Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142719 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jodi Afila Ryandra
"Penulisan ini membahas mengenai pola kebijakan kriminal yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka penanggulangan kejahatan terorisme sejak Orde Lama hingga sekarang dan kelebihan maupun kekurangan dari kebijakan yang dibuat. Adapun konsep yang digunakan dalam penulisan ini adalah Konsep Kebijakan Kriminal dan pendekatan Hard Approach maupun Soft Approach dalam penanggulangan kejahatan terorisme. Metodologi penulisan yang dilakukan adalah analisa deskriptif melalui kajian kepustakaan dari buku dan jurnal ilmiah yang sesuai dengan topik permasalahan.
Kesimpulan dari penulisan ini adalah Pemerintah Indonesia memiliki serangkaian bentuk kebijakan kriminal sejak Orde Lama hingga sekarang untuk menanggulangi kejahatan terorisme dengan menggunakan berbagai pendekatan, seperti hard approach di masa lalu hingga kombinasi di masa sekarang. Pendekatan kebijakan yang dipakai tersebut masing-masing memiliki kelebihan maupun kelemahan.

This paper discuss about the pattern of criminal policy made by Indonesian Government in order to settle terrorism since Orde Lama until now and also the advantages and the weakness of this policy. The concepts used in this paper are the concept of Criminal Policy and the approaches; Hard Approach and Soft Approach in order to settle terrorism issue. This paper used descriptive analysis methodology by doing literature study from books and scientific journals that related to the topic of the study.
The conclusion of this paper is the Government of Indonesia has several ways of criminal policy since Orde Lama until now in order to settle terrorism by using various approaches, such as using hard approach in the past and using combination of hard and soft approach in the present .Both of the approaches have their own advantages and disadvantages.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S54655
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riezaldo Aulia
"Pendanaan merupakan salah satu jenis aktivitas yang integral dan juga sentral dalam aktivitas terorisme secara umum. Hal ini membuat upaya intervensi dan pencegahan terhadap aktivitas pendanaan teror menjadi suatu hal yang krusial diperlukan agar dapat secara menyeluruh dan efektif “menang” melawan kejahatan terorisme. Dewasa ini, sebagian besar kebijakan kontra pendanaan terorisme dijalankan menggunakan model kerjasama/kemitraan multi-agensi. Model kerjasama ini memungkinkan adanya pengefisiensian kerja dan penggunaan sumber daya yang kolaboratif antar agensi terkait. Namun, di dalam implementasinya kebijakan jenis ini seringkali dihadapkan oleh berbagai macam kendala dan tantangan, baik dari internal maupun eksternal. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berusaha menjabarkan proses implementasi dan memetakan kendala – kendala yang dihadapi oleh Satgas CTF BNPT sebagai salah satu aktualisasi implementasi operasional kebijakan CTF yang berbasis kerjasama multi-agensi, dalam hal ini melibatkan BNPT, Densus 88, PPATK. Dalam analisisnya, penelitian ini menggunakan teori Multi-Agency Anti-Crime Partnership (Rosenbaum, 2002) dan Political Model of Policy Implementation (Khan & Khandaker, 2016).

