Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24527 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Barnes, Robert H.
"For fourteen months in 2000-2001, I conducted a research in the District of Witihama, eastern Adonara. Witihama is a religiously mixed community, made up of Muslims and Catholics. However, both groups also practice blood sacrifice and carry out ceremonies required by adat. Muslims and Catholics are closely related by ties of marriage and descent. In the recent historical past, as well as in the ancient legendary past, the community has a remembered history of bloody warfare and murder, not linked to questions of modern religious allegiances, which provide incentives to take precautions to maintain community harmony and peace. Mindful of sectarian conflict elsewhere in Indonesia, Catholics and Muslims maintain close ties of cooperation and solidarity. On holidays like Christmas, Easter and Idul Fitri, for example, they hold community meetings to express mutual friendship. Members of the District have suffered from conflict elsewhere in Indonesia, for example during the fighting between Suku Batak and the 'Flores people' in 1999 in Batam, in the Moluccas and in the violence inDili, East Timor. Refugees from these other conflicts came and went while I was there. There have been attempts at sectarian provocation in Witihama by people from elsewhere in the past, leading to their expulsion. There was an unexplained incident in which a hand grenade exploded in Witihama killing one child and injuring two others, causing considerable consternation within the community. Rumors of plans to bomb the Catholic Church were taken seriously. Efforts to place East Timorese refugees in the Kabupaten of Flores Timur were strongly resisted on grounds of safety and local peace. Finally the national move toward regional autonomy led to Witihama becoming a separate Kecamatan and resulted in moves to turn Flores and Lembata into a separate Province."
2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Barnes, Robert H.
"For fourteen months in 2000-2001, I conducted a research in the District of Witihama, eastern Adonara. Witihama is a religiously mixed community, made up of Muslims and Catholics. However, both groups also practice blood sacrifice and carry out ceremonies required by adat. Muslims and Catholics are closely related by ties of marriage and descent. In the recent historical past, as well as in the ancient legendary past, the community has a remembered history of bloody warfare and murder, not linked to questions of modern religious allegiances, which provide incentives to take precautions to maintain community harmony and peace. Mindful of sectarian conflict elsewhere in Indonesia, Catholics and Muslims maintain close ties of cooperation and solidarity. On holidays like Christmas, Easter and Idul Fitri, for example, they hold community meetings to express mutual friendship. Members of the District have suffered from conflict elsewhere in Indonesia, for example during the fighting between Suku Batak and the 'Flores people' in 1999 in Batam, in the Moluccas and in the violence inDili, East Timor. Refugees from these other conflicts came and went while I was there. There have been attempts at sectarian provocation in Witihama by people from elsewhere in the past, leading to their expulsion. There was an unexplained incident in which a hand grenade exploded in Witihama killing one child and injuring two others, causing considerable consternation within the community. Rumors of plans to bomb the Catholic Church were taken seriously. Efforts to place East Timorese refugees in the Kabupaten of Flores Timur were strongly resisted on grounds of safety and local peace. Finally the national move toward regional autonomy led to Witihama becoming a separate Kecamatan and resulted in moves to turn Flores and Lembata into a separate Province."
2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
H Slaats
"Konsep mengenai tanah di kota juga mencakup tanah disekitar kota tersebut. Tanah di desa umumnya berkaitan erat dengan tanah pertanian dan tanah adat, tetapi tanah di kota biasanya menunjuk pada suatu keterpaduan dan yang terutama adalah tanah sebagai tempat untuk mendirikan bangunan baik bangunan untuk tempat tinggal maupun bangunan untuk kegunaan lainnya. Pemilikan tanah di desa berhubungan erat dengan suatu pewarisan dari nenek moyang dari suatu klen. Pemilikan tanah di kota terutama diperoleh karena pembelian. Pemilikan tanah di desa diatur dengan akte Lurah dan di kota dengan akte Notaris. Keduanya secara hokum diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akte Tanah."
