Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166545 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tursucianto Elkian Setiadi
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan, mekanisme, dan pelaksanaan pengangkatan Jabatan Hakim Agung setelah berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2009 Juncto UU Nomor 5 Tahun 2004 Juncto UU Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung dan Implikasi mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terhadap UUD NRI T 1945. Pengangkatan Jabatan Hakim Agung merupakan unsur penting dalam Hukum Tata Negara, diperlukan pengaturan, mekanisme yang jelas, dan harus terus menerus terjamin pelaksanaannya. Pada Tahun 2013, tiga orang calon hakim agung memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Pasal 8 ayat (2), (3), dan (4) UU Mahkamah Agung dan Pasal 18 ayat (4) UU Komisi Yudisial bertentangan dengan Pasal 24A ayat (3) UUD NRI T 1945, karena kewenangan DPR seharusnya tidak "memilih" akan tetapi "menyetujui" calon hakim agung. Tahun 2014, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Bahan hukum primer yang berupa Putusan Mahkamah Konstitusi dianalisis dengan menggunakan penafsiran. Hasil penelitian menunjukan dalam pengangkatan Jabatan Hakim Agung setelah berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2009 Juncto UU Nomor 5 Tahun 2004 Juncto UU Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, dalam Pengaturan dan Mekanisme terdapat kekurangan yaitu terjadinya ketidak konsistenan antara Konstitusi dengan Peraturan Perundang-Undangan, serta dalam pelaksanaan pengangkatan sering terjadi permasalahan yaitu tidak terpenuhinya pengusulan calon hakim agung oleh Komisi Yudisial ke DPR. Implikasi Putusan Mahkamah Konsitusi tersebut terhadap pengangkatan Jabatan Hakim Agung adalah adanya perubahan mekanisme pengangkatan hakim agung, yaitu dilakukan pembatasan kewenangan DPR yaitu hanya berhak "menyetujui" calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial.

This thesis discusses the regulation, mechanism, and implementation the appointment of Supreme Court Judge Position after Law No. 3 of 2009 Juncto Law No. 5 of 2004 Juncto Law No.14 of 1985 concerning The Supreme Court and the Implication of the Constitutional Court Decision No. 27/PUU-XI/2013 about case Consitutional Review of Law No. 3 of 2009 about on the Second Amendment Law No. 14 of 1985 concerning The Supreme Court and the Law No. 18 of 2011 concerning Amendment to Law No. 22 of 2004 concerning The Judicial Commission to UUD NRI T 1945. The Appointment Supreme Court Judge Position is an important element in Constitutional Law, is needed regulation, clear mechanism, and should be guaranteed continuous in implementation. In The Year 2013, the three Candidates for Supreme Court Judge appealed to the Constitutional Court to declare Article 8 paragraph (2), (3), and (4) the Supreme Court Act and Article 18 paragraph (4) of the Judicial Commission contrary to Article 24A paragraph (3) UUD NRI T 1945, because of the authority of the Parliament should not "choose" but "approve" Candidates for Supreme Court Judge. In 2014, the Constitutional Court granted the petition of the applicant in its entirety. This study examines the use of normative legal research methods. Primary legals materials that Constitutional Court Decision are analyzed by using interpretation. The results showed in the appointment of Supreme Court Judge Position after Law No. 3 of 2009 Juncto Law No. 5 of 2004 Juncto Law No.14 of 1985 concerning The Supreme Court, in the regulation and the mechanism there is the deficiency that happened inconsistency between the Constitution with Regulations State Institusions, and the implementation of appoinment there are problems of the non-fulfillment of the nomination of Supreme Court Judge by the Judicial Commission to the Parliament. Implications of the Decision of the Constitutional Court against the appointment of Supreme Court Judge Position is a change in the mechanism of appointment of Supreme Court Judge, limiting the authority of Parliament is only entitled "approve" candidate for Supreme Court Judge proposed by the Judicial Commission.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54997
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Yeremia Shedeas
