Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75734 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widya Puspa Rini Soewarno
"Konsepsi Sahardjo tentang pemasyarakatan merupakan momentum yang membedakan filosofi, proses dan tujuan pemidanaan di Indonesia dengan masa sebelumnya, yaitu sejak masa penjajahan Belanda dan masa Indonesia merdeka tahun 1945 hingga awal 1963. Secara filosofis pemasyarakatan merupakan sistem yang sudah jauh bergerak meninggalkan filosofi Retributif, Detterence dan Resosialisasi. Pemasyarakatan sejalan dengan filosofi Reintegrasi sosial yang berasumsi bahwa kejahatan adalah konflik yang terjadi antara terpidana dengan masyarakat sehingga pemidanaan ditujukan untuk memulihkan konflik atau menyatukan kembali terpidana dengan masyarakatnya (reintegrasi). Pemasyarakatan memperlihatkan komitmen dalam upaya merubah kondisi terpidana melalui proses pembinaan dan memperlakukan dengan manusiawi melalui hak-hak terpidana.
Remisi merupakan salah satu hak narapidana yang diatur dalam Pasal 14 huruf-i Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan namun dari hasil penelitian penulis terjadi pergeseran baik dari pengertian, kriteria maupun tujuan dari remisi.Terlebih terhadap narapidana tindak pidana korupsi,penulis melihat adanya deskriminasi terhadap pemberian hak-hak terhadapnya. Hal ini tidak lagi sejalan dengan asas pemasyarakatan yaitu asas pengayoman dan asas persamaan perlakuan dan pelayanan. Ketidakjelasan aturan remisi terhadap narapidana tindak pidana korupsi serta lemahnya pengawasan menjadikan kurangnya perlindungan terhadap hak-hak narapidana pada umumnya serta narapidana tindak pidana korupsi pada khususnya.
Perlunya mempersoalkan hak-hak narapidana tindak pidana korupsi untuk diakui dan dilindungi oleh hukum dan penegak hukum karena narapidana tindak pidana korupsi adalah warga negara yang perlu diayomi walaupun telah melakukan pelanggaran hukum. Penghukuman bukan berarti pencabutan hak-hak yang melekat pada dirinya. Penulis melihat masih kurangnya perhatian sekaligus perlindungan hukum terhadap hak-hak narapidana, hal yang sangat berbeda dengan perlindungan terhadap hak-hak tersangka dan atau terdakwa karena KUHAP dengan segala ketidaksempurnaan yang masih terkandung didalamnya, telah sangat jauh mengurangi kesewenang-wenangan yang dimungkinkan proses peradilan pidana di bawah HIR.
Demi terjaminnya perlindungan atas hak-hak narapidana tindak pidana korupsi maka menurut penulis diperlukan pemberdayaan kembali fungsi Hakim Pengawas dan Pengamat sebagaimana amanat KUHAP. Reposisi Balai Pertimbangan Pemasyarakatan untuk diarahkan sebagai cikal bakal lahirnya suatu badan baru misalnya dalam bentuk Komisi Pemasyarakatan agar fungsi check and balances dapat lebih efektif serta pemberdayaan akan pentingnya Pengawasan masyarakat. Kehadiran instrumen atau perangkat yang mengatur tentang bagaimana keterlibatan masyarakat seperti media, lembaga non pemerintahan (LSM) dan perorangan dalam melakukan kontrol atau pengawasan pada tiap UPT Pemasyarakatan sangat mendesak untuk diwujudkan sehingga proses pembinaan dan pelayanan pada tiap UPT Pemasyarakatan terhadap narapidana dapat berjalan secara optimal.

Sahardjo conceptions are the momentum that distinguishes correctional philosophy, process and purpose of punishment in Indonesia with the previous period, ie since the Dutch colonial period and the period of Indonesia's independence in 1945 until early 1963. Philosophically correctional system is already moving far left retributive philosophy, Detterence and Resocialization. Correctional facilities in line with the philosophy of the social reintegration assume that crime is a conflict between the convict with the community so that criminal prosecution is intended to restore conflict or convict reunite with his society (reintegration). Correctional show commitment in the effort to change the condition of prisoners through the coaching process and treat the human rights of prisoners through.
