Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92074 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Judul penelitian ini adalah studi aktivitas antibakteri dari ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui potensi ekstrak daun sukun sebagai antibakteri. Penelitian diawali ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan tiga jenis pelarut yaitu metanol, etanol dan air, dilanjutkan uji fitokimia. Bakteri yang digunakan diisolasi dari jus melon yang selanjutnya diidentifikasi, diuji aktivitas antibakteri ekstrak daun sukun menggunakan metode difusi cakram dengan konsentrasi ekstrak 1000 ppm, 1500 ppm dan 2000 ppm; kontrol positif kloramfenikol dan kontrol negatif yaitu pelarut metanol dan etanol. Hasil ekstraksi ekstrak metanol berupa pasta berwarna hijau kehitaman sebanyak 3,5 gram (6,93%); ekstrak etanol berupa pasta berwarna hijau kehitaman sebanyak 3,42 gram (6,78%) dan ekstrak air berupa serbuk kecoklatan sebanyak 3,43 gram (6,77%). Hasil uji fitokimia ekstrak metanol dan etanol daun sukun mengandung golongan senyawa tanin, flavonoid, steroid dan saponin; ekstrak air daun sukun mengandung golongan senyawa saponin. Uji identifikasi bakteri pada jus melon diketahui bahwa bakteri termasuk spesies Pseudomonas aeruginosa. Hasil uji aktivitas antibakteri pada konsentrasi ekstrak daun sukun 1000 ppm, 1500 ppm dan 2000 ppm tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa.
Kata Kunci : Daun sukun, aktivitas antibakteri, Pseudomonas aeruginosa"
541 JSTK 5:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
A. Djamilah
"Tumbuhan sukun (Artocarpus altilis) adalah salah satu tumbuhan nangkanangkaan (Artocarpus) dari suku Moraceae yang dikenal baik di Indonesia, merupakan tanaman asli Asia Selatan, Asia Tenggara, New Guinea dan Pasifik Selatan. Dua senyawa berhasil di isolasi dari ekstrak etil asetat daun sukun (Artocarpus altilis) yaitu β-Sitosterol yang berupa kristal jarum berwarna putih mempunyai titik leleh 133-135 ˚C yang memiliki massa molekul 414 dan suatu senyawa JS7 turunan flavonoid berupa padatan kuning cerah dengan massa molekul 404, Senyawa tersebut dapat dipisahkan dengan menggunakan metode ekstraksi secara maserasi, fraksinasi dengan berbagai cara kromatografi, dan pemurnian dengan cara kristalisasi menggunakan sistem dua pelarut. Struktur molekul ditentukan dengan memanfaatkan data fisika dan spektroskopi UV, IR dan 1H dan 13C-NMR. Uji antioksidan menggunakan metode radical scavenger terhadap DPPH menujukkan senyawa turunan flavonoid JS7 kurang aktif sebagai antioksidan dengan IC50 137,00 µg/mL dan uji antikanker menggunakan sel leukemia L-1210 cukup potensial sebagai antikanker dengan IC50 sebesar 5,12 µg/mL.