1989
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adlin Sila
"Desa Cikoang di pantai selatan Sulawesi Selatan adalah tempat bermukimnya komuniti Sayyid yang anggota-anggotanya menelusuri asal-usulnya melalui golongan Hadhramauthingga Nabi Muhammad. Tulisan ini merupakan sebuah kajian tentang identitas mereka direpresentasikan melalui kekerabatan dan perkawinan. Ciri khas Sayyid Cikoang yang menonjol tidak hanya di desa-desa asal mereka, tetapi juga di tempat-tempat mereka bermigrasi. Dibicarakan perihal bertahannya identitas semacam itu di Indonesia masa kini.Kekerabatan dan perkawinan melanggengkan keyakinan adanya garis keturunan yang membedakan orang Sayyid dari penduduk lainnya. Meskipun perkawinan terjadi antara orang Sayyid dan non-Sayyid, selalu antara seorang laki-laki Sayyid dan perempuan non-Sayyid, atas dasar bahwa anak-anak akan mengikuti status ayah mereka. Oleh karena itu,perempuan Sayyid hanya akan menikah di dalam kelompok Sayyid atau memilih tetap tidak menikah. Sistem gelar dan kategori status yang kompleks menandai hubungan perkawinan yang berbeda."
2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Todd T. Ames
"Tulisan ini mengulas cara-cara perubahan sosial dan pembangunan ekonomi mempengaruhi kehidupan orang Toraja di Sulawesi. Perubahan-perubahan yang diawali pada masa penjajahan Belanda telah menjadi semakin intens semenjak tahun 1970-an. Beberapa perubahan yang menonjol ialah peralihan dari kegiatan subsistensi menjadi buruh upahan, berlangsungnya migrasi dan pemindahan dana secara besar-besaran, serta perkembangan industri pariwisata. Semua bentuk perubahan ini disebabkan oleh berbagai kekuatan ekonomi-politik yang saling terkait. Yang terpenting dari kekuatan tersebut ialah pembentukan kaum proletar, perekonomian uang, serta program pemerintah nasional dalam memodernisasi ekonomi dan mengomersialkan kebudayaan Toraja. Penelitian sebelumnya yang dilaksanakan pada tahun 1994 menunjukkan bahwa orang-orang Toraja telah berhasil dengan sukses melibatkan diri dalam berbagai kegiatan ekonomi di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Hal yang juga menonjol ialah munculnya suatu status baru dalam jenjang hirarkhi berdasarkan keberhasilan ekonomi yang telah mengubah sistem kasta tradisional dan cara memanfaatkan upah atau penghasilan untuk mendanai kegiatan usaha, membayar biaya pendidikan, dan meningkatkan taraf hidup. Pada bulan November dan Desember 2000 dilaksanakan penelitian lebih lanjut. Tulisan ini mengkaji beberapa dampak krisis ekonomi dan politik tahun 1997/1998, pengaruhnya pada proses perubahan yang terjadi, dan cara-cara orang-orang Toraja menanggapi kekuatan ekonomi dan politik yang dihadapi. Secara khusus akan diulas dampak dari krisis itu pada aktivitas ketenagakerjaan orang-orang Toraja, usaha kecil dan menengah, tingkat penghasilan dan pengeluaran, produksi tanaman pangan/palawija, pariwisata, serta migrasi tenaga kerja dan dana."
2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Vicente C. Reyes, Jr
"Tulisan ini menyajikan suatu bentuk pendekatan yang dianggap berhasil meningkatkan mutu pendidikan dengan cara membuat sebuah kemitraan antarkelompok komuniti antarsekolah. Cara ini dinilai dapat menjawab persoalan-persoalan birokrasi pendidikan negara yang terlalu rumit dan berjenjang. Penulis meyakini bahwa sekolah merupakan tempat seseorang memperkaya diri di segala bidang. Namun, seringkali birokrasi pendidikan yang terpusat dan diatur oleh negara membuat institusi sekolah (termasuk tenaga guru) tidak memiliki otonomi untuk mengembangkan diri, serta mengembangkan visi dan misi yang lebih tepat dan kontekstual. Melalui studi etnografi selama dua tahun terhadap kemitraan dua kelompok bentukan komuniti pendidikan di Amerika dan Australia, diperlihatkan bahwa kerjasama antara tenaga pendidik, staf administrasi, orang tua, dan tokoh masyarakat merupakan unsur penting dalam peningkatan kualitas pendidikan. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan pembanding untuk kasus birokrasi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah yang mulai bergulir."