Funding is one type of activity that is integral and also central to terrorism in general. This makes the intervention and prevention efforts on terrorism financing activities is a crucial thing needed in order to be able to "win" against the crime of terrorism. Nowadays, most counter terrorism financing policies are implemented using a multi-agency partnership model. This cooperative model allows for efficient work and collaborative use of resources between related agencies. However, in its implementation this type of policy is often faced by various kinds of obstacles and challenges, both internal and external. This research is a qualitative study that seeks to describe the implementation process and map the constraints faced by the BNPT CTF Task Force as one of the Indonesia’s operational implementations of CTF policy based on multi-agency collaboration, in this case it involves BNPT, Detachment 88, and PPATK. In its analysis, this study uses the theory of Multi-Agency Anti-Crime Partnership (Rosenbaum, 2002) and Political Model of Policy Implementation (Khan & Khandaker, 2016).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nobel Hiroyama Reppie
"Tesis ini membahas ancaman dan kerawanan Indonesia terhadap terorisme, terutama penyebaran narasi radikal dan atau terorisme, serta mengajukan model kontra narasi sebagai strategi dalam bidang pencegahan ancaman terorisme di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, untuk menganalisis ancaman, dan kerentanan, dan skenario untuk penguatan dan usulan pembentukan model sebagai sistem deteksi dini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ancaman narasi radikal atau terorisme di Indonesia berada pada posisi yang tinggi, diikuti dengan tingkat kerentanan Indonesia yang tinggi. Sehingga perlu dilakukan kontra narasi dan dilakukan penguatan terhadap strategi tersebut, serta diperlukan suatu model yang berlaku nasional sebagai dasar acuan

This thesis discusses the level of threats and vulnerabilities of Indonesia against terrorism, especially the spread of radical and or terrorism narratives, as well as propose a model of counter narrative as the strategy in the field of prevention in order to tackle the threat of terrorism in Indonesia. This study used a qualitative approach, to analyze the threats and vulnerabilities, as well as a scenarios for strengthening and proposed the establishment of a model as an early warning system. The results of this study indicate that the threat of radical or terrorism narratives in Indonesia is at a high level, followed by a high degree of vulnerability in Indonesia. Hence, it is necessary to apply the counter-narratives, and to strengthen the counter narative strategy, as well as we need a model that applicable nationwide as a platform."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ro`is
"ABSTRAK
Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat telah menciptakan peluang
baru bagi para teroris untuk menebarkan teror di cyberspace. Selain teror di
cyberspace, teknologi informasi juga memberi peluang akan tehnik-tehnik baru
terorisme di dunia nyata. Disisi lain, hukum melalui kebijakan kriminal sebagai
usaha rasional untuk menanggulangi kejahatan, dituntut untuk selalu responsif
dalam mengantisipasi kejahatan-kejahatan baru yang salah satunya adalah
cyberterrorism.Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif,
dengan tujuan penelitian untuk mengetahui kebijakan kriminal, yurisdiksi dan
kebijakan hukum pidana di masa datang dalam cyberterrorism di Indonesia.Dari
hasil penelitian ditemukan bahwa kebijakan kriminal terkait dengan
cyberterrorism menggunakan pendekatan penal dan non penal. Dengan
pendekatan penal meskipun secara spesifik aturan mengenai cyberterrorism
belum ada, pendekatannya bisa menggunakan aturan-aturan dalam KUHP
maupun di luar KUHP, dimana dalam putusan-putusan pengadilan terhadap
kasus-kasus cyberterrorism menggunakan aturan-aturan terkait dengan tindak
pidana terorisme.Sedangkan pendekatan non penal menggunakan pendekatan
budaya berupa kampanye internet sehat. Pengaturan mengenai cyberterrorism di
dalam hukum pidana Indonesia yang akan datang belum diatur secara spesifik.
Yurisdiksi dalam kasus cyberterrorism dilakukan berdasarkan aturan yang
tercantum di dalam KUHP dan di luar KUHP.Diharapkan adanya revisi terhadap
Undang-Undang Nomor.1 Prp Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme, dengan mencantumkan aturan kriminalisasi serangan terhadap
sistem komputer atau jaringannya atau informasi yang terkandung didalamnya
serta publikasi dan propaganda termasuk penyebaran rasa kebencian,
penghasutan, pemuliaan atau pemujaan terhadap terorisme, penyebaran ideologi
terorisme. Perlu ditingkatkannya kerjasama internasional, peran pemerintah untuk
mendorong penggunaan internet sehat, dan peningkatan kemampuan aparat
dalam penanganan cyberterrorism.

