Ditemukan 146661 dokumen yang sesuai dengan query
Ardy Putra
"Debitor yang dinyatakan pailit haruslah memenuhi seluruh syarat yuridis kepailitan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Namun dalam kasus PT. Hendratna Plywood, salah satu syarat yuridis kepailitan tidak terpenuhi, namun majelis hakim tetap menyatakan PT. Hendratna Plywood pailit dengan segala pertimbangan hukumnya. Penelitian yang dilakukan secara yuridis normatif ini memperoleh kesimpulan bahwa majelis hakim kurang tepat dalam menerapkan norma-norma hukum dalam putusan serta beberapa pertimbangan hukumnya. Sehingga hendaknya majelis hakim dalam memutus suatu perkara lebih cermat dalam menerapkan norma-norma hukum yang berlaku agar dapat tercipta suatu kepastian hukum dan tidak terjadi penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Kreditor.
The debtor declared bankrupt must fulfill all the bankruptcy jurisdiction requirements as stated in Law No. 37 of 2004. However, in the case of PT. Hendratna Plywood, one of the the bankruptcy jurisdiction requirements is unfulfilled, but the judges still declared PT. Hendratna Plywood bankrupt with all the legal considerations. This research, which was conducted using normative juridical method concludes that the judges were less precise in applying legal norms in the decision as well as some legal considerations. Thus, in deciding the case, the judges should be more careful in applying the legal norms applicable in order to create legal certainty a..."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43243
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Zico Fernando
"Tindakan hukum berupa pengalihan asset oleh Debitur Pailit dapat dimintakan pembatalan kepada pengadilan. Pembatalan tersebut disebut Actio Pauliana yang diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 50 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004. Namun demikian pada prakteknya tidak mudah untuk memintakan pembatalan terhadap perbuatan hukum Debitor kepada pengadilan. Dari beberapa pengajuan hanya Actio Pauliana pleh kurator, sampai saat ini, hanya segelintir yang dikabulkan oleh hakim. Adanya beberapa putusan Actio Pauliana menyatakan Pengadilan Niaga tidak berwenang memeriksa perkara Actio Pauliana dengan alasan kewenangannya merupakan Pengadilan Negeri.
Legal action in the form of transfer of assets by Debtor Bankruptcy may be requested cancellation to the court. Cancellation is called actio Pauliana provided for in Article 41 through Article 50 of Law No. 37 of 2004. However, in practice it is not easy to request cancellation of the debtor to the court legal action. From some of the submissions only actio Pauliana pleh curator, to date, only a handful have been granted by the judge. The existence of several decisions of the Commercial Court declared actio Pauliana unauthorized actio Pauliana examine cases on the grounds its authority is the District Court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28723
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Candy Nurul Khasanah
"
ABSTRAKSkripsi ini membahas mengenai kepailitan yang permohonannya diajukan oleh debitor sendiri (voluntary petition) berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU serta UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Penulis melakukan tinjauan yuridis terhadap kasus kepailitan PT. Mandala Airlines yang permohonannya diajukan oleh perseroan itu sendiri sebagai debitor pailit. Untuk mengetahui bagaimana pengajuan permohonan pailit yang diajukan oleh debitor sendiri, maka dibahas juga mengenai perbandingan voluntary petition di Indonesia dengan negara Amerika Serikat, Jepang, dan Australia. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif untuk menghasilkan data yang bersifat deskriptif analitis. Yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah apakah penerapan kepailitan yang diajukan debitor sendiri telah sesuai pelaksanaannya berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 dan apakah telah menerapkan prinsip commercial exit from financial distress bagi debitor yang berupa perseroan. Melalui penelitian ini diharapkan mampu memberikan jawaban mengenai aspek hukum terhadap pengajuan pailit oleh debitor sendiri (voluntary petition) berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004.
ABSTRAKThis thesis discusses about bankruptcy which is filed by the debtor (voluntary petition) based on Bankruptcy and Suspension of Payment Law No. 37 Year 2004 and Company Law No. 40 Year 2007. The author also did a juridical analysis towards the bankruptcy case of PT. Mandala Airlines, whereas the request for bankruptcy was initiated by the company as a debtor. Commenting on the above aspects, will be discusses about the comparison of voluntary petition between Indonesia and other countries that is United States, Japan, and Australia. The method of this research is qualitative normative interpretive to generate a descriptive analytical data. The primary issue for this thesis is the implementation of voluntary petition from the case study whether it was in accordance based on Bankruptcy and Suspension of Payment Law No. 37 Year 2004. And then the applicability of the bankruptcy principle "commercial exit from financial distress" especially for the corporate debtor. Therefore, with the research can solve this problem about voluntary petition based on Bankruptcy and Suspension of Payment Law No. 37 Year No. 2004.