Remission is one of the prisoners' rights provided for in Article 14 letter-i of Act No. 12 of 1995 on Corrections, but the authors of the study there was a shift from understanding, and purpose of the remission criteria. Especially to inmates of corruption seen any discrimination against granting the rights to it. It is no longer in line with the principle of stewardship is the principle and the principle of equal treatment shelter and services. Remission to the prisoners' lack of clarity of rules of corruption and weak oversight made the lack of protection for the rights of prisoners in general and prisoners of corruption in particular.
The need to question the rights of prisoners of corruption to be recognized and protected by law and law enforcement corruption cases because inmates are citizens who need to be protected although has violated the law. Punishment does not mean deprivation of rights attached to him. The author sees is the lack of attention as well as legal protection of the rights of prisoners, it is very different from the protection of the rights of suspects or accused because of the Criminal Procedure Code and with all the imperfections that still contained in it, was very much reduces the possible arbitrariness of the criminal justice process under HIR.
For ensuring the protection of the rights of prisoners of corruption it is necessary according to the authors re-empowerment of the institution of monitoring and controlling Judges functions as mandated by the Criminal Procedure Code. Consideration repositioning Correctional Center to be directed as a forerunner to the birth of a new entity instance in the form of the Commission of Corrections for checks and balances to function more effectively as well as the empowerment of the importance of community supervision. The presence of an instrument or device that regulates how community involvement such as media, non governmental organizations and individuals in the control or supervision at each UPT Correctional very urgent to be realized so that the process of coaching and service to each of the Correctional Unit inmates to run optimally.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30306
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Usman
"ABSTRAK
Penanggulangan tindak pidana korupsi harus dilakukan secara komprehensif, yang
meliputi legal substance, legal structure, dan legal culture . Pemidanaan narapidana
di lembaga pemasyarakatan tidak semata-mata sebagai tujuan untuk menghukum orang
atau sebagai pembalasan bagi pelaku perbuatan pidana (tindak pidana), tetapi diterapkan
sebagai tempat pembinaan bagi narapidana agar nanti setelah keluar dari lembaga
pemasyarakatan dapat kembali menjadi manusia/orang yang berkelakuan baik, tidak
lagi melakukan perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian atau keresahan
orang lain atau perbuatan yang dapat mengganggu ketenteraman hidup masyarakat.
Remisi adalah merupakan salah satu bagian dari fasilitas pembinaan yang tidak
bisa dipisahkan dari fasilitas pembinaan yang lainnya, dimana hakekat pembinaan
adalah selain memberikan sanksi yang bersifat sanksi /nestapa (punitive), juga
memberikan hadiah (reward) sebagai salah satu dari upaya pembinaan.

ABSTRACT
The prevention of corruption have to be comprehensive, covering "legal
substance, legal structure, and legal culture". Corruption offenses classified as
"extraordinary crime", so as to eradicate it takes "extraordinary measure".
Sentencing inmates in correctional institutions are not solely to punish the person
as an end or as a reprisal for the perpetrators of criminal acts (a crime), but
applied as a guidance for inmates so later after coming out of prison can get back
into a human / person of good character, no longer perform acts that cause harm
or anxieties of others or act that may disturb the public life. Remission is a one
part of coaching facilities that can not be separated from the other coaching
facilities, where the essence of coaching is in addition to sanctions that are
sanctioned / sorrow (punitive), also give a gift (reward) as one of the construction
effort."
Universitas Indonesia, 2013
T35230
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Katono
"ABSTRAK
Perubahan sistem nilai dengan cepat menuntut adanya norma-norma kehidupan sosial baru untuk senantiasa mengikuti perkembangan masyarakat, termasuk ketentuan mengenai remisi. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Bagi narapidana tindak pidana narkotika¬-psikotropika, korupsi, terorisme, dan kejahatan HAM berat, remisi diberikan setelah mereka menjalani sepertiga masa pidana dan berkelakuan baik. Hal ini berbeda dengan peraturan sebelumnya yang tidak membedakan jenis tindak pidana.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana fungsi remisi dalam pembinaan narapidana tindak pidana narkotika-psikotropika, korupsi, terorisme dan kejahatan HAM berat dan mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM DKI Jakarta dan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang dalam pemberian remisi bagi mereka.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dan dikategorikan sebagai penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan metode wawancara terhadap petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM DKI Jakarta, dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang berkaitan secara langsung dengan bidang remisi, registrasi dan statistik maupun narapidana tindak pidana narkotika¬p-sikotropika, korupsi, terorisme dan kejahatan HAM berat.