ABSTRACT
The rapid development of information technology has created new opportunities
for terrorists to spread terror in cyberspace. Besides terror in cyberspace,
information technology will also provide opportunities new techniques of
terrorism in the real world. On the other side , the law through criminal policy as
a rational attempt to solve crimes, are required to always responsive in
anticipation of new crimes, one of which is cyberterrorism. This research uses
normative legal research methods, in order to determine the criminal policy
research, the future criminal policy and law jurisdiction of cyberterrorism in
Indonesia. From the results of the study found that the criminal policies related to
cyberterrorism using penal and non-penal approach. With the approach of specific
penal although there are no rules about cyberterrorism, the approach could use the
rules in the Criminal Code as well as outside the Criminal Code, where the court
decisions on cases of cyberterrorism using the rules associated with criminal acts
of terrorism. While the non-penal approach using a cultural approach healthy
internet campaign. The regulation of cyberterrorism in the Indonesian criminal
code which would come not specifically regulated. Jurisdiction in the case of
cyberterrorism is based on the rules listed in the Criminal Code and the outside of
the Criminal Code. Expected that the revision of the Act of 2002 Nomor.1 Prp
About Anti-Terrorism, by stating the rules criminalizing attacks against computer
systems or networks or the information contained and also including publications
and propaganda spread hatred, incitement, glorification or worship of terrorism"
2013
T33750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadan Hendrawan
"ABSTRAK
Perkembangan yang menarik di Indonesia saat ini adalah banyaknya
perundang-undangan administrasi yang bersanksi pidana. Undang-undang
administrasi seperti perbankan, lingkungan hidup, dan lain-lain mengandung
pidana yang sangat berat, yang mestinya khusus untuk rumusan deliknya dibuat
undang-undang pidana tersendiri.Hukum pidana dalam perkembangannya
ternyata semakin banyak digunakan dan diandalkan dalam rangka mengatur dan
menertibkan masyarakat melalui peraturan perundang-undangan. Pencantuman
bab tentang ketentuan sanksi pidana tersebut bagi beberapa kalangan
menimbulkan keresahan karena dikhawatirkan akan menimbulkan
overkriminalisasi. Kekhawatiran ini dikarenakan tidak adanya kebijakan
kriminalisasi yang jelas yang dimiliki oleh pembentuk undang-undang.
Penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan bagaimanakan kedudukan
administrative penal law di Indonesia dalam kerangka kebijakan kriminal,
bagaimanakah kebijakan formulasi pemidanaan yang ada di dalam
administrative penal law di Indonesia, dan upaya apa yang dapat dilakukan
untuk mencegah overkriminalisasi dalam administrative penal law. Penelitian ini
merupakan penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
penggunaan sanksi pidana di dalam undang-undang yang bersifat administratif
masih merupakan pilihan utama. Pola pemidaan yang terdapat dalam berbaga
administrative penal law, ternyata tidak memiliki keseragaman pola pemidanaan.
Pidana penjara ternyata masih menjadi pilihan utama dalam pengenaan sanksi di
dalam hukum administrasi. Perlu diupayakan re-evaluasi pada tahap formulasi
sehingga tidak terjadi overkriminalisasi di dalam undang-undang yang bersifat
administrasi.

ABSTRACT
Currently, there is an interesting phenomena in Indonesia.There are so
many administrative law containing criminal sanctions. Administrative law such
as banking law, environmental law, and others contain many criminal sanctions,
which suppose to be regulated specially. Criminal law used as a tool to control
and regulate the society by the laws. Some of the expert thought that the use of
criminal sanction in the administrative penal law, for some reasons can make
overcriminalization condition. Overcriminalization can arise because the
regulator (government and legislative) do not have no one clear criminal policy.
This researchobliged to answer the research questions such as how is the
position of administrative penal law in frame of criminal policy, how is the penal
formulation in the administrative penal law in Indonesia, and what efforts can be
done to prevent overcriminalization in administrative penal law. This is a
normative juridical research.Based on the research, the use of criminal sanction
in the administrative penal law is still the main choice for the regulator. There is
no specific pena formulation that used in the administrative penal law. The
prison sanction still become the main choice in admnistrative penal law. By the
conditions, we need to re-evaluate the formulation step in order to prevent
overcriminalization. The formulation step is a strategic step in criminalize or not
a conduct."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39091
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This article aims at discussing 2 main problems: 1) in how far harm done by corporate crime in Indonesia; and 2) how is the criminal policy passed in overcoming corporate crime in Indonesia? The result of this discussion points: First, corporate crime is a kind of crime that makes society restless and that is risks the interests of State. The harm done is in the form of material an immaterial things for citizens, State and other corporations. Second, corporate crime should be included in the Code of Criminal Laws as a criminal act by the offender. In line with this, the subject of offence in the Code of Criminal Laws should be widened to include corporations with a threat of either grave punishment by prison or fine punishment, or both of them. However, said penal efforts should be integrated with the overcoming of non penal ones."
