Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165272 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firdha Novha Nur Hassanah
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara dimensi metakognisi dan dimensi creative self-efficacy (CSE) pada guru sekolah dasar (SD). Metakognisi didefinisikan sebagai kesadaran individu terhadap proses kognitif dan afektif yang terjadi pada dirinya, serta kemampuan individu dalam meregulasi setiap proses tersebut untuk mencapai sebuah tujuan tertentu (Flavell, 1979). CSE merupakan keyakinan terhadap keadaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk melakukan tugas spesifik, yang membutuhkan produksi solusi-solusi baru, orisinal, dan sesuai (Abbott, 2010). Penelitian ini memiliki hipotesis bahwa metakognisi memiliki korelasi yang signifikan terhadap CSE. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian terhadap 93 guru sekolah dasar (SD). Alat ukur metakognisi yang digunakan adalah Metacognitive Awareness Inventory for Teacher (MAIT) (Balcikanli, 2011), sedangkan alat ukur CSE yang adalah Revised Model Creative Thinking Self-Efficacy (CTSE) II & Creative Performance Self-Efficacy (CPSE) II Inventories (Abbott, 2010). Melalui teknik statistik Pearson Correlation, ditemukan hubungan yang positif dan signifikan antara masing-masing dimensi dari metakognisi, yaitu metacognitive knowledge dan metacognitive regulation dengan dimensi dari CSE, yaitu CTSE dan CPSE. Berdasarkan hasil temuan tersebut, peneliti menyarankan kepada para guru untuk memerhatikan kemampuan metakognisi yang terjadi saat mengajar di dalam kelas, juga bagi pihak sekolah untuk memberikan pelatihan kepada para guru mengenai strategi pembelajaran tertentu guna meningkatkan keyakinan diri dalam mengekspresikan kreativitas di kelas.

This research was conducted to find the relationship between dimension metacognition and dimension creative self-efficacy (CSE) among elementary teacher. Metacognition is defined as awareness of one’s knowledge, concerning one’s own cognitive processes and affective states, and the ability to consciously deliberately monitor and regulates on which they bear, usually in the service of some concrete goals or objectives (Flavell, 1979). Meanwhile, CSE is an individual’s state-like belief in his or her own ability to perform the specific tasks required to produce novel, original, and appropriate solutions (Abbott, 2010). This study hypothesized that metacognition correlates significantly with CSE. There are 103 elementary teacher participated in this study. Metacognition is measured with Metacognitive Awareness Inventory for Teacher (MAIT) (Balcikanli, 2011), and CSE is measured with Revised Model Creative Thinking Self-Efficacy (CTSE) II & Creative Performance Self-Efficacy (CPSE) II Inventories (Abbott, 2010). The Pearson Correlation indicates that each dimension of metacognition, consist of metacognitive knowledge and metacognitive regulation is correlates positively and significantly with each dimension of CSE: CTSE and CPSE. Therefore, it is suggested that elementary teachers should know more about their own metacognition, specifically while they’re teaching in a class. In the other side, The Elementary school ought to held an intervention such a training to improve teachers skill of metacognition.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S58640
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karen Manuela Bianca
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara creative self-efficacy CSE dengan innovative work behavior IWB pada guru sekolah Dasar SD . Terdapat dua dimensi dari creative self-efficacy yaitu creative thinking self-efficacy dan creative performance self-efficacy. Innovative work behavior memiliki lima dimensi yaitu opportunity exploration, idea generation, idea promotion, idea realization dan reflection. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan pengambilan data menggunakan survei. Pengukuran CSE menggunakan alat ukur Revised Model of CTSE II and CPSE II yang disusun oleh Abboutt 2010 dan pengukuran IWB menggunakan Innovative Work Behavior Scale yang disusun oleh Messmann dan Mulder 2012 . Partisipan penelitian ini berjumlah 105 guru SD. Teknik statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah Pearson Correlation. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dimensi dari creative self-efficacy yatu creative thinking self-efficacy da creative performance self-efficacy secara keseluruhan memiliki hubungan yang signifikan dengan keseluruhan dimensi dari innovative work behavior yang dilihat dari korelasi tiap dimensi. Diharapkan dengan tingginya nilai creative self-efficacy, innovative work behavior pada guru juga semakin tinggi.