Analisis penelitian menunjukkan bahwa pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana narkotika-psikotropika, korupsi, terorisme dan kejahatan HAM berat belum berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006. Fungsi remisi maupun langkah-Iangkah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kantor Wilayah dan Lembaga Pemasyarakatan pada dasarnya sama seperti tindak pidana umum lainya dengan berdasar pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 Tentang Remisi.
Untuk itu perlu direkomendasikan agar Pemerintah segera melakukan pengkajian untuk memberikan kejelasan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, sehingga memberikan kepastian hukum bagi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kantor Wilayah maupun Lembaga Pemasyarakatan dalam pelaksanaan pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana narkotika-psikotropika, korupsi, terorisme dan kejahatan HAM berat.

ABSTRACT
This study aimed to determine whether Changes in evaluation system demands new norms in social life to always in track with development within society, including regulations about remission. Government passed Regulation Number 28/2006 about alteration to Government Regulation Number 3211999 about Conditions and Requirements of Inmates' Rights. For inmates granted with cases of drugs, corruption, terrorism and human rights violation, remission is granted after they have done one third of conviction time and recorded good behavior. This is different from the previous regulation which did not differentiate the nature of criminal cases.
This study is conducted to find how remission works inmates in drugs, corruption, terrorism and human rights violation cases, and various steps that need to be taken by Director General of Correction, Jakarta Regional Office of Law and Human Rights, and Correctional Institution of Class I Cipinang in granting remission for them.
This study is a descriptive analysis and categorized as qualitative research. Sources of information were obtained from interview with officers in Correctional Institution Class I Cipinang, Regional Officer of Law and Human Rights, and Director General of Correction who have direct access to area of remission, registration and statistic, as well as inmates with cases of drugs, corruption, terrorism and human rights violation.
This research also revealed that informants feel that remission for those inmates has not in accordance with government Regulation Number 2812006. Remission and other treatments conducted by Director General of Correction for those special inmates are basically the same as with other inmates, which is based on Government Regulation Number 3211999 about Conditions and Requirements of Inmates' Rights and Presidential Decree Number 174/1999 about Remission.
Therefore it is recommended that the government should do through examination to clarify Government regulation Number 28/2006 about alteration to Government Regulation Number 3211999 about Conditions and Requirements to give assurance to Director General of Correction, Regional Officer of Law and Human Rights and Correctional Institutional in granting remission for inmates with cases of drugs, corruption, terrorism and human rights violation.
"
2007
T20838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Pribady
"Pemberian remisi kepada narapidana baik narapidana sipil maupun militer merupakan perintah dari undang-undang sebagai rangsangan agar narapidana bersedia menjalani pembinaan untuk merubah perilaku sesuai dengan tujuan Sistem Pemasyarakatan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui Pemberian Remisi Terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan sipil dan Lembaga Pemasyarakatan Militer dihubungkan dengan Sistem Peradilan Pidana. Adapun sifat penelitian adalah yuridis normatif. Bahan kepustakaan dan studi dokumen dijadikan sebagai bahan utama sementara data lapangan melalui wawancara akan dijadikan sebagai data pendukung atau pelengkap. Data yang terkumpul dipilah dan dianalisis secara yuridis dan terhadap data yang sifatnya kualitatif ditafsirkan secara sistematis dengan metode deduktif dan induktif. Pelaksanaan pemberian remisi untuk narapidana sipil melibatkan Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan, Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM untuk diteruskan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, juga melibatkan Hakim Pengawas dan Pengamat. Sedangkan untuk narapidana militer pemberian remisi melibatkan Unit Pelaksana Teknis Lembaga pemasyaraktan Militer setempat untuk diteruskan kepada Kantor Wilayah Hukum dan HAM setempat setelah mendapat persetujuan dari Pusat Pemasyarakatan Militer (PUSMASMIL) yang juga melibatkan Hakim Pengawas dan Pengamat. Hambatan yang dihadapi dalam pemberian remisi adalah belum adanya sarana peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan sebagai payung hukum yang kuat yang merupakan landasan yuridis dan struktural sebagai penunjang atau dasar bagi ketentuan-ketentuan operasionil suatu pelaksanaan pemberian remisi khususnya narapidana militer, disamping adanya tindakan indisipliner dari narapidana, sehingga diupayakan untuk melaksanakan semaksimal mungkin peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan ketentuan operasionil suatu peraturan pemberian remisi khususnya yang terdapat di dalam Undang-Undang Pemasyarakatan. Dari penelitian lapangan ditemukan bahwa pemberian hak remisi di LP klas IIA Paledang Bogor sudah baik kendati ditemukan pula sejumlah hal yang menjadi kelemahan yang bisa mendorong tidak tercapainya dalam pelaksanan pemberian remisi. Dari penelitian lapangan Masmil Cimahi dalam pelaksanaan pemberian remisi terdapat hambatan yang dihadapi dalam pemberian remisi yaitu belum adanya peraturan secara khusus dan tegas sebagai payung hukum yang kuat yang merupakan landasan yuridis dan struktural sebagai penunjuang atau dasar bagi ketentuan hak-hak narapidana militer perihal pelaksanaan remisi.