2004
340 JEPX 24:1 (2004)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Larasati
"ABSTRAK
Disertasi yang berjudul Model Pencegahan Terorisme di Indonesia oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini berupaya untuk mengkaji bagaimana konsep kerja Multi Lembaga dan kemitraan dalam organisasi pemerintahan yang bertujuan untuk pencegahan terorisme di Indonesia, melalui BNPT dapat terealisasi dengan baik. Perbedaan struktur dan budaya antar organisasi yang bermitra tentunya tidak secara otomatis berjalan efektif hanya karena ada peraturan perundang-undangan yang mengharuskan mereka bergabung menjadi satu dalam badan baru.
Dalam penelitian ini, penulis melakukan langkah-langkah pengumpulan data yaitu: pertama, mengidentifikasi dan menspesifikasi masalah yang berkembang di lingkungan penelitian. Kedua, penulis merancang pedoman wawancara dengan menyusun butir-butir pertanyaan berdasarkan variabel yang diamati atau masalah yang akan diselesaikan melalui wawancara mendalam kepada informan terpilih yang telah diidentifikasi. Ketiga, hasil dari wawancara mendalam ini kemudian diolah dan dikategorisasikan untuk mengidentifikasi temuan dalam penelitian lapangan. Keempat, hasil dari identifikasi ini kemudian disusun menjadi pedoman untuk Focused Group Disscussion (FGD).
Kesimpulan disertasi ini antara lain: (1) Dalam berperan sebagai badan koordinasi Multi Lembaga, BNPT masih banyak mengalami hambatan; (2) Dalam internal organisasinya, hambatan-hambatan dikelompokkan ke dalam Aspek Instrumental, Struktural dan Kultural; (3) Secara eksternal, dalam berhubungan dengan berbagai Kementerian/Lembaga terkait, BNPT cenderung menganggap dirinya sebagai Badan Nasional bentukan baru yang ?mengambil alih? tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang sudah ada sebelumnya; (4) Sesungguhnya pencegahan akar penyebab dan pemicu terorisme sangat beragam, sehingga implementasinyapun tersebar di berbagai urusan yang menempel di dalam berbagai Kementerian/Lembaga yang dalam khasanah kriminologi dikenal dengan tipologi pencegahan primer, sekunder dan tersier. Dalam disertasi ini, penulis juga menghasilkan Model Alternatif Pencegahan Terorisme Berpendekatan Multi Kausa-Multi Lembaga.

ABSTRAK
The dissertation entitles Terrorism Prevention Model in Indonesia by The National Counter Terrorism Agency (BNPT) tries to assess how the work concept Multi Agency and partners within the governmental organization that aims to prevent terrorism in Indonesia, by BNPT, can be well realized. The difference of structure and culture between the partnership organizations certainly not automatically running effectively just because there are laws and regulations those require them to merge into a new entity.
In this dissertation, the author performs the data retrieval steps within: first, to identify and specify the problems occur at the research environment. Second, the author designs the interview guidance by arranging the questions based on the observed variable or the problem which is going to be solved through in depth interview towards the chosen informant who has identified. Third, the result of the in depth interview then processed and categorized to identify research findings in the field. Fourth, the identified result then compiled into guidance for Focused Group Discussion (FGD).
