Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67739 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Monica Ayu Wibowo
"Pengelasan Tungsten Inert Gas (TIG) merupakan salah satu metode pengelasan yang cukup popular dan sering digunakan dalam industri manufaktur. Dalam Upaya meningkatkan efisiensi dari pengelasan TIG ini, metode Wire Arc Additive Manufacturing (WAAM) pun telah diperkenalkan. Metode WAAM merupakan metode pengelasan yang menggunakan busur listrik (arc welding) dengan menggunakan pengumpan kawat tambahan atau biasa dikenal dengan wire feeder. Mesin TIG-WAAM terdiri dari komponen-komponen berupa sumber daya TIG, welding torch, kawat pengumpan atau wire feeder, dan sistem pengendali untuk mengontrol parameter pengelasan. Oleh karena itu, welding torch merupakan komponen yang penting dalam pengelasan penelitian ini dilakukan. Perancangan desain pada penelitian ini kemudian akan dilanjutkan pada perhitungan analitik dan simulasi menggunakan software Autodesk Inventor 2021 untuk memastikan apakah konstruksi mesin las TIG dapat menahan beban welding torch yang didesain. Penelitian ini akan lebih berfokus pada kekuatan mesin konstruksi mesin las TIG menahan beban sebelum dan setelah welding torch dirancang yang kemudian akan dibandingkan dengan hasil perhitungan simulasi menggunakan software Inventor. Hasil tegangan von miss yang didapatkan melalui perhitungan analitik pada konstruksi mesin sebelum welding torch sebesar 1,49 MPa dan pada simulasi sebesar 0,24 MPa, sedangkan perhitungan analitik setelah welding torch diberikan sebesar 0,167 MPa dan pada simulasi sebesar 0,27 MPa.

Tungsten Inert Gas (TIG) welding is a popular and widely used welding method in the manufacturing industry. To improve the efficiency of TIG welding, the Wire Arc Additive Manufacturing (WAAM) method has been introduced. WAAM is a welding method that utilizes an electric arc welding process with the use of an additional wire feeder. A TIG-WAAM machine consists of components such as a TIG power source, welding torch, wire feeder, and control system to regulate welding parameters. Therefore, the welding torch is an important component in this research on welding.

The designed which has been designed in this research, will then be analyzed through analytical calculations and simulations using Autodesk Inventor 2021 software to verify the construction of the TIG welding machine can withstand the load of the designed welding torch. This research will primarily focus on the strength of the TIG welding machine's construction to withstand the load after the welding torch is designed, and then compare the results with the simulation calculations using Inventor software. Analytical load calculations are essential to ensure the safety and strength of the equipment in performing its function. The results of the von mises stress through analytical and simulation before welding torch are 1,49 MPa and 0,24 MPa. Meanwhile the analytical and simulation after welding torch are 0,167 MPa and 0,27 MPa."

Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yogi Adrian
"Tungsten Inert Gas (TIG) adalah proses pengelasan dimana busur nyala listrik ditimbulkan oleh elektroda tungsten dengan benda kerja dan daerah pengelasannya dilindungi oleh gas pelindung. Bentuk busur api dapat dipengaruhi oleh gaya elektromagnetik. Pada penelitian sebelumnya, penggunaan beberapa medan elektromagnetik yang diatur letaknya sedemikian rupa memberikan hasil pengelasan yang berbeda. Dalam studi ini busur las di berikan medan elektromagnetik yang bersumber dari solenoid. Pengelasan dilakukan pada stainless steel. Medan elektromagnetik yang dihasilkan menyebabkan busur api terdefleksi. Defleksi ini dikontrol dengan solenoid yang diaktifkan secara bergantian mengelilingi busur las dengan menggunakan mikrokontroler.
Hasil penelitian menunjukkan dengan menggunakan solenoid sebagai sumber medan magnet untuk mempengaruhi busur las dapat mempangaruhi hasil pengelasan. Penetrasi yang dihasilkan dengan menggunakan solenoid lebih dalam dibandingkan pengelasan tanpa menggunakan solenoid. Kenaikan efisiensi daya pengelasan mencapai 10,9 %. Berdasarkan grafik perbandingan perubahan kecepatan terdapat kesamaan hasil antara pengelasan dengan kecepatan tinggi menggunakan solenoid dengan pengelasan kecepatan rendah tanpa solenoid.