"
2016
S63185
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Diandry Adityaputri
"Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU menjadikan BUMN sebagai Debitor yang hanya dapat diajukan permohonan pernyataan pailit dan PKPU oleh Menteri Keuangan. Penjelasan Pasal 2 ayat (5) menyatakan bahwa ketentuan ini berlaku pada BUMN yang seluruh modalnya adalah milik negara dan tidak terbagi atas saham. Persero merupakan BUMN dalam bentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi atas saham. Terhadap BUMN Persero terdapat beberapa putusan yang menyatakan bahwa Persero merupakan bagian dari BUMN yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU, seperti putusan permohonan pernyataan pailit PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) dan putusan permohonan PKPU PT Angkasa Pura II (PT AP II). Namun, apabila merujuk kepada Pasal 1 angka 2 UU BUMN maka terjadi ketidaksinkronan antara pengertian Persero dengan penjelasan BUMN yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU. Pada skripsi ini akan membahas mengenai kedudukan hukum dari Persero dalam kepailitan serta kewenangan kreditor dalam melakukan permohonan pailit maupun PKPU terhadap Persero. Metodologi yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yakni analisis permasalahan akan berdasarkan pada undang-undang yang berkaitan. Secara singkat, kedudukan hukum dari Persero adalah sama dengan perseroan terbatas lainnya sehingga terhadap Persero dapat diajukan permohonan pernyataan pailit maupun permohonan PKPU. Pihak yang dapat melakukan permohonan pernyataan pailit atau permohonan PKPU ini adalah Debitor itu sendiri maupun Para Kreditornya.
SOEs as special debtors as stipulated in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law make it only possible to apply for bankruptcy and suspension of payment by the Minister of Finance. This provision applies to SOEs engaged in the public interest only, namely SOEs whose entire capital is state-owned and not divided into shares. Persero SOEs is a SOE in the form of a limited liability company whose capital is divided into shares whose entire or at least 51% of the shares are owned by the state with the aim of pursuing profits. Against Persero SOEs, there are several rulings stating that Persero is part of the SOEs referred to in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law. However, when referring to Article 1 number 2 of the SOEs Law, there is a synchrony between the definition of Persero and the explanation of SOEs referred to in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law. This thesis will discuss the legal position of Persero, in the application for bankruptcy and suspension of payment as well as the authority of creditors in making applications against both. The methodology used in this thesis is normative juridical, namely the analysis of problems will be based on related laws. In short, the legal position of Persero is the same as other limited liability companies so that against Persero, an application for bankruptcy statement or suspension of paymentapplication can be filed. The parties who can apply for a bankruptcy statement or suspension of payment application are the Debtor himself and his Creditors."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ruth Maria Rentyna
"Tesis ini membahas mengenai permohonan PKPU atas diri PT. DRI yang diajukan oleh Bank Mandiri selaku Kreditur pemegang hak jaminan pada saat berlangsungnya proses gugatan sengketa nilai tukar dollar untuk pinjaman investasi yang diberikan oleh Bank Mandiri. Proses PKPU kemudian berakhir pada kepailitan kendati PT. DRI dapat membuktikan bahwa dirinya telah melaksanakan kewajibannya kepada kreditur. Prosedural permohonan PKPU dan Kepailitan dari PT. DRI dilakukan sesuai dengan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU namun terdapat kejanggalankejanggalan dalam proses pelaksanaannya, salah satu kejanggalan tersebut adalah pemblokiran rekening PT DRI oleh Pengurus sehingga PT DRI tidak dapat mengakses rekening untuk kepentingan pembayaran seluruh biaya operasional dan gaji pegawai. Hingga tahun 2013, PT DRI masih melakukan upaya hukum terkait putusan pailit yang dijatuhkan kepada dirinya dan penjaminnya. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian menyarankan perlu dibentuk suatu lembaga independen yang khusus mengawasi proses PKPU dan kepailitan serta mengawasi kinerja Kurator, mengingat bahwa Hakim Pengawas tidak sepenuhnya bekerja untuk mengawasi proses PKPU dan Kepailitan; Peranan PPATK perlu diperluas sampai dengan taraf dimana kasus-kasus yang terjadi sebelum PPATK didirikan dapat diperiksa; Bank Indonesia perlu membuat sebuah badan internal yang berfungsi menerima dan memeriksa laporan dari masyarakat terkait kerugian yang ditanggung oleh masyarakat karena kelalaian bank; Perlu penambahan syarat keadaan insolvensi dan jumlah minimum hutang untuk dapat mengajukan permohonan PKPU; Perlunya diatur tugas dan wewenang Pengurus dan Kurator yang detail didalam Undang-undang Kepailitan dan PKPU.
