Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121775 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asrul Tenriaji Ahmad
"Korupsi adalah salah satu dari sekian banyak tantangan besar yang kita hadapi di zaman ini. Sebuah tantangan yang mau tidak mau harus dan dapat kita hadapi. Sejumlah peristiwa yang terjadi guna mencapai sebuah kodifikasi ketentuan hukum internasional yang mengikat anggotanya dalam perlawanan terhadap tindak pidana korupsi adalah perjuangan sangat berarti bagi negara-negara yang membutuhkan kodifikasi atas ketentuan tersebut. Ketentuan yang aplikatif tentu saja adalah sesuatu hal yang diharapkan. UNCAC adalah sebuah paradigma baru dalam kehidupan masyarakat dunia. UNCAC mengandung sejumlah ketentuan yang bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana korupsi dengan pendekatan-pendekatan yang aktual dan implementatif. Penanganan kasus tindak pidana korupsi di Nigeria yang dilakukan oleh Jenderal Sani Abacha dan kaki tangannya merupakan sebuah leading case terkait penanggulangan tindak pidana korupsi secara transboundary.

Corruption is one of the many challenges in today's world we have to face. One that we have to face nevertheless. A number of occurrences that resulted to the codification of international law that binds its members towards the efforts of corruption eradication is a significant outcome for countries in need of the aforementioned stipulations. The goal is without doubt an applicable stipulation. UNCAC is a new paradigm in world society. UNCAC is instilled with regulations that are meant to prevent the crime of corruption with actual and contemplative approaches. The processing of General Sani Abacha's crime of corruption and his cronies in Nigeria is a leading case relating to trans-boundary judicial process of corruption."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39394
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Korupsi di Indonesia dari hari ke hari semakin mengakar, bahkan ada yang menyebutnya sudah membudaya. Praktek korupsi terjadi hampir pada semua lapisan birokrasi, baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif serta telah pula menjalar ke dunia usaha. Ibarat penyakit, korupsi di Indonesia sudah menjadi penyakit kronis yang terhadap penderitanya haruslah dilakukan amputasi. Meluasnya praktek korupsi telah melahirkan kerugian yang sangat besar terhadap keuangan dan perekonomian negara. Sedemikian besarnya uang negara yang dinikmati oleh para koruptor telah mengakibatkan dirampasnya hak-hak ekonomi dan masa depan rakyat Indonesia. Menurut laporan the Open Society Justice Initiative, terdapat 3 karakteristik penjarahan kekayaan negara, yaitu jumlah kekayaan yang mencapai milyaran dolar, berpindah dan disembunyikan kekayaan tersebut oleh pelaku, hancurnya kehidupan sosial dan ekonomi yang pada akhirnya mengorbankan masyarakat. Gambaran tersebut membuat tindak pidana korupsi dapat dikwalifikasikan sebagai kejahatan terhadap kesejahteraan bangsa dan negara yang ditandai dengan hilangnya aset-aset publik yang akan digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat, untuk itu pengembalian kerugian negara melalui perampasan aset hasil tindak pidana korupsi merupakan bagian terpenting dan strategis dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, sekaligus sebagai upaya pengembalian kerugian negara secara lebih efektif."
JLI 7:4 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aghia Khumaesi Suud
"Pusat Pemulihan Aset (PPA) sebagai satuan kerja Kejaksaan Republik Indonesia, bertanggung jawab memastikan terlaksanakannya pemulihan aset di Indonesia dengan sistem pemulihan aset terpadu (Integrated Asset Recovery System) secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Dengan melakukan penelusuran, pengamanan, pemeliharaan, perampasan, dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan. Namun, jumlah pemulihan aset (asset recovery) hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan PPA masih sedikit dan pelaksanaannya sekarang ini hanya dilakukan setelah ada putusan pengadilan, padahal seharusnya dapat dilakukan penelusuran (asset tracking) sejak sebelum putusan. Selain itu, urgensi keberadaannya masih dipertanyakan mengingat ruang lingkupnya hampir sama dengan Labuksi KPK dan Rupbasan pada KemenkumHAM yang secara tidak langsung menimbulkan tarik menarik kewenangan antara unit aparat penegak hukum tersebut. Untuk itu, diperlukan optimalisasi PPA Kejaksaan agar aset hasil tindak pidana korupsi dapat dipulihkan secara cepat, efektif dan transparan.

