Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan salah satu ancaman yang serius terhadap keberlangsungan serta perkembangan perekonomian suatu negara. Dengan subjek utama yang berupa hal yang memiliki nilai ekonomis, Tindak Pidana Pencucian Uang sangat mengancam sektor Jasa Keuangan, terutama Bank Umum yang memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dana masyarakat. Indonesia diharuskan mencegah terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang sebaik mungkin untuk mengurangi potensi kerusakan pertumbuhan ekonomi negara. Adapun dengan demikian mengenai rumusan masalah dari penelitian ini adalah sejauh manakah penerapan prinsip Customer Due Diligence berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Program Anti-Pencucian Uang berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan dapat mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang serta sejauh manakah Putusan Pengadilan No. 588/Pid.B/2018/PN.Srg telah mencerminkan dan membuktikan peranan Bank Umum di Indonesia terhadap pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Metode Peneilitan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif. Alat pengumpulan data adalah data sekunder berupa studi kepustakaan dengan didukung oleh wawancara. Hasil penelitian yang dilakukan adalah mengenai penerapan prinsip Customer Due Diligence yang memiliki pengaruh yang besar terhadap pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta mengenai bagaimana Bank Umum bertindak terhadap indikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan atau Tindak Pidana Pencucian Uang.
ABSTRACT
Money Laundering is considered as a serious threat towards the economic sustainability and development of a state. With the main subject of things with economical value, Money Laundering is highly threatening to the Financial Services sector, especially Commercial Banks which hold the main function to gather funds from the society. Indonesia shall prevent the practices of Money Laundering as best as possible to reduce the potential damage towards the economic growth of the state. As for the research questions of this research are on to what extent does the implementation of the Customer Due Diligence principle based on Law No. 8 Year 2010 on the Prevention and Eradication of Money Laundering alongside with the Anti-Money Laundering in Commercial Banks based on Financial Services Regulation no. 12/POJK.01/2017 on the Implementation of the Anti-Money Laundering Program and the Prevention of Terrorism Financing in the Financial Services Sector could prevent and mitigate risks to Money Laundering practices and to what extent does the Court Decision No. 588/Pid.B/2018/PN.Srg has reflected and proved the role of Commercial Banks in Indonesia towards the prevention and eradication of Money Laundering. The research method used is a juridical-normative approach. The data collection tool is with secondary data in the form of literature studies supported by an interview. The results of the research conducted are about how the implementation of the Customer Due Diligence holds a high influence towards the prevention and eradication of Money Laundering and how Commercial Banks would act towards the possibility of a Suspicious Financial Transaction or a practice of Money Laundering.
"Penelitian ini menganalisa mengenai prinsip KYC bagi Notaris yang menjadi pelapor sebagai bentuk mencegah serta memberantas tindak pidana pencucian uang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Doktrinal. Metode penelitian ini menitikberatkan kepada penelitian terhadap doktrin yang mencakup asas, aturan, norma, dan nilai-nilai tertentu. Prinsip KYC bagi notaris di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris yang meliputi identifikasi, verifikasi, dan pemantauan pengguna jasa. Pengaturan prinsip KYC bagi notaris di Malaysia mencakup mengenai penerima manfaat, PEP, ambang batas transaksu keuangan mencurigakan, dan mekanisme pengumpulan informasi. Keberadaan petugas kepatuhan yang memegang fungsi pengawasan serta pelaporan transaksi keuangan mencurigakan yang menjadikannya instrumen penting dalam pelaksanaan anti pencucian uang, sehingga kegiatan pengawasan dapat dilakukan setiap saat beriringan dengan pelaporan transaksu keuangan mencurigakan.
This research analyzes the KYC principle for Notaries who become reporters as a form of preventing and eradicating money laundering crimes. The research method used in this research is Doctrinal research method. This research method focuses on research on doctrines that include certain principles, rules, norms, and values. The KYC principle for notaries in Indonesia is regulated in the Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 9 of 2017 concerning the Application of the Principle of Recognizing Service Users for Notaries which includes identification, verification, and monitoring of service users. KYC principle arrangements for notaries in Malaysia include beneficiaries, PEPs, suspicious financial transaction thresholds, and information collection mechanisms. The existence of compliance officers who hold supervisory functions and suspicious financial transaction reporting makes it an important instrument in the implementation of anti-money laundering, so that supervisory activities can be carried out at any time along with suspicious financial transaction reporting.
"