This thesis focus in suspension of obligation for payment of debt petition upon PT DRI filed by Bank Mandiri as Preference Creditor-holder of security rights during lawsuit of dollar exchange rate granted by Mandiri Bank itself. PKPU process then ends in bankruptcy even though PT DRI carried out its obligations to Creditors. PKPU application procedures and bankruptcy of PT. DRI carried out in accordance with Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and PKPU but there are irregularities in the implementation process, one of these irregularities is blocking accounts by the Administrator so that PT DRI cannot access the account for the benefit of the entire payment of operating costs and salaries. Until the year 2013, PT DRI still take legal actions related to bankruptcy decision handed down to itself and its guarantor. This research is using normative juridical methodology and analytical descriptive. The research result to a suggestion where it is needed to set up an independent body who oversees the process of suspension of obligation for payment and bankruptcy also oversee the Receivers work performance, given that the Supervisory Judge not fully work to oversee the suspension of obligation for payment of debt and Bankruptcy. PPATK role needs to be expanded to the extent to which the cases occurred before PPATK set out. Bank Indonesia needs to make an internal body that serves to receive and investigate reports of the public related losses which borne by society due to the negligence of the bank; Need the addition of a state of insolvency requirement and the minimum amount of debt to be able to apply for suspension of obligation for payment of debt."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42192
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nadine Valenia Narulita Hanggarjati
"Dalam kondisi keuangan yang berdampak pada ketidakmampuan seseorang atau suatu badan hukum dalam memenuhi kewajiban berupa pembayaran utang, maka Debitor dapat mengajukan suatu upaya berupa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang secara sukarela (voluntary petition). Pengajuan permohonan PKPU secara sukarela ini merupakan suatu bentuk itikad baik Debitor dalam melunasi utang-utangnya kepada Para Kreditor. Terlebih apabila dalam permohonan PKPU tersebut juga dilampirkan suatu rencana perdamaian berupa penawaran jadwal pembayaran dan nominal utang yang akan dibayarkan, maka sudah seharusnya dikabulkan sebagaimana diatur dalam Pasal 225 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Lain halnya dengan pengajuan permohonan PKPU yang diajukan secara sukarela oleh PT Duta Adhikarya Negeri, putusan ini ditolak karena pembuktian yang tidak sederhana. Hal ini disebabkan oleh bukti surat yang memperlihatkan keberadaan utangnya berupa copy dari fotocopy. Namun pada faktanya, bukti-bukti tersebut telah diakui dan tidak dibantah oleh pihak Kreditor. Pada penelitian ini, Penulis menggunakan metode penelitian yaitu yuridis normatif yang menghasilkan data yang bersifat deskriptif analitis. Penulis akan meneliti pertimbangan Majelis Hakim yang kurang cermat dalam memperhatikan substansi dari permohonan PKPU. Dalam UUK-PKPU tidak secara rinci diatur mengenai pembuktian sederhana dalam perkara PKPU, melainkan diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 109/KMA/SK/IV/2020 tentang Pemberlakuan Buku Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Mengingat bahwa dikabulkannya suatu PKPU dapat memberikan kepastian hukum berupa kesempatan pada Debitor untuk melaksanakan kewajibannya dalam PKPU serta rencana perdamaian, maka sudah seharusnya pengadilan berfokus pada keberadaan utang yang ada pada bukti-bukti yang telah diakui oleh Para Kreditornya sehingga tidak terbantahkan dan menjadi sah di persidangan serta dikabulkan sebagaimana diatur dalam Pasal 225 ayat (2) UUK-PKPU.