This research was conducted to examine the relationship between creative self efficacy and innovative work behavior among elementary school teacher. Creative self efficacy consists of two dimensions, creative thinking self efficacy and creative performance self efficacy. Innovative work behavior consists of five dimensions, which is opportunity exploration, idea generation, idea promotion, idea realization, and reflection. Creative self efficacy was measured using Revised Model of CTSE II and CPSE II and innovative work behavior was measured using Innovative Work Behavior Scale. Total participant of this study was 105 elementary school teacher. Pearson Correlation was used to measure the correlation in this research. Results indicated that creative self efficacy's dimensions, which is creative thinking self efficacy and creative performance self efficacy are related to all of innovative work behavior's dimensions. Teacher with high creative self efficacy are expected to have high innovative work behavior.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulinda Dwintasari
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara traits dan creative selfefficacy (CSE) pada guru TK. Traits adalah dimensi dari perbedaan kecenderungan individu untuk menunjukan pola pemikiran, perasaan dan tindakan yang konsisten (McCrae dan Costa, 2003). Sementara itu, CSE merupakan keyakinan yang sementara pada individu mengenai kemampuan dirinya untuk melakukan tugas spesifik tertentu yang membutuhkan produksi solusi-solusi baru, orisinal, atau sesuai.
Pengukuran traits menggunakan alat ukur IPIP (Goldberg, 1999) dan pengukuran CSE menggunakan alat ukur Revised Model Creative Thinking Self-Efficacy (CTSE) II & Creative Performance Self-Efficacy (CPSE) II Inventories (Abbott, 2010) yang telah diadaptasi oleh peneliti. Partisipan berjumlah 112 orang guru TK yang berusia 20-60 tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan negatif signifikan antara trait neuroticism dan CTSE, serta terdapat hubungan positif signifikan antara trait extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness dengan CTSE dan CPSE. Namun demikian, pada trait neuroticism tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan dengan CPSE. Berdasarkan hasil tersebut, perlu dilakukan screening kepribadian ketika perekrutan guru TK. Selain itu, guru TK juga dapat diberi intervensi sejak dini untuk meningkatkan CSE.

This research was conducted to find the correlation between nature traits and creative self-efficacy (CSE) in kindergarten teachers. Traits is dimensions of individual differences in tendencies to show consistent patterns of thoughts, feelings and actions (McCrae & Costa, 2003). Meanwhile CSE is an individual's state-like belief in his or her own ability to perform the specific tasks required to produce novel original, or appropiate solutions (Abbott, 2010).
Traits was measured using an adaptation instrumen named IPIP (Goldberg, 1999) and CSE was measured using an adaptation instrument named Revised Model Creative Thinking Self-Efficacy (CTSE) II & Creative Performance Self-Efficacy (CPSE) II Inventories (Abbott, 2010). The respondent of this research are 112 kindergarten teachers.
The results of this research show that trait neuroticism negative correlated significantly with CTSE and the trait extraversion, openness to experience, agreeableness and conscientiousness positive correlated significantly with CTSE and CPSE. But there is no significant correlation between trait neuroticism and CPSE. Based on these results, kindergarten ought to held a personality screening in teacher's recruitment and give intervention, such as training or seminar to teachers that can increase creative self-efficacy.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S58801
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifah Fawzia
"Implementasi integrasi teknologi khususnya di bidang pendidikan di Indonesia penting untuk dilaksanakan, namun masih ditemukan guru-guru yang belum terbuka terhadap perubahan dan tidak yakin akan kemampuannya untuk mengintegrasikan teknologi di dalam kelas. Penelitian korelasional ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterbukaan terhadap perubahan dan self-efficacy for technology integration pada guru sekolah dasar (SD). Sebanyak 88 guru SD yang berasal dari empat SD Negeri di Jakarta dan empat SD Negeri di Bogor berpartisipasi pada penelitian ini.
