Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 495 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kresno Mulyadi
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013
616.858 82 KRE a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Peeters, Theo
Jakarta : Dian Rakyat, 2004
616.898 2 PEE a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Meilany
"Latar Belakang. Anak dengan Spektrum Gangguan Autisme (SGA) seringkali mengalami gangguan gerak halus, yang dapat menimbulkan hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari serta mengganggu performa sekolah. Hingga saat ini belum ada data mengenai prevalens maupun gambaran gangguan gerak halus pada anak SGA di Indonesia, termasuk dampaknya terhadap performa sekolah.
Tujuan. Mengetahui prevalens gangguan gerak halus anak SGA, mengetahui gambaran gangguan gerak halus anak SGA, mengetahui dampak gangguan gerak halus terhadap performa sekolah anak SGA.
Metode. Penelitian analitik potong lintang dilakukan sejak bulan Januari sampai Mei 2014. Subjek anak SGA didapatkan dari Klinik Anakku CMC Kayu Putih. Subjek pada kelompok kontrol dari sebuah sekolah swasta yang telah dilakukan matching usia dan jenis kelamin dengan kelompok SGA. Terhadap subjek penelitian dilakukan pemeriksaan keterampilan gerak halus dengan BOT-2 dan penilaian performa fungsional sekolah melalui pengisian kuesioner SFA oleh guru atau terapis.
Hasil. Subjek penelitian pada kelompok SGA dan kelompok kontrol masing- masing berjumlah 43 anak. Prevalens gangguan gerak halus pada kelompok SGA sebesar 91%. Jumlah subjek pada kelompok SGA yang mengalami gangguan gerak halus pada komposit fine manual control dan manual coordination, serta subtes fine motor precision, fine motor integration, manual dexterity, dan upper- limb coordination lebih besar dibanding kelompok kontrol, dengan median skor kelompok SGA yang lebih rendah pada semua komposit/subtes dibandingkan dengan kelompok kontrol. Terdapat hubungan bermakna antara gangguan gerak halus kelompok SGA dengan performa fungsional sekolah.
Simpulan. Prevalens gangguan gerak halus anak SGA pada penelitian ini adalah 91%. Gangguan gerak halus yang dialami anak SGA berdasarkan pemeriksaan dengan BOT-2 mencakup komposit fine manual control dan manual coordination, serta subtes fine motor precision, fine motor integration, manual dexterity, dan upper-limb coordination. Pada anak SGA, gangguan gerak halus berhubungan dengan gangguan pada performa fungsional sekolah.

Background. Children with Autism Spectrum Disorders (ASD) often have fine motor impairment, which may present barriers in performing their daily activities and interfere with their school performance. Until now there has been no data on the prevalence and description of fine motor impairment in children with ASD in Indonesia, including its impact on the children’s school performance.
Objective. To determine the prevalence of fine motor impairments in children with ASD, to provide the description of fine motor impairments in children with ASD, and to determine the impact of fine motor impairments on the school performance of children with ASD.
Method. A cross-sectional analytic study conducted from January to May 2014. Subjects were children with ASD from Klinik Anakku CMC Kayu Putih. Subjects in the control group were students from a private school matched by age and sex with the ASD group. Fine motor examination was performed using BOT-2 and assessment of school functional performance was conducted through SFA questionnaires filled by teachers or therapists.
Result. There were 43 subjects each on ASD and control groups. Prevalence of fine motor impairments in children with ASD in this study was 91%. The number of subjects in the ASD group having fine motor impairement on the fine manual control and manual coordination composites, as well as fine precision motors, motors fine integration, manual dexterity, and upper-limb coordination subtests are greater than the control group, with median score of all the composites/subtests lower on ASD group compared to that in the control group. There was a significant correlation between fine motor impairments in ASD children with their school function performance.
