Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 97892 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atika Yuanita Paraswaty
"ABSTRAK
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia adalah kitab undang-undang zaman kolonial. Dinamika perkembangan masyarakat demokratis menuntut adanya pembaharuan KUHP tersebut menjadi KUHP yang memuat nilai-nilai bangsa Indonesia. KUHP memang tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum saat ini. Oleh karena itu terdapat upaya pembaharuan hukum pidana nasional melalui Rancangan KUHP. Terjadi perubahan perumusan pasal didalamnya, salah satunya adalah pasal mengenai tindak pidana agama. Telah terjadi perluasan perumusan pasal terkait tindak pidana tersebut, dipisahnya tindak pidana terhadap agama dan tindak pidana terhadap kehidupan beragama dan sarana beribadah. Pada KUHP, tindak pidana agama diatur dalam Pasal 156a KUHP. Hasil penelitian menyimpulkan upaya penanggulangan dalam KUHP terkait tindak pidana agama menjadi tidak efektif. Pada R-KUHP, perumusan pasalnya masih memiliki “jiwa” KUHP. Adanya perluasan delik menimbulkan overcriminalization. Terhadap prospek kedepannya harus lebih dijelaskan maksud tindak pidana yang ada agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam pengimplementasian undang-undang tersebut. Penelitian menyarankan kebijakan penanggulangan terhadap tindak pidana agama harus melalui proses sarana non-penal terlebih dahulu, dapat dilakukan dialog agar menjadi sepaham dengan permasalahan yang terjadi.

ABSTRACT
Criminal code applicable in Indonesia are colonial laws. Dinamic society growth claims criminal law reform which containing the values of the nation of Indonesia. Criminal code is nnot longer in line with the current legal developments. Hence the national criminal law reform efforts through draft criminal code. Article formulation changes therein, one of which is the chapter on religious offenses. That have an expansion clause is divided criminal offenses against religion and the other is crimes against religious life and worship facilities. In the criminal code, religious crime set in Pasal 156a. The study concluded criminal policy in criminal code is not effective. In draft criminal code, article draft is still have “soul” of criminal code. The expansion of crime cause overcriminalization. The outlook for the next must be clear that about crimes are not being mazy on that code implementation. The study suggest criminal policy for religious crime must be process non-penal effort firstly, that can be hold discuss or dialogue that be like-minded about society and religious problems."
Universitas Indonesia, 2013
T32788
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi
"Skripsi ini membahas mengenai kontribusi hukum pidana Islam dalam pembaharuan ketentuan perlindungan korban perkosaan di dalam hukum pidana nasional Indonesia. Bentuk penelitian dalam karya tulis ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Latar belakang dalam penulisan karya tulis ini adalah melihat ketentuan hukum pidana Indonesia terkait perkosaan yang selama ini diatur dalam Pasal 285 KUHP, hanya memberikan sanksi kepada pelaku berupa pidana penjara maksimal 12 tahun. Ironinya perlindungan terhadap korban perkosaan sama sekali tidak diakomodir dalam ketentuan tersebut, padahal dampak negatif yang diderita oleh korban mencakup banyak hal di antaranya berupa kerugian fisik dan psikis. Di sisi lain, hukum pidana Islam yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah memiliki ketentuan hukum yang komprehensif terkait delik perkosaan, yaitu berupa hukuman had zina bagi pelaku perkosaan dan sistem perlindungan bagi korban. Ketentuan hukum pidana Islam tersebut dapat diimplementasikan ke dalam RUU KUHP Indonesia mengingat ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 yaitu "Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara", dengan sila pertamanya yaitu "Ketuhanan yang Maha Esa". Demikian kesimpulan dari penelitian ini adalah untuk menjamin perlindungan hak-hak korban perkosaan perlu dilakukan pembaharuan ketentuan yang ada, yang dapat mengadopsi dari ketentuan hukum pidana Islam.