Tungsten Inert Gas (TIG) welding is a process which an electric arc generated by the tungsten electrode to the workpiece and the welding area protected by a protective gas. Arc shape can be affected by electromagnetic force. In previous study, the use of some electromagnetic field around the arc has influenced the welding results. In this study electromagnetic fields generated from the solenoids was given to the welding arc. Welding process was conducted on Stainless Steel. The electromagnetic field made the arc becomes deflected. This deflection was controlled by the solenoid by activating it using a microcontroller.
The results showed that the use of solenoid as a source of electromagnetic field has influenced the welding arc. Penetration produced by using a solenoid has deeper penetration than welding process without using solenoid. The increase of the welding power efficiency was 10.9%. Furthermore, there are similarities between the results of the welding at high speeds using a solenoid compared with a low speed welding without solenoid.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42102
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Albert Ahmad
"Unalloyed titanium atau biasa disebut commercially pure (CP) titanium banyak dipakai pada aplikasi yang memerlukan tingkat ketahan korosi tinggi sedangkan dengan kekuatan tinggi tidak diperlukan. Pada aplikasinya, titanium membutuhkan pengelasan dengan kualitas baik. Pengelasan titanium dengan metode GTAW konvensional, yaitu constant current GTAW (C-GTAW) menghasilkan pengkasaran butir pada fusion zone dan daerah pengaruh panas (HAZ). Hal ini menyebabkan turunnya sifat mekanis dan juga mempengaruhi perilaku korosi. Pulsed current GTAW (P-GTAW) merupakan salah satu teknologi pengelasan yang menghasilkan kekuatan mekanik yang lebih baik dari pada C-GTAW.
Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh parameter P-GTAW, yaitu pulse current, background current, dan pulse-on-time pada perilaku korosi CP titanium grade 2. Uji korosi celup dengan 3,5 M HCl dan polarisasi dengan 1 M HCl dilakukan untuk mengukur laju korosi dan melihat perilaku sample hasil pengelasan. Uji kekerasan mikro (Vickers Hardness Test) dilakukan pada sample hasil pengelasan untuk melihat pengaruh parameter P-GTAW terhadap kekerasan. Pengamatan dengan menggunakan mikroskop optik untuk melihat pengaruh panas pada strukturmikro, yaitu pada logam dasar, daerah pengaruh panas (HAZ), dan fusion zone. Morfologi permukaan dan komposisi sample pasca uji korosi celup diamati dengan scanning electron microscope (SEM) dan energy dispersive x-ray (EDX).
Nilai open circuit potential (OCP) dan potensial korosi (Ecorr) hasil PGTAW lebih rendah dari C-GTAW, namun masih berada di daerah kesetimbangan TiO2. Perilaku elektrokimia hasil pengelasan P-GTAW, C-GTAW, dan parent material, menunjukan daerah aktif, passive dan transpassive. Uji korosi celup dan uji polarisasi potensiodinamik menunjukan terjadi preferential weld corrosion pada hasil pengelasan P-GTAW dan C-GTAW. Laju korosi hasil pengelasan P-GTAW lebih rendah dari pada C-GTAW. Hasil uji kekerasan mikro menunjukan kekerasan hasil P-GTAW lebih tinggi dari hasil C-GTAW.

