Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103174 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sila Saktiana
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S23879
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[Jakarta]: Harvarindo, 2012
346.082 BAN u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Ajrina Qadrya
"Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, anggaran OJK bersumber dari APBN dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Dengan adanya ketentuan yang memberikan kewenangan pada OJK untuk mengenakan pungutan kepada pihak bank dikhawatirkan akan menjadi ancaman terhadap independensi OJK dalam melakukan pengawasan terhadap bank. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai prinsip independensi OJK dalam pengaturan dan pengawasan terhadap bank sebagai pihak yang dibebankan pungutan oleh OJK. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode yuridis-normatif.
Hasil dari penulisan ini menyatakan bahwa meskipun bank dikenai pungutan sebagai sumber pembiayaan kegiatan OJK, namun secara yuridis independensi OJK tetap dapat terjaga dalam pengaturan dan pengawasan terhadap bank. Hal ini mengingat pengaturan mengenai pungutan dan pelaksanaan tugas dan kewenangan OJK telah diatur dan memiliki dasar hukum yang jelas, baik dalam UU Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK maupun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2014 tentang Pungutan OJK, dan diatur lebih lanjut dalam beberapa Peraturan OJK berserta peraturan pelaksanaanya secara jelas, rinci dan sesuai dengan tata kelola yang dapat dipertanggungjawabkan.

The Financial Services Authority (OJK) is an independent agency which is free from interference by other parties. Its main function is to organize integrated systems of regulating and supervising all activities in the financial services sector. Based on Law No. 21 of 2011, the OJK budget comes from APBN and / or levies from the parties conducting activities in the financial services sector. With the provision which authorizes the OJK to impose levies on the banks, it is feared that it will remain a threat to the independence of the OJK in conducting supervision of the banks. This study raised issues regarding the principles of independence of the OJK in regulating and supervising the banks as the parties on which levies are imposed by the OJK. This thesis used normative juridicial method.
Results of this study revealed that although banks were imposed on levies as a financial source of the OJK activities, jurisdictionally the OJK independence in regulating and supervising the banks could still be maintained. This is because the provisions on levies and the implementation of tasks and authorities of the OJK have been governed, with a clear legal basis, both in Law No. 21 of 2011 concerning the OJK and Government Regulation No. 11 of 2014 concerning OJK Levies, and regulated further in OJK Regulations along with the Rules of Implementation in a clear, detailed way and in accordance with the accountable management.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60118
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nitya Yuki Mahya
"Pembahasan yang dituangkan dalam tulisan ini yaitu tinjauan yuridis mengenai“efektivitas penyidikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menangani tindak pidana di sektor jasa keuangan di Indonesia, khususnya tindak pidana perbankan.”Permasalahannya timbul mengingat di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan terdapat ketentuan mengenai Penyidik OJK dengan kewenangan penyidikan terhadap tindak pidana di sektor jasa keuangan yang meliputi sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Sementara itu, di dalam ketentuan undang-undang organik masing-masing lembaga kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi juga terdapat ketentuan mengenai penyidik yang juga memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana, termasuk penyidikan tindak pidana perbankan. Dalam tesis ini,“metode penulisan yang digunakan adalah“metode yuridis normatif yang menitikberatkan pada penelaahan terhadap hukum positif yang menjadi dasar hukum keberadaan objek-objek penelitian.” Adapun pengumpulan data dilakukan dengan meneliti, dan mengkaji berbagai bahan kepustakaan (data sekunder) baik berupa bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier khususnya Undang - Undang Otoritas Jasa Keuangan, Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana, dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.“Hasil penelaahan berupa telaah aspek yuridis dalam bentuk deskriptif analitis.”Kesimpulan dari tulisan ini yaitu“dalam pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik OJK maupun penyidik Jaksa, Polisi atau KPK, khususnya penyidikan tindak pidana perbankan, dapat“bersinggungan dan mempengaruhi efektivitas dari penyidik OJK sehingga ketentuan terkait perlu ditinjau kembali.

