Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99363 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Zulkifli Abdullah
"Angka kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi, kematian neonatal 50% terjadi pada bayi berat lahir rendah (BBLR) dan lebih dari 50% kematian bayi adalah kematian neonatal dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor antenatal care (ANC), status imunisasi Tetanus Toxoid (TT) ibu hamil, anemia pada saat hamil, berat lahir, status paritas, dan status hipotermia terhadap kematian neonatal dini. Penelitian menggunakan desain penelitian case control di Rumah Sakit Bersalin Kota Makassar dengan sampel 40 kasus dan 120 kontrol. Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko kejadian kematian neonatal dini meliputi ANC (nilai p = 0,000; odds ratio, OR = 7,333; CI 95% = 2,966 _ 18,129), status imunisasi TT (nilai p = 0,000; OR = 19,205; CI 95% = 7,902 _ 46,678), anemia ibu hamil (nilai p = 0,000; OR = 32,818; CI 95% = 7,549 _ 142,674), berat lahir (nilai p = 0,000; OR = 122,212; CI 95% = 32,324 _ 462,068), status paritas (nilai p = 0,000; OR = 5,537; CI 95% = 2,029 _ 15,111), status asfiksia (nilai p = 0,000; OR = 8,197; CI 95% = 0,452 _ 2,745). Status hipotermia bukan merupakan faktor risiko kematian neonatal dini (nilai p = 0,815; OR = 1,114; CI 95% = 3,646 _ 18,428). Hasil uji regresi logistik ganda menemukan bahwa berat lahir bayi merupakan faktor yang paling berisiko terhadap kematian neonatal dini (nilai p = 0,000).

Infant mortality rate in Indonesia is still high. Fifty percent of the neonatal mortality occurred among low birth weight infants (LBWI) and neonatal mortality within 7 days of life accounted for 50% of total infant mortalities. This study was aimed to examine the extent of early neonatal mortality risk by antenatal care (ANC), Tetanus Toxoid (TT) immunization status of pregnant women, anemia during pregnancy, birth weight of neonatal, parity status, and hypothermia status.This study was a case control study with direct in- terview to respondents, conducted in the Maternity Hospital of Makassar with 40 cases and 120 controls. Samples were selected by purposive sampling. Study results indicated that risk factor of early neonatal mortality were ANC (p value = 0,000; odds ratio, OR = 7,33; CI 95% = 2,966 _ 18,129), TT immunization status (p value = 0,000; OR = 19,205; CI 95% = 7,902 _ 46,678), pregnancy anemia (p value = 0,000; OR = 32,818; CI 95% = 7,549 _ 142,674), birth weight (p value = 0,000; OR = 122,212; CI 95% = 32,324 _ 462,068), parity status (p value = 0,000; OR = 5,537; CI 95% = 2,029 _ 15,111), asphyxia status (p value = 0,000; OR = 8,197; CI 95% = 0,452 _ 2,745), whereas hypothermia status (p value = 0,815; OR = 1,114; 0,452 _ 2,745) was not a risk factor. Results of logistic regression multivariate analysis indicated that infant?s birth weight was the most risk factor of early neonatal mortality (p value = 0,000). Specific surveillance program for high risk neonatal needed to be arranged in all health centers."
Makasar: Bagian Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Akbar Pradhityo
"Skripsi ini membahas tentang kredit sindikasi, sebagai salah satu metode kredit yang diberikan oleh Bank X sebagai kreditur kepada PT Y sebagai debitur. Sebagai proyek pembuatan jalan tol yang membutuhkan sistem kredit yang memberikan kredit besar, dalam pemberian kredit sindikasi terdapat banyak sekali risiko yang dapat terjadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ketentuan kredit sindikasi sudah sesuai dengan undang-udang perbankan dan bagimana implementasi manajemen risiko terhadap sindikasi kredit yang diberikan oleh Bank X terhadap PT Y. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan bentuk hasil penelitian adalah deskriptif-analisis, yaitu peneliatan yang memberikan gambaran dan penjelasan berdasarkan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian adalah bahwa proses sindikasi kredit yang terdapat dalam dalam perjanjian diantara Bank X dan PT Y adalah sama dengan proses pemberian kredit secara umum terdapat dalam kegiatan perbankan, sebagaimana telah disebutkan dalam Peraturan UU Perbankan. Proses manajemen risiko yang diberikan oleh Bank X terhadap PT Y juga sesuai dengan peraturan Bank Indonesia. Serta untuk meningkatkan performa manajemen risiko, Bank X dapat melakukan studi komparatif dengan bank lain, dan terhadap perjanjian yang diberikan oleh Bank X terhadap PT Y ini dapat dijadikan contoh untuk proyek sindikasi kredit yang akan datang.

