Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89481 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ori Setianto
"ABSTRAK
Sejarah pemuda Indonesia setelah kemerdekaan bukanlah
sejarah yang melulu diisi dengan torehan prestasi dan
kebanggaan. Banyak prestasi pemuda-pemuda Indonesia sebagai
tinta emas penghias nama bangsa. Pemuda termasuk di
dalamnya mahasiswa merupakan 'dinamisator' kehidupan
sejarah bangsa. Mulai dari jaman kemerdekaan, lahirnya
'orde baru' tahun 1966, hingga reformasi 1998, tak dapat
dipungkiri sedikit banyak ada sumbangsih pemuda Indonesia.
Namun banyak pula guratan tinta hitam yang merusak
keindahan sejarah bangsa. Melandanya narkoba pada sebagian
generasi muda kini adalah sejarah hitam tak terhapuskan.
Masa tahun 60-80-an seolah merupakan rentang waktu tanpa
prestasi dan sumbangsih yang terasa bagi kehidupan bangsa.
Pada waktu itu pemuda seakan hanyut dalam kehidupannya
masing-masing yang di dalamnya mengemuka kenakalan demi
kenakalan. Munculnya crossboy pada dekade 60-70-an
memberikan gambaran bahwa pemuda Indonesia pernah hanyut
dalam kehidupan geng yang tak berguna bahkan cenderung
merugikan dan meresahkan khalayak umum. Dilanjutkan dengan
kenakalan pelajar mulai tahun 70 hingga 90-an seolah
merupakan kelanjutan atau benang merah kenakalan remaja
pada dekade sebelumnya, yang diwujudkan dalam bentuk
perkelahian kelompok pelajar, fanatisme sekolah hingga
melahirkan geng anak sekolah (schoolgang). Di SMAN 70, yang
dipaksa lahir untuk meredam kenakalan ternyata menjadi
medium yang baik untuk munculnya model kekerasan baru
akibat kekosongan norma. Kenakalan akhirnya menjalar
memasuki ruang-ruang sekolah yang mengurangi kualitas dan
kuantitas belajar bagi siswa. Tahun demi tahun kekerasan
itu terpelihara karena tradisi (culturaly transmitted)
serta digunakannya teknik-teknik netralisasi. Pemuda-pemuda
itu kehilangan secara drastis kesempatan belajar dengan
tenang. Sementara itu, dalam kenakalannya, pelajar
beradaptasi dan akhirnya menerimanya sebagai suatu
kesenangan meski dalam tekanan kekerasan yang tinggi dari
pelajar satu sekolah maupun luar sekolah."
2007
T37842
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S7006
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susie Suwarti Suwardi
"Pendahuluan
Enuresis ( ngampol ) merupakan gejala yang sering dijumpai pada anak. Keadaan ini dapat menimbulkan masalah, baik bagi anak, orangtua, keluarga, maupun dokter anak yang menanganinya. Terhadap anak, enuresis dapat mempengaruhi kehidupan seperti misalnya timbul rasa kurang percaya diri, merusak pergaulan, yang semuanya dapat berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Bagi orangtua dan keluarganya, gejala ini dapat menimbulkan frustrasi dan kecemasan.
Enuresis telah dikenal sejak tahun 1550 sebelum Masehi, sebagai suatu keadaan yang mengganggu anak dan memerlukan pengobatan. Hal ini dikemukakan pertama kalinya oleh Ebers (Bakwin dan Bakwin, 1972; HcKendry dan Stewart, 1974). Di kalangan masyarakat primitif, kekuatan supernatural dianggap sebagai penyebabnya, sehingga pengobatan yang diberikan kepada anak dengan enuresis jugs bersifat magis.
Berbagai penelitian mengenai enuresis menunjukkan variasi pada angka kejadian dan penatalaksanaannya. Adapun penyebabnya ialah karena definisi, kriteria dan konsep etiologis untuk masing-masing peneliti berlainan (deJonge, 1973).
Definisi enuresis adalah pengeluaran urin yang tidak disadari oleh seorang anak yang dianggap telah dapat mengendalikan isi kandung kemihnya. Dari berbagai kepustakaan, umur saat anak dianggap mampu mengendalikan pengeluaran isi kandung kemihnya ini bervariasi, namun sebagian besar peneliti menyebutkan umur di atas 5 tahun (HcKendry dan Stewart, 1974; Cohen, 1975; Gauthier dkk.1982).
Prevalensi enuresis pada anak sangat bervariasi, dari beberapa kepustakaan prevalensi enuresis pada anak berumur 5 - 14 tahun berkisar antara 10-25% ( Dodge dkk., 1970 ; Haque dkk., 1981; Foxman dkk., 1986 ).
Etiologi enuresis sering bersifat multifaktorial dan kadang-kadang tidak jelas. Pada awal tahun 1950-an penelitian terhadap enuresis lebih berorientasi pada aspek organik. Salah satu penyebab yang sering diteliti ialah kelainan organourologik, sebagai dugaan pertama seorang dokter bila berhadapan dengan pasien enuresis. Infeksi saluran kemih sering dihubungkan dengan enuresis, seperti yang diteliti oleh Dodge dkk.( 1970 ); Cutler dkk. ( 1978 ) dan Mahony dkk.( 1971 ), meskipun hubungan sebab akibat kedua keadaan tersebut masih merupakan kontroversi. Sebagian ahli menyebutkan bahwa enuresis menyebabkan infeksi saluran kemih, sebagian lainnya berpendapat justru infeksi saluran kemihlah yang menyebabkan enuresis.