The discussion set forth in this paper is a juridical review of the effectiveness of investigations by the Financial Services Authority (OJK) in handling crimes in the financial services sector in Indonesia, particularly banking crimes. The problem arises considering that in Law Number 21 of 2011 concerning the Financial Services Authority there is a provision regarding OJK Investigators with the authority to investigate crimes in the financial services sector which includes the banking sector, capital market, insurance, and other financial service institutions. Meanwhile, in the provisions of the organic law of each, police, prosecutor, and the Corruption Eradication Commission, there are also provisions regarding investigators who also have the authority to carry out criminal investigations, including investigations into banking crimes. In this thesis, the writing method used is a normative juridical method that focuses on examining positive laws which are the legal basis for the existence of the research objects. The data collection was carried out by researching and reviewing various literature materials (secondary data) in the form of primary, secondary and tertiary legal materials, especially the Financial Services Authority Law, the Criminal Procedure Code, and other related laws and regulations. The results of the study are in the form of an analysis of juridical aspects in the form of descriptive analytical. The conclusion of this paper is that the implementation of investigations carried out by OJK investigators and prosecutors, police and KPK investigators, especially investigations of criminal acts in the banking sector, can intersect and affect the effectiveness of OJK investigators so that the relevant provisions need to be reviewed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Erlangga Kaurow
"Perjanjian baku merupakan perjanjian yang umum ditemukan, termasuk dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Lembaga pembiayaan konsumen termasuk dalam ranah sektor jasa keuangan yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tulisan ini meninjau tentang penerapan klausula baku yang dibuat oleh pelaku usaha terhadap UU Perlindungan Konsumen maupun peraturan dan surat edaran yang dikeluarkan OJK. Studi dilakukan dengan metode analisis yuridis normatif. Dalam praktiknya, pelaku usaha belum sepenuhnya memenuhi pengaturan mengenai klausula baku sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Standard clause is a contract that is often found, including in the consumer financing agreement. Consumer financing institution is included in the financial service sector area that is regulated by Financial Service Authority (FSA). This thesis reviews on the implementation of standard clause made by entrepreneur towards Law on Consumer Protection as well regulation and circular letter issued by the FSA. This study is conducted with normative analysis method. In practice, the entrepreneur is not fully implementing the regulation regarding the standard clause as regulated in the Indonesian law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66711
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satriyo Wahyu Harsoyo
"Salah satu cara untuk mendirikan bank syariah adalah dengan melakukan konversi bank konvensional menjadi bank syariah. Pendirian bank syariah dengan cara konversi tersebut membutuhkan modal disetor yang lebih murah dibandingkan dengan mendirikan bank syariah baru. Salah satu contoh pendirian bank syariah dengan cara konversi adalah konversi Bank Jasa Arta menjadi BRI Syariah. Konversi Bank Jasa Arta menjadi BRI Syariah tersebut menimbulkan permasalahan terkait cara konversi produk kredit di Bank Jasa Arta ke dalam produk BRI Syariah. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas mengenai konversi produk kredit di Bank Jasa Arta ke dalam produk di BRI Syariah.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Konversi kredit di Bank Jasa Arta ke dalam produk BRI Syariah dilakukan dengan berpedoman pada Kebijakan Konversi BRI Syariah.

One way to establish a sharia bank is by converting a conventional bank to a sharia one. This conversion requires less capital deposit, compared to establishing a new sharia bank from zero point. One example of sharia bank establishment through conversion is the conversion of Jasa Arta Bank to BRI Sharia. However, that conversion drew a problem concerning the method of converting the credit products in Arta Jasa Bank to BRI Sharia products. Thus, this research focuses on the issue of conversion of Jasa Arta Bank?s credit product to BRI Sharia?s product.
Based on this research, I conclude that the conversion of credit products in Jasa Arta Bank to BRI Sharia?s products is done through the guidelines on BRI Sharia?s Conversion Policy."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S24753
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afika Yumya Syahmi
"Bank Indonesia (BI) dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai bank sentral memiliki peran sebagai penjaga stabilitas moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan sebagai pengatur dan pengawas perbankan. Namun fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap bank yang dimiliki BI akan berpindah kepada sebuah lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen yang bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2010 sesuai dengan yang diamanatkan dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI. Lembaga ini nantinya bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
Tugas dan wewenang OJK dalam hal pengawasan perbankan hanya berkaitan dengan aspek micro prudential seperti kelembagaan, kegiatan usaha, dan penilaian tingkat kesehatan. Sedangkan aspek macro prudential berkaitan dengan kebijakan moneter dan sistem pembayaran seperti ketentuan tentang Giro Wajib Minimum (GWM), ketentuan devisa, Operasi Pasar Terbuka (OPT) dan laporan-laporan serta pemeriksaan yang terkait dengan pelaksanaan tugas di bidang moneter dan sistem pembayaran merupakan kewenangan dari otoritas moneter BI. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, OJK perlu melakukan koordinasi dengan beberapa lembaga seperti BI, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta Menteri Keuangan bahkan Presiden agar nanti kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan OJK dapat efektif dan efisien dalam memecahkan permasalahan di sektor keuangan.