This thesis discusses the syndicated credit, as one of credit given by Bank X as the creditor to PT Y as the debtor. The process of making toll roads that require large credit, in the syndicated credit awards there are many risks that can happen. The purpose of this study is to determine whether the syndicated credit provisions are in accordance with the banking law and how implementation of risk management to credit syndication provided by Bank X to PT Y. The research method used in this study is qualitative method, with the form of research results is a descriptive-analysis, namely the analysis that provides an overview and assessment based on the analysis conducted in this study. The result of this research is the syndicated credit process in agreement between Bank X and PT Y same as voting process in operational regulation. The risk management process provided by Bank X to PT Y is also in accordance with Bank Indonesia regulations. As well as to improve the performance of risk management, Bank X may conduct comparative study with other banks, and to the agreement given by Bank X to PT Y this can be an example for the next syndicated credit project.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Demsa
"Prevalensi panjang badan lahir pendek di Indonesia masih tinggi dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh pelbagai faktor secara langsung dan tidak langsung serta berdampak luas dan berkelanjutan dalam siklus kehidupan. Penelitian menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dengan pendekatan potong lintang bertujuan mengetahui mekanisme hubungan berbagai variabel laten terhadap prevalensi panjang badan lahir pendek. Sampel adalah 497 kabupaten yang diagregat dari data individu, yaitu anak lahir dari ibu berusia 15 hingga 49 tahun dengan kriteria anak kandung dan lahir tunggal. Pemodelan menggunakan Structural Equation Modelling. Kehamilan berisiko tinggi berhubungan positif langsung dengan prevalensi panjang badan lahir pendek (r = 0,279; nilai p = 0,014). Pemanfaatan pelayanan kesehatan berhubungan positif tidak langsung dengan prevalensi panjang badan lahir pendek melalui kehamilan berisiko tinggi (r = 0,135; nilai p = 0,029). Sosial ekonomi tidak berhubungan signifikan dengan prevalensi panjang badan lahir pendek (r = -0,087; nilai p = 0,156), namun akan berhubungan bila melalui mekanisme hubungan pemanfaatan pelayanan kesehatan (r = 0,653; nilai p = 0,0001) dan kehamilan berisiko tinggi (r = 0,759; nilai p = 0,0001). Upaya intervensi perlu difokuskan pada pencegahan kehamilan berisiko tinggi melalui perbaikan status gizi dan kesehatan ibu sejak usia remaja untuk menurunkan prevalensi panjang badan lahir pendek.

The prevalence of short birth length in Indonesia still high and it becomes a public health problem caused by any direct and indirect factors as well as having a wide and sustainable effect in life cycle. The study used Basic health system (Riskesdas) 2013 data with a cross-sectional approach aiming to find out the mechanism of the relation between any latent variables to the short birth length prevalence. Samples were 497 districts aggregated from individual data that were children children born by 15 - 49 year-old mothers with biological children and single birth criteria. The modelling used Structural Equation Modeling. High-risk pregnancy had a direct positive relation with the prevalence of short birth length (r = 0.279; p value= 0.014). The use of health services had an indirect positive relation with short birth length prevalence through high-risk pregnancy (r = 0.135; p value= 0.029). Social economy did not have any significant relation with the prevalence of short birth length (r = -0.087; p value = 0.156), but would be related if through the mechanism of health service use (r = 0.653 ; p value = 0.0001) and high-risk pregnancy (r = 0.759 ; p value = 0.0001). Efforts of intervention need to be focused on prevention of high-risk pregnancy through improvement of nutritional and health status of mothers since teenager in order to reduce short birth length prevalence."
