Ditemukan 173435 dokumen yang sesuai dengan query
Puspa Ayu Utaminingsih
"Skripsi ini membahas tentang wali hakim bagi calon mempelai yang berpindah agama (masuk Islam). Bagi pasangan berbeda agama sulit melaksanakan perkawinan. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan berpindah agama. Pasangan non muslim biasanya berpindah masuk agama Islam. Akibatnya ia tunduk pada rukun nikah. Wali nikah adalah salah satu rukun terpenting dan harus dipenuhi. Permasalahan terjadi ketika calon mempelai wanita tidak memiliki wali nikah karena wali tidak memenuhi syarat atau enggan menikahkan (adhol). Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Sumber data yang diperoleh dari data sekunder dan dianalisis secara kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan 1)bagi Calon pengantin yang tidak memiliki wali nikah akibat berpindah agama dapat mengajukan permohonan penetapan wali hakim ke Pengadilan Agama, dan 2) meminta penetapan Pengadilan Agama untuk menunjuk wali hakim untuk menikahkan mereka.
This thesis discuss about judge guardian (wali hakim) for bridegroom who convert their religion (into Islam). For some interfaith couple find it difficult to get married. One of the ways that they usually did is religion convert. One of Non muslim couple generally convert their religion into Islam. In the aftermath, he/she must bent down to marriage pillar(rukun nikah). Marriage of guardian (wali nikah) is important of requisition to fulfield to be performe is valid. The problem comes up when bride doesn’t has wali because wali not qualified to performed the marriage contract or wali reject the consent of marriage (adhol). Method which used in this research is descriptive analysis research method and juridical normative. Data source used is secondary data and be analyzed qualitatively. The result of the research showed 1) For the bridegroom who has no wali because their convert religion into Islam allowed to request guardian judge (wali hakim ) to religion court and 2) plead for the religion court to ordered appointed judge guardian as substitute wali to performed their marriage contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57285
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nurhasaniah
"Skripsi ini membahas tentang perpindahan agama atau murtad yang dilakukan oleh suami atau isteri yang menjadi sebab putusya perkawinan. Perpindahan agama yang dilakukan oleh suami atau isteri akan menimbulkan permasalahan hukum yaitu mengenai status perkawinan suami isteri serta apakah perpindahan agama tersebut dapat dijadikan sebagai alasan perceraian dan apabila diperbolehkan apa dasar hukum yang digunakan untuk mengajukan perceraian tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan dilakukan wawancara untuk menunjang data, serta menggunakan dua buah contoh kasus dari perpindahan agama yang menjadi sebab putusnya perkawinan.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perpindahan agama sebagai penyebab putusnya perkawinan tidak diatur di dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam perpindahan agama atau murtad merupakan salah satu alasan perceraian. Akan tetapi perpindahan agama atau murtad yang dilakukan oleh suami atau isteri baru dapat dijadikan sebagai alasan perceraian apabila mengakibatkan ketidakrukunan di dalam rumah tangga. Ketentuan Pasal 116 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam yang mensyaratkan harus terjadi ketidakrukunan dalam rumah tangga tersebut bertentangan dengan Pasal 40 huruf (c) dan Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam dimana Pasal 40 huruf (c) dan Pasal 44 telah mengatur secara tegas mengenai larangan perkawinan antara laki-laki dan wanita Islam dengan laki-laki dan wanita bukan Islam.