Setelah OJK terbentuk Pengawasan perbankan akan menjadi kewenangan OJK. BI sebagai bank sentral meskipun telah terbentuk lembaga pengawasan tersebut, perannya tidak bisa dikesampingkan dalam pengawasan bank karena lembaga tersebut (OJK) tetap harus mempunyai hubungan koordinasi yang baik dengan BI, diantaranya menyangkut keterangan dan data makro perbankan yang ada. Setelah OJK terbentuk, BI akan fokus kepada kewenangan dalam hal kebijaksan moneter yaitu kebijakan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan atau suku bunga.

BI for the agenda of implementing the function as central bank has role as monetary stability custodian, arranges and takes care of disbursement system fluency, and as regulator and banking supervisor. In Indonesia itself, it is likely the function of regulation and supervision to bank owned by BI will make a move to an observation institute of independent finance service sector which so called Otoritas Jasa Keuangan (OJK) in the year 2010 in accordance with provision in Article 34 Law Number 3 Year of 2004 regarding Amendment of Law Number 23 Year of 1999 regarding Bank of Indonesia (BI). Later the institution (OJK) undertakes the supervision of banking industry, insurance, pension fund, capital market, risk capital, and defrayal company, and other bodies carrying out fund management of public.
OJK's duty and authorize in the case banking supervision only related to the micro prudential aspect such as institutional, business activities, and assessment of health level. While macro prudential aspect which related to monetary policy and paying system, like in the rule about Statutory Reserve Requirement (Giro Wajib Minimum or GWM), state?s income regulation, Open Market Operation (Operasi Pasar Terbuka or OPT), and reports with the inspection that related to the duty implementation in monetary area along with the paying system, is the authority of BI as a monetary institution. The OJK supervising board which will be formed by law at the latest in 2010, must be proactive in managing cooperation with BI, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan the minister of finance.
After OJK is formed, therefore the supervision authority is no longer belong to BI. The Banking supervision will be come the authority of OJK. And BI will be focus on the authority in of monetary policy which is the policy to reach and maintain rupiah?s value stability done by inter alia through controlling the money circulation and/or interest rate.If the OJK is formed by the end of year 2010, therefore we will have fiscal authority, that is The Minister of Finance, monetary authority, that is BI, and finance service supervisor authority, that is OJK. Bapepam will enter OJK, thus it will no longer under The Minister of Finance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia;, 2008
S24822
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Malau, Christoffel
"Undang-undang mengenai pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) mengatur bahwa pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan dilaksanakan oleh OJK yang independen. OJK diatur berfungsi menyelenggarakan sistim pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Dengan demikian, pembaharuan pengaturan keuangan dalam UU OJK merupakan pembaharuan mengenai pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang dilaksanakan oleh OJK sebagai badan tunggal dan melaksanakan fungsinya secara terintegrasi. Sehubungan dengan itu, UU OJK belum tepat untuk diberlakukan. Karena OJK hanya melaksanakan fungsi microsupervisory, sedangkan fungsi macrosupervisory melekat pada Bank Indonesia. Demikian pula, pengaturan keuangan dalam UU OJK bukan pengaturan keuangan secara terintegrasi, tetapi gabungan pendekatan secara Institusional dan Fungsional yang dilaksanakan oleh satu badan tunggal yaitu OJK. Dengan berlakunya UU OJK, perlu pembaharuan mengenai pengaturan koordinasi diantara OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjaminan Simpanan. Demikian pula halnya dengan pengaturan mengenai Forum Koordinasi Stabilitas Sistim Keuangan untuk mejaga stabilitas sistim keuangan yang terdiri atas Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan.