Breadfruit (Artocarpus altilis) is one of the Moraceae family well known in Indonesia, is a native plant of South Asia, Southeast Asia, New Guinea and the South Pacific. Two compounds successfully were isolated from the ethyl acetate extract of breadfruit leaves (Artocarpus altilis), there are β-sitosterol (white needle crystals ) with melting point of 133 -135 ˚ C, which has a molecular mass of 414 and one derivative of flavonoid compounds JS7 a bright yellow solid with a molecular mass of 404, these compounds were separated by maceration extraction, fractionation and isolation on chromatography, and purification methods. Crystallization was done by using two solvent systems. The molecular structure were determined by utilizing the physical and spectroscopic data of UV, IR and 1H and 13C-NMR.The isolated compound showed antioxidant activity in DPPH method, JS7 flavonoid derivative compound showed less active as an antioxidant with IC 50 = 137,00 ug / mL and anti-cancer test using L-1210 live cell leukemin a cell exhibited a significant against L1210 cell live with IC50 = 5,12 gram/mL."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T29043
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina
"Fraksi etil asetat daun sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg memiliki potensi untuk pengobatan penyakit kardiovaskular, tetapi memiliki bau, warna dan rasa yang tidak enak. Oleh karena itu perlu pemilihan bentuk sediaan yang tepat. Tablet salut gula dibuat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Penyalutan juga dimaksudkan untuk melindungi zat aktif dari pengaruh lingkungan. Sebelum dilakukan formulasi, fraksi etil asetat daun sukun distandardisasi terlebih dahulu. Tablet inti dibuat dengan menggunakan metode cetak langsung. Dalam tahap penyalutan subcoating digunakan variasi maltodekstrin sebagai pengganti dari bahan sintetis pharmacoat 904. Sebagai marker bioaktif digunakan senyawa DS6 atau 1-(2,4-Dihidroksifenil)-3-[8-hidroksi-2-metil-2-(4-metil-3-pentenil)-2H-1-benzopiran-5-yl]-1-propanone. Hasil pengujian kualitatif menggunakan HPLC menunjukkan profil kromatogram yang mirip dengan senyawa pembanding DS6. Kandungan senyawa DS6 dalam fraksi etil asetat daun sukun sebesar 3,08 % b/b. Formula 3 yang menggunakan maltodekstrin 2 % b/b sebagai bahan penyalut subcoating merupakan formula terbaik. Hasil pengujian kadar DS6 dalam tablet adalah 3,01 % b/b. Tablet yang dihasilkan cukup stabil.

Based on the previous study, ethyl acetate fraction of the Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg extract have a potency to treat the cardiovascular diseases, whereas it has a odour, colored and unpalatable taste. Therefore, it is important to design the suitable dosage form. Preparation of sugar-coated tablets were performed to solve these problem and protect the active substances from environmental influence. The extract were evaluated qualitatively and quantitatively for standardization. The core tablets were prepared by direct compression method. In sub-coating process, a variation of maltodextrin was used to replace synthetic pharmacoat 904. The DS6 or 1-(2,4-Dihidroksifenil)-3-[8-hidroksi-2-metil-2-(4-metil-3-pentenil)-2H-1-benzopiran-5-yl]-1propanone was used as a marker of bioactive compound. The result of qualitative test by HPLC method showed that the chromatogram profile of extract is similar to the chromatogram of the marker. The DS6 found in ethyl acetate fraction was 3.08 % w/w. The formula 3 was considered as the best formula which used maltodextrin 2% in sub-coating formulation. The concentration of DS6 in the tablet was 3,01 % w/w. The stability test indicate that the tablet dosage form was stable enough."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T29037
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Annisa Ramadhani
"ABSTRACT
Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius dalam budidaya ikan. Penyakit ikan dapat disebabkan oleh faktor infeksi (yaitu bakteri) dan faktor non infeksi (yaitu kondisi lingkungan). Karena itu, perlu diberikan senyawa antioksidan dan antibakteri untuk ikan. Eleocharis dulcis atau dikenal sebagai purun tikus/chinese water chesnut adalah tanaman air dari Asia Tenggara yang biasa ditemukan di rawa-rawa. Dalam penelitian sebelumnya, ekstrak metanol daun Eleocharis dulcis menunjukkan aktivitas antioksidan dan ekstrak etanol Eleocharis dulcis peel dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dan antibakteri terhadap Aeromonas hydrophila, Flavobacterium columnare, Edwardsiella ictaluri dan untuk menentukan kandungan fenolik total dari ekstrak etanol 70% daun Eleocharis dulcis yang diperoleh dari dua metode ekstraksi yaitu maserasi dan UEA. Uji aktivitas antioksidan ditentukan dengan menggunakan metode DPPH dan FRAP. Uji aktivitas antibakteri diukur menggunakan metode difusi cakram dan mikrodilusi. Total konten fenolik ditentukan secara spektrofotometri menurut metode Folin-Ciocalteu. Nilai IC50 dari metode DPPH adalah 46,91 dan 41,00 ppm untuk ekstrak dari maserasi dan metode UEA, masing-masing. Nilai FeEAC dari metode FRAP adalah 223,11 dan 317,95 μmol/g untuk ekstrak dari maserasi dan metode UEA, masing-masing. Dalam metode difusi, zona hambat untuk ekstrak dari maserasi dan metode UEA adalah 7 mm dan 8,8 mm terhadap Aeromonas hydrophila kemudian 6,4 mm dan 7 mm terhadap Flavobacterium columnare. Dalam metode mikrodilusi, nilai MIC adalah 1,56 mg/mL terhadap Aeromonas hydrophila untuk kedua metode ekstraksi. Selain itu, terhadap Flavobacterium columnare dan Edwardsiella ictaluri menunjukkan nilai MIC yang sama, yaitu 6,25 mg/mL untuk ekstrak maserasi dan 3,12 mg/mL untuk ekstrak UEA. Total konten fenol adalah 79,08 mg GAE/gram dan 85,02 mg GAE/gram masing-masing untuk metode maserasi dan UEA. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa metode ekstraksi UEA dapat memperoleh ekstrak daun Eleocharis dulcis dengan aktivitas yang lebih baik, yaitu aktivitas antioksidan yang kuat meskipun aktivitas antibakteri yang lemah terhadap Aeromonas hydrophila, Flavobacterium columnare dan Edwardsiella ictaluri.

ABSTRACT
Fish disease is one of the serious problems in fish farming. Fish disease can be caused by infectious factors (ie bacteria) and non-infectious factors (ie environmental conditions). Therefore, it is necessary to provide antioxidant and antibacterial compounds for fish. Eleocharis dulcis or known as purun rat/chinese water chesnut is an aquatic plant from Southeast Asia commonly found in swamps. In a previous study, Eleocharis dulcis leaf methanol extract showed antioxidant activity and ethanol extract of Eleocharis dulcis peel was reported to have antibacterial activity. The purpose of this study was to evaluate the antioxidant and antibacterial activity against Aeromonas hydrophila, Flavobacterium columnare, Edwardsiella ictaluri and to determine the total phenolic content of 70% ethanol extract of Eleocharis dulcis leaves obtained from two extraction methods namely maceration and UAE. The antioxidant activity test was determined using the DPPH and FRAP methods. Antibacterial activity test was measured using the disk diffusion and microdilution methods. The total phenolic content was determined spectrophotometrically according to the Folin-Ciocalteu method. IC50 values ​​from the DPPH method were 46.91 and 41.00 ppm for extracts from maceration and the UAE method, respectively. The FeEAC values ​​from the FRAP method were 223.11 and 317.95 μmol/g for extracts from maceration and the UAE method, respectively. In the diffusion method, the inhibitory zone for extracts from maceration and the UAE method are 7 mm and 8.8 mm against Aeromonas hydrophila then 6.4 mm and 7 mm against Flavobacterium columnare. In the microdilution method, the MIC value is 1.56 mg/mL against Aeromonas hydrophila for both extraction methods. In addition, the Flavobacterium columnare and Edwardsiella ictaluri showed the same MIC value, ie 6.25 mg/mL for maceration extract and 3.12 mg/mL for UAE extract. The total phenol content was 79.08 mg GAE/gram and 85.02 mg GAE/gram respectively for maceration and UAE methods. Based on the results of this study, it can be concluded that the UAE extraction method can obtain Eleocharis dulcis leaf extract with better activity, namely strong antioxidant activity despite weak antibacterial activity against Aeromonas hydrophila, Flavobacterium columnare and Edwardsiella ictaluri.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atikah Aminy Vatin