This thesis discusses the contribution of Islamic criminal law in the law reform of rape victim protection in Indonesian national criminal law. This is a legal normative research that use a qualitative approach. Indonesian criminal law provisions in Article 285 of the Criminal Code, only impose sanctions on the perpetrators in the form of imprisonment for a maximum of 12 years. The irony is the rape victim protection did not accommodated on the provisions, whereas the negative impact suffered by the victims include many things (ie. physical and psychological damages). On the other hand, Islamic criminal law that comes from al-Quran and as-Sunnah have a comprehensive legal provisions related to the offense of rape and protection system to the victims. Islamic criminal law provisions can be implemented into Indonesian Law. It is based on provision of Article 2 of Law No. 12 of 2011: "Pancasila is the source of all laws of the country", where the first principle is "Ketuhanan Yang Maha Esa". The conclusion is to ensure the protection of the rights of rape victims, it need to have a law reform due to the existing provisions that could adopt from the Islamic Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64890
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kiki Wulandari
"Persiapan melakukan tindak pidana merupakan salah satu perubahan yang dilakukan RUU KUHP dalam rangka pembaruan hukum pidana. Sebelumnya pemidanaan terhadap perbuatan persiapan (voorbereidingshandeling) tidak dikenal dalam KUHP sebab perbuatan dalam tahap voorbereidingshandeling adalah tidak strafbaar sifatnya. Akan tetapi pemidanaan terhadap suatu perbuatan yang masih pada tahap sangat awal, lebih awal dari percobaan, sudah dikenal sebelumnya antara lain dengan adanya lembaga permufakatan jahat, Pasal 250 KUHP, Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan dalam Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Perumus RUU KUHP tidak menjelaskan apa yang mendasari dipidananya perbuatan persiapan juga tidak menjelaskan delik apa saja yang menjadi sasaran dari adanya lembaga persiapan ini. Dikhawatirkan pemidanaan terhadap perbuatan persiapan ini akan memunculkan sifat represif hukum karena sifatnya yang sangat subjektif.

Preparation to commit crime is one of the changes that Draft of Penal Code does in purpose of criminal law reform. Previously, criminalization to preparatory acts (voorbereidingshandeling) was not known in existing Penal Code because acts in preparation stage is not punishable. But criminalization to acts that still in the early stage, earlier than attempt, has already known such as the existence of conspiracy law, Penal Code Article 250, Article 9 Terrorist Act, and also The Suppression of The Financing of Terrorism Act. The Legislator of Draft of Penal Code doesn?t explain what is the underlying of the criminalization of the preparatory acts and also doesn't explain what kind of offences that illegal preparatory acts can be used for. It is feared that the criminalization to preparatory acts will emerge the repressive nature of criminal law due to its subjectivity.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56204
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: National LawCommission of the Republic of Indonesia, 2003
340.3 KOM l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dila Romi Aprilia
"Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat sehingga menimbulkan kerusakan hutan yang salah satunya adalah illegal logging. Tindak pidana illegal logging sangat marak di Indonesia dan melibatkan banyak pelaku dan merupakan tindak pidana yang rapi dan terorganisasi. Hal mendasar yang menyebabkan sulitnyamemberantas illegal logging adalah karena illegal logging adalah termasuk kategori 'kejahatan terorganisasi'. Oleh karena itu adanya kebijakan hukum pidana yang tegas mengatur dan penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging perlu diwujudkan. Kebijakan hukum pidana yang diterapkan dalam rangka penanggulangan dan penegakan hukum tindak pidana illegal logging diatur dan dirumuskan dalam ketentuan perundang-undangan pasal 50 dan pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999, namun mengenai definisi yang dimaksudkan dengan illegal logging tidak dirumuskan secara limitatif sehingga banyak para praktisi hukum yang menafsirkan illegal logging sendiri-sendiri. Mengenai ancaman pidana yang dikenakan adalah pidana pokok yakni penjara dan denda, pidana tambahan berupa perampasan hasil kejahatan dan atau alat-alat untuk melakukan kejahatan, ganti rugi serta sanksi tata tertib. Kebijakan hukum tindak pidana illegal logging dan penerapan sanksinya dirasakan tidak memenuhi aspek kepastian dan keadilan. Hal ini terlihat dalam kasus illegal logging yang terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Blora dan Bojonegoro. Oleh karenanya selain kebijakan hukum pidana dibutuhkan pula penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging yang dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Sistem Peradilan Pidana terdiri dari komponen antara lain kepolisian, PPNS kehutanan, Kejaksaan, Kehakiman dan Lembaga Pemasyarakatan. Dalam prakteknya proses penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging sangat lemah. Salah satu faktor lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging ditandai dengan penanganannya yang tidak integral (menyeluruh) karena pelaku intelektual yang berkaitan langsung seperti pemodal, pemesan, pengirim, pemalsu dokumen, sawmill yang berperan sebagai penghubung jarang sekali dipidana dan hanya orang-orang lapangan saja yang dipidana. Selain itu banyak faktor yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging sehingga hal tersebut menjadi kendala dalam dalam penegakan hukum.