2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Leiden : Koninklijk, 1984
301 UNI
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Kiptiyah
"Tesis ini meneliti mengenai kebudayaan pesantren, manajemen dan perilaku santri yang berkenaan dengan kesehatan dalam konteks penciptaan dan pemeliharaan kondisi lingkungan yang bersih dan sehat di pesantren. Status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor keturunan, kualitas dan kuantitas sarana pelayanan kesehatan, perilaku hidup sehat seseorang atau masyarakat dan keadaan lingkungan hidupnya. Hal ini sebagaimana dikatakan Foster (1986) bahwa di samping faktor biologis, faktor-faktor sosial-psikologi dan faktor budaya sering memainkan peran dalam.mencetuskan penyakit Namun begitu lingkungan bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kesehatan, tetapi memiliki arti penting karena sampai batas tertentu dapat dikendalikan terutama yang diakibatkan perilaku atau perbuatan manusia. Adapun kebijakan sosial dan ekonomi untuk mendapatkan makanan yang cukup, air yang sehat, atau yang membuat orang lalai bahwa peralatan-peralatan sanitasi yang tak sempurna, tradisi kebudayaan, lembaga ekonomi, sanitasi dan kebijakan lain yang mempengaruhi munculnya penyakit semuanya turut mempengaruhi kesehatan.
Pesantren sebagai salah satu elemen pendidikan juga menempatkan masalah tersebut dalam kurikulumnya, menyangkut di dalamnya kitab-kitab yang menjadi rujukan dan dipelajari serta dipergunakan di pesantren. Pesantren yang notabene merupakan lembaga pendidikan Islam tentu saja dalam praktek kesehariannya berdasarkan ajaran Islam pula. Secara universal Islampun juga mengangkat isu mengenai masalah kesehatan maupun kebersihan dan bahkan anjuran memakan makanan- minuman yang thoyyib yaitu makanan atau minuman yang bagus kualitas gizinya maupun halal cara memperolehnya. Dalam hal ini pula ada makanan yang secara tegas dilarang untuk dikonsumsi. Dalam Hadits (sumber hukum kedua setelah Alquran) dengan jelas juga dikatakan bahwa kebersihan merupakan sebagian dari iman, mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah dan juga menganjurkan untuk menjaga kebersihan dengan segala usaha yang dapat dilakukan.
Pesantren memang merupakan suatu komunitas tersendiri dimana semua rambu-rambu yang mengatur kegiatan dan batas-batas perbuatan, misalnya halal-haram, wajib-sunah, baik-buruk dan sebagainya dipulangkan kepada hukum agama, dan semua kegiatan dipandang dan dilaksanakan sebagai bagian dan ibadah keagamaan dengan kata lain semua kegiatan kehidupan selalu dipandang dalam struktur relevansinya dengan hukum agama. Salah satunya dalam hal kebersihan atau kesehatan. Banyak hal-hal yang dianggap bersih dan suci oleh pesantren, karena dibolehkan oleh hukum agama tetapi tidak bersih atau tidak sehat menurut konsepsi ilmu kesehatan. Sehingga cara pandang ini tentu sangat membedakan antara komunitas pesantren dengan masyarakat "diluar" pesantren.