"DSSC (dye-sensitized solar cell) adalah sebuah sel photovoltaic yang mampu mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. Pada awal pengembangan DSSC, digunakan semikonduktor TiO2 dengan zat warna dari senyawa komplek rutenium. Walaupun DSSC tersebut sudah menghasilkan efisiensi yang baik, tetapi mulai banyak dilakukan pengembangan DSSC dengan zat warna alami karena lebih ramah lingkungan, murah, dan mudah didapatkan. Pada penelitian ini, digunakan fotoanoda TiO2 yang tersensitasi kombinasi ekstrak daun Manihot esculenta dan Ipomoea batatas sebagai ko-sensitasi, kemudian diuji kinerja fotoanoda tersensitasi zat warna alami tersebut dengan metode spektroelektrokima. TiO2 sudah berhasil disintesis dengan metode anodisasi menggunakan elektrolit etilen glikol (NH4F 0,3%, H2O 2%) pada potensial 40 V selama 45 menit, kemudian dikalsinasi pada temperatur 450°C selama 2 jam dengan laju kenaikan temperatur sebesar 2°C/menit. TiO2 hasil sintesis tersebut kemudian dikarakterisasi menggunakan SEM-EDS, XRD, FTIR, dan UV-Vis DRS. Dari hasil SEM didapatkan bahwa TiO2 yang disintesis memiliki morfologi nanotube dengan diameter rata-rata pori sebesar 53 nm. Sedangkan itu, pada hasil uji EDS didapatkan bahwa perbandingan atomik Ti:O adalah sebesar 1:2 dan pada hasil FTIR terdapat gugus Ti-O-Ti pada 821 cm-1 yang mana menandakan TiO2 sudah terbentuk. Dari hasil XRD, didapatkan bahwa TiO2 nanotube yang disintesis memiliki fasa anatase. Dengan menggunakan persamaan Tauc dan Kubelka-Munk pada hasil pengujian UV-Vis DRS, didapatkan band gap TiO2 hasil sintesis sebesar 3,21 eV. Akan tetapi, dari hasil pengujian aktivitas fotokatalitik TiO2 hasil sintesis dengan metode LSV dan MPA, TiO2 hasil sintesis belum menunjukkan respon arus terhadap cahaya UV yang baik dikarenakan terjadinya kebocoran cahaya visible pada saat dilakukan pengujian.

DSSC (dye-sensitized solar cell) is a photovoltaic cell that converts light energy into electrical energy. At the early development of DSSC, a TiO2 semiconductor is used with ruthenium dye compounds. Although the DSSC has produced a good efficiency, development continues to utilize natural dyes because it is more eco friendly, cheaper, and common. In this study, a TiO2 photoanode sensitized by combination of Manihot esculenta leaves and Ipomoea batatas as a co-sensitizer is utilized, then the dye sensitized photoanode's performance is examined with spectroelectrochemical method. The TiO2 has been synthesized by anodization method using etylen glicol (NH4F 0,3%, H2O 2%) in the potential of 40 V for 45 minutes, then calcinated at the temperature of 450°C for 2 hours with the temperature increase rate of 2°C/minutes. The synthesized TiO2 then characterized with SEM-EDS, XRD, FTIR, and UV-Vis DRS. From SEM characterization, it is known that the synthesized TiO2 has a nanotube morphology with the average pore diameter of 53 nm. While from EDS characterization, it is known that the atomic ratio of Ti:O is 1:2 and from FTIR characterization, there is a Ti-O-Ti peak at 821 cm-1, that indicates TiO2 has formed. From XRD characterization, it is known that the synthesized TiO2 nanotube has an anatase phase. Using Tauc and Kubelka-Munk equation to analyze the UV-Vis DRS characterization, the band gap of the synthesized TiO2 is known to be 3,21 eV. However, from the photocatalytic activity examination using LSV and MPA methods, the synthesized TiO2 has not shown a good current reponse to UV light due to the visible light leak during the examination.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenny Handojo
"Ekstrak daun mangkokan secara empiris banyak digunakan untuk merangsang pertumbuhan rambut. Pada penelitian ini, 2,5%, 5% dan 7,5% (b/b) ekstrak daun mangkokan diformulasikan dalam sediaan gel karena lebih mudah dibersihkan dan tidak lengket dalam penggunaanya dibandingkan salep. Pada penelitian ini ingin diketahui apakah sediaan gel tersebut memiliki stabilitas fisik dan aktivitas pertumbuhan rambut. Uji stabilitas fisik dilakukan pada suhu penyimpanan kamar (28° ± 2°C), suhu tinggi (40° ± 2°C), suhu rendah (4° ± 2°C) dan cycling test. Uji aktivitas pertumbuhan rambut dilakukan dengan mengoleskan sediaan gel pada punggung tikus dan diukur panjang rambut pada hari ke-7 dan 14. Pada hari ke-21 dilakukan pengukuran panjang rambut dan bobot rambutnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gel ekstrak daun mangkokan 2,5%, 5% dan 7,5% memiliki kestabilan fisik yang cukup baik dan sediaan gel dengan kandungan ekstrak daun mangkokan 7,5% memiliki aktivitas pertumbuhan rambut yang paling besar.