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bengkulu, 2015
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Riadi Adi Ikmal
"ABSTRAK
Laboratorium klinik merupakan sarana penunjang medis dalam menegakkan
diagnosis berdasarkan pemeriksaan spesimen biologis. Fokus penelitian ini adalah
analisis deskriptif semi-kuantitatif dengan pendekatan survey dalam identifikasi
risiko dan analisis risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Instalasi
Laboratorium Patologi Klinik IGD-RSUD Tarakan. Dalam melakukan teknik
identifikasi risiko digunakan metode Job Hazard Analysis, kemudian dilakukan
analisis risiko berdasarkan kriteria Fine untuk menetapkan tingkat risiko yang
mengacu pada konsep AS/NZS 4360:2004. Nilai risiko tertinggi mencapai 540
(very high) berasal dari bahaya ergonomi, disusul bahaya biologi mencapai 450.
Perlu ditingkatkan program K3 untuk mengelola bahaya dan risiko serta menjaga
produktivitas pekerja.

ABSTRACT
Clinical laboratory is means of medical support in establishing the diagnosis
based on the examination of biological specimens. The focus of this study was
descptive analysis of semi-quantitative survey approach to identification and risk
analysis of Occupational Health and Safety in an Emergency Clinical Pathology
Laboratory of Jakarta Tarakan Hospital. Identification was used Job Hazard
Analysis method and risk analysis based on Fine criteria for determine risk level
refers to the concept of AS/NZS 4360:2004. The highest risk value, reaching 540
(very high) came from ergonomic hazard, followed by biological hazard reaches
450. It should be improved OHS program to manage hazard and risk and
maintaining workers? productivities"
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifa Ramadanti
"Latar belakang: Neonatal pneumonia merupakan penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Faktor risiko terjadinya neonatal pneumonia perlu diidentifikasi untuk memberikan tatalaksana yang optimal.
Tujuan: Mengetahui ketuban pecah dini sebagai faktor risiko neonatal pneumonia di Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol yang dilakukan di RS Mohammad Hoesin Palembang dari bulan Januari sampai Juni 2015. Kelompok kasus adalah neonatus usia kurang dari 48 jam dengan diagnosis neonatal pneumonia yang dipasangkan dengan kelompok kontrol yaitu neonatus sehat berdasarkan usia, berat lahir, jenis kelamin dan usia gestasi yang sama. Variabel yang dianalisis adalah ketuban pecah dini, lamanya pecah ketuban, oligohidramnion, ketuban berbau busuk, riwayat ibu demam, lekositosis pada ibu dan nilai Apgar rendah. Data dianalisis dengan analisis bivariat (chi square) dan multivariat (regeresi logistik).
Hasil: Didapatkan 96 neonatus (32 kasus dan 64 kontrol). Berdasarkan analisis chi square didapatkan ketuban pecah dini lebih dari 12 jam OR 7,96 (p 0,002), ketuban pecah dini lebih dari 18 jam OR 10,3 (p 0,002), riwayat ibu demam OR 7,1 (p 0,015), ketuban berbau busuk OR 6,78 (p 0,018) dan nilai Apgar rendah OR 4,32 (p 0,038) merupakan faktor risiko terjadinya neonatal pneumonia. Setelah dilakukan analisis regresi logistik didapatkan yang masih memiliki hubungan bermakna adalah ketuban pecah dini lebih dari 18 jam OR 10,1 (p 0,006) dan nilai Apgar rendah OR 4,1 (p 0,045).

Background: Neonatal pneumonia cause high morbidity and mortality of the newborn. Risk factors of neonatal pneumonia is important to identify in order to treat neonatal pneumonia properly.
Objective: To identify premature rupture of membrane as risk factor of neonatal pneumonia at Mohammad Hoesin Hospital Palembang.
Methods: A case control study was done at Mohammad Hoesin Hospital Palembang from January to June 2015. Case group are neonates within 48 hours of age with diagnosis of neonatal pneumonia and control group are well neonates which macthed according to age, birth weight, sex and gestational age. Variables that are analyzed are premature rupture of membrane, duration of rupture, smell liquor, maternal fever, oligohydramnion, maternal leucocytosis and low Apgar score. Analyzing using bivariate analysis (chi squre) and multivariate analysis (regression logistic).
Results: Out of 96 neonates (32 cases and 64 controls). Accordng to chi square analysis premature rupture of membrane more than 12 hours OR 7.96 (p 0.002), PROM more than 18 hours OR 10.3 (p 0.002), maternal fever OR 7.1 (p 0.015), smell liquor OR 6.78 (p 0.018) and low Apgar score OR 4.32 (p 0.038) are risk factors of neonatal pneumonia. After analyzing using regression logistic it is revealed that PROM more than 18 hours OR 10.1 (p 0.006) and low Apgar score OR 4.1 (p 0.045) are still have relation with neonatal pneumonia as risk factors.
