Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192107 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Hutagaol, Victor
"Eksekusi objek jaminan fidusia merupakan masalah yang penting seiring dengan semakin berkembangnya pemberian kredit dengan jaminan fidusia dalam perjanjian kredit. Eksekusi objek jaminan fidusia diatur dalam pasal 29 sampai dengan pasal 34 Undang-undang No. 42 tentang Jaminan Fidusia, dimana dalam ketentuan tersebut diatur apabila seorang debitur melakukan wanprestasi, eksekusi terhadap objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui parate eksekusi dan penjualan di bawah tangan, akan tetapi dalam prakteknya, khususnya pada Bank X di kota Jogjakarta, ketentuan tersebut sulit untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. Berdasarkan hal-hal tersebut perlu dikaji lebih lanjut pada saat bagaimana seorang kreditur dapat dikatakan melakukan cidera janji atau wanprestasi, bagaimana proses eksekusi objek jaminan fidusia pada Bank X tersebut, dan kendala-kendala apa saja yang menghambat untuk melakukan proses eksekusi jaminan fidusia tersebut.
Metode penelitian dalam penulisan tesis ini menggunakan metode normatif yuridis dengan tipe penelitian eksplanatoris yaitu dengan mengkaji dan menganalisis hubungan antara praktek eksekusi objek jaminan fidusia pada Bank X di Kota Jakarta dengan didasarkan kepada peraturan-peraturan yang berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini, digunakan data sekunder, dimana untuk memperoleh data sekunder tersebut maka alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen yang dilakukan dengan data tertulis baik berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier dan wawancara dengan wawancara bebas kepada beberapa informan, untuk kemudian data tersebut dianalisis secara kwalitatif.
Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa suatu debitur dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi adalah jika melanggar klausula cidera janji dalam perjanjian kredit dan kredit tersebut telah masuk dalam kategori kredit bermasalah, dan dalam proses eksekusi jaminan fidusia ternyata tidak dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang No. 34 tahun 1999 tentang jaminan fidusia, serta dalam proses eksekusi tersebut banyak terjadi hambatan--hambatan baik dari debitur itu sendiri ataupun karena kelemahan-kelemahan dalam Undang-Undang yang mengatur proses eksekusi jaminan \ fidusia tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yorda Lazuardi
"Pembiayaan proyek pembangkit listrik di Indonesia memberikan risiko kredit yang sangat besar kepada kreditur. Hal ini dikarenakan terdapat berbagai risiko proyek yang dapat memperbesar risiko kredit. Risiko kredit yang besar tersebut kemudian akan disebar kepada kreditur-kreditur lain melalui pemberian kredit secara sindikasi. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah pengaturan dan mekanisme project finance dan kredit sindikasi untuk pembiayaan proyek pembangkit listrik di Indonesia. Metode penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif dan data yang diperoleh dianalisis dengan metode kualitatif. Project finance adalah suatu metode untuk mengalokasikan berbagai risiko proyek secara tepat kepada pihak lain melalui berbagai perjanjian kontraktual dalam skema project finance, sehingga dapat mengurangi risiko kredit kepada kreditur. Pengaturan dan mekanisme project finance belum diatur secara spesifik dalam suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia, sehingga penggunaan project finance dilakukan berdasarkan perjanjian-perjanjian antara para pihak dalam skema project finance. Kredit sindikasi adalah suatu metode pemberian kredit secara bersama-sama oleh beberapa lembaga perbankan untuk menyebarkan risiko kredit. Pengaturan dan mekanisme kredit sindikasi belum diatur secara spesifik dalam suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia, namun pemberian kredit secara sindikasi harus berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan mengenai pemberian kredit perbankan secara umum dan Batas Maksimum Pemberian Kredit. Ketiadaan kerangka hukum project finance membuat para pihak harus mengatur seluruh hubungan hukum dalam seluruh perjanjian kontraktual antara para pihak yang terlibat dalam skema project finance di dalam perjanjian kredit sindikasi untuk melindungi kepentingan kreditur terhadap kemampuan pelunasan hutang debitur.