Unalloyed titanium or commercially pure (CP) titanium is widely used in applications that require high corrosion resistant, while the high strength is not required. In its application, titanium weld with high quality is needed. To weld titanium with the conventional method, i.e. constant current GTAW (C-GTAW), produces grain coarsening at the fusion zone and heat affected zone (HAZ). This affects the mechanical properties and corrosion behavior of weldment. Pulsed current GTAW (P-GTAW) is one technology that produces better mechanical strength than the C-GTAW.
This study examines the effect of P-GTAW parameters, namely pulse current, background current, and pulse on-time on the corrosion behavior of CP titanium grade 2. Immersion corrosion testing with 3.5 M HCl and potentiodynamic polarization method with 1 M HCl were carried out to measure the corrosion rate and to observe the corrosion behavior of the weldment. Microhardness testing was performed to see the effect of P-GTAW parameters on hardness. The surface morphology and constituent compositions of the sample after immersion corrosion test, was characterized with scanning electron microscope (SEM) and energy dispersive x-ray (EDX).
The open circuit potential (OCP) and corrosion potential (Ecorr) produced by P-GTAW were lower than the C-GTAW, but still in area of TiO2 equilibrium. The electrochemical behavior of welds produced by P-GTAW, the C-GTAW, and also parent material, shows the active, passive and transpassive. Corrosion immersion testing and potentiodynamic polarization testing showed preferential weld corrosion was occurred. Corrosion rate of sample which are produced by the P-GTAW were lower than the C-GTAW. The microhardness testing showed PGTAW welds were higher than the C-GTAW weld.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42836
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Octaviani
"Metode yang paling sering digunakan untuk menggabungkan struktur logam adalah pengelasan fusi seperti Gas Tungsten Arc Welding (GTAW). Metode ini sebagian besar telah dikembangkan melalui percobaan, yakni trial and error. Di era modern, banyak penelitian yang dilakukan tidak hanya melalui eksperimen nyata, tetapi juga dibantu oleh komputer untuk mendapatkan manfaat yang lebih.
Tujuan dari penelitian ini adalah meresepkan sebuah metode sederhana untuk memasukkan sumber panas bergerak ke dalam suatu model elemen hingga. Dalam hal ini, sumber panas harus bergerak sepanjang garis lurus dalam sebuah model 3D yang dilakukan menggunakan software ANSYS APDL 14. Diharapkan, penelitian ini akan dapat memfasilitasi simulasi pengelasan geometri sederhana pada baja tahan karat AISI 316, terutama untuk menganalisis fenomena panas transien dan memahami gradien termal yang mempengaruhi zona fusi pada pengelasan GTAW.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan ada dua, yakni temperatur dan kecepatan gerak sumber panas. Temperatur yang diambil sebagai patokan adalah 6.000oC (6.273 K) dan 19.000oC (19.273 K), sementara kecepatan sumber panas adalah sebesar 5 mm/s dan 9 mm/s. Hasil simulasi yang didapat kemudian divalidasi dengan hasil eksperimen yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil akhir memperlihatkan bahwa sumber panas dapat berjalan dengan mode transien serta memiliki geometri zona fusi yang cukup konsisten dengan eksperimen riil. Penyederhanaan pemodelan pengelasan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk membuat simulasi lebih umum digunakan laboratorium dan industri.