Conclusion: Premature rupture of membrane is risk factor of neonatal pneumonia at Mohammad Hoesin Hospital Palembang."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya Mardhika Saputra
"Perkembangan perokok di kalangan anak-anak dan remaja semakin
meningkat, baik secara kuantitas maupun kualitas. Data Global Youth
Tobacco Survey terakhir di tahun 2009, menunjukkan 20,3% anak sekolah
13 _ 15 tahun merokok. Perokok pemula usia 10 _ 14 tahun naik 2 kali
lipat dalam 10 tahun terakhir dari 9,5% pada tahun 2001 menjadi 17,5% pa-
da tahun 2010. Angka perokok pada usia remaja yang tinggi meningkatkan
risiko penyakit. Berdasarkan penelitian, para perokok yang terus merokok
dalam jangka panjang memiliki risiko kematian tiga kali lebih tinggi daripada
mereka yang bukan perokok. Individu mulai merokok disebabkan oleh pe-
ngaruh lingkungan sosial, seperti teman-teman, orang tua, dan media se-
hingga diperlukan suatu konseling terhadap remaja, salah satu metode kon-
seling dengan pendekatan model transteoritik. Dalam beberapa kajian, ter-
bukti model transteoritik efektif dalam mengubah perilaku merokok pada re-
maja. Berdasarkan kajian tersebut, diharapkan para konselor dalam mem-
berikan konseling hendaknya memperhatikan kesiapan klien dalam meng-
ubah perilaku hidupnya (aktivitas fisik) sesuai dengan tahap-tahapan yang
ada dalam model transteoritik.
The quantitiy and quality of smoking habits in adolescents are rising, steadi-
ly. According to Data Global Youth Tobacco Survey in 2009, showed 20.3%
of school children 13 _ 15 years were smoking. A beginner smokers aged
10 _ 14 years increased 2-fold in the last 10 years from 9.5% in 2001 to
17.5% in 2010. High number of smokers in adolescence will increase the
risk of disease. Based on studies, smokers who keep smoking in the long
term would face the possibility of death three times higher than nonsmokers.
People started to smoke because the influence of the social environment
such as friends, parents, and the media thus needed a counseling to
adolescents that is one with the approaches of counseling methods trans-
theoritical model (TTM).Transtheoritical models in several studies proved
Konseling Model Transteoritik dalam Perubahan
Perilaku Merokok pada Remaja
Counseling with the Transtheoritical Model in Changing Smoking
Behavioral among Adolescents
Adhitya Mardhika Saputra, Noni Mardeka Sary
effective in changing smoking behavior in adolescents. Based on the study
isexpected to provide counselors should keep in readiness counseling
clients in behavioral change his life (physical activity), it has been doing
according to the stages in the transtheoritical model."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erichma Azhari
"ABSTRAK
Kelahiran bayi BBLR, baik KMK maupun SMK mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kematian dan kesakitan perinatal, serta dapat menimbulkan gejala sisa atau handicap di kemudian harinya (WHO,19S6).
Faktor penyebab kel'ahiran bayi BBLR ini sangat kompleks dan saling berkaitan serta belum diketahui dengan pasti. Hanya sepertiga kelahiran bayi BBLR dapat di prakirakan pada waktu antenatal (Galbraith dkk.,1979). Beberapa faktor predisposisi, dikenal . mempunyai kaitan dengan bayi BBLR. Faktor risiko tersebut dapat berasal dari ibu, pi as en ta ataupun dari janin sendiri £ Renfield,1975; Lin dan Evans,1984).
Bayi BBLR saat ini masih merupakan masalah penting di berbagai negara, karena prevalensinya yang masih tinggi dan penyebab utama kematian dan kesakitan pada masa perinatal, neonatal dan di masa kanak-kanak (Jones dan Roberton,1986). Dengan pengenalan dini faktor risiko di atas, dapat dilakukan intervensi dini terhadap bayi baru lahir dalam upaya menurunkan tingkat kematian dan kesakitan bayi BBLR.