The financing of power plant projects in Indonesia presents enormous credit risk to a lender. It is because there are various project risks in financing a power plant project that can increase credit risk that must be borne by a lender. The credit risks must then be spread to other lenders with syndicated lending to make credit risks is not borne alone by one lender. The problem discussed in this thesis is the regulation and mechanism of project finance and syndicated lending to financing power plant project in Indonesia. The research method used is normative juridical, and the data obtained were analyzed using qualitative descriptive methods. Project finance is a method for appropriately allocating various project risks to other parties within a project finance scheme to reduce credit risk to lenders through various contractual agreements. Project finance regulation and mechanism have not regulated under Indonesian laws, so the use of project finance is based on agreements between the parties in the project finance scheme. Syndicated lending is a method of joint crediting by several banking institutions to spread the credit risk. Syndicated lending regulation and mechanism have not regulated under Indonesian laws, but syndicated lending must comply with several regulations regarding lending regulations by banks in general and the Legal Lending Limit. The absence of project finance legal frameworks requires the parties to regulate all legal relationships based on all contractual agreements between the parties involved in the project finance scheme within the syndicated loan agreement to protect the interests of the lenders against the debt repayment ability of the debtor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Loria Hanida
"Wanprestasi antara debitur dengan kreditur merupakan hal yang sering terjadi, baik disebabkan oleh debitur maupun kreditur yang disebabkan oleh berbagai sebab. Seperti debitur dalam perkara ini disebabkan tidak dapat mengembalikan kredit sesuai waktu yang ditentukan dan telah di tegur dengan berbagai cara. Akibatnya perjanjian kredit perbankan menjadi macet dan diajukan ke Pengadilan dengan alasan wanprestasi, yang disertai tuntutan ganti rugi maupun denda terhadap tunggakan angsuran hutang yang belum terbayar Wanprestasi dapat terjadi walaupun perjanjian tersebut telah melalui bermacam tahapan dan telah dilakukan analisa oleh kreditur terhadap kelayakan debitur, baik dari segi ke per cayaan, kelayakan usaha. Namun kenyataannya sering apa yang telah disepakati tidak ditepati yang akhirnya mengakibatkan wanprestasi, yang dalam hal tulisan ini dilakukan oleh Debitur. Pokok permasalahan yang dapat dikemukakan dalam penulisan skripsi ini, yaitu (l) Apakah yang menjadi azas-azas dan dasar hukum perjanjian kredit perbankan (2) Apakah perjanjian kredit perbankan diatur dalam KUH Perdata (3) Apakah yang menjadi dasar hukum dan akibat hukumnya terhadap seseorang dikatakan melakukan wanprestasi/ingkar janji terhadap suatu perjanjian yang telah disepakati (4) Apakah dasar dan pertimbangan hukum yang diterapkan oleh hakim dalam memutus perkara wanprestasi telah sesuai dengan bukti dan fakta yang ada, sesuai dengan tuntutan perdata yang diajukan kreditur. Tujuan penulisan skripsi adalah untuk mengetahui permasalahan-permasalahan hukum yang timbul dengan adanya wanprestasi antara debitur bank dengan kreditur yang ada dalam pokok permasalahan dengan mengambil dari berbagai buku yang berkaitan dengan perjanjian, kredit perbankan, dan bahan hukum lain serta mempelajari kasus wanprestasi yang terjadi antara kreditur, debitur dan kantor Pengacara yang menangani perkara tersebut untuk mengetahui aturan hukum yang dipergunakan dalam kasus wanprestasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathasya Victoria Ruswandana
"PT Bukit Pembangkit Innovative PT BPI merupakan sebuah Independent Power Producer IPP yang mendapatkan Power Purchase Agreement PPA ,dari PLN pada tahun 2011. PPA adalah perjanjian jual beli tenaga listrik antara IPP dan PLN selama 30 tahun. Untuk pendanaan pembangunan PLTU Mulut Tambang Banjarsari, PT BPI mengeluarkan ekuitas sebesar 30 dan BNI sebesar 70 dari biaya pembangunan PLTU. Kebutuhan pembiayaan pada proyek PLTU diberikan dalam bentuk kredit investasi secara sindikasi. Sejak dimulainya operasi komersial, timbul permasalahan dalam hal ketersediaan PLTU dan juga jaringan transmisi yang menyebabkan munculnya masalah keuangan. PT BPI mendapatkan kendala yang serius dalam pemenuhan kewajibannya mengembalikan pinjaman baik pinjaman pokok maupun bunga dari pinjaman sesuai yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit antara PT BPI dan BNI. Sehingga terjadi potensi default atau kegagalan dalam pelunasan utang baik besaran maupun waktu pelunasan pinjaman oleh PT BPI. Dalam tesis ini, telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisa mengenai kesesuaian perjanjian kredit antara PT BPI dan BNI denga nketentuan yang berlaku, menganalisa mengenai perlindungan hukum yang diberikan kepada debitur dalam klausula-klausula pada perjanjian kredit serta menganalisa mengenai perlindungan hokum bagi debitur jika terjadi resiko default yang timbul dari luar perjanjian kredit. Penelitian ini merupakan penelitian hokum normatif dengan pendekatan kasus dan pendekatan peraturan perundang-undangan yang dilakukan melalu I studi kepustakaan dengan studi dokumen atas bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa perjanjian kredit antara PT BPI dan BNI telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Namun, Klausula-klausula pada perjanjian kredit PT BPI dan BNI tidak sepenuhnya memberikan perlindungan hokum kepada debitur karena BNI masihmencantumkan klausula yang dilarang oleh Undang-Undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, mengenai resiko default yang timbul dari luar perjanjian kredit dalam hal ini disebabkan oleh pihak PLN, yaitu pada saat PLN tidak dapat mengambil seluruh energy yang dihasilkan PLTU karena kesalahan PLN walaupun ada perlindungan ldquo;take or pay rdquo; tapi tidak melindungi potensi kerugian karena adanya kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. Klausul ldquo;take or pay rdquo;menyatakan bahwa jika PLN tidak dapat membeli listrik sesuai dengan jumlah yang disediakan oleh IPP maka PLN diharuskan untuk membayar minimal 80 dari listrik yang diproduksi.