Result. Prevalence of fine motor impairments in children with ASD in this study was 91%. Fine motor impairments experienced by children with ASD based on examination using BOT-2 covers fine manual control and manual coordination composites, as well as fine precision motors, motors fine integration, manual dexterity, and upper-limb coordination subtests. In children with ASD, fine motor impairment was associated with disturbances in the school function performance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Karen Kusnadi
"Penyandang autisme dewasa memiliki berbagai kelebihan yang dapat membawa kontribusi positif bagi tempat kerja, seperti sifat detail, rapi, dan terstruktur. Meski demikian, penyandang autisme dewasa dapat memiliki keterbatasan dalam memproses pesan, sehingga memerlukan dukungan lawan bicara untuk melakukan sejumlah akomodasi komunikasi. Penelitian ini, yang mengambil studi kasus program mentorship kerja bagi penyandang autisme dewasa di Microsoft Indonesia, bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi strategi akomodasi komunikasi mentor Microsoft dengan mentee penyandang autisme, dan (2) Menganalisis motivasi di balik akomodasi komunikasi yang mentor Microsoft lakukan dalam berinteraksi dengan mentee penyandang autisme. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan paradigma post positivisme. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kombinasi strategi akomodasi komunikasi asymmetrical convergence, approximation, discourse management, interpretability, psychological accommodation, dan linguistic convergence yang para mentor gunakan mampu membuat proses komunikasi dengan mentee penyandang autisme lebih produktif. Beberapa bentuk akomodasi komunikasi nyata dari strategi-strategi tersebut antara lain (1) Mulai komunikasi dengan mengaitkan topik ke elemen emosional mentee, (2) Lempar pertanyaan terbuka dengan disertai contoh atau opsi, (3) Lakukan check-in dan panggil nama mentee secara berkala di tengah diskusi, (4) Ulangi pesan menggunakan diksi yang sama, dan (5) Berikan instruksi secara jelas dan runut – bisa berdasarkan prioritas, tenggat waktu, dan lain sebagainya.

Adults with autism have various strengths that can bring positive contributions to the workplace, such as being detailed, neat, and structured. However, adults with autism could have limitations in processing messages, so they need support from their conversation partners to make a number of communication accommodations. This study, which took the work mentorship program for adults with autism at Microsoft Indonesia as a case study, aims to (1) Identify the communication accommodation strategies of Microsoft mentors with mentees with autism, and (2) Analyze the motivation behind the communication accommodations that Microsoft mentors make in interacting with mentees with autism. This study is a descriptive qualitative study with a post-positivist paradigm. The results of the study revealed that the combination of communication accommodation strategies of asymmetrical convergence, approximation, discourse management, interpretability, psychological accommodation, and linguistic convergence that the mentors use can make the communication process with mentees with autism more productive. Some forms of real communication accommodation from these strategies include (1) Start communication by linking the topic to the mentee's emotional elements, (2) Throw open questions accompanied by examples or options, (3) Have periodical check in and call the mentee's name in the middle of the discussion, (4) Repeat messages using the same diction, and (5) Give clear and sequential instructions – can be based on priorities, deadlines, and so on."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Primaciptadi
"Tesis ini membahas pemanfaatan neurofeedback (NF) pada anak dengan gangguan spektrum autisme (GSA) di Indonesia, yang selama ini pemanfaatannya masih sangat terbatas, karena terdapat aspek yang belum jelas seperti belum adanya panduan atau konsensus terkait kriteria anak GSA yang mendapatkan manfaat dari NF, jumlah sesi latihan yang optimal, jenis protokol latihan yang optimal serta evaluasi yang perlu dilakukan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode delphi. Telah dilakukan penyusunan kuesioner yang didasarkan pada telaah literatur dan diskusi dengan pembimbing penelitian. Kuesioner yang disusun terdiri dari tujuh bagian dan tiga puluh sembilan pertanyaan. Kuesioner dibagikan kepada enam orang psikiater anak dan remaja yang memenuhi kriteria inklusi. Data yang terkumpul dari kuesioner metode Delphi dianalisis dengan metode kualitatif, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Hasil penelitian menyarankan bahwa dalam pemanfaatan NF pada anak GSA perlu memperhatikan karakteristik anak dengan GSA, riwayat kondisi medik dan psikiatrik, kemampuan berbahasa dan komunikasi, serta tingkat kecerdasan. Selain itu pengaturan ruangan latihan NF, edukasi keluarga, asesmen awal, penyusunan rencana terapi, sesi latihan yang terstruktur dan proses evaluasi yang komprehensif juga perlu diperhatikan untuk optimalisasi hasil tatalaksana NF pada anak GSA. Berdasarkan hasil penelitian, protokol latihan NF pada anak GSA telah berhasil disusun.