"Skripsi ini membahas mengenai sistem pemilihan umum baru yang akan diterapkan di Indonesia dikaitkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan tersebut timbul karena adanya permohonan pengujian undang-undang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Adanya perubahan sistem menandakan sistem yang lama dianggap tidak sesuai lagi dengan kebutuhan. Demikian pula dengan pemilihan umum, perubahan terhadap sistemnya menandakan sistem yang lama tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan karena tidak mencapai tujuan yang diamanatkan oleh konstitusi. Oleh karena itu setiap warga negara yang merasa dirugikan dengan berlakunya suatu undang-undang, dapat mengajukan permohonan pengujian undangundang tersebut terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Dalam hal ini pelaksanaan pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden yang terpisah menghabiskan dana yang sangat besar dan memberikan dampak yang negatif terhadap sistem pemerintahan presidensial. Mahkamah Konstitusi menerima alasanalasan pencabutan beberapa pasal dalam undang-undang tersebut, sehingga mulai 2019 pemilihan umum akan dilakukan secara serentak. Putusan tersebut memiliki urgensi yang cukup penting dan diharapkan menimbulkan implikasi positif terhadap sistem pemerintahan di Indonesia, yaitu efisiensi dana untuk pelaksanaan pemilihan umum dan memperkuat sistem presidensial.

This thesis discusses the new electoral system to be implemented in Indonesia related with the decision of the Constitutional Court. The decisions arise because of the judicial review petition of president and vice president regulation. The change of the system indicates that the old system was considered no longer appropriate to the needs. Similarly, elections, changes to the system indicating that the old system is no longer adequate and therefore do not achieve the goals mandated by the constitution. Therefore every citizen who feels aggrieved by the enactment of a law, may file a petition for the law towards the Constitution of 1945. In this case the legislative elections and the presidential elections which are considered separate spend much more costs and create negative impact for presidential system. Constitutional Court accepts the reasons for the revocation of several articles in the law. So in 2019, elections will be conducted simultaneously. The decisions have a significant urgency and expected positive implications of the system of government in Indonesia, such as funds savings of electoral execution and strengthen the presidential system.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56788
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Elizabeth Dumora
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memperoleh data mengenai pengaturan koperasi dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang dinilai menyerupai Perseroan Terbatas, berdasarkan analisis terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 yang membatalkan keseluruhan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 dimaksud karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal dengan menggunakan sumber data sekunder diantaranya perundang-undangan dan bahan pustaka lainnya. Adapun pengaturan koperasi dalam UU Nomor 17 Tahun 2012 yang dinilai menyerupai Perseroan Terbatas diantaranya bentuk koperasi sebagai badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan, pengurus dan pengawas koperasi, serta permodalan koperasi yaitu Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi. Dalam peraturan sebelum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, secara umum koperasi adalah perkumpulan orang atau badan usaha yang dikelola oleh pengurus dengan permodalan berasal dari simpanan pokok dan simpanan wajib. Pengaturan koperasi yang menyerupai Perseroan Terbatas ini sesungguhnya diharapkan membawa koperasi sejajar dengan badan hukum lain dan berdaya saing tinggi, sehingga peran dan fungsi koperasi dapat menjadi lembaga yang profesional, lebih modern, dan dapat dijadikan sumber penghasilan bagi peningkatan kesejahteraan para anggotanya secara khusus dan masyarakat secara umum. Namun, dalam perjalanannya justru membuat koperasi kehilangan karakternya sebagai badan usaha yang berlandaskan asas kekeluargaan dan gotong royong.