PT Bukit Pembangkit Innovative PT BPI is anIndependent Power Producer IPP which has been awarded aPower Purchase Agreement PPA by PLN on 2011. The PPA is a contract or agreement between an IPP and PLN to sell the electricity power for the period of 30 years. To finance the development of Mine Mouth Power Plant of PLTU Banjarsari 2 x 110 MW, PT BPI uses the structure of Debt to Equity ratios of 75 to 25 . It means that PT BPI has to put the equity as much as 30 of the total project cost and the 70 of project cost was financed by the loan from lender. This loan needed to finance the project is given by a syndication bank as stated in the loan agreement. Started from the commercial operation there is a problem of the availability of the power plant and also the performance of the transmission line which has resulted the financial problem. PT BPIhas faced a serious problem in the process of repayment of the loan including the interest of the loan. This problem lead to a potential default or the failure in returning the money that has been borrowed by PT BPI. In this thesis, a thoroughly study has been executed, in order to analyse in depth concerning the compliance of the loan agreement to the valid law and regulation related to such agreement. Also it has been studied all the clauses in accordance with the legal protection for the debtor if there is a default that arisen outside of the loan agreement. This study is a normative study with the case to case approaches and also by the valid regulation approach which is done through the literature study, with the study through all of the legally related documents which can be categorized as primary, secondary and tertiary documents. The results of the study and research has shown that the loan facility agreement between PT BPI and BNI is in compliance with the valid law and regulation however its clauses of the loan agreement has not given all the complete legal protection to the debtor, because BNI still incorporated a clause that is prohibited by the Law Number 8 1999 concerning Consumer Protection and POJK Number 1 POJK.07 2013 concerning Consumer Protection in Financial Services Authority, concerning the default risks that arise from the outside of the loan agreement. In this case because of the default caused by PLN whenever PLN can not take the whole energy because their fault, there will be an opportunity lose for IPP. Even though there is the so called ldquo take or pay rdquo clause in which whenever PLN could not take the power as stated in the contract, PLN must pay the amount of 80 from the availability of the power plant to ensure the IPP will still pay the loan to the bank.So the ldquo take or pay rdquo clause is a kind of protection for the Bank. Also for the Bank itself there is a protection in which as stated in the loan agreement ie. the pledge of shares agreement in which the Share Holders of IPP will pledge all of their share in the IPP."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Nurjanatul Fajriyah
"The business aspect of banking 's credit in Indonesia recently comply under Law number 1992 regarding Banking and several regulations issued by Bank Indonesia (Central Bank) with also under genera norms of Indonesian Civil Law (third book). The author here presents analyses concerning unsecured loan case that has practiced by Standard Chartered Bank in Jakarta. Unsecured loan which has been practiced is also has intrinsic risk, even under general principle of Indonesian Civil Law has stipulated that the. whole of debtor's property (bath immovable and movable) which possesed or will own later become security for his/her debts made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
HUPE-36-2-(Apr-Jun)2006-159
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erliani Rahma Sari
"Perjanjian kredit yang dibuat antara pihak bank dan nasabah debitur merupakan suatu perjanjian baku, di mana klausula-klausula yang terdapat dalam perjanjian kredit telah dirumuskan terlebih dahulu oleh pihak bank secara sepihak termasuk di dalamnya mengenai pendebetan rekening nasabah debitur. Dalam pemberian kredit, nasabah debitur mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah angsuran dan bunga serta biaya-biaya lainnya yang menjadi beban debitur kepada pihak bank, dalam hal ini bank mempunyai kuasa dan berhak melakukan pendebetan terhadap rekening nasabah debitur untuk mendebet seluruh biaya yang menjadi beban debitur sebagai pengaman bagi bank selaku kreditur dalam upaya penyelesaian kredit. Beberapa masalah yang ditemui dalam perjanjian kredit adalah akibat hukum yang timbul dari klausula pendebetan rekening nasabah debitur dalam perjanjian kredit serta perlindungan hukum terhadap nasabah debitur dalam hal terjadi pendebetan rekening secara sepihak oleh bank. Berdasarkan hasil penelitian, keterikatan nasabah debitur dalam perjanjian kredit dengan adanya klausula pendebetan rekening nasabah debitur memberikan akibat hukum bagi nasabah debitur untuk menjalankan semua isi perjanjian kredit dengan itikad baik, di mana pihak bank berhak sepenuhnya untuk mendebet rekening nasabah debitur atas segala biaya-biaya yang menjadi beban debitur. Untuk itu diperlukan perlindungan hukum bagi nasabah debitur dalam hal terjadi pendebetan rekening secara sepihak oleh bank yaitu melalui adanya Undang-Undang Pelindungan Konsumen dan Undang-Undang Perbankan yang memuat ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha (bank) dalam menjalankan usahanya, apabila melanggar kewajibannya dan mengakibatkan kerugian bagi debitur maka akan menerima sanksi baik ganti rugi maupun sanksi lain yang ditetapkan dalam pasal 52 Undang-undang Perbankan dan Pasal 19UUPK.