This thesis discusses the utilization of neurofeedback (NF) in children with Autism Spectrum Disorder (ASD) in Indonesia, where its application has been very limited. This limitation arises due to unclear aspects such as the absence of guidelines or consensus regarding the criteria for children with ASD who benefit from NF, the optimal number of training sessions, the optimal type of training protocol, and the necessary evaluations. The research employed a qualitative approach using the Delphi method. A questionnaire was developed based on literature reviews and discussions with the research supervisor. The questionnaire consisted of seven sections with thirty-nine questions. It was distributed to six child and adolescent psychiatrists who met the inclusion criteria. Data collected from the Delphi method questionnaire were analyzed qualitatively using data reduction, data display, and conclusion drawing/verification methods. The research findings suggest that the utilization of NF in children with ASD should consider the child's characteristics, medical and psychiatric history, language and communication abilities, as well as intelligence level. Additionally, aspects such as the arrangement of the NF training room, family education, initial assessment, therapy plan development, structured training sessions, and a comprehensive evaluation process need attention to optimize the management outcomes of NF in children with ASD. Based on the research results, a successful NF training protocol for children with ASD has been formulated."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fatharani Nadhira
"ABSTRAK
Anak-anak dengan autisme memiliki defisit pada kemampuan komunikasi dan interaksi sosialnya. Salah satu bentuk defisitnya bahkan tampak dalam kontak sosial sederhana yaitu kurangnya atau tidak adanya kontak mata, padahal kemampuan tersebut diketahui penting bagi anak untuk mengembangkan keterampilan lain yang lebih kompleks, seperti bahasa, kemampuan untuk memperhatikan (attending), bahkan dapat mempengaruhi edukasi dan pemahaman pelajaran anak. Penerapan prompting merupakan salah satu aplikasi modifikasi perilaku yang lazim digunakan untuk membentuk perilaku pada anak dengan autisme.
Penelitian ini bermaksud untuk melihat keberhasilan dari penerapan prompting untuk meningkatkan kontak mata pada anak laki-laki berusia 6 tahun dengan autisme. Hasil studi ini menunjukkan bahwa penerapan prompting dapat meningkatkan kontak mata anak dengan autism.

ABSTRACT
Children with autism experience deficit in social communication and interaction. One of the deficit that is visible even in basic social contact is lack of eye contact. Eye contact is known to be important for children to develop another skill that is more complex, like language, attending skills, and might influence education and understanding of subjects. Prompting is one of the basic procedure in behavior modification known to help improve children with autism, especially in improving eye contact.
Thus, this study is interested to see how the application of shaping to improve eye contact in a 6 years old boy with autism, will work. The result showed that the application prompting did improve eye contact in a child with autism.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Shinta Dewi Prameswari
"Jumlah anak yang didiagnosis dengan Gangguan Spektrum Autisme (GSA) semakin meningkat setiap tahunnya. GSA merupakan suatu gangguan perkembangan yang ditandai dengan adanya gangguan yang bertahan dalam komunikasi dan interaksi sosial, serta munculnya pola tingkah laku, minat, serta aktivitas yang berulang. Menjadi orang tua dari anak dengan Spektrum Autisme (SA) menyajikan tantangan tersendiri. Meski bukan pengasuh utama, ayah juga turut terlibat dalam pengasuhan dan menghadapi berbagai tantangan yang dapat membuat mereka mengalami stres. Namun demikian, penelitian mengenai stres pada ayah yang memiliki anak dengan SA masih terbatas. Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk memeroleh gambaran yang mendalam mengenai stres pengasuhan ayah yang memiliki anak dengan SA. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif menggunakan wawancara semi terstruktur dan observasi terhadap 4 orang ayah yang memiliki anak laki-laki dengan SA yang berusia remaja hingga dewasa muda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para ayah mengalami stres yang bersumber dari berbagai tantangan yang muncul pada tiap tahapan perkembangan anak mereka. Salah satu sumber stres yang sering disebut adalah finansial. Penerimaan terhadap kondisi anak dan cara yang digunakan dalam menangani stres sangat memengaruhi tingkat stres yang dirasakan oleh ayah. Melalui pengalaman mereka mengasuh anak dengan SA, para ayah juga mengalami berbagai perubahan positif dalam hidupnya.

