recalled and post operative data were recorded.
Results: Application of SCTG and ADM yield significant changes. Comparisons between the two groups showed no statistically significant differences.
Conclusion: Treatment of gingival recession with SCTG and ADM yield similar outcomes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Stevany Grafiyanti
"Latar Belakang: Perawatan implan gigi adalah perawatan penggantian gigi hilang dengan angka kesuksesan tinggi. Evaluasi radiologis perawatan implan gigi berguna untuk menilai ketahanan dan kesuksesan jangka panjang perawatan. Tujuan: Menganalisis kehilangan tulang krestal peri-implan gigi melalui evaluasi radiologis dan hubungannya dengan faktor risiko. Metode: Studi pada 29 implan gigi. Dilakukan pencatatan data status pasien kemudian pembuatan radiograf periapikal digital dengan teknik paralel. Analisis radiologis kehilangan tulang krestal peri-implan gigi di mesial dan distal. Hasil: Rerata kehilangan tulang krestal mesial 1,26±0,15 mm dan distal 1,42±0,17 mm dengan angka kesuksesan sebesar 93,1%. Tidak terdapat korelasi kehilangan tulang krestal peri-implan gigi dengan letak implan di maksila dan mandibula; letak implan di regio anterior dan posterior; dan jenis implan gigi bone level dan tissue level (p>0,05). Kesimpulan: Hasil evaluasi radiografis implan gigi di Klinik Spesialis Periodonsia FKG UI  sukses.

Background: Dental implant treatment is an alternative for the replacement of teeth that has a high success rate. Radiographic evaluation of implant treatment is useful for a a long term evaluation. Aim: To evaluate implant treatments by analysing the condition of the bones around dental implants using radiography, as well as determine dental implant correlation with associated factors. Methods: A total of 29 dental Implant were assessed. Radiographic evaluations were carried out using a periapical radiographic dental x-ray unit and converted into digital images. Crestal bone loss was analysed on mesial and distal aspect. Result: The mean crestal bone loss on mesial aspect was  1.26±0.15 mm and distal aspect was 1.42±0.17 mm with the success rate of 91.6%. There are no statistically significant correlations between crestal bone loss and the location of the implant (maxilla or mandible), anteroposterior site, and type of implant (bone level and tissue level). Conclusion: The radiographic evaluation of dental implants demonstrated successful results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Media Sukmalia Adibah
"ABSTRAK
Latar Belakang: Perawatan implan dental sudah berkembang menjadi pilihan yang dapat diterima luas masyarakat. Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedoketran Gigi Universitas Indonesia sudah melaksanakan perawtan implan gigi sejak tahun 2009 dan belum ada evaluasi mengenai implan gigi tersebut. Porphyromonas gingivalis diketahui menjadi salah satu bakteri yang sering digunakan dalam evaluasi jaringan periimplan.
Tujuan: Mengevaluasi jaringan periimplan melalui kuantifikasi bakteri Porphyromonas gingivalis.
Material dan metode: Dua puluh sembilan sampel implan gigi, lima sampel gigi sehat serta tujuh sampel periodontitis diambil plak subgingiva untuk menghitung Porphyromonas gingivalis melalui Real Time PCR.
Hasil: Tidak ada perbedaan bermakna antara kuantitatif P. gingivalis pada sampel periimplan dengan gigi sehat. Terdapat perbedaan bermakna antara kuantitatif P. gingivalis periimplan dengan sampel periodontitis.
Kesimpulan: Kuantitatif P.gingivalis gigi sehat menyerupai dengan level kuantitatif pada jaringan periimplan.

ABSTRACT
Background: Dental implants has an excellent results in terms of survival and success rates of oral rehabilitation. Rumah Sakit Khusus Gigi Mulut Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia (RSKGM FKG UI) is one of leading dental hospital which offer dental implant since 2009 and yet there is no evaluation of dental implant treatment.
Aim: The aim of this study was to evaluate periimplant tissue by quantification of bacteria Porphyromonas gingivalis. Materials and Methods: Twenty nine samples periimplant were taken from patient in Periodontal Clinic RSKGM FKG UI. All implants were placed from 2009-2014. Plaque samples were obtained in each dental implant using implant probe. Baseline group was measured in healthy teeth and periodontitis teeth which samples plaque were also taken respectively. All samples were subjected to microbiological analysis using quantification of bacteria Porphyromonas gingivalis with real time PCR.
Results: There were no significant differences in number of P. gingivalis between the periimplant groups compared to healthy tooth group (P value >0.05). Meanwhile, there were significant differences between the periimplant group compared to periodontitis teeth (P value < 0.05).