The administration of remission to imprisoners civil or millitary is order of the law as a stimulation so that imprisioners are ready to receive the counseling to change the behavior according to goal of community system. The research is done to know the administration of remission to imprisoners civil an related with the goal of community system. The nature of this research in normative yuridic. The materials of library and study of documents and completing data. The data gathered will be interpreted systematic logically. The result shows that implementation of remission administration is a right of imprisoners and also as stimulation so that imprisoners are ready to receive the counseling to change the behavior according to the goal of Community System. The Implementation of remission for civil imprisoners involves Unit of Technique Implementor of Comminity, Regional of fice of law Departement and Human Right to be continued to Directorate General of Community, also involver the controlling Judge and observer. For the implementation of remisson for military imprisoners involves Unit of Tecnique Implementor of Community to be continued to Direcotorate General of Commonity after release from General Community Millitary (PUSMASMIL), also involves the controlling Judge and observer. The problem found in adminitration of remission is there is not yet the facility of statutes regulation and rule of implemetation as law umbrella to be supporting of base for operational the remission yuridical and structural foundation as supporting of base for operational requirement especially for the implementation of milltary remission administration, beside there is indiciplinary action of imprisoner, so that it is attempted to implement as maximum as possible the statutes and operational implementation rule of remission administration especially found in the law of Community. From the field research is found that remission administration in LP Klas IIA Paledang Bogor is right, but there is few problem that can be reach for implementation of remission administration. From the field research in military prisoners Community (Masmil Cimahi) the implementation of remission that there is found problem of remission administration. The problem found in adminitration of remission is there is not yet the facility of statutes regulation and rule of implemetation as law umbrella to be supporting of base for operational the remission yuridical and structural foundation as supporting of base for operational requirement especially for the implementation of milltary remission administration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28182
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Susilo Budiono Djarot
"Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara implisit maupun eksplisit menyatakan dengan tegas bahwa Indonesia adalah negara berdasarkan hukum atau negara hukum (rechstaat) bukan negara kekuasaan (machstaat). Lebih jauh bila dikaitkan dengan ide-ide dasar yang terkandung dalam Pembukaan (preambul) UUD 1945, menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang demokratis, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan menjamin hak dan kewajiban setiap warganegara dengan mengedepankan asas kesetaraan dihadapan hukum (equality before tha law) dan pemerintahan wajib menjunjung tinggi hukum dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dengan tidak ada pengecualian. Maka bagi yang melakukan perbuatan melanggar Peraturan Perundang-undangan akan dapat dikenakan sanksi berupa hukuman kurungan atau penjara.
Sistem pemenjaraan yang semata menekankan pada prinsip balas dendam dan penjeraan, berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem yang tidak sejalan dengan falasafah kehidupan bangsa yang menjunjung tinggi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” sebagaimana disebutkan dalam Sila Kedua, Pancasila dan penyelenggaraan Hak Asasi Manusia. Dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungan masyarakat dalam rangka penegakan hukum melalui proses peradilan yang seadil-adilnya. Maka lahirlah Konsep Pemasyarakatan yang mendasarkan pada prinsip “pembinaan” yang bertujuan merehabilitasi dan reintegrasi narapidana dengan tidak meninggalkan teori pemidana yang mendasarkan pada prinsip pembalasan dan penjeraan (ritributif theory/ absolute).