Alat ukur yang digunakan adalah Computer Technology Integration Survey (CTIS) yang diadaptasi dari Wang, Ertmer, dan Newby (2004) untuk mengukur self-efficacy for technology integration dan The Innovativeness Scale (TIS) yang diadaptasi dari Van Braak (2001) untuk mengukur keterbukaan terhadap perubahan, yang terdiri dari faktor technological innovativeness dan faktor general innovativeness.
Hasil Pearson Correlation menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara technological innovativeness (r = 0,366, p < 0,01) maupun general innovativeness (r = 0,406, p < 0,01) dan self-efficacy for technology integration pada guru SD di Jakarta dan Bogor. Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan kepada sekolah dan pemerintah untuk memberikan pelatihan yang dapat meningkatkan keterbukaan terhadap perubahan dan keyakinan untuk mengintegrasikan teknologi pada guru sekolah dasar.

Implementation of the technology integration especially in the field of education in Indonesia is important to be implemented, but still found the teachers were not yet open to change and are not confident in their ability to integrate technology in the classroom. This correlational study aims to seek the relationship between openness to change and self-efficacy for technology integration among elementary teacher.
Computer Technology Integration Survey (CTIS) was used to assess self-efficacy for technology integration (Wang, Ertmer, & Newby, 2004) and The Innovativeness Scale (TIS) was used to assess openness to change that consists of technological innovativeness factor and general innovativeness factor (Van Braak, 2001). 88 elementary teachers from four public elementary schools in Jakarta and four public elementary schools in Bogor participated in this study.
The result of this study showed a positive and significant correlation between technological innovativeness and self-efficacy for technology integration (r = 0,366, p < 0,01) and also between general innovativeness and self-efficacy for technology integration (0,406, p < 0,01) among elementary teacher in Jakarta and Bogor area. Based on this result, it is suggested for school and government to provide technology training for elementary teacher in order to improve their openness to change and self efficacy to integrate technology.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60665
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dwi Astuti
"Penelitian korelasional ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara computer anxiety dan computer self-efficacy pada guru sekolah dasar (SD). Computer anxiety didefinisikan sebagai rasa takut dan khawatir untuk melakukan kesalahan saat menggunakan komputer (Heinssen, Glass, & Knight, 1987), sedangkan computer self-efficacy didefinisikan sebagai keyakinan individu atas kemampuannya dalam menggunakan komputer (Compeau & Higgins, 1995). Data yang diperoleh dari 128 guru sekolah dasar (SD) di Kota Bogor menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara computer anxiety dan computer self-efficacy (r=-0,393) pada L.o.S 0,01. Hal ini berarti guru sekolah dasar yang memiliki kecemasan yang tinggi dalam menggunakan komputer memiliki keyakinan yang rendah dalam penilaian kemampuan dirinya menggunakan komputer. Pengukuran dilakukan menggunakan alat ukur Computer Anxiety Rating Scales (CARS) dari Heinssen, Glass, & Knight, (1987) dan Computer Self-Efficacy dari Compeau & Higgins (1995) yang telah diadaptasi. Implikasi dari penelitian ini adalah perlu adanya perhatian dan tindak lanjut dari seluruh pihak untuk menurunkan tingkat kecemasan guru sekolah dasar dalam menggunakan komputer agar guru dapat menjalankan fungsi dan tugas secara optimal.