The focus of this study is about divorcement caused of change of religion or apostate by husband or wife. Change of religion by husband or wife will make a legal problem which is about marital statues and also whether change of religion can be made as the reason of divorce and if that allowed, what is the legal basis used to propose the divorce. This study uses normative juridical and conducted interviews to support the data and using two examples cases for change religion as the reason to end a marriage.The result of this study concluded that change religion as the reason to end a marriage is not regulated in UU No. 1 Tahun 1974 about marriage, while in Compilation of Islamic Law change religion or apostate is one reason for divorce, these provisions in Article 116 letter (h). However, to be used as a reason for divorce there is a requirement in Article 116 letter (h) the change religion or apostate is committed by a husband or wife should lead to disharmony in the household. The provisions of Article 116 letter (h) Compilation of Islamic Law which requires should happen disharmony in household is contrary with Article 40 (c) and Article 44 of the Compilation of Islamic Law which Article 40 (c) and Article 44 has been set that between men and women of Islam are forbidden to married with men and women is not Islam."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60771
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Cempaka Pradnya Pramita Wijaya
"Perkawinan siri masih banyak terjadi di Indonesia. Masyarakat belum mengetahui mengenai pentingnya pencatatan perkawinan, sehingga ketika mengurus akta kelahiran anak mengalami kesulitan karena tidak memiliki bukti nikah. Masyarakat harus mengetahui bagaimanakah ketentuan permohonan pembuatan akta kelahiran anak hasil perkawinan siri menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu penulis akan menganalisis apakah Penetapan Pengadilan Agama Surabaya Nomor 683/Pdt.P/2011/PA.Sby telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Penelitian pada skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan mempelajari peraturan perundang-undangan sebagai bahan hukum primer serta buku-buku dan artikel yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini sebagai bahan hukum sekunder. Perkawinan siri menurut hukum negara ialah perkawinan yang tidak sah sehingga anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak luar kawin. Sehingga penting untuk dilakukan pencatatan pada perkawinan siri agar status anak menjadi anak yang sah. Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa untuk mencatatkan perkawinan siri dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan itsbat nikah ke Pengadilan Agama. Penetapan itsbat nikah dapat dilampirkan sebagai bukti nikah untuk mengurus akta kelahiran anak. Pertimbangan Hakim dalam Penetapan Nomor 683/Pdt.P/2011/PA.Sby telah sesuai dengan peraturan perundangundangan di Indonesia.
Perkawinan siri (marriage in secrecy) is still a lot happened in Indonesia. The community did not know about the importance of marriage registration, so they will have difficulty in the application for the birth certificate because it does not have proof of marriage. The community must know how the provisions of the requests of birth certificate for children born from siri’s marriage according to regulations in indonesia. Therefore, the author will analyze whether Surabaya Religious Court Decision Number 683/Pdt.P/2011/PA.Sby has accordance with regulations in Indonesia. This thesis analysis is done by literature method of research in studying the law regulation as primer law source and books and articles as secondary sources which are related to the issue that is discussed in this thesis. The conclusion of this research stated that to register siri's marriage can be done by applying itsbat nikah (marital legalization) to a Religious Court. The determination of marital legalization can be attached as proof of marriage to a request for the birth certificate. Consideration of the judge in the determination Number 683/Pdt.P/2011/PA.Sby has been in accordance with regulations in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58463
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Husin
"Pembauran budaya antar suku bangsa, kebudayaan agama, dan negara yang menyebabkan perubahan pandangan terutama pada ikatan antar individu seperti ikatan perkawinan antar orang yang berbeda agama. Perbedaan agama ini sebelumya tidak menjadi masalah hingga timbul pengaturan terbaru dalam hukum positif di Indonesia, yakni adanya definisi perkawinan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Kemudian pada tahun 2006 keluar Undang-Undang Adminduk yang menyatakan perkawinan beda agama dapat dicatat berdasarkan penetapan pengadilan. Berdasarkan hal tersebut, penulis akan menganalisis Penetapan Pengadilan Negeri No. 112/Pdt.P/2008/PN.Ska yang akan dikaitkan dengan peraturan terkait seperti UU No.1 tahun 1974, UU No. 23 tahun 2006. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini ialah yuridis normatif dengan sumber data melalui studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini bahwa UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan kemudian diubah menjadi UU No. 24 tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan saat ini yang dijadikan sebagai dasar permohonan perkawinan beda agama.