Pemasyarakatan yang dimaksud dalam hal ini harus diartikan dalam konteks "memasyarakatkan" (resosialisasi) yang bertujuan mengembalikan narapidana menjadi warga biasa yang baik dan berguna (helthily re-entry into community). Pemasyarakatan adalah suatu konsep kegiatan pembinaan bagi narapidana atau Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan prinsip penanggulangan tindak pidana dan kesejahteraan bersama melalui cara-cara pembinaan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Terkait dengan Konsep Pemasyarakata di atas, Remisi atau pengurangan masa pidana mempunyai kedudukan strategis sebagai instrument pengukur atau paremeter bagi terselenggaranya tujuan Lembaga Pemasyarakatan. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sostenes Godgonang
"Penelitian tentang pengawasan pemberian remisi terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Paledang Bogor terdiri dari 1 (satu) masalah pokok yaitu ketidak jelasan batasan ukuran atau kriteria pelaksanaan pemberian remisi dan pengawasan oleh Lembaga pengawasan dalam Sistem Pemasyarakatan. Dari masalah pokok tersebut dirumuskan 3 (tiga) pertanyaan permasalahan yaitu : (1) bagaimana jaminan hak narapidana tentang remisi dalam sistem peradilan pidana di Indonesia; (2) bagaimana pelaksanaan pemberian remisi dan pengawasannya dalam sistem pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan; (3) apa yang menjadi faktor penghambat serta upaya yang dilakukan untuk mengatasinya.
Metode penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif yakni mencari data-data akan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab serta tujuan dari Lembaga Pengawasan diadakan sesuai dengan Undang-Undang kemudian diteliti implementasinya di lapangan serta dikaitkan pola pemberian remisi yang diterapkan di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Dari data yang ada kemudian dianalisis secara deskriptif analistis untuk memberikan gambaran mengenai tugas-tugas dan tanggung jawab secara lengkap dan menyeluruh serta dapat memberikan jawaban permasalahan yang diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pemberian remisi kepada narapidana mengalami pergeseran baik dari pengertian, kriteria maupun tujuannya. Menurut ketentuan, remisi aslinya adalah hak narapidana, bergeser menjadi semacam hadiah yang diberikan oleh pemerintah, dan terakhir bergeser menjadi ajang/arena jual beli kepentingan.Akibat pergeseran tersebut, terjadi pengaburan terhadap aturan-aturan hukum pemberian remisi yang secara otomatis berdampak pada pengawasannya. Tiga lembaga pengawasan yang dibentuk oleh Undang-Undang yaitu Hakim Pengawas dan Pengamat, Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan sama sekali belum dapat berfungsi secara optimal. Ketidak jelasanb aturan pemberian remisi dan lemahnya fungsi pengawasan adalah sebagai akibat tidakb konsistennya pengaturan lembaga pengawasan dalam Undang-Undang yang mengatur secara umum, seperti di KUHAP maupun Undang-Undang khusus Pemasyarakatan, tidak mandirinya kelembagaan pengawasan maupun lembaga pemasyarakatan yang ada, kelebihan penghuni Lapas yang melampaui ambang batas toleransi menyebabkan kepanikan sehingga pemberian remisi dijadikan alat kepentingan pemerintah, dan tidak diteruskannya (dimatikan) program Lembaga Hakim Wasmat secara sistematis melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995.

The study on the monitoring of giving remission upon the convicts in Class IIA Paledang Bogor Penitentiary Facility consists of one substantial issue namely the unclear of the limitation of parameter or criteria used in the giving of remission and the monitoring by the monitoring body in penitentiary system. There are three issues derived from the one substantial issue which are namely: First is how to guarantee the convict?s rights of remission in criminal justice system in Indonesia. Second is how to implement the giving of remission and its monitoring in penitentiary system in penitentiary facility? Last but not least is what the constraining factors are and how to overcome them.
The method of the study is normative Juridical which seeks data of the tasks and responsibilities as well as the objectives of the monitoring body in accordance with domestic Laws, then study its implementation in practice and relates it with the pattern of the giving of remission implemented in penitentiary facilities. From that data, the study descriptively analyses to give a thoroughly picture of tasks and responsibilities of the body as well as o answer the issues studied. The result of the study shows that the implementation of the giving of remission upon the convicts deviates from time to time. The deviation includes its definition, criteria or objectives as well. In accordance with laws, originally, remission is the convict?s rights now is likely a gift given the government and finally becomes an arena of transaction of people's interests.