This correlational research was conducted to find the correlation between computer anxiety and computer self-efficacy among elementary teacher. Computer anxiety is defined as fear and worry to make a mistake while using the computer (Heinssen, Glass, & Knight, 1987). Computer self-efficacy is defined as judgement of one?s capability to use a computer (Compeau & Higgins, 1995). Computer anxiety was measured using Computer Anxiety Rating Scales (CARS) (Heinssen, Glass, & Knight, 1987) and computer self-efficacy was measured using Computer Self-Efficacy (Compeau & Higgins, 1995). Data was collected from 128 elementary teachers in Bogor area and main result shows that there is a significant negative correlation between computer anxiety and computer self-efficacy (r=-0,393) at L.o.S 0,01. This result means that elementary teacher who have low computer anxiety will have high computer self-efficacy. The impilcations of this research are computer anxiety in elementary teacher is expected to be reduced and a concern for techers, the schools, and goverment to optimizing the duties and functions of teachers.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60651
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Meinaldy
"Penelitian korelasional ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara attributional feedback yang diberikan guru dan creative selfefficacy pada pelajar sekolah menengah pertama. Attributional feedback didefinisikan sebagai umpan balik yang menghubungkan kesuksesan atau kegagalan dengan satu atau lebih penyebab (Schunk, 1987), sedangkan creative self-efficacy didefinisikan sebagai keyakinan yang bersifat sementara pada individu mengenai kemampuannya untuk melakukan tugas spesifik yang membutuhkan produksi solusi-solusi baru, orisinal, dan sesuai (Abbott, 2010). Pengukuran teacher attributional feedback dilakukan dengan alat ukur Teacher Feedback Scale (Burnett, 2002) dan pengukuran creative self-efficacy dilakukan dengan alat ukur Revised Model CTSE & CPSE II (Abbott, 2010). Data didapat dari 154 orang partisipan pelajar sekolah menengah pertama di Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif signifikan antara teacher effort feedback (r = 0,549) maupun teacher ability feedback (r = 0,542) dan creative thinking self-efficacy serta antara teacher effort feedback (r = 0,495) maupun teacher ability feedback (r = 0,489) dan creative performance self-efficacy, seluruhnya pada L.o.S. 0,01. Berdasar pada hasil penelitian, peneliti menyarankan pihak guru dan sekolah untuk berupaya memberikan attributional feedback yang tepat dan sesuai kepada pelajar sekolah menengah pertama dalam rangka mengembangkan creative self-efficacy pelajar untuk menghasilkan lulusan yang kreatif.

This correlational research was conducter to find the correlation between teacher attributional feedback and creative self-efficacy on junior high school students. Attributional feedback is defined as feedback which links students’ successes and failures with one or more causes (Schunk, 1987). Creative self-efficacy is defined as individual’s state-like belief in his or her own ability to perform specific tasks required to produce novel, original, or appropriate solutions (Abbott, 2010). Teacher attributional feedback was measured using Teacher Feedback Scale (Burnett, 2002) and creative self-efficacy was measured using Revised Model CTSE & CPSE II (Abbott, 2010). Data was collected from 154 junior high school students in Jakarta.
The main result shows that there are significant positive correlations between teacher effort attributional feedback and creative thinking self-efficacy (r = 0,549), between teacher ability attributional feedback and creative thinking self-efficacy (r = 0,542), between teacher effort attributional feedback and creative performance self-efficacy (r = 0,495), and also between teacher ability attributional feedbackand creative performance self-efficacy (r = 0,489) at L.o.S 0,01. Based on this result, it is suggested for teachers and schools to provide proper attributional feedbacks for the students in order to improve students’ creative self-efficacy and students’ creativity as well.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S58359
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puput Mariyati
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara traits dan teacher efficacy pada guru sekolah alam di jenjang pendidikan dasar. Pengukuran traits menggunakan alat ukur NEO-PI (McCrae & Costa, 2003) yang telah dimodifikasi oleh peneliti dan pengukuran teacher efficacy menggunakan alat ukur teacher efficacy scale (Tschannen-Moran, Woolfolk Hoy & Hoy‟s, 1998). Partisipan berjumlah 42 orang guru sekolah alam yang memiliki karakteristik telah mengajar minimal 1 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara trait neuroticism dan teacher efficacy (r = -.537; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi trait neuroticism guru sekolah alam, maka semakin rendah teacher efficacy yang dimilikinya. Hasil yang berbeda ditemukan pada korelasi antara trait extraversion, openness to experience, agreeableaness, conscientiousness dan teacher efficacy yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan (r = .402, p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01 untuk trait extraversion; r = .464, p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01 untuk trait openness to experience, r = .579, p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01 untuk trait agreeableaness, r = .693, p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01 untuk trait conscientiousness). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi trait extraversion, openness to experience, agreeableaness, dan conscientiousness guru sekolah alam, maka semakin tinggi pula dalam menampilkan teacher efficacy. Berdasarkan hasil tersebut, perlu dilakukan screening kepribadian ketika perekrutan guru sekolah alam. Selain itu, guru sekolah juga perlu diberi intervensi sejak dini untuk meningkatkan teacher efficacy.