The most frequent used method for joining metal structures is fusion welding like Gas Tungsten Arc Welding (GTAW). This method has largely been developed experimentally, i.e. trial and error. In the modern era, many engineering researches are done not only by real experiments, but also aided by a computer program to gain more benefits.
The objective of this research is to prescribe a simple method for introducing a moving heat source into a finite element model. In this research, the heat source should be able to move along a straight line on a 3D model developed in ANSYS APDL 14 software. It is expected that this research would facilitate the simulation of welding for simple geometry on GTAW-welded AISI 316 stainless steel, specifically to analyze the heat transient phenomenon and understand the thermal gradient that affects the fusion zone.
In this work, two variables were used; i.e. temperature and velocity of the heat source. Given temperatures were 6.000oC (6,273 K) and 19.000oC (19.273 K), whereas the velocity of the heat sources were at 5 mm/s and 9 mm/s. The simulation results were then validated with experimental results conducted previously.
The final result showed that the heat source can be run within a transient mode and also have fusion zone geometry, which was quite consistent with the real experiment. This simplification of welding modelling is expected could contribute to make the simulation more commonly used in laboratories and industries.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46000
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
King, Luter
"Aluminium 6063 merupakan paduan aluminium dengan magnesium dan silikon sebagai paduan utama. Paduan ini merupakan paduan aluminium yang dapat diperlakukan panas untuk meningkatkan sifat mekanisnya. Pengelasan pada paduan aluminium umumnya rentan terhadap proses retak pembekuan. Tingginya kecenderungan terjadinya retak pembekuan disebabkan karena besarnya konduktifitas dan koefisien ekspansi panas dari logam aluminium . Oleh karena itu semakin ringgi masukan panas yang diterima oleh logam aluminium ini malca akan semakin besar kecenderungan terjadinya retak pembekuan. Terjadinya retak pembekuan adalah merupakan basil kombinasi antara tegangan panas yang diterima oleh logam aluminium pada saat dilas dengan tegangan penyusutan aluminium pada saat pembekuan dimulai, Hasil kombinasi tersebut akan menimbulkan kontraksi yang tidak dapat diimbangi dengan kemampuan penyesuaian struktur atom dalam logam basil las dan logam induk, yang pada akhimya akan menimbulkan retak: pembekuan. Retak. pembekuan tersebut membujur searah dengan arab lasan dikarenakan pada arab membujur ini akan terbentuk konsentrasi tegangan kritis terbesar yang akan mendorong terbentuknya retak pembekuan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa retak pembelruan saogat dipengaruhi oleh besaroya masukan panas yang diterima oleh logam hasil lasan. Masukan panas yang tinggi akan meningkatkan terbentuknya tegangan termal serta tegangan penyusutan dari logam hasillasao. Karena masukan panas yang diterima berbanding terbalik terhadap besamya kecepatan pengelasan maka dengan semakin rendah kecepatan pengelasan yang digunakan maka akan semakin besar masukan panas yang diterima dan hal ini tentunya akan memperbesar kecenderungan terbentuknya retak pembekuan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41959
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Duvall Anggraita Purwanto Ajie
"Weld bead atau menik las adalah hasil yang diperoleh dari proses penyambungan pengelasan dua bahan atau lebih yang didasarkan pada prinsip-prinsip proses difusi fusion welding , sehingga terjadi penyatuan bagian bahan yang disambung. Pada pengelasan aluminum berbeda dengan pengelasan steel dimana aluminum lebih mudah meleleh dan mudah menghantarkan panas, sehingga aluminum lebih sulit untuk dilas. Selain sulit dilas, lelehan aluminum juga sulit terdeteksi kamera vision karena tidak membara seperti steel, namun lelehan pada manik las aluminum lebih mudah memantulkan cahaya karena permukaannya yang mengkilap dan halus.
Pada penelitian ini menggunakan mesin TIG dan gas Argon sebgai pelindung proses pengelasan serta menggunakan material Aluminum 6063 sebagai spesimen. Penilitian ini fokus pada pengembangan sistem jaringan saraf tiruan untuk pengegelasan aluminum 6063 dimana sebagai target penelitian adalah menjaga lebar manik tetap konstan. Pada penelitian ini variabel yang dikontrol adalah kecepatan pengelasan pada satu sumbu. Sistem yang dibangun pada penelitian ini berhasil mengatur kecepatan pengelasan dan menjaga lebar manik las tetap konstan.