ABSTRACT
This research aims to obtain the similarities between the cooperatives regulations in Cooperative Act No. 17 Year 2012 with the Limited Corporation, based on the analysis of Constitutional Court Verdict No. 28/PUU-XI/2013 which cancelled the entire legal validity of Cooperative Act No. 17 Year 2012 because it is contradicted with The 1945 Constitution. This research is a normative research using secondary data, such as legislations and other books. The similar elements of cooperatives regulated in Cooperatives Act No. 17 Year 2012 with the limited corporation such as the legal entity of cooperatives, the executive and supervisor, and the capital source of cooperative which are ?Setoran Pokok? and ?Sertifikat Modal Koperasi?. Before the Cooperatives Act No. 17 Year 2012, the cooperatives regulated as a commercial entity managed by the executive with the capital source came from ?simpanan pokok? and ?simpanan wajib?. The similarity with the limited corporation, expected to bring the cooperatives to the higher level of competition, especially compared to the other legal entities. The cooperatives expected to be professional and as a source of income to its members and society. As the time goes by, the cooperatives lost its characters as an economic entity based on the ?gotong-royong? principle.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Kumalasari
"ABSTRAK
Notaris sebagai pejabat umum berwenang membuat segala macam akta perjanjian diluar yang telah ditentukan kepada pejabat umum lainnya. Akta yang dibuat dihadap Notaris merupakan akta Otentik yang dibuat menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Dalam membuat akta otentik, Notaris wajib berpedoman kepada ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN). Untuk membuat sebuah akta otentik, Notaris berkewajiban bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak memihak, dan menjaga kepentingan para pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Dengan adanya kewajiban yang telah diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, maka seorang Notaris harus mematuhi dan mentaati aturan tersebut. Jika ketentuan tersebut dilanggar oleh Notaris terutama dengan sengaja memasukkan keterangan palsu kedalam akta otentik yang dibuatnya, berdasarkan hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan melalui majelis pengawas Notaris maupun hasil pemeriksaan penyidik dapat membuktikan secara hukum akan tindakan Notaris yang memasukkan keterangan palsu kedalam akta otentik, maka Notaris yang bersangkutan harus dikenakan sanksi yang tegas. Baik sanksi perdata, sanksi administratif, maupun sanksi pemecatan dari organisasi. Dan bahkan Notaris juga dapat dikenakan sanksi pidana.
Kasus yang dianalisis dalam Tesis ini menekankan pada Notaris yang melakukan tindakan tidak jujur, dan memihak kepada salah satu pihak yang terkait dalam akta dengan cara memasukkan keterangan palsu kedalam suatu akta otentik mengenai hal yang kebenarannya harus dinyatakan dalam akta itu. Berdasarkan penelitian ini, Penulis dapat menyimpulkan bahwa Notaris yang bersangkutan melanggar hukum (ketentuan pasal 85 UUJN), dan melakukan tindak pidana pemalsuan akta otentik (ketentuan pasal 264 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), serta melanggar kode etik profesi.

ABSTRACT
Notary as publicofficer is authorized tomake all kinds of agreement deedsother than have been assigned toanother public officer. Deed which is made by or in presence of a Notary is an authentic deed madeaccording to formand procedure prescribed in the Law. In making an authenticdeed, a Notary must follow the provisions stipulated by Law No. 30 of2004 concerning Notarial Duties (UUJN). To make an authenticdeed, a Notaryis obliged to act honestly, carefully, independent, impartial,and safe guarding the interestsof the partiesin alegal action. With the obligations that have been stipulated by LawNo. 30 of2004 concerning Notarial Duties, thenaNotarymustabide by and obey these rules. If the provisionsare violated by a Notary especially deliberately entering false information into theauthentic deed made, based onthe
results ofthe examination, the examination either through hover sight panel investigating the Notary and the results can legally prove the acts that included falsifying informati on into an authentic deed, the Notary in question must be given tough sanctions. Bothcivil penalties, administrative sanctions, or sanctions of dismissal from the organization. Andeven a Notarymay also be subjectto criminal sanctions. The case analyzed in this the sisemphasizes the Notary who did not acthonestly and impartially to one of the parties involved in the deed by enteringfalse information into anauthentic deed regarding the truth which must bestated in the deed. Based onthis study, the authorconcludes that the Notaryin questionviolated the law(Article 85 of UUJN), and thecriminal actof authenticforgery (Article 264ofthe Penal Code), and violating the code of ethicsof the profession."