Conclusion: Quantification of P.gingivalis in periimplant has a similar result to healthy teeth."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Savalas Widjaja
"Latar belakang. Kehilangan gigi menjadi kasus yang umum dijumpai oleh seorang dokter gigi dan dapat diatasi dengan menggunakan berbagai macam gigi tiruan. Salah satu yang sedang marak dan banyak diminati adalah gigi tiruan dengan dukungan implan. Lebih dari 220 sistem implan telah tersedia di pasaran, diproduksi oleh sekitar 80 produsen, dibuat dari material, panjang, dan diameter yang berbeda dengan modifikasi topografi permukaan dan bentuk pada setiap sistem nya, dapat dipakai oleh dokter gigi spesialis maupun dokter gigi umum. Pertimbangan dan pemilihan sistem implan gigi yang tepat umumnya menjadi kunci keberhasilan perawatan implan. Hal tersebut mengakibatkan sering timbul dilema pada dokter- dokter gigi di Indonesia tentang pemilihan sistem dan kepuasan mereka terhadap suatu sistem implan yang dipakai. Tujuan. Mengetahui sistem implan yang paling diminati dan faktor- faktor apa saja yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan sistem implan gigi oleh dokter gigi di Indonesia. Metode penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang secara observasional atau survei dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada dokter gigi di Indonesia yang telah memenuhi kriteri inklusi, pengambilan data responden dengan teknik snowball sampling, serta diolah secara deskriptif. Hasil penelitian. Sebanyak 100 subjek responden yang memenuhi kriteria inklusi telah mengikuti dan mengisi kuesioner dari penelitian ini. Sekitar satu per tiga dari responden penelitian merupakan dokter gigi spesialis prostondonsia sebesar 32% yang mendominasi penelitian ini. Hasil olah data menunjukkan tiga urutan teratas pada sistem implan gigi yang paling diminati oleh dokter gigi di Indonesia adalah implan Straumann (50%), implan Dentium (20%), dan implan Osstem (13%). Bukti hasil penelitian ilmiah (460) menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam pemilihan suatu sistem implan gigi diikuti dengan ketersediaan produk (421) dan sistem permukaan pada suatu sistem implan gigi (416). Permukaan implan gigi yang paling mendominasi pilihan dari responden adalah permukaan implan dengan sistem SLA (sandblasted large gritted acid etched) (82%) Kesimpulan. Mayoritas responden penelitian memilih Straumann sebagai sistem implan gigi pilihanya dengan mempertimbangkan faktor hasil penelitian ilmiah.

Introduction. Tooth loss is a common cases that can be resolved by dentists using various kinds of dentures. Implant supported denture is currently on the rise and most in demand by dentists. More than 220 implant system made of different materials, lengths and diameters with modified surface topography and shapes in each system are produced by around 80 manufactures, can be used by specialist dentists as well as general dentists. Consideration and choosing the right dental implant system is generally the key to successful implant treatment. This has resulted in frequent dilemmas of dentists in Indonesia regarding system selection and their satisfaction with a system of implants used. Objectives. Knowing the most implant systems are used in demand and any consideration factors in choosing a dental implant system by dentists in Indonesia. Methods. This is an observational cross-section study or a survey using questionnaire given to dentists in Indonesia who have met the inclusion criteria. Snowball sampling technique and descriptive analysis of the frequency were used in this study. Results. A total of 100 respondent subjects who have met the inclusion criteria had followed and filled out the questionnaire from this study. Approximately one third of the study (32%) respondents were prosthodontist. The analysis shows that the top three dental implant systems most preferred by dentists in Indonesia are Straumann implants (50%), Dentium implants (20%), and Osstem implants (13%). Scientific based evidence (460) is the most significant factor in choosing a dental implant system followed by product availability (421) and the surface system of a dental implant system (416). The surface of the dental implant that dominates the choice of respondents is SLA (sandblasted large gritted acid etched) system (82%).
Conclusion. The majority of respondents choosed Straumann implant as their dental implant system by considering the factor of scientific based evidence.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lieando Chandra
"Latar belakang: Gigi tiruan dukungan implan, salah satu perawatan kehilangan gigi terbaik, diterima luas di seluruh dunia. Namun, penggunaannya di Indonesia masih relatif rendah. Studi terkait kesadaran (awareness), pengetahuan (knowledge), dan sikap (attitude) terhadap implan gigi telah banyak dilakukan di negara lain, tetapi belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan: Mengembangkan kuesioner kesadaran, pengetahuan, dan sikap pasien terhadap implan gigi yang valid dan reliabel. Metode: Penelitian kualitatif melalui studi literatur pada 9 studi, wawancara semi-struktur 8 pakar implan dan 10 subjek kehilangan gigi, focus group discussion, dan uji-coba kuesioner. Penelitian kuantitatif pada 227 subjek untuk pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner. Hasil: Kuesioner final 28 item (domain kesadaran, pengetahuan, dan sikap) berhasil dikembangkan dengan validitas isi (content validity) dan validitas muka (face validity) terpenuhi. Analisis faktor dapat dilakukan pada ketiga domain berdasarkan hasil Uji Kaiser-Meyer Olkin (KMO) dan Uji Bartlett (0,680;P<0,05| 0,922;P<0,05| 0,849;P<0,05). Uji validitas konvergen dan uji konsistensi internal Cronbach’s alpha menghasilkan nilai baik pada domain kesadaran (r=0,736; P<0,05; α=0,848), domain pengetahuan (r=0,616; P<0,05; α=0,922), dan domain sikap (r=0,658; P<0,05; α=0,794). Kesimpulan: Kuesioner kesadaran, pengetahuan, dan sikap pasien terhadap perawatan dengan implan gigi teruji valid dan reliabel untuk mengevaluasi kesadaran, pengetahuan, dan sikap pasien terhadap perawatan dengan implan gigi di Indonesia.