The wealth of forests is a gift and trust from God Almighty that is priceless. Therefore, forests must be managed and be best utilized by noble character as the embodiment of worship and gratitude to God Almighty. Forests are many benefits to the sustainability of human life and other living creatures. One benefit is the direct result of forest wood that has high economic value. Timber is harvested and then used by the community. Utilization of wood should be based on permission from the Ministry of Forestry. But in reality there are many violations committed by the community, causing damage to the forest, one of which is illegal logging. Crime is rampant illegal logging in Indonesia and involves many actors and a crime is neat and organized. The basic thing that it is difficult to eradicate illegal logging is due to illegal logging is categorized as "organized crime". Therefore the policy of strict criminal laws regulating and enforcing criminal laws against illegal logging needs to be realized. Criminal law policy adopted in the framework of prevention and criminal law enforcement of illegal logging is regulated and defined in the statutory provisions of article 50 and article 78 of Law No. 41 of 1999, but the definition is meant by illegal logging limitatif formulated not so much legal practitioners who interpret their own illegal logging. Regarding the penalty imposed is the principal criminal imprisonment and fines, an additional penalty of deprivation of proceeds of crime and the or tools to do the crime, compensation and discipline sanctions. Criminal law policy of illegal logging and the application of sanctions does not meet the perceived certainty and fairness aspects. This is seen in cases of illegal logging that occurred in the District Court jurisdiction Blora and Bojonegoro. Therefore in addition to criminal law policy also required law enforcement against illegal logging crimes committed through the criminal justice system. The Criminal Justice System consists of components such as police, investigators forestry, Attorney, Justice and Correctional Institutions. In practice the process of criminal law enforcement against illegal logging is very weak. One of the weak enforcement of laws against illegal logging crimes marked with handling that is not integral (holistic) as intellectual actors who are directly related to such investors, buyers, shippers, document forgers, which acts as a liaison sawmill rarely convicted, and only those field are convicted. In addition, many factors that led to weak law enforcement against illegal logging crimes so they are a constraint in law enforcement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29475
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Nugroho Setyawan
"ABSTRAK
Farmasi merupakan salah satu kebutuhan dari kehidupan manusia, sehingga perlu dijamin kualitasnya agar dapat dimanfaatkan dengan baik. Dalam pembuatannya, harus memenuhi kriteria dalam segi mutu, manfaat, keamanan, dan kualitasnya. Kriteria tersebut harus terpenuhi mulai dari pembuatan (pada tahap produksi), pendistribusian hingga penyerahan obat ke tangan konsumen (tahap perdagangan). Namun, farmasi sendiri telah menjadi objek dari tindak kejahatan yang dikenal dengan kejahatan farmasi. Dalam mengatasi kejahatan farmasi, pemerintah Indonesia dihadapkan pada beberapa tantangan, antara lain maraknya produk impor akibat globalisasi, minimnya pengetahuan masyarakat dalam mengetahui, mengenali, dan mewaspadai farmasi ilegal dan palsu, kemajuan teknologi karena terjadinya modernisasi, pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan belum terkoordinasi dengan baik, lemahnya penegakan hukum, dan aspek penal atau sanksi yang belum memberikan efek jera. Tujuan penelitian ini untuk memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai upaya dan mekanisme dalam rangka pencegahan kejahatan berbasis kemitraan sinergis antar lembaga (multi-agency crime prevention) yang dapat dilakukan oleh stakeholder dan pihak yang berkepentingan dalam mengendalikan angka kejahatan farmasi serta strategi yang dapat diimplementasikan. Dalam konteks penelitian ini, wawancara dilakukan dengan Kepolisian, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Kementerian Kesehatan. Pada dasarnya, pencegahan kejahatan multi agen bertujuan untuk mengurangi risiko kejahatan, meningkatkan upaya pengawasan, dan kolaborasi antar agen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif dengan melakukan wawancara dan studi kasus. Pada penelitian ini mengacu pada dasar teoretik pencegahan kejahatan multi agen dengan menggunakan pendekatan situasional. Hasil dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa mekanisme pencegahan melalui kemitraan memiliki pengaruh yang potensial dalam menekan kejahatan dan upaya-upaya yang dapat dilakukan melalui kemitraan harus mencakup peningkatan upaya/usaha mempersukar terjadinya tindak kejahatan farmasi, intervensi terhadap biaya dan keuntungan dari kejahatan farmasi, serta strategi menghilangkan justifikasi/alasan terjadinya kejahatan farmasi.