The number of children diagnosed with Autism Spectrum Disorder (ASD) is increasing every year. ASD is a developmental disorder characterized by persistent deficits in communication and social interaction, and the emergence of repetitive behavioral patterns, interests, and activities. Being a parent of children with Autism Spectrum (AS) presents its own challenges. Although not the primary caregiver, fathers are also involved in parenting and facing various challenges that can make them experience stress. However, research on stress in fathers who have children with AS is still limited. For this reason, this study was carried out to obtain an overview of parenting stress of fathers who have children with AS. This research was conducted with a qualitative method using semi-structured interviews and observations of 4 fathers who have teenager to young adult boys with AS. The results of the study showed that fathers experienced stress resulting from various challenges that arose at each stage of their childs development. One of the most commonly mentioned stressor is financial. Acceptance of the childs condition and the coping strategy used to deal with stressor greatly influences the level of stress felt by the father. Through their experience in raising children with AS, fathers also experienced positive changes in their life."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Azzahra Rhamadita
"Latar belakang: Gangguan Spektrum Autisme (GSA) merupakan kelainan neurodevelopmental yang mempengaruhi beragam kelompok kondisi yang berhubungan dengan perkembangan otak. Individu dengan GSA biasanya memiliki kebiasaan buruk oral yang menyertai kondisinya. Kebiasaan ini menyebabkan insidensi yang lebih tinggi dalam peningkatan overjet dan hubungan molar kelas II. Oleh karena itu, edukasi mengenai maloklusi harus diberikan dan disediakan oleh pengasuh. Tujuan: Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan orang tua mengenai maloklusi pada anak GSA. Metode: Studi cross-sectional pada 42 orang tua dengan anak GSA pada Desember 2023 menggunakan kuesioner dari berisi 22 pertanyaan pengetahuan mengenai maloklusi dan pertanyaan terkait sosiodemografi dan sosioekonomi orang tua. Hasil: Berdasarkan penilaian tingkat pengetahuan orang tua mengenai maloklusi anak GSA, didapatkan bahwa 59,5% orang tua memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan 40,5% lainnya memiliki tingkat pengetahuan yang buruk. Kesimpulan: Mayoritas orang tua memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai maloklusi. Berdasarkan usia, tingkat pendidikan, pengalaman, dan tingkat sosioekonomi, orang tua memiliki tingkat pengetahuan mengenai maloklusi yang baik pada kategori usia dewasa paruh baya (35,7%), pendidikan tinggi (45,2%), tidak memiliki pengalaman yang berkaitan dengan maloklusi (42,8%), dan sosioekonomi tinggi (47,6%).

Background: Autism Spectrum Disorder (ASD) is a neurodevelopmental disorder that affects various groups of condition related to the development of the brain. Individuals with ASD usually have bad oral habits that comes along with their condition. These habits cause higher incidence of the increase of overjet and class II molar relationship. Therefore, education about malocclusion needs to be given and provided by the caregiver. Objective: To know parent’s level of knowledge regarding malocclusion on children with ASD. Methods: A cross-sectional study of 42 parents of ASD children in December 2023 using an online questionnaire that consist of 22 questions about parent’s knowledge on malocclusion and questions regarding sociodemographic and socioeconomic. Results: Based on the assessment of parent’s knowledge about malocclusion in children with ASD, it was found that 59,5% of the parents have good knowledge and the other 40,5% have bad knowledge. Conclusion: The majority of parents of children with ASD have a good level on knowledge about malocclusion. Based on parent’s age, education, experience that is related to malocclusion, and socioeconomic status, parents have good knowledge on middle-aged adults (35,7%), high education (45,2%), no experience related to malocclusion (42,8%) and, high socioeconomic class (47,6%)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayu Dewianti Putri