In a financial condition that affects the inability of a person or a legal entity to fulfill obligations in the form of debt payments, the Debtor may submit a legal remedy in the form of a voluntary petition. Submitting a PKPU application voluntarily is a form of the Debtor's good faith in paying off his debts to Creditors. Especially if the PKPU request is also attached with a reconciliation plan in the form of offering a payment schedule and the amount of the debt to be calculated, then it should have been granted as stipulated in Article 225 paragraph (2) Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment obligations. Unlike the case with PT Duta Adhikarya Negeri submitting a PKPU application voluntarily, this decision was rejected because the evidence was not simple. This is caused by documentary evidence that reveals the existence of the debt in the form of a copy of the photocopy. However, in fact, this evidence has been acknowledged and not disputed by the creditors. In this study, the author uses research methods which is normative juridical which produces descriptive analytical data. The author will analyze the considerations of the Panel of Judges which are incomprehensive in paying attention to the substance of the PKPU petition. The UUK-PKPU does not stipulate in detail regarding simple proof in PKPU cases, instead it is regulated in the Decree of the Chief Justice of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 109/KMA/SK/IV/2020 concerning Enforcement of the Handbook for Settlement of Bankruptcy Cases and Suspension of Obligations for Payment of Debt. Given that the granting of a PKPU can provide legal certainty in the form of an opportunity for the Debtor to carry out debt payment obligations in the PKPU as well as a composition plan, then it should be more focusing on the existence of the debts on evidence that has been acknowledged by the Creditors so that they cannot be disputed and become valid in court and granted as regulated in Article 225 paragraph (2) UUK-PKPU."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Awang Anggargeni
"
ABSTRAKPerekonomian yang dipengaruhi oleh globalisasi dunia usaha memungkinkan para pengusaha untuk menambahkan modal usahanya dengan melakukan pinjaman yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah dalam penyelesaian utang piutang di antara mereka. Lembaga Kepailitan dan PKPU di Indonesia merupakan lembaga yang memberikan solusi penyelesaian masalah utang piutang di Indonesia. Penelitian ini akan membahas bagaimana implikasi hukum atas permohonan PKPU terhadap debitor asing di Pengadilan Niaga Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif. Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa Pengadilan Niaga Indonesia dapat memeriksa dan mengadili perkara permohonan PKPU terhadap debitor asing apabila debitor asing tersebut terbukti melakukan kegiatan usaha di Indonesia.
ABSTRACTThe economy that is affected by the globalization of the corporate world allows entrepreneurs to growth its business capital by acquiring loans from local or foreign source. However, it can cause problems about the debts settlement between them. The Indonesian institution of Bankruptcy and Suspension of Payment is an institution that provides resolution of debts settlement in Indonesia. This research will review how is the legal implication of the appeal of suspension of payment toward foreign debtor in Indonesian Commercial Court. The research method used in this research is the juridical normative research. This research found that the Indonesian Commercial Court may examine and adjudicate the appeal of suspension of payment toward foreign debtor if the foreign debtor proved doing business activities in Indonesia."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Harahap, Faisal Alhaq
"Skripsi ini membahas tentang penyelesaian utang piutang melalui permohonan pernyataan pailit, penundaan kewajiban pembayaran utang, dan gugatan wanprestasi. Disamping itu, Skripsi ini membahas mengenai pembuktian sederhana dalam permohonan pernyataan pailit berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan membahas mengenai urgensi pengaturan dan penerapan insolvency test di Indonesia. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional sehingga menimbulkan kesulitan dalam meneruskan kegiatan usahanya dan proses penyelesaian utang piutang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan cara studi kepustakaan didukung dengan hasil wawancara dari beberapa narasumber. Pembuktian dalam kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang seharusnya tidak hanya pembuktian formil saja, tetapi juga pembuktian materiil. Insolvency test adalah alternatif yang tepat untuk menggantikan pembuktian sederhana dalam menentukan apakah debitor dapat dinyatakan pailit atau tidak. Penyelesaian utang piutang melalui kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang di pengadilan niaga merupakan alternatif dalam penyelesaian utang piutang yang lebih cepat daripada melalui gugatan wanprestasi di pengadilan negeri karena waktu penyelesaian perkara permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang dibatasi oleh undang-undang. Upaya hukum kepailitan hanya tingkat pertama, kasasi, dan peninjauan kembali, sedangkan penundaan kewajiban pembayaran utang tidak dapat diajukan upaya hukum apa pun.