The assimilation of cultures between ethnic, religious, cultural and country changes the views of individual especially for their relation such as different religion marriage. In the beginning there isn’t problem with the different of the religion, but after arising arrangement until recent positive law in Indonesia is a existence of the definition of marriage in article 1 of the law Number 1/ 1974 about Marriage that stating “marriage was born inner ties between a man with a woman as husband and wife with the aim of forming a family (of a household) happy and eternal based on God". Based on that, the writer will analyze the determination of District Court Number 112/Pdt.P/2008/PN.Ska will be associated with the regulations such as Act Number 1 of 1974, Act Number 23 of 2006. The methodology in this study use juridical normative with data source through the study of librarianship. The results of this research is that law Number 23 of 2006 about the Residency and Changed to Administration of Act No. 24-2013 about changes of Act Number 23 of 2006 about the Administration of the Population here, currently used to have the marriage of difference religious request."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57174
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ade Yasmine
"Kasus pembatalan perkawinan terjadi hampir di Pengadilan Agama di seluruh Indonesia, hal ini terjadi karena masing-masing suami isteri memiliki karakter dan keinginan yang berbeda. Pembatalan perkawinan pada pengadilan agama Jakarta Selatan dan Putusan Mahkamah Agung Cimahi Bandung merupakan pembatalan yang tidak bisa dihindari. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam akibat hukum terhadap hak anak akibat pembatalan perkawinan adalah statusnya jelas merupakan anak sah. Sedangkan terhadap hubungan suami-isteri putusan pembatalan perkawinan maka perkawinan mereka dianggap tidak pernah terjadi. Putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Agama tentang pembatalan perkawinan sudah sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya pembatalan perkawinan adalah mengoptimalkan peran KUA dalam menjalankan perannya yaitu memeriksa kelengkapan administrasi pendaftaran dan melakukan pemeriksaan status atau kebenaran data dan peran majelis hakim dapat mendamaikan suami isteri dengan mengupayakan perdamaian melalui mediasi. Kendala yang dihadapi dalam menghindari pembatalan adalah kendala administratif dan kendala psikologis.
Marriage annulment cases occur almost religious courts in Indonesia, this occurs because the husband and wife each have a different character and desire. Annulment of marriage on religious courts Kediri, South and Supreme Court decisions are unavoidable cancellation. According to Law Number 1 of 1974 concerning marriage and Islamic Law Compilation legal consequences for children's rights is due to the cancellation of marriage status is clearly a legitimate child. While the husband-wife relationship marriage annulment decision then their marriage is considered never happened. Decision of the Supreme Court and Religion of the cancellation of the marriage was in accordance with Islamic law and the Act Number 1 of 1974 On marriage. Efforts to do to avoid the cancellation of marriage is to optimize the role of KUA in their role Checking the completeness of registration and inspection status / accuracy of data and the role of judges to reconcile husband and wife with work for peace through mediation. Constraints faced in avoiding cancellation is administrative constraints and psychological constraints."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33144
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Inggrid Istami
"Tradisi pengangkatan anak (adopsi) di kalangan masyarakat Indonesia tumbuh dengan berbagai aturan dan sistem hukum di Indonesia. Pengaturan tentang adopsi diatur dalam beberapa aturan hukum, seperti Staatsblad 1917 Nomor 129, hukum Islam, hukum adat dan Peraturan Pemerintah tentang Pengangkatan Anak. Tulisan ini akan membahas mengenai bagaimana pengangkatan anak menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan Indonesia dan apakah penetapan Pengadilan Agama Cilegon No. 40/Pdt.P/2012/PA.Clg telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk pembuatan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif.
Sebagai kesimpulannya, pengangkatan anak dalam hukum Islam masuk dalam jenis pengangkatan anak minus plena sedangkan pengangkatan anak pada Staatblaad 1917 No. 129 termasuk jenis pengangkatan anak plena. Terkait dengan penetapan pengangkatan anak yang dikeluarkan Pengadilan Agama Cilegon, putusan tersebut belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan pengangkatan anak di Indonesia karena terdapat persyaratan pengangkatan anak yang belum terpenuhi.
Indonesian people had known adoption as a tradition in the various rules of law. The regulations of adoption is stipulated in several regulation among others 1917 No. 129, Islamic law, customary law, and Indonesian law. This paper will discuss about child adoption according to Islamic law and Indonesian law and whether Cilegon‟s Religious Court Decision No. 40/Pdt.P/2012/PA.Clg is in line with the prevailing laws. For this paper, the writer use normative method. As a conclusion, adoption in Islamic law included in minus plena adoption whereas in 1917 No. 129 it is plena adoption. Regarding Cilegon‟s Religious Court Decision, it hasn‟t complied with the prevailing laws on child adoption."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56107
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aqmarina Wiranti
"Skripsi ini membahas pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah. KHI mengatur bahwa wali nikah merupakan salah satu rukun yang ada dalam perkawinan. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif yang dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara dan tipologi bersifat deskriptif analitis. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan pembatalan perkawinan, bagaimana akibat pembatalan perkawinan dan apakah tepat pertimbangan hakim dalam pembatalan perkawinan pada Putusan Pengadilan Agama Bekasi Nomor 1359/Pdt.G/2011/PA.Bks.
Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah perkawinan yang dilakukan tanpa adanya wali nikah yang sah adalah bertentangan dengan UU Perkawinan, KHI dan Hukum Islam sehingga dapat dibatalkan. Putusan pembatalan perkawinan menyebabkan hak dan kewajiban antara suami isteri menjadi hapus dan perkawinan mereka dianggap batal, namun tetap ada harta bersama. Anak yang lahir dari perkawinan yang dibatalkan tetap menjadi anak sah dari kedua orangtuanya. Putusan Hakim PA Bekasi Nomor 1359/Pdt.G/2011/PA.Bks adalah tepat.
This thesis examines the annulment of marriage caused by the illegal status of the marriage trustee. The Compilation of Islamic Law regulates that the marriage trustee is one of the rukun existed in marriage. In conducting this research, the writer uses juridic-normative research method with literature study and interview and the typology is descriptive analytical. The issues in this undergraduate thesis are how the regulation of marriage annulment, how the consequence of the marriage annulment and whether the judges sentence of religious court of Bekasi No. 1359/Pdt.G/2011/PA.Bks is already appropriate and correct or not. The conclusion of such issues is that the marriage conducted without legal marriage trustee is contradicted with the Marriage Law, the Compilation of Islamic Law and the Islamic Law so that it can be annulled. The marriage annulment decision causes the rights and obligations between husband and wife whose marriage are annulled become no longer exist, the marriage is annulled, but there is still joint property between them. A child born from that annulled marriage are still legitimate child of both parents. Judge’s sentence of Religious Court of Bekasi No. 1359/Pdt.G/2011/PA.Bks is correct and appropriate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S60520
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Anggi Maisarah
"Di Indonesia, murtadnya salah satu pihak sepanjang perkawinan sering kali menimbulkan permasalahan hukum. Hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini, yang menelaah secara mendalam seperangkat peraturan yang mengatur tentang akibat murtad terhadap perkawinan, yaitu berdasarkan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Penelitian yuridis normatif ini juga menganalisis akibat murtad terhadap perkawinan pada putusan Pengadilan Agama Nomor 2390/Pdt.G/2013/PA.Dpk dan Nomor 695/Pdt.G/2012/PA.JP berdasarkan pada ketentuan yang diatur dalam norma hukum yang dimaksud. Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak diatur secara eksplisit akibat murtadnya salah satu pihak dalam perkawinan. Namun, Pasal 27 (2) undang-undang ini dapat disimpulkan bahwa orang yang telah menjadi muallaf ternyata mengakui tidak pernah muallaf, itu artinya secara Islam dikatakan murtad. Inilah yang menjadi dasar bahwa murtad berakibat pembatalan perkawinan jika peralihan agama itu adalah sebuah kebohongan. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam, akibat murtad terhadap perkawinan yaitu pembatalan perkawinan dan perceraian. Akibat murtad dalam pembatalan perkawinan dan perceraian ini adalah status dan pemeliharaan anak, harta bersama, masa tunggu dan nafkah keluarga. Oleh karena kedua pasangan dalam putusan tersebut belum memiliki anak, maka akibat hukum yang timbul bagi para pihak yaitu mengenai pembagian harta bersama dan masa idah. Pembagian harta bersama dibagi masing-masing seperdua atau berdasarkan pada hukum lain yang ditentukan atau diperjanjikan lain. Masa tunggu yang berlaku terhadap istri adalah 90 (sembilan puluh) hari setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap jika keduanya telah berhubungan dan tidak ada masa idah jika keduanya belum pernah berhubungan badan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55985
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rendy Susanto
"Pada kenyataannya terdapat pembatalan perjanjian kawin yang dikabulkan oleh Hakim. Dikabulkannya pembatalan perjanjian kawin membawa akibat terciptanya kembali persatuan harta bulat di antara suami dan istri, kecuali harta bawaan masing-masing yang dibawa ke dalam perkawinan dan masing-masing pihak tetap bertanggung jawab atas hutang yang pernah ditimbulkannya kepada pihak ketiga atau kreditor. Pihak kreditor berhak untuk mengambil kekurangan pelunasan dari persatuan harta bulat.