Nothopanax leaves extract is widely used for promoting hair growth. In this research, 2.5%, 5% and 7.5% (w/w) nothopanax leaves extracts were formulated as gel because it was easier to clean up and not that sticky as ointment. This research was intended to figure out whether the gel had physical stability and hair growth activity. The physical stability test was conducted at room temperature (28°±2°C), warm temperature 40°±2°C), cold temperature (4°±2°C) storage and cycling test. The hair growth activity test was conducted by applying the gel on rat?s dorsal and the length measured on the 7 th and 14 th day. On the 21st day the length and weight of hair were measured. The result showed that gel of nothopanax leaves extract 2.5%, 5%, 7.5% had enough physical stability and the 7.5% concentration of nothopanax leaves gel showed the most rapid hair growth."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S864
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Indriwinarni
"ABSTRAK
Ekstrak daun waru (Hibiscus tiliaceus Linn.) secara empiris telah dikenal sebagai tanaman penyubur rambut dan mencegah kerontokan rambut. Pada penelitian ini, 1%, 2% dan 3% (%b/b) ekstrak daun waru diformulasikan dalam sediaan gel karena lebih mudah dibersihkan dan tidak lengket dalam penggunaannya dibandingkan salep. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah formulasi gel tersebut memiliki stabilitas fisik, aktivitas pertumbuhan rambut dan aman untuk digunakan. Uji stabilitas fisik dilakukan dengan pengamatan gel yang disimpan pada tiga suhu yang berbeda, yaitu suhu rendah (4±2°C), suhu kamar (28±2°C), suhu tinggi (40±2°C) dan cycling test. Uji aktivitas pertumbuhan rambut dilakukan dengan mengoleskan sediaan gel pada punggung tikus dan diukur panjang rambut pada hari ke-7 dan 14. Pada hari ke-21 dilakukan pengukuran panjang dan bobot rambut. Keamanan sediaan gel tersebut dilakukan dengan melakukan uji iritasi pada lengan atas bagian dalam manusia. Hasil penelitian menunjukkan kestabilan fisik pada penyimpanan suhu kamar (28±2°C), suhu rendah (4±2°C) dan cycling test. Selain itu, sediaan gel dengan kandungan ekstrak daun waru 3% memiliki aktivitas pertumbuhan rambut yang paling besar, sedangkan uji iritasi menunjukkan seluruh sediaan gel ekstrak daun waru tidak menimbulkan efek iritasi.