Bayi berat lahir r en dan ini terdiri dari bayi- BBLR keci 1 untuk masa kehamilan,. sesuai untuk masa kehamilan dan besar untuk masa kehamilan ( BBLR-KMK, BBLR-SMK dan 3BLR-BMK). Secara keseluruhan tingkat kematian perinatal bay I KMK masih di bawah tingkat kematian bayi BBLR-SMK, namun lebih tinggi daripada tingkat kematian bayi NCB-SMK (Ren-f ield, 1975) . Jones dan Roberton (19S6) mengutip Buttler dan Bonham (1963), melaporkan bahwa dari suatu survai kematian perinatal didapat angka kematian BBLR-KHK B kali lebih sering daripada NCB-SMK. Kejadian kematian dan kesakitan bayi BBLR tictak sama pada tiap negara, dan diprakirakan lebih tinggi di negara berkembang (Nelson dkk.jlS'SS; Hutchison, 19B4; Jones dan Raberton,19B6). DI Amerika Serikat Usher (1970) menemukan
pada bayi BBLR-KMK, angka lahir mati sebesar 14 '/. dan
j kematian neonatal 6 .'/.. Sarwono (1977) di RS DR Sutomo
Surabaya menemukan kematian neonatal bayi KMK sebesar 10,2 '/..
Kejadian bayi BBLR-KMK di negara maju di bawah 5 "/. (Renf ield,1975; Perry dkk.,1976) dan lebih kurang ^epertiga dari bayi BBLR (Lubcheirco, 1976; Lin dan Evans, 1984) . Di negara berkembang kemungkinan akan didapat perbandingan yang sebaliknya, dimana bayi BBLR tersebut =,ebagian besarnya akan terdiri dari bayi KMK. Di Indonesia kelahiran bayi KMK ini memang lebih tinggi. Sarwono (1977) melaporkan bahwa dari hasil penelitiannya hampir setengah bayi BBLR yang diselid Ikinya adalah bayi KMK.
Walaupun pada dekade terakhir tingkat kematian. perinatal dan neonatal sudah dapat diturunkan, yaitu dengan adanya perbaikan perawatan antenatal, perawatan intensif neonatus (NICU), dan pelayanan obstetrik yang bertambah baik.
Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui kejadian kelahiran, kematian dan kesakitan bayi BBLR, serta mencari faktor yang mungkin mempengaruhi kejadian tersebur, dan untuk melihat perbedaan antara bayi BBLR-KMK dan BBLR-SMK."
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindita Putri
"Latar Belakang: Sepsis menjadi masalah karena merupakan salah satu penyebab terbesar kematian bayi prematur. Terdapat beberapa risiko terhadap neonatus yang berhubungan dengan sepsis awitan dini pada neonatal prematur di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo diantaranya adalah Small Gestational Age (SGA), berat badan rendah dibawah 1500 gram, kembar, jenis kelamin, APGAR skor rendah, asfiksia, derajat prematur, intubasi dan gawat janin. Metode: Penelitian ini menggunakan rekam medis sebagai sumber data untuk dianalisis setelah mendapat persetujuan dari komite etik RSCM. Penelitian ini memiliki target untuk mengetahui hubungan bermakna antara risiko neonatus dengan sepsis awitan dini pada neonatus prematur di RSCM dengan penyajian deskriptif dan analisis menggunakan retrospective cohort. Rekam medis berasal dari neonatus yang lahir pada tahun 2020 dan masuk kedalam kriteria inklusi. Penelitian ini menggunakan total 101 sampel dan menggunakan SPSS sebagai software analisis. Hasil: Data deskriptif yang diperoleh mendapatkan hasil dengan neonatus yang lahir pada bulan Desember (23.7%), bertahan hidup (66.3%), hasil kultur positif (10.9%), neonatus dengan kelahiran section cesaria (80.2%), trombosit >100.000/μL (85.1%), nilai CRP <10 mg/dL (80.2%) dan leukosit 4.000 - 34.000/μL (90.1%). Faktor yang berhubungan dalam kejadian sepsis pada prematur adalah intubasi dalam 24 jam setelah bayi lahir menunjukan nilai yang signifikan dengan nilai p sebesar 0.009. Faktor risiko lain yaitu jenis kelamin, SGA, berat badan rendah, asfiksia, APGAR skor rendah, lahir kembar, derajat premature rendah dan gawat janin tidak menunjukan data yang signifikan dalam penelitian ini. Kesimpulan: Ditemukan adanya faktor signifikan yang berhubungan antara sepsis awitan dini pada neonatus prematur dengan tindakan intubasi dalam 24 jam setelah kelahiran.