The Asset Recovery Center (PPA) as the Republic of Indonesia General Attorney's unit is responsible for ensuring asset recovery is carried out in Indonesia with an integrated asset recovery system (Integrated Asset Recovery System) in an effective, efficient, transparent and accountable manner. By conducting searches, safeguards, maintenance, seizures, and returning assets resulting from criminal acts of corruption handled by the General Attorney. However, the amount of asset recovery resulting from the criminal acts of corruption carried out by PPA is still small and its implementation is currently only carried out after a court decision, even though asset tracking should have been carried out before the verdict. In addition, the urgency of its existence is still questionable considering its scope is almost the same as the KPK and Rupbasan production at the Ministry of Law and Human Rights which indirectly raises the pull of authority among the law enforcement unit units. For this reason, it is necessary to optimize the PPA of the General Attorney so that the assets resulting from corruption can be recovered quickly, effectively and transparently."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Wijaya
"ABSTRAK
Permasalahan korupsi tidak lepas dari kerugian keuangan negara yang diakibatkannya. Salah satu upaya hukum untuk memberantas korupsi adalah dengan merampas aset hasil korupsi melalui Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan atau Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB). Namun untuk dapat menerapkan konsep ini perlu untuk diketahui terlebih dahulu mekanisme perampasan aset hasil korupsi yang ditetapkan sebagai aset tercemar sehingga dapat dirampas melalui NCB dan juga konsep NCB ini masih menjadi masalah terkait dengan kemungkinannya untuk dapat diterapkan dalam hukum di Indonesia. Untuk itu, dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat normatif dan dengan menggunakan analisis kualitatif penulis akan menjawab permasalahan yang ada terkait dapatkah perampasan aset NCB ini menjadi instrumen hukum yang mampu memaksimalkan pengembalian kerugian keuangan negara dari tindak pidana korupsi. Di akhir, penelitian ini menemukan bahwa perampasan aset NCB adalah konsep terbaik yang dapat digunakan untuk memaksimalkan pengembalian kerugian keruangan negara dari tindak pidana korupsi.

ABSTRACT
The problem of corruption is inseparable from its impact on state financial losses. One legal effort to eradicate corruption is to seize assets resulting from corruption through Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB). However, to be able to apply this concept it is necessary to know in advance the mechanism of appropriation of assets resulting from corruption which is determined as a tainted asset so that it can be seized through the NCB and also the NCB concept is still a problem related to its possibility to be applied in law in Indonesia. For this reason, by using normative research methods and by using qualitative analysis the author will answer the existing problems related to whether the seizure of NCB assets is a legal instrument that is able to maximize the return of state financial losses from corruption. In the end, this research found that NCB's asset seizure is the best concept that can be used to maximize the return of state spatial losses from corruption."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumi Danang Sufianto
"Penulisan Skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan mengenai pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi, yang kerap kali dinilai masih tidak
maksimal dalam pelaksanaannya, terlebih apabila terhadap harta benda tersebut dilakukan pencucian uang ke luar negeri sehingga menimbulkan permasalahan
antar jurisdiksi. Pemulihan aset tidak hanya dapat dilakukan melalui mekanisme hukum pidana saja, namun juga hukum perdata, termasuk pula kepailitan, hal mana telah diterapkan dalam beberapa kasus yang pernah terjadi di beberapa yurisdiksi,
namun belum pernah diterapkan di Indonesia. Metode penelitian pada skripsi ini adalah penelitian hukum dalam bentuk yuridis normative. Berdasarkan analisis penulis, forum kepailitan, termasuk pula kepailitan lintas batas (cross-border insolvency) dapat menjadi salah satu pilihan untuk memaksimalkan permasalahan pemulihan aset, disamping melalui penuntutan secara pidana dan gugatan perdata. Namun untuk memaksimalkan hal tersebut, Pemerintah perlu mengatur lebih lanjut mengenai kepailitan lintas batas (cross-border insolvency) serta joint bankruptcy dalam Undang-Undang Kepailitan Indonesia.