ABSTRACT
Pharmacy is one of the necessity of human life, which needs to be guaranteed of its quality, thus can be utilized properly. Pharmacy must comply particular criteria regarding of quality, benefits, and safety. These criterias must be fulfilled from the stage of manufacture, distribution, until the trade of pharmacy to consumers. However, the pharmacy itself has become the object of crime, known as pharmaceutical crime. In order to control pharmaceutical crime, the government of Indonesia confronts with several challenges, including the rise of imported products due to globalization, the lack of public knowledge and awareness toward illegal and counterfeit medicines, technological development due to modernization, deficient coordination among stakeholders, weak law enforcement, and lack of deterrent effect of the criminal sanctions. The aim of this research is to provide a comprehensive explanation of prevention effort and mechanisms of crime based on partnerships between institutions (multi-crime prevention) that might be held by stakeholders and concerned parties in controlling pharmaceutical crime rates. In this research, interviews were conducted with the Police Department, Indonesia National Agency of Drug and Food Control, and the Ministry of Health. Basically, multi-agent crime prevention is aim to reduce the risks of crime, increase security and surveillance, as well as the partnership among stakeholders. The method of this research is qualitative method by conducting interviews and case studies. This research refers to the theoretical basis of the multi-agent prevention crime with situational approach. The results of this research conclude that prevention mechanisms through partnerships have a potential influence in suppressing crime. The prevention strategy of pharmaceutical crime through partnerships must involve increased efforts in committing crimes, eliminating or reduce the rewards and benefits, and remove the excuses or compromises toward crime.

 

Key words : pharmaceutical crime, illegal pharmacy, crime prevention, partnership, multi-agent

"
2019
T52465
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Binsar Daniel H.
"Tesis ini membahas tentang penyidikan tindak pidana kehutanan oleh Polri terhadap pelanggaran hukum pidana di bidang kehutanan yang dilalukan oleh perusahaan-perusahaan penebangan kayu. Dari hasil penelitian ditemukan datadata yang menunjukkan bahwa telah terjadi hambatan dalam proses penegakan hukum pidana korporasi di bidang kehutanan, dimana dalam proses penegakan hukum oleh Polri, tidak menerapkan konsep pertanggungjawaban pidana korporasi kepada perusahaan-perusahaan pelaku tindak pidana.
Di sisi lain, proses penegakan hukum yang dilakukan oleh polri, pada dasarnya bukanlah untuk kepentingan polri semata, namun untuk kepentingan yang lebih luas lagi. Disamping itu, upaya penegakan hukum oleh polri selama ini tidak menciptakan efek jera kepada korporasi pelanggar tindak pidana di bidang kehutanan, dan oleh karena itu perlu dilakukan upaya penyidikan secara lebih progresif terhadap tindak pidana kehutanan dengan mulai menerapkan konsep pertanggungjawaban pidana korporasi pada setiap proses penyidikan tindak pidana korporasi di bidang kehutanan.
Penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam proses penyidikan oleh polri sebenarnya membawa dampak positif lainnya yaitu koporasi juga dapat dibebankan sanksi administratif lainnya seperti denda dan pencabutan izin usaha, sehingga meniadakan keuntungan ekonomis yang dapat diraih korporasi atas pelanggarannya tersebut.