Background: Sepsis is one of the deadly causes of death in pre-term neonates has become alarming. Several risk factors towards neonates contribute to the Early Onset Sepsis (EOS) in Cipto Mangunkusumo Hospital. Those are Small Gestational Age (SGA), low birth weight (LBW), twin birth, low APGAR score, gender, birth asphyxia, premature degree category, intubation and fetal distress. Method: This research used the medical record after being approved by the ethics committee CMH. The writer aims to identify the relation between the neonates’ risk factors with EOS in pre-term neonates through this retrospective cohort study by serving the descriptive and analytical data. All the medical records are obtained from 2020 period and incorporated in the inclusion criteria. In this research, there are a total of 101 samples used. The analysis engine utilized in this research is the SPSS software. Results: The demographic data shows that the neonates were mostly born in December 2020 for (23.7%), surviving outcomes (66.3%), positive culture results (10.9%), C section delivery (80.2%), thrombocyte >100.000/μL (85.1%), CRP value <10 mg/dL (80.2%) and leukocyte level 4.000 - 34.000/μL (90.1%). The descriptive data show that intubation within 24 hours ought to be significant as it is supported by the p-value of 0.009. Meanwhile, other risk factors of gender, twin birth, low APGAR score, birth asphyxia, fetal stress, premature degree category, LBW and SGA are not showing the significant number in this research. Conclusion: There is a significant correlation between EOS in pre-term neonates and intubation within 24 hours after birth."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shirley Ivonne Moningkey
"Preeklampsia-eklampsia merupakan Salah satu penyebab utama kematian ibu di Rumah Sakit Umum Tangerang. Penelitian ini dilakukan unluk mengetahui faktor-faktor risiko kematian ibu oleh karena preeklampsia-eklampsia di Rumah Sakit Umum Tangerang sejak tahun I996 sampai dengan 1999.
Metode. Studi ini menggunakan desain kasus kontrol karena kasus kematian ibu dengan preeklampsia-eklampsia merupakan hal yang jarang terjadi. .Jumlah kasus diambil secara keseluruhan berjumlah 69 kasus kematian ibu dengan preeklampsia-eklampsia sejak tahun 1996-1999, dan kontrol adalah ibu dengan preeklampsia-eklampsia yang tidak meninggal dari tahun yang sama. Data diperoleh dari catatan rekam medis dengan menggunakan kuesioner. Analisa dengan regresi logistik dengan kekuatan 80% dan derajat kepercayaan 95%.
Hasil. Preeklampsia-eldampsia merupakan penyebab utama kematian ibu di Rumah Sakit Umum Tangerang, dengan proporsi penyebab kematian dibanding dengan seluruh kematian ibu yang teljadi 39,l3% pada tahun 1996, 42,85% tahun 1997, 52,38% tahun 1993 dan 56% tahun 1999. Terdapat hubungan yang kuat dan bermakna antara layanan antenatal dngan OR 12,8978 (95%CI 6,6475-25,0247; p 0,0000); dan penanganan sesuai dengan presedur tetap dengan OR 13,0100 (95% CI 3,9792 - 42,5356; p 0,0000).
Kesimpulan. Layanan antenatal dan penanganan kasus sesuai dengan Protap menunjukkan hubungan asosiasi yang kuat dengan kejadian kematian ibu oleh karena preeklampsia-eklampsia di RSU Tangerang 1996-1999, setelah dikontrol oleh faktor rujukan, umur ibu, frekuensi kehamilan, tekanan darah diastolik dan proteinuria.

Preeclampsia/eclampsia is one of the major causes of maternal mortality in Tangerang General Hospital. The-objective of this study was to examine the risk factors of maternal mortality caused by preeclampsia/eclampsia in Tangerang General Hospital 1996-1999.
Methods. Case control study is applied to achieve the objective of the study. Cases were all of the maternal death caused by preeclampsia/eclampsia (n = 69) in Tangerang General Hospital from 1996-1999, controls were women with preeclampsia/eclarnpsia who survived (n = 276) in the same hospital. This study used the medical records as source of dam. Multivariate logistic regression analysis was used to assess the exposure-outcome relationship.