In results, there is an uncertainty of the regulations of the giving of remission which automatically influences to its monitoring. There are three monitoring powers assigned by laws which are the monitoring and controlling judges, the Office of the consideration of penitentiary and the Team of monitoring observer. The Three are unable to function optimally. The uncertainty of regulations of the giving of remission and the weak function of the monitoring body is the result of the inconsistency regulation of the monitoring body. There are a numbers of issues relate to the matter such as namely: the inconsistency of the Criminal Law Procedures with the special law on Penitentiary, the non-independent of the Monitoring Body and Penitentiary Authority, the over-populated convicts live in penitentiary facilities, the giving of remission is used as a tool for government and the inactive of the institution of monitoring and controlling judges through the Law Number 12 the Year of 1995.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T 28680
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Hendroyono
"Tujuan pembangunan nasional sebagairnana dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Ketetapan MPH-RI No.11/MPR/1988 adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai.
Selanjutnya, diuraikan dalam landasan pembangunan nasional, bahwa hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, maka landasan pelaksanaan pembangunan nasional adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Dari kedua rumusan tersebut di atas memperlihatkan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional Indonesia tidak hanya berorientasi kepada pembangunan fisik (materiil) semata, melainkan diarahkan pula pada pembangunan yang bersifat non fisik (spiritual) dengan hakikat pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Konsep GBHN mengenai pembangunan manusia Indonesia seutuhnya itu merupakan cerminan dari kenyataan empiris yang terjadi pada negara-negara lain, bahwa pelaksanaan pembangunan yang semata-mata ditujukan untuk kepentingan materiil belum tentu dapat mensejahterakan masyarakatnya dan dalam pelaksanaannya pembangunan materiil tidak akan dapat berjalan lancar tanpa adanya dukungan pembangunan di bidang-bidang lainnya. Bahkan dapat terjadi, hasil-hasil dari pembangunan materiil tersebut tidak dapat dinikmati oleh masyarakatnya, karena kebudayaan masyarakat bersangkutan belum sesuai dengan hasil-hasil pembangunan tersebut.
Pelaksanaan pembangunan bidang-bidang lainnya, mencakup ruang lingkup yang sangat luas, seperti sosial, budaya, hukum, pendidikan, ideologi, politik, pertahanan keamanan dan sebagainya. Pembangunan hukum sebagai salah satu bidang pembangunan, dirumuskan dalam GBHN sebagai berikut :
Pembangunan dan pembinaan hukum diarahkan agar dapat
1. Memantapkan hasil-hasil pembangunan yang teiah dicapai.
2. Menciptakan kondisi yang lebih rnantap, sehingga setiap anggota masyarakat dapat menikmati suasana serta iklirn ketertiban dan kepastian hukum yang berintikan keadilan.
3. Lebih memberi dukungan dan pengamanan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Manik, Mikhael Retno Hamonangan
"Penelitian ini membahas justice collaborator sebagai syarat remisi bagi narapidana tindak pidana narkotika berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi lapangan, yakni melakukan wawancara langsung dengan Badan Narkotika Nasional, Polisi, Jaksa, Lembaga Pemasyarakatan, dan juga narapidana tindak pidana narkotika. Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa pembatasan hak narapidana dalam memperoleh remisi dengan syarat justice collaborator adalah melanggar hak narapidana sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Perlu juga diatur mengenai penentuan justice collaborator bagi narapidana sehingga memberikan kepastian kepada narapidana yang menjadi justice collaborator perlindungan dan penghargaan.

This research discusses justice collaborator as a requirement for convict remissions of narcotics crime based on the Government Regulation Number 99 in 2012 about Terms and Procedures for Implementation of the Prison Rights Citizens. This research was conducted by using the technique of collecting data through fieldwork, doing a interview with the National Anti Narcotics Agency, Police, Prosecutors, Lembaga Pemasyarakatan, and also Convict of narcotics crime. As a results of the analysis concluded that the restriction of the rights convict in obtaining remission to provided justice collaborator is in violation of the prisoners rights, as settled in regulation. It should be also regulated about determining justice collaborator for convict thus giving certainty to the convict who became a protection and reward of justice collaborator.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62451
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Sumitra
Depok: Universitas Indonesia, 2003
S22121
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>