This thesis discusses the investigation of criminal offenses by police to forestry violations of criminal law in the field of forestry that is passed by the logging companies. From the results of the study it is found data that indicate there has been a bottleneck in the process of corporate criminal law enforcement in forestry, which is in the process of Law enforcement by the police, do not apply the concept of corporate criminal liability to the companies.
On the other hand, the law enforcement process conducted by the national police, are basically not merely for the sake of national police, but for the wider interests to serve and protect the comunity. In addition, law enforcement efforts by the national police has not created a deterrent effect on corporate crime violators in the field of forestry, and therefore needs to be done in a more progressive investigative efforts against crime forestry with begin to apply the concept of corporate criminal liability in any process of investigation of criminal criminal corporations in the field of forestry.
The application of corporate criminal liability in the process of investigation by the national police actually bring other positive effects which can also be charged corporation for other administrative sanctions such as fines and revocation of business licenses, thus negating the economic benefits that can be achieved by the corporation for the infraction."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T29640
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nurul Avira
"Tesis ini memuat pembahasan terkait tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak dengan mengacu pada Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak UU SPPA dan Undang-Undang Narkotika, dimana dalam penelitian ini akan dibahas proses restorative justice yang tidak terlaksana dengan maksimal khususnya bagi anak pelaku tindak pidana narkotika. Penjatuhan sanksi pidana penjara kepada anak pelaku tindak pidana narkotika menjadi timpang ketika UU SPPA dan UU Narkotika yang menitikberatkan proses rehabilitasi bagi pecandu dan penyalah guna narkotika, justru tidak diterapkan oleh aparat penegak hukum. Selain itu, tesis ini membahas dan menguraikan faktor-faktor penyebab anak melakukan tindak pidana narkotika dan perbandingan penanganan anak pelaku tindak pidana narkotika di beberapa lembaga. Penelitian ini bersifat yuridis-normatif, dimana penulis mengaji Undang-Undang yang kemudian dikaitkan dengan sejauh mana peraturan tersebut diterapkan dan berlaku di masyarakat.
Hasil penelitian ini mengungkap faktor penyebab anak menjadi pelaku tindak pidana narkotika, yang terdiri atas faktor internal dan eksternal, kemudian penerapan sanksi kepada anak pelaku tindak pidana narkotika yang belum terlaksana dengan maksimal berdasarkan UU SPPA dan UU Narkotika, serta perbedaan penanganan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika yang dilaksanakan di LPKA Jakarta, BNN LIDO, dan RSKO Jakarta. Meskipun ketiga lembaga tersebut memiliki fungsi yang sama bagi perbaikan para pelaku tindak pidana narkotika, namun ternyata masih terdapat banyak celah jika dilihat dari segi penanganannya, diantaranya adalah proses rehabilitasi serta program-program yang dilaksanakan didalam ketiga lembaga tersebut.