Loan agreement which is made between the bank and debtor customer is a Standard agreement, where the clauses which are contained in loan agreements have been formulated first by the bank including the unilateral debiting in the debtor or customer’s account. In the credit, debtor customer has an obligation to pay a number of installments and interest and other costs which the debtor’s burden to the bank, in this case the bank has the power, and reserves the right to make the debiting against the debtor customer account to debit entire cost which becomes the burden of the debtor which is then used as a bank security for the creditors in an effort to credit the settlement. Some of the problems found in the loan agreement are the result of law arising from the clauses of the client account crediting on the debtor in the loan agreement and the legal protection of the customer in case of debiting on debtor accounts unilaterally by the bank. Based on the results of the research, the bound of the debtor client in the loan agreement with the account debiting clauses on the debtor’s account gives the customer legal consequences for the debtor client to run all the credit with the agreement in good faith, where the bank is entitled to fully debiting debtor’s account-of all customer costs which are the burden of the borrowers. Therefore, it is necessary for customer to have the law protection in the case of unilaterally debiting of debtor account by the bank which is through the law and consumer protection laws that include banking provisions that should not be done by the business (bank) in the running of business. If the clauses are violated by its obligations and cause the loss of the debtor will receive compensation either sanctions or other sanctions specified in Articie 52 Banking Act and section 19 UUPK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26411
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shamira Diandra
"Kebutuhan akan pinjaman luar negeri hingga kini masih dibutuhkan oleh bangsa ini, salah satunya adalah untuk mendukung pembangunan infrastruktur. Mengingat pengalaman buruk Indonesia dalam manajerial dan pengawasan terhadap dilakukannya pinjaman luar negeri pada krisis moneter 1998, maka Bank Indonesia dan pemerintah mengeluarkan berbagai regulasi untuk mengatur kewajibankewajiban yang harus dilakukan debitur dalam melakukan pinjaman luar negeri. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaturan-pengaturan terkait kewajiban debitur pinjaman luar negeri dan bagaimana implementasi yang dilakukan debitur swasta di Indonesia. Maka dari itu, Bank Indonesia berdasarkan Undang-Undang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar mengeluarkan PBI Nomor 12/24/PBI/2010 Tahun 2010 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri, PBI Nomor 18/4/PBI/2016 Tahun 2016 tentang Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi, dan PBI 21/2PBI/2019 Tahun 2019 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa. Hal ini telah diimplementasikan oleh 90% korporasi di Indonesia. Untuk menjawab hal-hal tersebut, tulisan ini dibuat dengan pendekatan penelitian yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Penelitian akan diolah secara kualitatif berdasarkan studi kepustakaan dengan alat pengumpulan data berupa data sekunder yang didukung oleh wawancara dengan narasumber terkait.

The need of foreign debt for this nation is inevitable, which one of the need is to support development and construction. Considering Indonesia's bad experience in managerial of foreign debt during the 1998 monetary crisis, Bank Indonesia and the government have to make various regulations regarding the obligations that must be done by borrower in conducting foreign debt. This study aims to determine the arrangements related to the obligations of foreign borrowers and how the implementation of private debtors in Indonesia. Therefore, pursuant to the Foreign Exchange Act and Exchange Rate System, Bank Indonesia issued PBI Number 12/24/PBI/2010 concerning Obligations for Foreign Debt Reporting, PBI Number 18/4/PBI/2016 2016 concerning Application of Prudential Principles in Managing Corporate Foreign Debt, and PBI 21/2PBI/2019 2019 concerning Reporting on Foreign Exchange Flows. This has been implemented by 90% of corporations in Indonesia. To answer these things, this writing is done yuridical-normative approach with descriptive research type. The research is processed qualitatively based on literature study with secondary data followed by topic-related interview as the data collection tools."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>