This thesis discusses debt settlement through the petition for a declaration of bankruptcy, suspension of obligation for payment of debts, and breach of contracts lawsuit. In addition, this thesis discusses there are facts or circumstances summarily proving that the conditions for a declaration of bankruptcy based on Law Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation For Payment of Debts and discusses the urgency of regulation and implementation of insolvency tests in Indonesia. The monetary crisis in Indonesia brings adverse impact on national economy, causing difficulties in continuing its business activities and the process of debt settlement. This research is normative judicial research which some of data based on the related literatures and interviews. the petition for a declaration of bankruptcy and Suspension of Obligation For Payment of Debts should not only be formal proof, but also material evidence. Insolvency test is the right alternative to replace simple evidence in determining whether the debtor can be declared bankrupt or not. Debt settlement through the petition for a declaration of bankruptcy and suspension of obligation for payment of debts in commercial courts is an alternative debt settlement solution that is faster than a default claim in a district court because the time of settlement of the case for bankruptcy and suspension of obligation for payment of debts. Bankruptcy The legal remedies are only the first level, cassation, and judicial review, while there are no legal actions could be taken against the decision on suspension of obligation for payment of debt."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Silitonga, Kevin Hans
"
ABSTRACTSkripsi ini membahas mengenai permohonan kepailitan terhadap Badan Usaha Milik Negara yakni PT Merpati Nusantara Airlines berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selain itu, terdapat pembahasan mengenai beberapa kasus permohonan kepailitan terhadap beberapa Badan Usaha Milik Negara sebagai perbandingan, serta perdebatan mengenai lingkup keuangan negara dalam keuangan Badan Usaha Milik Negara. Metode yang digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah metode penelitian kepustakaan dengan bentuk penelitiaan yuridis normatif yang berfokus kepada pengolahan data sekunder. Di akhir bagian, penelitian ini berkesimpulan bahwa PT Merpati Nusantara Airlines dapat diajukan permohonan pailit tanpa melalui Menteri Keuangan karena PT Merpati Nusantara Airlines merupakan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero bukan berbentuk Perum yang melaksanakan kepentingan publik dan modalnya tidak terbagi atas saham berdasarkan pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan.
ABSTRACTThis thesis mainly discusses about the bankruptcy petition against a State-Owned Enterprise PT Merpati Nusantara Airlines based on The Act No. 37 Year of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment. Furthermore, this thesis will compare cases on bankruptcy petition of State-Owned Enterprises, and also presenting arguments about State-Owned Enterprises assets in correlation with States Assets. The method used in writing this thesis is literary research with the thesis being a juridical-normative report that focuses towards secondary-data processing. This thesis concludes that PT Merpati Nusantara Airlines is legible to be filed a bankruptcy petition without a prior notice from the Ministry of Finance due to PT Merpati Nusantara Airlines being a Persero-type of State-Owned Enterprise unlike the Perum type which serves public needs and its capital is."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Ramadhani
"Tesis ini membahas Kasus Kepailitan PT Dirgantara Indonesia yang berstatus sebagai BUMN berbentuk Persero berdasarkan ketentuan UU Kepailitan dan permasalahan terkait aset PT Dirgantara Indonesia, termasuk ke dalam aset Negara atau aset perusahaan tersebut serta diperlukannya tes kemampuan untuk membayar utang dan kesehatan keuangan (solvency test) dalam kasus Kepailitan PT Dirgantara Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain perskriptif. Hasil penelitian menyarankan bahwa langkah terbaik yang dapat dilakukan adalah mengubah ketentuan dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan dengan menghilangkan kata-kata “terbagi atas saham”; MA Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi harus konsisten dengan putusannya, khususnya mengenai putusan MA dalam memandang status aset BUMN; UU Kepailitan harus segera direvisi dengan mencantumkan tes kemampuan untuk membayar utang dan kesehatan keuangan (solvency test) sebagai salah satu syarat mengajukan Kepailitan.
The focus of this study is discusses the Bankruptcy case of PT Dirgantara Indonesia, which are shaped as the state-owned company based on the Bankruptcy Law and problems related with assets of PT Dirgantara Indonesia, including assets of the State or assets of the company and the needs of test for the ability to pay debt and financial health (solvency test) in the Bankruptcy case of PT Dirgantara Indonesia. This research is qualitative research with perskriptif design. Research results suggest that the best step that can be done is to change the provisions of the Explanation of Article 2, paragraph (5) of Bankruptcy Law with erase the words “divided into shares”; Mahkamah Agung as a State Supreme Court must be consistent with the decision, especially about the decision of the Supreme Court considered the status of the state-owned company assets; Bankruptcy Law should be revised to include tests of test for the ability to pay debt and financial health (solvency test) as one of the requirements to Bankruptcy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25718
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library