The financial services authority act known as Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) regulates that the regulation and supervision in financial services sector is performed by an independence financial services authority known as Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK is regulated to do function performing an integrated financial regulation and supervision system over all of the activities in financial services sector. The financial regulation reform then become the removal of the regulation and supervision authority in financial services sector to OJK as a single authority and performs integrated function. However, financial regulation in financial services sector as regulated in UU OJK is not suitable to be performed. Because OJK only performs the microsupervirory function, meanwhile the macrosupervisory is inherent to Bank Indonesia (BI) as Central Bank. Likewise, the financial regulation as in UU OJK is not an integrated financial regulation, but a combination of institutional and functional approach that is performed by OJK as a single body. By the enactment of UU OJK, the reform is still needed to regulate the coordination between OJK, BI, and Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS/ Deposit Insurance Corporation). The reform is needed also for the financial system stability forum in order to protect the stability of financial system between Minister of Finance, Governor of Central Bank, Chairman of OJK, and Chairman of LPS.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35263
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susiana Sudirman
"Fasilitas Pembiayaan Line Facility merupakan salah satu produk pembiayaan perbankan syariah. Dibuat dalam bentuk wa'd yang merupakan kesepakatan atau janji dari pihak bank kepada nasabah untuk melaksanakan sesuatu yang dituangkan ke dalam suatu dokumen Memorandum o f Understcmding. Pemberian jaminan diberikan pada akta wa'd yang merupakan janji bank tersebut. Pembiayaan tersebut dilaksanakan dalam berbagai prinsip, rukun dan syarat instrumen pembiayaan syariah sesuai dengan kebutuhan nasabah yang memungkinkan timbulnya permasalahan hukum. Berdasarkan ha! tersebut diatas maka terdapat beberapa permasalahan hukum yaitu bagaimana pengaturan mengenai pemberian jaminan dalam akta wa 'd ditinjau dari hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bagaimana efektifitas terhadap pemberian jaminan yang dilekatkan pada akta wa'd. Persoalan-persoalan tersebut diteliti dan dianalisis dengan pendekatan kualitatif menggunakan metode kepustakaan dan lapangan.
Dari permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembiayaan line faciliiy di bank syariah pemberian jaminan merupakan hal penting karena merupakan bentuk pengelolaan resiko oleh bank. Pada pembiayaan line facility pemberian jaminan dilekatkan pada akta wa 'd bukan pada pencairan akad pembiayaan hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip muamalah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jaminan. Line facility tidak difungsikan sebagai janji yang mengikat secara moral tetapi menjadi akad pokok yang telah menimbulkan hubungan hutang piutang antara para pihak. Untuk itu perlu pengaturan yang lebih rinci mengenai pembiayaan line facility dan perlu adanya pengaturan setingkat undang-undang bagi perbankan syariah dan produkproduknya agar konsep muamalah dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah. Hukum-hukum syariah di bidang muamalah harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar lebih fleksibel."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T36926
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chelpira Intan Permatasari
"Di tahun 2013, Bank X Syariah digugat para nasabahnya dikarenakan melanggar janji promosi yang menyatakan bahwa produk Gadai iB dijamin menguntungkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan rahn emas di Bank X Syariah, bagaimana penyelesaian sengketa rahn emas pada Bank X Syariah dan bagaimana perlindungan nasabah sebagai konsumen di sektor jasa keuangan dalam perbankan syariah. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Dari hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan rahn emas masih memicu banyak perdebatan. Nasabah juga perlu memperhatikan kemungkinan risiko dalam produk perbankan syariah dan bank syariah harus meningkatkan literasi keuangan pada calon nasabah.

In 2013, X Sharia Bank sued by its customers by breaking promises which guaranteed a gold pawning product is profitable. The main problems in this study are how the implementation of gold pawning in X Sharia bank, how the dispute resolution of gold pawning in X Islamic Bank, and how the implementation of consumer protection in Islamic Banking. This research is kind of juridical normative research with qualitative approach. As a result, the implementation of gold pawning is still debatable. Further, customers need to consider the risks of products and Islamic banks should improve the financial literacy of prospective customers."
Universitas Indonesia, 2014
S54330
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>