This thesis discusses about the narcotic crime whos committed by children, referring to the Child Criminal Justice System Act and Narcotics Act, this study discussed about the process of restorative justice that wasn 39 t implemented maximally, especially for the child of the perpetrators narcotic crime. Decision of the jail punishment to child drug abusers could be judged didn rsquo t accordance with a Child Criminal Justice System Act and Narcotics Act which have a priority for doing a rehabilitation and isn rsquo t applied by law enforcement officers. This study is juridical normative, which an authors review is an act and will be associated with the extent to the rules was applied in the society.
The results of this study express the causing factors of why a child be a perpetrators of narcotics crime, which consist by internal and external factors, then an application of sanctions to children whos carry out in narcotics crime that has not been implemented maximally based on SPPA Act and Narcotics Act, and a difference of criminal treatment for a child drug abusers in LPKA Jakarta, BNN LIDO, and RSKO Jakarta. Although they have a same function for handle a child drug abusers, but there is something different between the rehabilitation process and the programs implemented.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Nefa Claudia
"Undang Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)) memang patut diapresiasi karena ketika dibuat pada tahun 1970-an sampai dengan diundangkannya pada tahun 1981, Kitab Undang Undang ini sudah merupakan pembaharuan total dari kitab undang undang hukum acara pidana kolonial, Herziene Indische Reglement (HIR), sehingga dibangga banggakan sebagai salah satu "masterpiece" dalam hukum nasional. Namun, harus diakui bahwa setelah berjalan lebih dari dua dekade, ternyata terdapat banyak kekurangan dan kelemahan yang ditemukan dalam praktek, sehingga timbul kebutuhan mendesak untuk memperbaiki Kitab Undang Undang ini.Hal ini sangatlah wajar mengingat dinamika perkembangan masyarakat demokratis yang menuntut adanya pembaharuan hukum secara berkala melalui produk hukum yang responsif.KUHAP memang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti dengan hukum acara pidana yang baru.Oleh karena itu, upaya pembaharuan hukum acara pidana nasional melalui Rancangan Undang Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) 2010 yang akan menggantikan keberadaan KUHAP memang patut disambut gembira. Salah satu ketentuan baru dalam RKUHAP adalah diusulkannya lembaga Hakim Komisaris untuk menggantikan keberadaan pra peradilan dalam KUHAP.Sekalipun berorientasi pada upaya pembaharuan hukum acara pidana nasional, wacana penghapusan pra peradilan untuk kemudian menggantikannya dengan Hakim Komisaris tampaknya masih terus mengundang perdebatan.Pihak yang pro terhadap Hakim Komisaris berangkat dari pemikiran bahwa pra peradilan seringkali dianggap sudah tidak memadai lagi untuk diberlakukan sebagai lembaga pengawasan kewenangan penyidik dan penuntut umum pada tahap pemeriksaan pendahuluan. Lembaga ini juga dianggap sudah tidak mampu lagi mengakomodir pemenuhan keadilan dan kepastian hukum baik bagi tersangka maupun pihak lain yang merasa dirugikan kepentingannya pada tahap pemeriksaan pendahuluan. Apa yang kemudian menjadi pertanyaan apakah ide untuk mengganti pra peradilan dalam KUHAP dengan Hakim Komisaris melalui RKUHAP merupakan langkah tepat menuju pembaharuan hukum acara pidana nasional mengingat polemik terkait wacana pengesahan Hakim Komisaris muncul dikarenakan adanya semacam kekhawatiran bahwa lembaga baru ini justru merupakan sebuah kemunduran, bukan kemajuan, mengingat lembaga serupa pernah ditolak pada saat diintrodusir dalam RKUHAP 1974 dengan alasan terlampau luasnya kewenangan lembaga ini dalam melakukan intervensi terhadap kewenangan penyidik dan penuntut umum pada tahap pemeriksaan pendahuluan.