Abstract
This research was conducted to find the correlation between nature traits and teacher efficacy in hatural schools teachers. Traits was measured using a modification instrument named NEO-PI (McCrae & Costa, 2003) and teacher efficacy was measured using a modification instrument named teacher efficacy scale (Tschannen-Moran, Woolfolk Hoy & Hoy‟s, 1998). The participants of this research are 42 teachers of natural schools who have teaching experince minimal one year. The main results of this research show that trait neuroticism negatively correlated significantly with teacher efficacy (r = -.537; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). This is mean that higher trait neuroticism of natural school‟s teachers, so their teacher efficacy will be lower. But, another traits (extraversion, openness to experience, agreeableaness, conscientiousness) show that they are positively correlated significantly with teacher efficacy (r = .402, p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01 for trait extraversion, r = .464, p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01 for trait openness to experience, r = .579, p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01 for trait agreeableaness, r = .693, p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01 for trait conscientiousness). This is mean that higher trait extraversion, openness to experience, agreeableaness, conscientiousness of natural school‟s teachers, so their teacher efficacy will be higher too. Based on these results, natural school ought to held a personality screening in recruitment and give intervention, such as training or seminar to teachers that can increase teacher efficacy."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sony Setyanto Wibowo
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara teacher efficacy kepuasan kerja pada guru SD Negeri inklusi. Partisipan penelitian ini adalah guru SD Negeri inklusi yang berada di wilayah JABODETABEK sebanyak 77 orang. Kepuasan kerja diukur dengan menggunakan alat ukur yang dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan instrumen JSS (Job Satisfaction Survey) yang dikembangkan oleh Paul E. Spector (1985) yang terdiri atas sembilan aspek kepuasan kerja seperti gaji, kenaikan pangkat, atasan, imbalan, penghargaan, kondisi operasi kerja, Rekan kerja, pekerjaan itu sendiri dan komunikasi. Teacher efficacy diukur dengan menggunakan alat ukur yang dimodifikasi oleh Winafaisal (2010) berdasarkan instrumen OSTES (Ohio State Teacher Efficacy Sense) yang dikembangkan oleh Tschannen-Moran & Woolfolk Hoy (2001) dengan tiga dimensi yakni Efficacy in Student Engagement, Efficacy in Instructional Strategies dan Efficacy in Classroom.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dan teacher efficacy mengunakan teknik korelasi pearson (r = 0.249). Aspek nature of work pada kepuasan kerja juga memiliki korelasi positif dengan teacher efficacy (korelasi parsial = 0,336). Implikasi dari penelitian ini penting bagi pengembangan dunia pendidikan inklusi di Indonesia khususnya yang berkaitan dengan teacher efficacy dan kepuasan kerja bagi guru sekolah dasar negeri inklusi.

The purpose of this study is to find out whether there is any between teacher efficacy and job satisfaction among public inclusive elementary school teachers. Participants of this study are inclusive public elementary school teacher located around JABODETABEK. Job satisfaction was measured by instrument modified by researcher based on JSS (Job Satisfaction Survey) which originally developed by Paul E. Spector (1985) with nine aspect of job satisfaction (Pay, Promotion, Supervision, Fringe Benefit, Contingen reward, Operating condition, Co-worker, Nature of work and Communication). Teacher efficacy was measured by instrument modified by Winafaisal (2010) based on OSTES (Ohio State Teacher Efficacy Sense) originally developed by Tschannen-Moran & Woolfolk Hoy (2001) with three dimention (Efficacy in Student Engagement, Efficacy in Instructional Strategies and Efficacy in Classroom Management).