ABSTRACT
Waru leaves extract is widely used for hair growth and prevent of hair fall. In this research, 1%, 2% and 3% (%w/w) waru leaves extract were formulated in gel because it due to easier to clean and not sticky like ointment. This research was intended to figure out whether the gel had physical stability, hair growth activity and safe to use. The physical stability test including the storage at low temperature (4±2°C), room temperature (28±2°C), high temperature (40±2°C) and cycling test. The hair growth activity test was conducted by applying the gel on mice?s dorsal and the length measured on day 7 and 14. On the 21 th day, the length and weight of hair were measured. The safety of realted was tested by implemanting irritation test on human?s forearm. This research resulted that shown waru leaves gel 1%, 2% and 3% have physical stability with storage at low temperature (4±2°C), room temperature (28±2°C) and cycling test. Beside that, 3% concentration of waru leaves gel showed the best hair growth activity, while all kinds of gel were save to used. "
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S934
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
hapus1
"Enam isolat bekteri pembentuk histamin telah ditapis untuk melihat kemampuannya menghasilkan histamin pada medium Niven termodifikasi. Hasil penapisan menunjukkan ke enam isolat mampu menghasilkan histamin dengan ditandai terjadinya perubahan warna merah jambu/pink pada medium. Produksi histamin ke enam isolat pada medium Niven cair diukur menggunakan metoda Hardy & Smith. Hasil uji menunjukkan ke enam isolat menghasilkan histamin pada medium cair sebanyak 92,35 - 305,49 mg/100 ml medium. Dari enam isolat tersebut, Enterobacter spp. menghasilkan aktivitas tertinggi (305,49 mg/100 ml). Medium sintetik digunakan untuk mempelajari pola pertumbuhan dan waktu optimum produksi enzim HDC pada Enterobacter spp and Morganella morganii (kontrol). Hasilnya menunjukkan bahwa untuk kedua jenis bakteri tersebut, jam ke 8 merupakan waktu optimum untuk memproduksi enzim.

Selection and test of L-histidine decarboxylase enzyme activity of six isolates of histamine forming bacteria. Six isolates of histamine forming bacteria were screened to see the degree of ability in producing histamine on modified Niven?s medium. The result showed that the six bacteria were able to produce histamine by giving a pinkish color on the medium, which could be used as a preliminary identification of histamine-forming bacteria (HFB). The isolates were grown in liquid modified Niven medium to measure the production of histamine. The histamine produced were determined by Hardy and Smith method. The result showed that all of the isolates produced high level of histamine (92.35 - 305.49 mg/100 ml of the medium). From all of them, Enterobacter spp. produced the highest level of histamine (305.49 mg/100 ml). A synthetic medium was used to measure the growth pattern and optimum time required by Enterobacter spp and Morganella morganii (as control bacteria) to produce the L-histidine decarboxylase enzyme (HDC) which is responsible for histamine production. The result showed that for both bacteria, the optimum enzim production was 8 hours after incubation."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Iman Santoso
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pH pertumbuhan optimum dari 3 strain Acetobacter xylinum yang dimiliki oleh Universitas Indonesia Culture Collection, yaitu strain UICC-B,UICC-P, dan UICC-T.
Substrat fermentasi berupa limbah cair tahu yang ditambahkan dengan 12,5% sukrosa (gala pasir) dan 0,5% NH4H2PO4 yang disterilisasi pada suhu 115°C selama 5 menit. Substrat dibagi atas 4 kelompok yang masing-masing diatur sehingga mempunyai pH awal 4,5 ; 5,0 ; 5,5 ; atau 6,0. Ke dalam setiap kalompok substrat fermentasi diinokulasikan dengan 105 (vlv) Axylinum UICC-B, UICC-P, atau UICC-T. Biakan diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari untuk strain UICC-P dan UICC-T sedangakan strain MCCB diperpanjang hingga 21 hari.. Pertumbuhan diukur melalui ketebalan nata yang terbentuk. Pada akhir fermentasi dilakukan juga pengukuran pH substrat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan rata rata strain UICC-P (1,384 -1,514cm) dan. UICC-T (0,910 - 1,132 cm) lebih besar dari ketebalan rata rata UICC-B (0,420 - 0,978 cm), walaupun waktu inkubasi UICC-B telah diperpanjang. Hal tersebut menunjukkan bahwa strain UICC-P merupakan strain terunggul dan berpotensi untuk dikembangkan dalarn industri fermentasi nata. Pertumbuhan ke dua strain, UICC-P dan UICC-T, tidak dipengaruhi oleh pH awal substrat fermentasi sedangkan strain UICC-B walaupun pertumbuhannya lambat, tampak akan tumbuh lebih baik pada pH di atas pH 5, 0."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>