Weld beads are the results obtained from the process of welding two or more materials based on the principles of the diffusion process fusion welding , resulting in the unification of the connected material parts. In different aluminum welding with steel welding where aluminum is easier to melt and easily dissipate heat, so aluminum is more difficult to weld. In addition to difficult welded, aluminum melt is also difficult to detect vision cameras because it does not burn like a steel, but melt in aluminum weld beads more easily reflect light because the surface is shiny and smooth.
In this study used TIG and Argon gas as protective welding process and using Aluminum 6063 material as specimen. This research focuses on the development of artificial neural network system for aluminum 6063 whereas the research target is to keep the bead width constant. In this study the controlled variable is the speed of welding on one axis. The system built in this study managed to regulate the welding speed and keep the weld bead width constant. Keyword Weld beads TIG Aluminum Machine vision neural network.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67118
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Surya
"Studi penelitian ini membandingkan hasil perbaikan pengelasan (welding repair) antara metode Friction Stir Welding (FSW) dengan Gas Tungsten Arc Welding pada sambungan las Aluminium 5083 tebal 6 mm. Empat sampel Aluminium dilas dengan metode FSW menggunakan mesin frais dengan kecepatan las 29 mm/menit, kecepatan rotasi 1555 rpm dan panjang pin tool 5,0 mm berbentuk silinder berulir. Dua sampel dari hasil pengelasan tersebut dilas perbaikan dengan metode FSW dengan kondisi sama dengan proses awal, dengan satu sampel dengan kondisi posisi terbalik yang mana bagian akar las dijadikan bagian muka las perbaikan. Satu sampel lainnya dilas perbaikan dengan metode GTAW seluruhnya.
Dari pengujian menunjukkan bahwa kekuatan tarik, kekerasan, makro dan struktur mikro hasil pengelasan repair GTAW lebih baik dari proses FSW. Hal ini disebabkan masukan panas (temperatur) dari pengelasan FSW kurang maksimal, sehingga mengakibatkan terjadnya ketidaksempurnaan pada hasil lasannya.

This research study to compare the results of repair welding (welding repair) the method of Friction Stir Welding (FSW) with Gas Tungsten Arc Welding the weld joints 6 mm thick 5083 aluminum. Four samples of aluminum welded with FSW method using a milling machine with a welding speed of 29 mm / min, the rotational speed of 1555 rpm and a length of 5.0 mm pin tool cylindrical threaded. Two samples of the weld the welded repairs to the FSW method with the same conditions with the initial process, with one sample with the conditions upside down which part of the root weld is made part of the face of the weld repair. One other sample GTAW welded repair method entirely.
From the test showed that the tensile strength, hardness, macro and microstructure results GTAW welding repair is better than FSW process. This is due to the input of heat (temperature) of the welding FSW less than the maximum, resulting in terjadnya imperfections on weld join results.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T45363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuniek Wulandari
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S40830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqo Anwarie
"Studi ini membandingkan hasil pengelasan plat aluminium seri 5083 dengan ketebalan 6 mm menggunakan Friction Stir Welding (FSW) dengan variasi welding speed, yaitu 22, 29 dan 38 mm/menit dengan hasil pengelasan konvensional Gas Tungsten Arc Welding (GTAW). Pengelasan FSW dilakukan dengan menggunakan mesin frais. Hasil FSW dan GTAW diidentifikasi menggunakan uji tarik, uji kekerasan, struktur mikro dan SEM-EDS. Dari identifikasi hasil analisa struktur mikro dan SEM-EDS menunjukkan terbentuknya presipitat Mg2Si dan alumina (Al2O3) yang menyebabkan naiknya nilai kekerasan pada daerah Lasan. Kemudian dari hasil pengujian struktur mikro diperoleh grain size hasil pengelasan FSW lebih kecil dari GTAW. Hal ini menyebabkan kekerasan hasil FSW lebih tinggi dibandingkan dengan GTAW. Berikutnya dari analisa struktur makro diperoleh bahwa semua hasil pengelasan FSW terdapat cacat incomplete fusion yang diakibatkan oleh kurang sempurna proses pengelasan. Hal ini mengakibatkan hasil pengujian tarik GTAW lebih baik dari FSW.

This study compares the results of welding 5083 series aluminum plate with a thickness of 6 mm using the Friction Stir Welding (FSW) with a variation of welding speed, namely 22, 29 and 38 mm / min with the results of conventional welding Gas Tungsten Arc Welding (GTAW). FSW welding is done by using a milling machine. Results FSW and GTAW identified using tensile test, hardness test, microstructure and SEM-EDS. The identification results of the analysis of microstructure and SEM-EDS showed the formation of precipitates Mg2Si and alumina (Al2O3) which resulted in higher hardness values at weld zone. Then the microstructure of the test results obtained FSW welds grain size smaller than GTAW. It causes hardness of FSW results higher than the GTAW. The next of the macro structure analysis showed that all FSW welds are incomplete fusion defects caused by imperfect welding process. This resulted in GTAW tensile test results better than FSW."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T45359
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>