2013
T33101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daintywise
"ABSTRAK
Tesis ini membahas hubungan distributor sebagai perantara yang membantu prinsipal dalam menyalurkan produk kepada masyarakat. Hubungan ini dinyatakan dalam perjanjian distribusi. Dalam suatu perjanjian distribusi terdapat klausul mengenai penunjukan distributor baru dengan salah satu syaratnya terdapat perubahan kebijaksanaan dan strategi distribusi perusahaan. Pada saat dilaksanakan menyebabkan kerugian kepada distributor lama. Kerugian pada keuntungan yang diperkirakan akan diperoleh sebagaimana biasanya menjadi batal karena langganan menolak barang dari distributor lama dengan alasan telah menerima barang dari distributor baru. Oleh karenanya, penunjukan distributor baru sebaiknya disetujui oleh distributor lama. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis ini mengenai klausul perubahan kebijaksanaan dan strategi distribusi perusahaan sebagai salah satu syarat penunjukan distributor baru berkaitan dengan pengaturan tentang perjanjian distribusi menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, pelaksanaan perjanjian distribusi menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, serta mengenai pertimbangan hakim pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 377 PK/Pdt/2019 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Banten Nomor 141/Pdt/2017/PT.BTN terhadap pelaksanaan perjanjian distribusi. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian yang dilakukan secara eksplanatoris. Analisis didasarkan pada prinsip iktikad baik objektif yang mengutamakan keadilan bagi para pihak dalam perjanjian. Dalam analisa kasus ini diketahui bahwa dalam perjanjian distribusi keadilan bagi para pihak belum tergambarkan secara baik. Penulis menyarankan agar dalam membuat perjanjian distribusi memperhatikan segi keadilan dari berbagai sudut pertimbangan.

ABSTRACT
This thesis discusses the relations of distributors as the middleman who assists principals in distribution products to the public. This relation is stated in the distribution agreement. In a distribution agreement there is a clause regarding appointment new distributors with one of the conditions there is a change in company policy and distribution strategy. At the time of implemented cause losses to the old distributors. Losses on the expected profit will be obtained as usual be void because customer rejects the products from the old distributors upon the reasons that products have received from the new distributors. Therefore, appointment new distributors should be approved by the old distributors. Issues raised in this thesis on a clause of change in company policy and distribution strategy as one of the conditions for appointment new distributors concerning the regulations of distribution agreement in according to applicable legal provisions in Indonesia, implementation of distribution agreement in according to applicable legal provisions in Indonesia, also regarding the consideration of judges on the Supreme Court Republic Indonesia's Decision Number 377 PK/Pdt/2019 juncto Appellate Court Banten's Decision Number 141/Pdt/2017/PT.Btn in the implementation of the distribution agreement. To answer the issues used research methods juridical normative with research type that carried on explanatory. The analysis is based on the principle of objective good faith which prioritizes justice for the parties on the agreement. In this case analysis, it is known that in the distribution agreement the justice has not yet well described. Writer advise in make a distribution agreement noticed perspective of justice from various angles of consideration."