Background: Implant-supported prosthesis, one of the best treatment for tooth loss, are widely accepted worldwide. However, its utilization is still relatively low in Indonesia. Studies related to awareness, knowledge, and attitude towards dental implants have been conducted in many other countries, but there has been no study in Indonesia. Objective: To develop a valid and reliable questionnaire on patient awareness, knowledge and attitudes towards dental implants. Methods: Qualitative study was done through literature review on 9 studies, semi-structured interviews with 8 implant experts and 10 tooth loss subjects, focus group discussion, and pre-testing. Quantitative study on 227 subjects for validity and reliability test. Results: The final questionnaire of 28 items (awareness, knowledge, and attitude domains) was successfully developed with achieved content validity and face validity. Factor analysis can be performed on all three domains based on the results of the Kaiser-Meyer-Olkin Test (KMO) and Bartlett Test (0.680;P<0.05| 0.922;P<0.05| 0.849;P<0.05). The convergent validity and Cronbach's alpha internal consistency were high in awareness domain (r=0.736; P<0.05; α=0.848), knowledge domain (r=0.616; P<0.05; α=0.922), and attitude domain (r=0.658; P<0.05; α=0.794). Conclusion: The questionnaire developed was valid and reliable to evaluate patient awareness, knowledge, and attitudes towards dental implant treatment in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afiyya Sarah Azzahrah
"Latar Belakang: Partikel mirip logam telah terdeteksi pada apusan mukosa peri-implan dari sampel klinis yang menderita peri-implantitis maupun sample yang tidzak menderita peri-implantitis dengan menggunakan sitologi eksfoliatif sel epitel dan makrofag. Ion metal titanium yang sudah terlepas dari ikatannya akan menginduksi kejadian dan reaksi biologis yang menyebabkan hilangnya stabilitas biologis dan meningkatnya osteolisis lokal di sekitar implan gigi. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi sitokin inflamasi dan aktivasi osteoklas terjadi ketika ion titanium hadir. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya, diketahui terdapat perbedaan signifikan dari hasil polimorfisme gen CXCR2 antara pasien dengan peri-implantitis dan pasien control. Namun, kemampuan ekspresi gen CXCR2 pasien sehat pengguna Implan Gigi masih belum ditentukan.
Tujuan: Menganalisis ekspresi gen pada pasien pengguna implan gigi dibandingkan dengan individu sehat yang tidak menggunakan implant gigi.
Metode:Sampel RNA pasien pengguna implan (n=9), dan sample pasien control non-pengguna (n=9) diperoleh dan disimpan di Laboratorium Oral Biologi  Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Kemudian, dilakukan esktraksi RNA, sintesis cDNA dan pengecekan konsentrasi sampel hasil sintesis cDNA. Selanjutnya, ekspresi gen CXCR2 dan gen referensi GAPDH diuji dengan quantitative reverse-transcription PCR (RT-qPCR).
Hasil: Tidak   terdapat perbedaan bermakna ekspresi gen CXCR2, antara pasien pengguna implant gigi dan pasien yang tidak menggunakan implant gigi (p≥0,05).
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara perbedaan ekspresi gen CXCR2 pada

Background: Exfoliative cytology of epithelial cells and macrophages has been used to identify metal-like particles in peri-implant mucosal smears from clinical samples with and without peri-implantitis. Free titanium ions cause biological processes and reactions that result in localized osteolysis surrounding dental implants and a loss of biological stability. In vitro studies have shown that inflammatory cytokine expression and osteoclast activation increase when titanium ions are present. Based on previous studies, it is known that there are significant differences in the results of CXCR2 gene polymorphisms between patients with peri-implantitis and control patients. However, the expression ability of the CXCR2 gene in healthy patients using dental implant has not been determined.
Objective: To analyze gene expression in patients with dental implants compared to healthy individuals who do not use dental implants.