"Autism Spectrum Disorder (ASD) merupakan gangguan perkembangan yang jumlahnya terus bertambah termasuk di Indonesia. Masalah perkembangan tersebut membuat anak dengan spektrum autisme (SA) harus bergantung kepada bantuan dan pendampingan dari orang tuanya. Untuk menjaga kepuasan pernikahan meskipun dihadapkan oleh tantangan terkait simtom anak, orang tua dapat menghadapi permasalahan secara bersama atau yang biasa disebut dyadic coping. Penelitian ini menggunakan teknik korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepuasan pernikahan dan dyadic coping serta masing-masing faktornya pada orang tua dari anak dengan SA. Partisipan merupakan 145 orang tua dari anak dengan SA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan secara signifikan antara kepuasan pernikahan dan dyadic coping serta masing-masing faktornya. Dari penelitian ini, diketahui bahwa faktor emotion-focused supportive dyadic coping merupakan faktor yang paling berkontribusi pada kepuasan pernikahan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Fitryasari PK
"Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif dalam bidang interaksi sosial, komunikasi dan perilaku. Keberadaan anak autisme akan menjadi stressor bagi keluarga sebagai suatu sistem. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pengalaman keluarga selama merawat anak autisme di Sekolah Kebutuhan Khusus Bangun Bangsa Surabaya. Penelitian ini menggunakan disain fenomenologi deskriptif dengan metode wawancara mendalam. Partisipan adalah anggota keluarga yang berperan sebagai caregiver utama anak autisme yang diperoleh melalui purposive sampling. Data yang dikumpulkan berupa hasil rekaman wawancara dan catatan lapangan yang dianalisis dengan menerapkan tehnik Collaizi. Penelitian ini menghasilkan 17 tema. Hasil penelitian menggambarkan perasaan berduka yang dirasakan keluarga terjadi melalui tahapan menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi dan menerima. Berbagai penyebab berduka membuat keluarga berduka sepanjang masa dan menimbulkan berbagai beban dalam keluarga. Perawatan yang dilakukan keluarga memperhatikan tujuan dan jenis kebutuhan dengan menggunakan berbagai metode tertentu. Keluarga membutuhkan dukungan sosial dan finansial dan telah menggunakan beberapa sumber dan bentuk dukungan selama merawat anak autisme. Tuntutan perawatan dan respon lingkungan mengharuskan keluarga melakukan modifikasi cara merawat, mekanisme koping dan pemberdayaan keluarga. Keluarga mengharapkan adanya perhatian khusus dan peningkatan kemampuan perkembangan anak autisme. Keluarga merasakan makna positif dan negatif selama merawat anak autisme. Temuan penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan profesional, khususnya perawat spesialis jiwa untuk mengembangkan desain asuhan keperawatan jiwa anak dalam konteks keluarga, penelitian tentang pemberdayaan keluarga dalam pengelolaan beban selama merawat anak dengan autisme serta penyempurnaan modul terapi psikoedukasi keluarga dan terapi kelompok suportif yang spesifik untuk keluarga dengan anak autisme.

Autism is a pervasive development disorder in social interaction, communication and behavior. Children with autism will be a stressor to their family. This research aims to describe about family experience in taking care of their children with autism at Special Needs School Bangun Bangsa, Surabaya. This research used descriptive phenomenology design with indepth interview method. The participant of this research was a member of a family who plays role as the main caregiver for autism child. This study employs the purposive sampling method. The data is gathered through interviews and field notes that is then analyzed with the Collaizi technique. This research generated 17 themes.The results illustrate families display the grieving process which they pass through in to five stages of grief: denial, anger, depression, bargaining and acceptance. Large amounts of grief cause families in grief for a long period and this causes family burden . Family care is focused on completing its objectives and covering particular needs by using specific methods. The families need both social and financial support by using several kinds of sources and supports. The demands and environmental responses cause families to do modifications in taking care of the child, coping mechanisms and family empowerment. The families wish to get special attentions and improvement in autism children developments. The families find positives and negative meaning in their experiences in taking care of the children to their families? system. Finding of the research would hopefully be beneficial to professional health staff, especially psychiatric nurses to complete their ability in minimizing various negative impacts that the family may suffer from while taking care their autism children with autism through nursing care plans designs development, researches about family empowerment in burden managements and also a research to improve the Family psychoeducation Therapy and a specific Supportive Group Therapy modules for family with autism children."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>