2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Faradissa Testa
"Merek memiliki peran penting dalam jalannya kegiatan usaha terkhusus bagi produsen (pemilik usaha) dan konsumen. UU No. 20 Tahun 2016 memberikan ketentuan terkait kriteria merek yang tidak dapat diterima (Pasal 20) dan kriteria merek yang ditolak (Pasal 21). Dalam hal adanya suatu merek terdaftar yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 20 dan Pasal 21, maka pihak yang berkepentingan atau pemilik merek tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan pembatalan merek. Tahun 2021-2022 pemilik Merek Gudang Garam mengajukan gugatan pembatalan atas Merek Gudang Baru sebagaimana diputus dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 4/Pdt.Sus-Hki/Merek/2021/PN Niaga Sby sebagaimana dikukuhkan oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 427 K/Pdt.Sus-Hki/2022. Pada putusan tersebut Majelis Hakim menjatuhkan salah satu amar putusan yang pada pokoknya memerintahkan Direktorat Merek untuk menolak seluruh pendaftaran merek-merek dengan basis kata Gudang Baru, Gudang Baru Origin, dan Gedung Baru yang mempunyai persamaan pada pokoknya dan/atau secara keseluruhan dengan Merek-Merek Terkenal Gudang Garam, dengan ketentuan apabila Direktorat Merek tetap mengabulkan permohonan merek tersebut maka pendaftaran merek dengan sendirinya batal demi hukum. Hakim dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam menyelesaikan dan menjatuhkan putusan a quo tidak sesuai dengan ketentuan, prosedur dan pengaturan terkait pembatalan merek sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya Pasal 92 UU No. 20 Tahun 2016, serta pengaturan penolakan pendaftaran merek khususnya Pasal 19 ayat (3) Permenkumham No. 67 Tahun 2016. Seharusnya suatu putusan khususnya putusan perdata tidak memberikan dampak terhadap pihak dan objek perkara diluar sengketa. Bunyi putusan seperti ini merupakan bunyi putusan yang baru dalam putusan sengketa pembatalan merek yangmana juga menimbulkan dampak hukum terhadap permohonan pendaftaran merek yang melibatkan beberapa aspek yakni terhadap Direktorat Merek, terhadap pihak ketiga, dan terhadap konsep pembatalan itu sendiri.

Trademark plays an important role in business activities, especially for producers (business owners) and consumers. Law No. 20 of 2016 regulates criteria for unacceptable trademark (Article 20) and the criteria for to be rejected trademark (Article 21). In the case of a registered trademark does not comply with the provisions of Article 20 and Article 21, interested parties can file a lawsuit for the cancellation of the relevant trademark. In 2021 to 2022 the owner of Gudang Garam Trademark filed a lawsuit for the cancellation of the Gudang Baru Trademark, as decided in Commercial Court Decision No. 4/Pdt.Sus-Hki/Merek/2021/PN Niaga Sby, as confirmed by Supreme Court Decision No. 427 K/Pdt.Sus-Hki/2022. In this case, the panel of judges issued a ruling that ordered the Trademark Office to reject all trademark application that contains the words "Gudang Baru," "Gudang Baru Origin," and "Gedung Baru" that are substantively similar or identical to the well-known Gudang Garam trademark, and if the Trademark Office still grants the registration of such trademarks, the registration will be automatically considered null and void. The judge, in performing their duties and authority in resolving and issuing the aforesaid decission did not comply with the procedures, and regulations related to trademark cancellation as stipulated in the applicable legislation, particularly Article 92 of Law No. 20 of 2016, as well as the regulations concerning refusal of a trademark registration Article 19 paragraph (3) of Minister of Law and Human Rights Regulation No. 67 of 2016. A judge’s civil decision are not supposed to create impact on parties and matters out of the dispute. Such wording is a new and out of the usual of trademark cancellation disputes, which would have legal implications to trademark application that involves several aspects namely the Trademark Office, third parties, and the concept of cancellation itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifi
"Intervensi terhadap kekuasaan kekuasaan yudikatif merupakan salah satu indikasi rapuhnya prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Korupsi yudikatif (judicial corruption) telah melemahkan eksistensi independensi kekuasaan yudikatif dalam memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara. Politik hukum pembentukan Majelis Kehormatan Hakim sebagai mekanisme pemberhentian hakim pada Mahkamah Agung seharusnya mampu menjawab permasalahan tersebut. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui, memahami, menelaah, dan menganalisis politik hukum pembentukan Majelis Kehormatan Hakim sebagai mekanisme pemberhentian hakim pada Mahkamah Agung di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif ini lebih berfokus pada studi pustaka (library research). Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, dalam era orde lama dan era orde baru, independensi kekuaan kehakiman diintervensi oleh kekuasaan eksekutif. Sedangkan pada era reformasi, bandul independensi kekuasaan kehakiman menguat. Akan tetapi, tidak diimbangi dengan akuntabilitas hakim dalam memutus suatu perkara. Kedua, gagasan yang berkembang dalam perubahan UUD 1945 selanjutnya adalah memperluas wewenang Komisi Yudisial. Keberadaan Komisi Yudisial yang tidak hanya mengangkat dan menghentikan hakim agung, tetapi juga melakukan pengawasan, walaupun bukan pengawasan mengenai masalah tindakan yudisial, tetapi dalam rangka memelihara kehormatan dan menjaga martabat hakim. Ketiga, politik hukum pembentukan Majelis Kehormatan Hakim sebagai mekanisme pemberhentian hakim pada Mahkamah Agung di Indonesia adalah membentuk wadah dimana hakim diperiksa dan membela diri. Majelis Kehormatan Hakim tetap mempertahankan pemikiran dualisme pengawasan secara internal maupun eksternal hakim agung. Majelis Kehormatan Hakim hanya melibatkan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial secara institusional. Komisi Yudisial tidak dalam posisi untuk mengusulkan pemberhentian hakim sekaligus memutus juga sehingga ada keseimbangan kewenangan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Oleh karenanya, disepakati Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial berada pada posisi setimbang dalam melakukan usulan pemberhentian terhadap hakim agung dalam Majelis Kehormatan Hakim.

Intervention against the judiciary power is one indication of the fragility of the principle of independence of judicial power. Judicial corruption (judicial corruption) weakened the independence of the judiciary existence in check, try and decide a case. Legal political formation mechanism of the Honorary Council of Judges as the dismissal of judges on the Supreme Court should be able to answer these problems . This study has the objective to find, understand, examine, and analyze legal political formation mechanism of the Honorary Council of Judges as the dismissal of judges on the Supreme Court of Indonesia. The method used in this study is a normative legal research is more focused on the study of literature (library research). The results of this study are as follows. First, in the era of the old order and the new order era , the independence of the judiciary kekuaan intervention by the executive power. While the reform era, the pendulum strengthened independence of judicial authorities. However, it is not matched by the accountability of judges in deciding a case. Second, the idea that developed in 1945 further changes are expanding the authority of the Judicial Commission. The existence of the Judicial Commission which not only lift and stop the justices, but also monitors, although not control the issue of judicial action , but in order to maintain the honor and maintain the dignity of the judge. Third, the legal political formation of the Honorary Council of Judges as a mechanism dismissal of judges on the Supreme Court in Indonesia is forming a place where judges examined and defend themselves. Honorary Council of Judges retain control duality of thought internally and externally justices. Honorary Council of Judges of the Supreme Court and only involves institutional Judicial Commission. Judicial Commission is not in a position to propose the dismissal of judges as well cut as well so there is a balance of authority between Supreme Court and the Judicial Commission. Therefore, the Supreme Court agreed and the Judicial Commission is in a position of equilibrium in conducting the proposed dismissal of the justices in the Honorary Council of Judges.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasmi Nindita
"Zakat merupakan ibadah wajib umat Islam yang penyelesaian sengketanya adalah di peradilan agama. Namun, penegakan sanksi pidana terhadap perkara zakat belum ditemukan implementasinya pada putusan peradilan agama melainkan ada pada putusan peradilan umum yang tugas dan fungsinya adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata. Penulisan mengenai penegakan sanksi pidana ini dilakukan dengan metode yuridis normatif, yaitu mengkaji peraturan dalam perundangan nasional beserta penerapannya ditambah analisis keputusan lembaga peradilan menggunakan teori integratif keislaman. Analisis dari putusan terhadap obyek perkara berupa harta zakat yang dikorupsi dan kajian peraturan yang terkait pengelolaan zakat, menunjukan peluang adanya kesempatan pemidanaan atas perkara zakat untuk diselesaikan di peradilan agama. Peluang ini dapat terlihat pada Pasal 2 UU Nomor 3 tahun 2006, yaitu dihilangkannya kata ‘perdata’ dari perundangan sebelumnya. Selain itu, hal ini berkaitan dengan ketentuan bahwa wewenang peradilan umum dapat dikecualikan dengan adanya wewenang peradilan lain yang diatur khusus dalam UU. Komitmen bersama antara lembaga leglisatif, eksekutif, dan yudikatif, menjadi tantangan untuk merealisasikan peluang diselesaikannya penegakan sanksi pidana mengenai pengelolaan zakat di peradilan agama.