The conclusion of this dissertation among others: (1) In capability as a Multi Agency coordinating body, BNPT still faces many obstacles; (2) In its internal organization, the obstacles classified within Instrumental, Structural, and Cultural aspect; (3) Externally, in relationship with various Ministry and related Institution, BNPT tends to consider itself as a new National Agency who ?takes over? the duty and authority of the existing Ministry and Institution; (4) Indeed the prevention of the root causes and trigger of terrorism are very diverse, thus the implementation are spreading in various following business towards various Ministry and Institution which in criminological term are known as primary, secondary, and tertiary prevention typology. In this dissertation, the author also obtains the Alternative Model of Terrorism Prevention Multi Causes-Multi Agency Approach
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1942
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Zulfahri
"Terorisme di sepanjang abad ke-21 ini telah menjadi perhatian utama di seluruh dunia. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar, karena frekuensi kekerasan yang dihasilkan dari aksi-aksi terorisme sangatlah besar, sehingga banyak para peneliti yang berusaha untuk meneliti aktivitas kekerasan yang bernama terorisme ini. Terorisme adalah suatu kejahatan yang berbasiskan pada ideologi, dimana pada saat ini ideologi terorisme kebanyakan bersadarkan pada ajaran keagamaan. Di Indonesia, para pelaku aksi terorisme keagamaan mayoritas berasal dari kalangan umat Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji genealogi dan membuat pemetaan ideologi para pelaku terorisme keagamaan di Indonesia, dimana hasil dari penelitian ini nantinya digunakan sebagai bahan rujukan dalam menyusun strategi penanggulangan terorisme di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data yang diambil berdasarkan pada wawancara mendalam dan kajian literatur.
Hasil penelitian yang didapatkan adalah terorisme keagamaan di Indonesia merupakan cerita bersambung yang pertumbuhannya bermula dari zaman sebelum kemerdekaan Indonesia sampai dengan saat sekarang, dimana para pelakunya saling memiliki keterkaitan. Mulai dari kemunculan gerakan Darul Islam DI yang kemudian memproklamirkan Negara Islam Indonesia NII , dilanjutkan dengan kelompok Al-Jamaah Al-Islamiyah JI , dilanjutkan lagi oleh kelompok Al-Qaeda Indonesia, dan hari ini dilanjutkan oleh kelompok ISIS Indonesia. Alasan yang menyebabkan berbagai kelompok ini melakukan aksi terorisme adalah karena karena tersumbatnya aspirasi politik untuk mewujudkan penerapan Syariat Islam secara formal di Indonesia.
Dari hasil pemetaan ideologi pelaku terorisme keagamaan di Indonesia, disimpulkan bahwa kelompok ISIS Indonesia memiliki tingkat ideologi radikal paling tinggi, dilanjutkan secara berurutan oleh kelompok Al-Qaeda Indonesia, JI, dan DI. Tingkatan ideologi radikal ini dijadikan tolok ukur untuk menilai keberhasilan program penanggulangan terorisme di Indonesia, khususnya dalam memoderasi ideologi radikal pelaku terorisme keagamaan. Akan tetapi hal ini hanya untuk strategi penanggulangan terorisme dalam jangka pendek dan menengah. Adapun untuk menuntaskan permasalahan terorisme keagamaan di Indonesia maka harus kembali kepada penyebabnya, yaitu dengan mengakomodir aspirasi politik umat Islam untuk mewujudkan penerapan Syariat Islam sesuai dengan amanah konstitusi.

Terrorism throughout the 21st century has become a major concern throughout the world. This is a natural thing, since the frequency of violence resulting from acts of terrorism is so great that many researchers are attempting to investigate this violence activity called terrorism. Terrorism is a crime based on ideology, where at present the ideology of terrorism is mostly based on religious teachings. In Indonesia, most of the perpetrators of religious terrorism are Muslim. This study aims to examine the genealogy and make mapping the ideology of the perpetrators of religious terrorism in Indonesia, where the results of this research will be used as a reference in formulating the strategy of countering terrorism in Indonesia. This study uses a qualitative method. The data are based on in depth interviews and literature review.
The result of the research is that religious terrorism in Indonesia is a serialized story whose growth dates back to the Indonesian independence era up to the present time, where the perpetrators have interconnectedness. Starting from the emergence of Darul Islam DI movement which then proclaimed the Islamic State of Indonesia NII, followed by Al Jamaah Al Islamiyah JI group, followed by Al Qaeda Indonesia group, and continued by ISIS Indonesia. Alasan yang menyebabkan berbagai kelompok ini melakukan aksi terorisme adalah karena karena tersumbatnya aspirasi politik untuk mewujudkan penerapan Syariat Islam secara formal di Indonesia.