Methods: RNA samples from implant users (n=9), and non-user control patient samples (n=9) were obtained and stored at the Oral Biology Laboratory, Faculty of Dentistry, University of Indonesia. Then, RNA extraction, cDNA synthesis was carried out and checking the concentration of the cDNA synthesized samples. Next, the expression of the CXCR2 gene and the GAPDH reference gene were tested by quantitative reverse-transcription PCR (RT-qPCR).
Results: There was no significant difference in CXCR2 gene expression between patients with implants. Conclusion: There is no statistically significant difference between differences in gene expression in dental implant users and non-users.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Althea Pranggapati Alexander
"Latar Belakang: Karies gigi merupakan masalah kesehatan yang dialami setengah populasi penduduk dunia (3,58 milyar jiwa) dan penyakit gigi dengan prevalensi terbesar di Indonesia. Insidensi karies mencapai pulpa juga selalu meningkat setiap tahunnya. Perawatan saluran akar merupakan tindakan kuratif yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Menurut studi di berbagai negara, tingkat kegagalan PSA dapat mencapai 30% dengan melibatkan banyak faktor. Saat terjadi kegagalan, tindakan yang paling diutamakan untuk dilakukan adalah perawatan saluran akar ulang untuk mempertahankan gigi asli dari pasien. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai prevalensi PSA ulang di RSKGM FKG UI dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi penyebab kegagalan PSA dan faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut untuk mencegah hal tersebut terjadi lagi di masa yang akan datang. Tujuan: Mengetahui prevalensi perawatan saluran akar ulang di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode 2019-2021. Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif dan analitik komparatif yang bersifat retrospektif menggunakan data sekunder rekam medis pasien konservasi di RSKGM FKG UI. Hasil: Dari 3503 pasien PSA di RSKGM FKG UI periode Januari 2019-Juli 2021, 181 pasien dengan kegagalan PSA memilih untuk PSA ulang dan 20 pasien lainnya dilakukan ekstraksi. Melalui analisis komparatif, terdapat perbedaan secara statistik antara etiologi kegagalan PSA dengan status penyakit periapeks pada pasien, tidak ditemukan perbedaan antara sosiodemografi, elemen gigi dan diagnosis periapeks pasien pada perawatan PSA ulang dan ekstraksi, dan terdapat perbedaan secara statistik antara etiologi kegagalan PSA dengan perawatan yang dipilih (PSA ulang dan ekstraksi). Kesimpulan: Prevalensi PSA ulang di RSKGM FKG UI adalah 5,1%. Penyebab kegagalan PSA yang paling banyak ditemukan adalah pengisian saluran akar yang kurang. Diagnosis penyakit periapeks pasca PSA, paling banyak ditemukan adalah abses periapikal. Berdasarkan sosiodemografis, pasien paling banyak didominasi oleh jenis kelamin perempuan dan kelompok usia yang paling banyak ditemukan adalah kelompok usia 50-59 tahun. PSA ulang paling banyak terjadi pada gigi molar mandibula. PSA yang inadekuat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyakit periapeks, proporsi tertinggi etiologi kegagalan PSA pada tindakan PSA ulang adalah PSA inadekuat dan proporsi tertinggi etiologi kegagalan PSA pada tindakan ekstraksi adalah restorasi inadekuat
Background: Dental caries is a serious health problem experienced by half of the world’s population (3.58 billion people) and an oral disease with the highest prevalence in Indonesia. The incidence of pulpitis is also increasing every year. Root canal treatment is taken to cure the disease. According to studies in various countries, endodontic treatment failure rate can reach to 30% involving many factors. When endodontic treatment failure occurs, the most applied action to be taken is endodontic retreatment to preserve patient’s teeth. Therefore, it is necessary to conduct a research on the prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI by discovering the causes of the failure and other factors that contributed to the failure to prevent it from happening in the future. Objectives: This study aims to determine the prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI for the period of 2019-2021. Methods: Retrospective descriptive and comparative analytical study is done using secondary data found in patient’s medical record. Results: There were 3503 endodontic patients at RSKGM FKG UI for the period of January 2019-July 2021, 181 patients with endodontic failure chose to be treated with endodontic retreatment and another 20 patients underwent extraction. Through comparative analysis, there were statistical differences between the etiology of endodontic failure and periapical disease. No differences found between the sociodemographic and the tooth, periapical diagnoses of patients with the choices of treatment between endodontic retreatment and extraction, and there were statistical differences between the etiology of endodontic failure and the choice of treatment. Conclusion: The prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI is 5.1%. The most common etiology of endodontic failure is underobturation. Periapical abscess is the most found diagnosis of post endodontic treatment. Based on sociodemographics, most patients are female and the age group that commonly found was 50-59 years old age group. Endodontic retreatment mostly treated on mandibular molars. the biggest proportion of etiology of failure on endodontic retreatment treatment choice is an inadequate endodontic treatment while the highest proportion of etiology of failure on extraction is inadequate restoration"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>