This current study shows that there is a significant correlation between job satisfaction and teacher efficacy using Pearson Correlation (r=0,249). The nature of work aspect in job satisfaction also has positive correlation with instructional engagement aspect in teacher efficacy (partial correlation= 0,336). This study has important implications for the development of inclusive education in Indonesia, particularly those related to teacher efficacy and job satisfaction for public inclusive elementary school teachers."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S44869
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Setiadi
"Pendidikan memegang peranan penting dalam mengembangkan kreativitas siswa. Iklim sekolah kreatif dan efikasi diri guru merupakan faktor utama yang dapat memengaruhi perkembangan kreativitas siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh efikasi diri guru dalam memediasi iklim sekolah kreatif dan perilaku guru membina kreativitas pada siswa sekolah dasar. Penelitian dilakukan kepada 118 guru sekolah dasar di Jabodetabek. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah CFTI Scales (Soh, 2000), R-SLEQ (Johnson et al., 2007), dan I-TSES (Rahayu & Wangid, 2021). Hasil penelitian menunjukkan terdapat full mediation pada hubungan iklim sekolah kreatif dan perilaku guru membina kreativitas siswa yang dimediasi oleh efikasi diri guru. Hal ini menunjukkan bahwa iklim sekolah kreatif dapat memengaruhi perilaku guru membina kreativitas apabila dimediasi oleh efikasi diri guru. Implikasi dari penelitian menekankan bahwa sekolah harus membentuk iklim pembelajaran kreatif dan guru perlu memiliki efikasi diri yang baik agar dapat mengembangkan kreativitas siswa.

Education plays a vital role in developing students' creativity. Creative school climate and teacher self-efficacy are the main factors that can influence the development of student creativity. This study aims to determine the effect of teacher self-efficacy in mediating creative school climate and creativity fostering teacher behavior in elementary school students. The study was conducted on 118 elementary school teachers in Jabodetabek. The measuring instruments used in this study are CFTI Scales (Soh, 2000), R-SLEQ (Johnson et al., 2007), and I-TSES (Rahayu & Wangid, 2021). The results showed that there was full mediation in the relationship between creative school climate and creativity fostering teacher behavior mediated by teacher self-efficacy. This shows that creative school climate can creativity fostering teacher behavior when mediated by teacher self-efficacy. The implication of the study emphasizes that schools should establish a creative learning climate and teachers need to have good self-efficacy in order to develop students' creativity."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Nurlaela Anggraeni
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self efficacy dan burnout guru dalam mengajarkan pendidikan kesehatan reproduksi pada siswa berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusif. Pengukuran self efficacy menggunakan alat ukur yang telah dikembangkan, yaitu Norwegian Teacher Self Efficacy for Reprodutive Health Education Scale (NTSES-RHE) dan pengukuran burnout menggunakan alat ukur hasil adaptasi Maslach Burnout Inventory (MBI).
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif signifikan semua dimensi pada self efficacy dengan personal accomplishment pada burnout; keeping discipline pada self efficacy dengan semua dimensi pada burnout. Tidak terdapat perbedaan tingkat self efficacy pada guru berdasarkan data demografis; terdapat perbedaan tingkat burnout pada guru berdasarkan jenis kelamin, lama mengajar, dan pengalaman pelatihan inklusif. Dengan kata lain, kurangnya keyakinan guru dalam mengajarkan pendidikan kesehatan reproduksi cenderung membuat guru memunculkan perasaan kurang efektif pada dirinya dan ketidakyakinanan guru membuat siswa patuh paling berpotensi memunculkan burnout. Pemberian pelatihan kepada guru dalam mengajarkan pendidikan kesehatan reproduksi dapat meningkatkan self efficacy guru dalam mengajarkan pendidikan kesehatan reproduksi; membantu guru menegakkan disiplin dapat menurunkan burnout guru di sekolah dasar inklusif.

This research was conducted to study the correlation between self efficacy and burnout among teacher in teaching reproductive health education to special need students at inclusive elementary school. Self efficacy was measured using a developed instrument named Norwegian Teacher Self Efficacy for Reproductive Health Education Scale (NTSES-RHE); and burnout was measured using a modification instrument named Maslach Burnout Inventory (MBI).
The results showed negative significant correlation between all of self efficacy dimentions and personal accomplishment in burnout; keeping discipline in self efficacy with all of burnout dimentions. There is no difference in teacher self efficacy level according to demographic data. There are differences in teacher burnout level according to gender, length of teaching, and inclusive training experience. It means, the lack of teacher self efficacy in teaching reproductive health education tend to make teacher feel uneffective; the lack of keeping discipline is the most potential burnout cause. Giving a reproductive health education training can improve teacher self efficacy in teaching reproductive health education; and help teacher keep discipline can reduce teacher burnout at inclusive elementary school."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>