The writings of this thesis is motivated by issues regarding the recovery of
assets resulting from and related to corruptions, which are often considered to be not optimal in its implementation, especially when the particular assets are being
laundered overseas, and therefore arising an extra-jurisdiction problems. Asset Recovery is not only be done by criminal forfeiture, but also civil forfeiture,
including bankruptcy or insolvency proceedings as well, in which insolvency
proceedings has been applied in several cases in several jurisdictions, but have never been applied in Indonesia. The research method in this thesis is normative judicial legal research. Based on the writer’s analysis, bankruptcy and/or
insolvency proceedings, including the legal instrument of cross-border insolvency,
can be an option to aid and maximize to succeeds asset recovery. However, in order
to maximize its success, the Government should regulate about cross border
insolvency and joint bankruptcy and/or insolvency further , in the Indonesian
Bankruptcy Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Letycia Minerva Pariela
"Korupsi merupakan masalah yang menjadi perhatian dari masyarakat internasional. Untuk menghadapi masalah tersebut, negara-negara di dunia kemudian membuat dan menandatangani perjanjian internasional yakni United Nation Convention Againts Corruptions UNCAC , dimana didalam UNCAC ini dikenal suatu konsep baru perampasan aset yang dikenal dengan Non-Conviction Based Asset Forfeiture yang memungkinkan negara untuk merampas aset hasil korupsi tanpa memidana pelaku korupsi tersebut. Akan tetapi bagaimana jika terdapat suatu kepentingan dari pihak lain terhadap aset tersebut, dalam hal ini kreditor. Dalam hal ini konsep Non-Conviction Based Asset Forfeiture ini dapat memberikan perlindungan kepada kreditor dalam bentuk pihak ketiga yang beritikad baik dan juga pemberian hak untuk mengajukan keberatan terhadap permohonan perampasan aset yang diajukan. Hal ini serupa dengan pengaturan tentang perlindungan bagi kreditor di Amerika, Australia dan juga Filipina.

Corruption is an issue of concern from the international community. To address these issues, the countries in the world then create and sign international treaties named United Nations Convention Against corruptions UNCAC . There is a new concept of assets forfeiture within UNCAC, known as Non Conviction Based Asset forfeiture which allows the state to seize assets resulting from corruption without convict perpetrators of corruption. But what if there is an interest of the other party to such assets, in this case the creditor. In this case the concept of Non Conviction Based Asset forfeiture is to provide protection to creditors in the form of third parties acting in good faith and also granting the right to raise objections against the petition filed confiscation of assets. This is similar to the setting of protection for creditors in the United States, Australia and the Philippines."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Riani Atika Nanda
"Skripsi ini membahas mengenai keterkaitan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi dengan konsep keadilan restoratif. Untuk itu, dalam pembahasan skripsi ini akan dijelaskan mengenai dasar pemikiran dan dasar hukum dari pengembalian aset hasil tindak pidana di Indonesia, Britania Raya dan Thailand. Usaha Indonesia dalam upaya pengembalian aset ini pun tidak hanya dengan instrumen nasional seperti Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, tetapi juga menggunakan instrumen- instrumen internasional seperti United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 dan Bantuan Hukum Timbal Balik.
Pendekatan keadilan restoratif sebagai salah satu tujuan dari pemidanaan merupakan pemikiran yang tepat diterapkan dalam proses pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi karena dasar pemikiran dalam konsep ini sejalan dan tujuan dari keadilan restoratif dan pengembalian aset pun sejalan dan harmonis. Indonesia sebagai negara berkembang yang masih pelik dengan masalah penindakan hukum atas tindak pidana korupsi memerlukan gagasan dan pemikiran mengenai upaya pengembalian kerugian akibat tindak pidana korupsi.

This thesis discussed about the relation of stolen asset recovery on proceeds of corruption offense with the concept of restorative justice. So that, the discussion chapters of this thesis explained about the premises and legal basis of stolen asset recovery on the proceeds of corruption offense in Indonesia, the United Kingdom and Thailand. Indonesia?s effort in an endeavor to return these stolen assets was not only mandated by national law instruments such as Law Number 31 Year 1999 jo. Law Number 20 Year 2001 regarding Corruption Eradication, Law Number 15 Year 2002 regarding The Crime of Money Laundering, but also used of international law instruments such as United Nations Convention Against Corruption 2003 which ratified by Law Number 7 Year 2006 and Mutual Legal Assistance on Criminal Matters (MLA).
Restorative justice as one of the objectives of punishment is an appropriate intellection to be applied as the underlying principle of stolen asset recovery is reciprocally along with the concept of restorative justice as the intellection of this concept. Indonesia as a developing country which still complicatedly deal with the eradication of corruption offense matters, seriously needs an idea and reasoning on endeavor of restoring state's loss caused by corruption offense.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S550
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Gismadiningrat Sahid Wisnuhidayat
"Kerugian negara akibat korupsi di Indonesia pada tahun 2022 bernilai signifikan, namun KPK RI sebagai lembaga khusus pemberantasan korupsi dinilai belum maksimal dalam mengembalikan kerugian negara dibandingkan POLRI dan Kejaksaan RI. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pengembalian aset khususnya pada penyidikan tindak pidana korupsi di Direktorat Penyidikan KPK. Melalui penerapan metode penelitian kualitatif dan studi kasus, hasil penelitian ini menemukan bahwa, pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi masih berfokus pada upaya memenjarkan pelaku yang dipengaruhi oleh adanya celah hukum pada Undang-Undang Korupsi, polemik dalam perampasan aset, keterbatasan sumber daya manusia dan menurunnya nilai aset yang telah dirampas. Untuk meningkatkan pelaksanaan pengembalian aset, diperlukan strategi pendekatan perdata (in rem) melalui Kemungkinan (Balanced Probability Principle) dan Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan (Non Conviction-Based Asset Forfeiture) melalui pembaharuan regulasi dan peningkatan kualitas serta kuantitas sumber daya manusia Direktorat Penyidikan KPK RI.