Zakat is a mandatory form of worship according to the Islamic practice which its dispute settlement is conducted in the Islamic court. However, the enforcement of criminal sanctions related to zakat cases has not been found in Islamic court decisions rather in general court decisions whose duties and functions are to examine, decide, and resolve criminal and civil cases. This thesis writing regarding to the enforcement of criminal sanctions is carried out using the normative juridical method, which examines regulations in national legislation and their application as well as analyses the decisions of judicial institutions using Islamic integrative theory. The analysis of the verdict on the object of the case in the form of corrupted zakat assets and review of regulations related to zakat management, shows that there is an opportunity for the punishment of zakat cases to be resolved in the Islamic court. This opportunity can be seen in Article 2 of Law Number 3 of 2006, namely the removal of the word “civil” from the previous legislation. In addition, this is related to the provision that states the powers of the general court can be exempted by the existence of other judicial powers that are specifically regulated in law. Building joint commitment between the legislative, executive, and judicial institutions serve as a major challenge in order to realize the opportunity to resolve the enforcement of criminal sanctions regarding the management of zakat in Islamic courts.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jauza Tsania Herdin
"Pembatalan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berkaitan dengan perseroan terbatas oleh Pengadilan Tata Usaha Negara memberikan akibat pada akta perseroan terbatas yang mendasari surat keputusan tersebut diterbitkan menjadi tidak berlaku sebagaimana semestinya. Hal ini disebabkan adanya keterkaitan antara penerbitan surat keputusan Menkumham dengan akta perseroan terbatas. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pertimbangan hakim mengenai pembatalan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 172 K/TUN/2019 serta akibat hukum terhadap suatu akta perseroan terbatas PT BMS yang Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia telah dibatalkan oleh pengadilan. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil analisis dari penelitian ini, pertimbangan hakim mengenai pembatalan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Putusan Nomor 172 K/TUN/2019 adalah ditemukan fakta bahwa 10 (sepuluh) surat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang menjadi objek sengketa diterbitkan pada saat sedang dilakukan proses pengajuan kasasi Putusan No. 167/B/2017/PT.TUN.JKT, yang artinya putusan tersebut belum final dan berkekuatan hukum tetap. Hal ini menyebabkan ketidakpastian hukum bagi PT BMS yang diwakili oleh AC, sehingga penerbitannya melanggar aspek prosedural dan aspek substansial karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas kepastian hukum. Selain itu, akibat hukum terhadap suatu akta perseroan terbatas PT BMS yang Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia telah dibatalkan oleh pengadilan adalah pembatalan tersebut tidak serta merta membatalkan akta RUPSLB yang dibuat oleh Notaris GD, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya di pengadilan negeri. Akta tersebut juga merupakan akta autentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sepanjang tidak ada yang membantah keautentikannya. Dengan demikian, saran yang dapat diberikan adalah disarankan bagi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk selalu berupaya memperbaiki dan mengembangkan sistem AHU Online khususnya untuk badan hukum Perseroan agar selaras dengan peraturan dalam UUPT. Selain itu notaris dalam menjalankan tugas jabatannya diharapkan untuk senantiasa berhati-hati dalam menerima untuk menyusun akta khususnya akta yang berkaitan dengan perseroan terbatas, yaitu perlu dilakukannya pengecekan terlebih dahulu informasi berkenaan dengan profil perseroan dalam sistem AHU Online. Diperlukan juga kehati-hatian notaris saat memasukkan informasi dan mengunggah dokumen ke dalam sistem AHU Online.