From the result of mapping the ideology of the perpetrators of religious terrorism in Indonesia, it is concluded that ISIS Indonesia group has the highest level of radical ideology, followed sequentially by Al Qaeda group Indonesia, JI, and DI. The level of radical ideology is used as a benchmark to assess the success of counter terrorism programs in Indonesia, especially in moderating the radical ideology of perpetrators of religious terrorism. However, this is only for counterterrorism strategies in the short and medium term. As for to solve the problem of religious terrorism in Indonesia it must return to the cause, that is by accommodating the political aspirations of Muslims to realize the implementation of Islamic Sharia in accordance with the mandate of the constitution."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Rudolf Valentino
"ABSTRAK
Tragedi Bom Bali di Legian Kuta pada tanggal 12 Oktober 2002 membawa isu terorisme ke garis depan pemikiran keamanan di Indonesia. Karena serangan yang mendadak, banyak korban yang tewas. Konstitusi Indonesia UUD 1945 mengamanatkan negara untuk bertanggungjawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Untuk mencapai tujuan ini pemerintah Indonesia yang merumuskan sebuah kebijakan. Kebijakan adalah produk dari proses politik dimana dilakukan pemisahan atau pembagian kekuasaan. Salah satu bentuk kebijakan adalah kebijakan kriminal yang mengatur respon hukum masyarakat dan strategi pemberantasan kejahatan yang dilakukan secara formal oleh negara. Saat ini dalam kebijakan pidana Indonesia, terorisme didefinisikan sebagai tindak pidana. Hal ini telah menjadi perdebatan panjang karena ambiguitas dalam definisi teror dan telah menghasilkan multitafsir karena ketidakjelasan definisi teror. Banyak orang kuatir definisi teror ini akan diterjemahkan bebas oleh para pemangku kepentingan. Akibatnya, tujuan ideal dari suatu kebijakan tidak dapat dicapai, sebaliknya malah menghasilkan masalah baru yang mencederai demokrasi. Penelitian kriminologis ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif untuk mengumpulkan data. Dalam hal menganalisis data, digunakan teori hegemoni Gramsci Antonio serta teori kriminologi konstitutif Stuart Henry dan Dragan Milovanovic. Penelitian ini menyimpulkan bahwa negara telah memainkan peran penting untuk merumuskan strategi kontra terorisme di Indonesia dengan pendekatan Penegakan Hukum dalam rangka perlindungan terhadap hak asasi manusia pada kerangka demokrasi. Meskipun demikian, model Penegakan Hukum ini tetap harus didukung oleh langkah-langkah pencegahan yang akan diatur dalam kebijakan sosial untuk menjaga keseimbangan antara kekuatan koersif dan kekuatan persuasif.

ABSTRACT
The tragedy of Bali Bombing in Legian-Kuta in October 12, 2002 brought the issue of terrorism to the forefront of Indonesia’s security thinking. Due to the suddenness of attack, a large number of people were killed. The Constitution of Indonesia UUD 1945 has mandated the state to be responsible to protect all Indonesian people and Indonesia’s motherland. To achieve this purpose Indonesia’s government formulated a policy. Policy is a product of the political process under which circumstances separation or distribution of power is executed. One form of policies is criminal policy which regulates legal responses of the society and the strategy on crime eradication that legalized formally by the state. Currently in Indonesia’s criminal policy, terrorism is defined as criminal act. This has been a long debate because of the ambiguities in the definition of terror and has produced multi-interpretation because it does not clearly specify the definition of terror. Most people feel anxious this the definition of terror interpreted freely by stakeholders. As a result, the ideal purpose of a policy could not be achieved, on the contrary it will produce a new problem that harms democracy instead. This criminological research is conducted by using qualitative research methods to collect data. In order to analyze the data, the theory of hegemony Antonio Gramsci as well as the theory of constitutive criminology Stuart Henry and Dragan Milovanovic were applied. This research concludes that the state has played an important role to formulate Indonesia’s counter terrorism strategy in Law Enforcement model due to the protection of human rights in the democracy framework. However, this Law Enforcement model should be supported by the preventive measures which will be regulated under social policy to keep the coercive power and the persuasive power balance."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dey Ravena
"Legal aspects of criminal policy in Indonesia"
Jakarta: Kencana, 2017
345.598 DEY k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>