Result. Preeclampsia/eclampsia is the major cause of maternal mortality in Tangerang General Hospital; with the proportion Hom all of the cause the maternal death was 39,l3%, 42,85% , 52,38% and 56% in 1996,1997,l998 and 1999 consecutively. The adjusted odds ratio of dying becaused of preeclampsia/eclampsia was 12,8975 (95% CI 6,6475 - 25,0247) for women who did not received prenatal care compared with women who did received; the adjusted odds ratio of dying because of preeclampsia/eclampsia was 13,0100 (95% CI 3,792- 42,5356) for women who did not received proper handling according to standard operating procedure compared with women who did.
Conclusions. Prenatal care, proper handling according to standard operating procedure were strong predictors of maternal mortality caused by preeclampsia/eclampsia in Tangerang General Hospital |996-1999.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T33061
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahardi Mokhtar
"Latar belakang: Pneumotoraks merupakan kondisi terjadinya akumulasi udara di pleura yang dapat menyebabkan kolaps pada paru, dan paling lebih sering terjadi pada periode neonatus dibandingkan dengan periode kehidupan lainnya. Angka insidens pneumotoraks meningkat menjadi 6-7% pada kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR). Saat ini sudah banyak kemajuan dalam perawatan intensif neonatus, tetapi pneumotoraks tetap menjadi komplikasi pernapasan utama yang menyebabkan kematian. Identifikasi faktor risiko yang berhubungan dengan pneumotoraks pada neonatus penting agar dapat dilakukan tatalaksana yang tepat dan sebagai evaluasi pencegahan dan tata laksana yang saat ini sudah diterapkan.
Metode: Penelitian kasus kontrol ini melibatkan neonatus usia <28 hari yang lahir cukup bulan di RSCM yang diambil retrospektif secara consecutive sampling mulai perawatan 1 Januari 2021 hingga 31 Desember 2022. Subjek dibagi menjadi kelompok kasus (dengan pneumotoraks) dan kontrol (tanpa pneumotoraks) berdasarkan klinis dan radiologis selama perawatan. Faktor risiko yang ada pada masing-masing kelompok diidentifikasi dari rekam medis. Data kemudian dianalisis menggunakan program SPSS.
Hasil: Total 116 subjek yang diteliti terdiri atas 58 subjek pada kelompok kasus dan 58 subjek pada kelompok kontrol. Angka kejadian pneumotoraks pada bayi di RSCM yaitu 2%. Faktor yang terbukti menjadi risiko terhadap insidens pneumotoraks adalah ventilasi mekanik invasif (OR 3,19; IK 1,01-10,11; p=0,048). Faktor yang tidak terbukti berhubungan dengan pneumotoraks adalah ventilasi tekanan positif saat resusitasi, sindrom distres napas, dan sepsis neonatorum. Angka kematian bayi dengan pneumotoraks adalah 72,4%.
Kesimpulan: Faktor risiko yang mempunyai hubungan bermakna dengan pneumotoraks pada bayi usia <28 hari yang lahir cukup bulan adalah penggunaan ventilasi mekanik invasif.

Background: Pneumothorax is a condition where air accumulation in the pleura can lead to lung collapse, and is more common in the neonatal period compared to other periods of life. The incidence of pneumothorax increases to 6-7% in low birth weight (LBW) neonates. There have been many advances in the intensive care of neonates, but pneumothorax remains a major respiratory complication leading to death. Identification of risk factors associated with pneumothorax in neonates is important for appropriate management and to evaluate current prevention and management.
Method: This case-control study involved neonates aged <28 days who were born at full term at RSCM who were taken retrospectively by consecutive sampling from January 1st 2021 to December 31st 2022. Subjects were divided into case groups (with pneumothorax) and controls (without pneumothorax) based on the clinical and radiology during treatment. The risk factors in each group were identified from medical records. The data were then analysed using the SPSS program.
Result: A total of 116 subjects were studied, consisting of 58 subjects in the case group and 58 subjects in the control group. The incidence rate of pneumothorax in neonates at RSCM was 2%. The factor that proved to be a risk factor for the incidence of pneumothorax in neonates was invasive mechanical ventilation (OR 3.19; IK 1.01-10.11; p=0.048). Factors not associated with pneumothorax were positive pressure ventilation during resuscitation, respiratory distress syndrome, and neonatal sepsis. The mortality rate of neonates with pneumothorax was 72.4%.
Conclusion: Risk factor that significantly associated with pneumothorax in neonates aged <28 days who were born at full term is invasive mechanical ventilation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>