Masyarakat pada umumnya memberikan batasan tentang kesehatan adalah batasan yang diangkat dari batasan kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Kesehatan No.23 Tahun 1992, yaitu keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sehingga secara normatif dan sistematik meskipun pesantren telah memiliki kurikulum dan pengajaran sebagaimana tersebut diatas, namun pada kenyataannya masalah-masalah kesehatan terutama hubungan mata rantai yang telah menyebabkan munculnya penyakit dapat terjadi. Hal ini disebabkan adanya pemahaman yang berbeda antara pesantren dengan masyarakat "diluar" pesantren terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah kesehatan. Masyarakat pesantren selalu mengembalikan pemahaman mereka kepada kaidah hukum Fiqh, sehingga mereka memiliki persepsi sendiri mengenai kebersihan lingkungannya terutama untuk sebagai sarana ibadah semata-mata kepada Allah SWT sehingga yang terpenting menurut pesantren adalah kesucian sarana tersebut, yaitu terbebas dari najis sehingga tidak menghalangi sahnya suatu ibadah. Hukum fiqh begitu menempati kedudukan yang dominan pada tata nilai dalam kehidupan di lingkungan pesantren. Sedangkan pengajaran mengenai fiqh ini sebagaian besar diperoleh pada kitab-kitab kuning. Kitab kuning merupakan kitab-kitab pengajaran Islam klasik, yang berbahasa Arab dan ditulis oleh para ulama abad pertengahan (7-13 Hijriah).Hal ini tentu turut menjadi pemicu terjadinya perbedaan pemahaman tentang kondisi pemeliharaan kebersihan dan kesehatan di pesantren dengan pemahaman masyarakat "diluar" pesantren. Demikian pula dengan kebudayaan pesantren dalam konteks ini yang merupakan keseluruhan pengetahuan yang dimiliki oleh komunitas pesantren dimana di dalamnya berisi perangkat-perangkat, model-model pengetahuan yang terwujud dalam perilaku, tindakan, nilai-nilai yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan mengenai kesehatan lingkungan dan masalah-masalah kesehatan yang ditimbulkannya serta pengelolaan kebijakan-kebijakan pesantren yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan kondisi kebersihan dan kesehatan lingkungan.
Disamping itu, terjadi kontradiksi (penafsiran/ pemahaman yang bertolak belakang) perilaku sehari-hari di pesantren dengan cara pandang masyarakat "diluar' pesantren mengenai kesehatan lingkungan hidup sehari-hari juga didukung oleh kurang memadainya fasilitas-fasilitas bangunan maupun tempat tinggal santri sehingga kurang mendukung terbentuknya kondisi lingkungan yang kondusif dan sehat serta nyaman untuk belajar. Kondisi ruangan, kamar mandi dan sarana sanitasi lainnya termasuk pengelolaan sampah dan sebagainya. Kondisi ini sangat mempengaruhi perilaku keseharian mereka terutama dalam upaya pemeliharaan sanitasi dan kesehatan lingkungan yang optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13779
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Vintage Books, 1960
301 ANT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Johanna Debora Imelda
"Despite the growing number of new cases of HIV and AIDS in Indonesia, the progress ofprevention programs has been slow. Low prevalence is always stated as a reason for delayingHIV prevention programs and to justify slow progress in implementation. Prevention programsare moreover based on a high-risk group paradigm. They focus on female sex workers asresponsible for the spread of HIV, leading to its stigmatization as a hooker?s disease. This articledescribes how seropositive mothers interpret and respond to HIV and AIDS as women, in lightof the fact that most of them have not experienced full-blown AIDS. Some women had alreadyexperienced severe illnesses caused by HIV but defined their ill health by the symptoms theyexperienced, revealing that they did not really feel as if they were living with HIV and AIDS.Despite the fact that some members had died due to AIDS, many still could not believe thatthey were suffering from HIV and AIDS or that their illnesses were caused by it; rather, theirsymptoms were of other diseases such as diarrhoea, tuberculosis, or hepatitis. And thoughthey realized that their past (or present) behaviours put them at risk, they maintained thatthey were victims who had contracted the disease from their promiscuous or drug-injectinghusbands. Even when they did admit that their own behaviour had something to do with it,they did not consider HIV and AIDS as a disease but a curse from God, a punishment fortheir immoral behaviour.
Keywords: Women, Infectious Disease, Interpretation, HIV and AIDS, Support Group,Indonesia"
Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>