The cancellation of the Decree of the Minister of Law and Human Rights relating to a limited liability company by the State Administrative Court has the effect that the limited liability company deed on which the decree was issued becomes invalid as it should be. This is due to the connection between the issuance of the Menkumham decision letter and the limited liability company deed. The issues raised in this study are the judge's considerations regarding the cancellation of the Decree of the Minister of Law and Human Rights based on the Supreme Court Decision Number 172 K/TUN/2019 and the legal consequences of a limited liability company deed of PT BMS in which the Decree of the Minister of Law and Human Rights has been canceled by the court. To answer these problems, doctrinal research methods are used with an explanatory research typology. The results of the analysis of this study, the judge's consideration regarding the cancellation of the Decree of the Minister of Law and Human Rights based on Decision Number 172 K/TUN/2019 was found to be the fact that 10 (ten) letters of the Minister of Law and Human Rights which were the object of the dispute were issued while being process of filing cassation Decision No. 167/B/2017/PT.TUN.JKT, which means that the decision is not final and has permanent legal force. This causes legal uncertainty for PT BMS, which is represented by AC, so that the issuance violates procedural and substantial aspects because it is contrary to laws and regulations and the principle of legal certainty. Besides that, the legal consequence of a PT BMS limited liability company deed whose Decree of the Minister of Law and Human Rights has been canceled by the court is that the cancellation does not necessarily cancel the extraordinary general meeting of the shareholders deed made by Notary GD, unless otherwise proven in court. The deed is also an authentic deed that has perfect evidentiary power as long as no one disputes its authenticity. Thus, the advice that can be given is for the Minister of Law and Human Rights to always strive to improve and develop the AHU Online system, especially for corporate legal entities so that they are in line with the regulations in the Company Law. In addition, notary in carrying out their duties are expected to always be careful in accepting to draw up deeds, especially deeds related to limited liability companies, that is, it is neccesary to check information regarding company profiles in the AHU Online system. Notary caution is also required when entering information and uploading documents into the AHU Online system."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Rezkyanti
"Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran mengatur kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang yang mempunyai 2 (dua) prosedur dan ketentuan yang berbeda khususnya tentang masa insolvensi.
Penelitian ini membahas tentang penerapan ketentuan jangka waktu yang diberikan oleh Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 kepada kreditur separatis untuk melakukan eksekusi obyek jaminan debitur pailit. Jangka waktu eksekusi ini dibatasi selama 2 (dua) bulan dihitung dari terjadinya masa insolvensi. Pada ketentuan penundaan kewajiban pembayaran utang masa insolvensi ini terjadi saat pernyataan pailit yang diucapkan setelah penundaan kewajiban pembayaran utang sedangkan pada ketentuan kepailitan masa insolvensi terjadi ketika tidak terjadi perdamaian pada saat rapat verifikasi piutang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif.
Hasil dari penelitian ini adalah perbedaan ini perlu diperhatikan oleh kreditur separatis agar tetap dapat melaksanakan haknya untuk mengeksekusi objek jaminannya melalui lelang. Kesalahan dalam menentukan masa insolvensi ini akan mengakibatkan kreditor separatis tidak dapat menggunakan haknya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43080
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>