State’s losses as the result of corruption in Indonesia, 2022, have a significant value, but KPK RI as a special institiution againts the corruption is considered not optimal in it’s efforts to returning the State losses rather than Indonesian National Police and The Office of the Attornety of The Republik of Indonesia. This articels aims to answer the problems regarding the implementation of asset recovery especially in the investigation of corruption at KPK RI Investigation Division. Through qualitative research methods and case studies, the result the results of this study found that the implementation of the investigation was still focused on efforts to imprison the perpetrators who were influenced by legal loopholes in the Corruption Law, polemics over asset confiscation, limited human resources and the decline in the value of assets that had been confiscated. To increase the amount of assets returned, a civil approach strategy is needed through the Balanced Probability Principle and Non-Conviction-Based Asset Forfeiture."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihite, Muhamad Idris Froyoto
"Penelitian ini bertujuan mengkaji kebijakan pemulihan aset hasil korupsi yang ditempatkan di luar negeri dengan pendekatan deskriptif-kualitatif dan menggunakan metode studi kasus. Berdasarkan identifikasi dan interpretasi data dengan kerangka kebijakan kriminal Hoefnagels (1969) dan konseptualisasi negara sebagai korban dalam perspektif viktimologi, merujuk pada konsep oleh Frieberg (1988) dan prisma kejahatan oleh Lenier dan Henry (2004). Konseptualisasi tersebut kemudian disebut dalam temuan penelitian ini sebagai negara sebagai korban tersamar kejahatan korupsi.
Penelitian ini menemukan bahwa Indonesia perlu memperkuat kerjasama berupa mutual legal assistance (MLA) dan informasi transaksi keuangan dengan negara tujuan penggelapan aset untuk melacak, merampas dan membekukan aset koruptor. Pemerintah membutuhkan kerangka hukum baru berupa undang-undang perampasan aset yang didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) penegak hukum yang memadai untuk mempermudah proses pemulihan aset hasil korupsi di luar negeri. Pemerintah juga perlu mereformasi wajah birokrasi dan penegakan hukum nasional yang transparan, humanis, profesional dan responsif terhadap isu korupsi. Kemauan politik Indonesia untuk secara timbal-balik memberikan bantuan kepada negara lain dalam proses asset recovery sangat dianjurkan. Pemerintah pun perlu mereformasi Pusat Pemulihan Aset (PPA) sebagai lembaga independen sembari memperkuat kapasitas SDM para anggota.

This study aims to examine the policy for the recovery of assets resulting from corruption placed abroad with a descriptive-qualitative approach and using a methods case study. Based on the identification and interpretation of data with a policy framework criminal Hoefnagels (1969), conceptualization of the state as victim, referring to Frieberg (1988) and crime prism by Lanier and Henry (2004). Current research propose the concept of the state as invisible victim of corruption as a result.
It was found that Indonesia needed to strengthen cooperation in the form of mutual legal assistance (MLA) and information on financial transactions with the country for which the assets were embezzled track, seize and freeze the assets of corruptors. The government needs a framework for new law in the form of an asset confiscation law that is supported by the availability of resources adequate human resources (HR) of law enforcers to facilitate the recovery process assets resulting from corruption abroad. The government also needs to reform the face of the bureaucracy and transparent, humanist, professional, and responsive to national law enforcement issues corruption. Indonesian political will to reciprocally provide assistance to other countries in the asset recovery process is highly recommended. The government also needs to reform the Asset Recovery Centre (PPA) as an independent institution while strengthening the human resource capacity of the members.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gans-Morse, Jordan
Cambridge: Cambridge University Press, 2017
323.460 GAN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>