Hingga kini belum terdapat kepastian hukum mengenai pembatalan perjanjian kawin, sehingga dikabulkan atau tidak dikabulkannya pembatalan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung berdasarkan pertimbangan hakim.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Pembatalan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung dapat dilakukan dengan cara permohonan atau mengajukan gugatan kepada hakim dengan alasan-alasan tertentu yang nantinya akan dipertimbangkan terlebih dahulu oleh hakim.
In reality there is a cancellation of the prenuptial agreement which was granted by Judge. The granting of the cancellation of the prenuptial agreement bring back unity round assets in between husband and wife, except the inherent assets of each are brought into the marriage and each party remains liable for debts ever caused to third parties or creditors. The creditor is entitled to take shortfall repayment of unity round the property.Until now there has been no legal certainty regarding the cancellation of the prenuptial agreement, so that the granting or refusal of cancellation of the prenuptial agreement after the marriage takes place based on the consideration of judges.The method used is qualitative normative juridical approach. Cancellation of the prenuptial agreement after the marriage can be done by way of a petition or file a lawsuit to judge the specific reasons which will be considered first by the judge."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45175
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nurul Ikhlas Husein
"Perjanjian perkawinan yang mengatur mengenai harta benda perkawinan suami isteri tidak begitu dikenal oleh masyarakat muslim di Indonesia sebagai subyek hukum yang tunduk pada hukum Islam, sehingga jarang dilakukan karena kurangnya sosialisasi dan pemahaman mengenai hal tersebut. Dalam penelitian tesis ini, dibahas mengenai bagaimana kedudukan hukum perjanjian perkawinan antara subyek hukum beragama Islam menurut hukum Islam, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU Perkawinan), dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) serta bagaimana akibat hukum dari perjanjian perkawinan antara subyek hukum beragama Islam yang tidak didaftarkan terhadap pembagian harta bersama dalam perceraian, dengan menganalisis kasus Putusan Nomor 0502/Pdt.G/2013/PA JS dan kesesuaian putusan tersebut dengan hukum Islam, UU Perkawinan, dan KHI. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Pada prinsipnya, hukum dasar dari membuat perjanjian perkawinan dalam Islam adalah mu?bah (boleh) sepanjang perjanjian tersebut tidak berisi hal-hal yang dilarang atau diharamkan syariat Islam (Surat Al-Maidah ayat 1). UU Perkawinan mengaturnya dalam Pasal 29 dan diatur lebih lanjut dalam Pasal 45 -52 KHI khusus bagi orang-orang yang beragama Islam (subyek hukum beragama Islam). Pasal 29 UU Perkawinan mengatur bahwa perjanjian perkawinan harus didaftarkan/disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Akibat hukum dari perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan adalah tetap mengikat kedua belah pihak, namun tidak mengikat pihak ketiga. Perjanjian perkawinan tersebut dapat disahkan oleh hakim sepanjang isi perjanjiannya memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dan bagi kedua belah pihak perjanjian perkawinan tersebut tetap berlaku sebagai undang-undang (Pasal 1338 KUHPerdata).
The prenuptial agreement governing the property of conjugal marriage is not so well known by the moslems community in Indonesia as subjects of law subject to Islamic law, so it is rarely done due to lack of awareness and understanding on the matter. In the thesis, explained about how the legal position of the prenuptial agreement between the moslems legal subjects according to Islamic law, the law of marriage no. 1/1974 and compilation of Islamic law, as well as how the legal consequences of the prenuptial agreement between the moslems legal subjects which is not registered to the division of joint property in divorce, by analysing the verdict no. 0502/Pdt.G/2013/PA JS and the verdict conformity with Islamic law, the law of marriage no. 1/1974 and compilation of Islamic law. This thesis uses literature research method that is juridical normative. In principle, the basic law of making prenuptial agreement in Islam is mu?bah (allowed) as long as the agreement does not contain things that are prohibited or forbidden by Islamic shariah (Surah Al-Maidah ayah 1). The marriage law set down in Article 29 and further stipulated in Article 45-52 in compilation of Islamic, specifically for moslems (moslems legal subjects). Article 29 of the marriage law stipulates that the prenuptial agreement to be registered/authorized by the marriage registrar employees. The legal consequences of prenuptial agreements that are not registered are still binding on both sides of husband and wife, but does not bind third parties. The prenuptial agreement can be ratified by the judge throughout the content of the agreement meets the provisions of Article 1320 BW and for both sides of the prenuptial agreement is still valid as a law (Article 1338 BW)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44806
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library