Law No. 8 Year 1981 Regarding Criminal Procedural Law (Code of Criminal Procedural Law) is reasonably appreciated ?, since when it was made in 1970?s until it was promulgated in 1981, it had been a total reform of colonial code, Herziene Indische Reglement (HIR) ?, the reason why it was put on its place as one of national law ?masterpiece? we are proud of. But however, it has to be admitted that after passed through two decades, there are a lot of shortages and weaknesses found in its practice, with the result that the correction about this code became an urgent necessity. This action is considerably proper, since dynamic of democratic society growth claims the existence of periodically law reform through responsive law product. Code of Criminal Procedural Law is no longer suit the law development in society, so it is necessary to substitute it by a new criminal law. For that reason, the effort to renew criminal procedural law through its future replacement with Draft of Criminal Procedural Law Year 2010 should be gladly welcomed. One of new provision in Draft of Criminal Procedural Law is the suggestion of Hakim Komisaris to replace the existence of pra peradilan in Code of Criminal Procedural Law. Even though it is oriented in effort of national criminal procedural law reform, discourse about the elimination and replacement of pra peradilan with Hakim Komisaris still seems debatable. The pro sides of Hakim Komisaris derives from a point of view that pra peradilan is often considered as no more reasonable to be treated as investigator and prosecutor authority supervising institution in preliminary examination. The question afterwards is whether the idea of substituting pra peradilan in Code of Criminal Procedural Law with Hakim Komisaris through Draft of Criminal Procedural Law is appropriate step towards national criminal procedural law reform, since polemics involving legalization of Hakim Komisaris emerge because of worries that this new institution is a regress instead of progress, since similar institution had ever been rejected when it was introduced in Draft of Criminal Procedural Law 1974, with a reason that authority of this institution when intervening with inspector and prosecutor authority in introductory inspection, is excessive."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30745
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nobertus Danun
"ABSTRAK

Tesis ini membahas tentang strategi penanggulangan tindak pidana pajak secara represif pada Direktorat Jenderal Pajak terkait tindak pidana pencucian uang pada kasus pidana pajak. Menyadari bahwa ancaman tindak pidana pencucian uang sebagai kejahatan serius yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan serta mengancam kepentingan nasional, berdampak luas dan membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka upaya pencegahan dan pemberantasan harus dilakukan melalui langkah-langkah konseptual dengan cara represif menggunakan asset tracing dan asset recovery. Tesis ini juga mengangkat sebuah kasus tentang penerbitan faktur fiktif yang dilakukan oleh RAS untuk memperkaya dirinya sendiri dengan melakukan pidana pajak yang sudah merugikan negara dan masyarakat. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa, dalam upaya pelaksanaan Strategi Penanggulangan Pidana Pajak Secara Represif Pada Direktorat Jenderal Pajak Terkait Tindak Pidana Pencucian Uang yang efektif, maka kerjasama yang sangat baik diantara instansi terkait yang meliputi penyedia jasa keuangan, PPATK, otoritas lembaga keuangan, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Penelitian selanjutnya perlu mendalami keterlibatan narasumber dari instansi-instansi lain di luar instansi primer yang peneliti. Terbatasnya dokumen yang membahas tentang kasus tindak pidana pajak melalui penegak hukum dan pemulihan aset, penelitian berikutnya perlu membandingkan kasus-kasus tindak pidana yang lebih relevan.


ABSTRACT


This thesis discusses about the strategy of prevention of tax crime act repressively at Directorate General of Taxation related to crime of money laundering in tax crime case. Recognizing that the threat of money laundering as a serious crime that could disrupt the economic stability and integrity of the financial system and threaten the national interest, has a wide-ranging impact and endangers the joints of the life of the community, nation and state, the prevention and eradication must be done through the steps conceptual in a repressive way using asset tracking and asset recovery. The thesis also raises a case concerning the issuance of fictitious invoices by the RAS to enrich itself by tax crimes that have harmed the state and society. The results of this study suggest that, in the effort of implementing Criminal Countermeasures Strategies in Repressive at the Directorate General of Taxes Related to the Effective Money Laundering Act, the excellent cooperation among related agencies including financial service providers, PPATK, the authority of financial institutions, Police, Attorney and the Court. Subsequent research needs to deepen the involvement of resource persons from other agencies outside the primary institution of the researcher. Limited documents concerning tax crime cases through law enforcement and asset recovery, subsequent research should compare more relevant cases of tax crime offenses.

"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>