Pada tahun-tahun berikutnya para ahli psikiatri dan psikologi ikut mengemukakan pendapatnya, dan menekankan bahwa baik faktor psikiatrik maupun psikologik dapat menyebabkan terjadinya enuresis. Mereka menghubungkan enuresis dengan gangguan emosional dan perkembangan social anak, yang juga melibatkan peran sikap orangtua, keluarga serta lingkungan anak (Prewitt,1984).
Pengobatan yang diberikan bergantung kepada penyebabnya. Bila penyebabnya organik, seperti infeksi saluran kemih atau obstruksi saluran kemih, seyogyanya pengobatan diberikan langsung terhadap penyebabnya. Sedangkan pengobatan enuresis dengan penyebab non-organik, meliputi motivasi dan nasehat, latihan pengendalian kandung kemih, penggunaan bel pembangun dan obat-obatan (McKendry dan Stewart, 1974; Schmitt, 1982 a).
Meskipun hampir semua orangtua berpendapat bahwa enuresis merupakan hal yang tidak normal, namun pelbagai penelitian menunjukkan bahwa hanya sedikit saja orangtua yang membawa anaknya yang enuresis mencari pertolongan medic.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindha Ayu Pramesti
"Makalah ini membahas fenomena geng remaja dari perspektif komunikasi. Secara khusus, mengkaji konsep konformitas dan kepercayaan diri dengan fokus pada remaja anggota geng di Jakarta: kesenangan dan kesulitan remaja menjadi bagian dari geng demi pengakuan dan rasa hormat dari orang lain, motif di balik kenakalan remaja sebagai hasil dari konformitas selama proses penyesuaian, juga konformitas dan kepercayaan diri remaja dalam geng. Melalui analisis penelitian sebelumnya (tinjauan pustaka), penelitian ini menunjukkan hal-hal berikut sehubungan dengan fenomena geng remaja: (a) geng remaja adalah fenomena yang diakui secara luas yang memiliki peran positif dan negatif; (b) terdapat memiliki faktor internal dan eksternal yang memotivasi remaja untuk bergabung dengan geng; (c) konformitas adalah upaya remaja dalam mengurangi ketidakpastian; (d) kenakalan remaja merupakan salah satu akibat konformitas; dan (e) kepercayaan diri remaja anggota geng disumbangkan dalam konformitas selama proses penyesuaian.

This paper addresses the phenomenon of adolescent gangs from a communication perspective. Specifically, it examines the concepts of conformity and self-confidence with a particular focus on adolescents gang members in Jakarta: adolescents’ excitement and difficulty in being part of a gang for the sake of validation and respect from others, the motives behind juvenile delinquency as a result of conformity during the adjustment process, also adolescents’ conformity and self-confidence in gangs. Through the analysis of previous research (literature review), this research indicates the following with respect to the adolescent gang phenomenon: (a) adolescents gang are a widely recognized phenomenon that has both positive and negative roles; (b) adolescents have internal and external factors that motivate them to join gangs; (c) conformity is adolescents’ effort in reducing uncertainty; (d) juvenile delinquency is one of the outcomes of conformity; and (e) the confidence in adolescents gang members are contributed in conformity during the adjustment process."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rosita Anggraini Tagor
"Penelitian ini mencoba mencermati perilaku mengkonsumsi majalah dan atau tabloid anak pada anak-anak usia sekolah (middle childhood, school age) Sampel populasi adalah murid-murid Sekolah Dasar (SD) di tiga lingkungan sosial di Jakarta yang diasumsikan SD di lingkungan bawah, menengah dan atas yang ditarik secara purposive. Responden adalah murid-murid SD berusia 7 - 12 tahun (kelas 2 - kelas 6 SD) yang membaca majalah dan atau tabloid anak sebanyak 439 anak, termasuk 3 anak sebagai informan.
Penelitian ini merupakan kombinasi studi kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama studi kuantitatif, dan tahap selanjutnya studi kualitatif. Pengumpulan data kuantitatif melalui survei menggunakan kuesioner. Sedangkan studi kualititatif secara in-depth interviews. Hasil pengumpulan data kuantitatif diolah menggunakan SPSS (Statistical Package for Social Sciences). Dalam analisa hasil penelitian, data kualitatif disampirkan pada data kuantitatif sebagai gambaran pelengkap. Penuturan lengkap para informan disusun tersendiri dalam bentuk narasi.
Hasil uji statistik chi-square menunjukkan lingkungan sosial berpengaruh terhadap inisiatif membaca, cara memperoleh majalah atau tabloid anak, dan waktu membaca anak. Sementara lingkungan sosial tidak berpengaruh terhadap lama dan cara membaca. Lingkungan sosial berpengaruh terhadap motivasi membaca untuk memenuhi kebutuhan afektif, integratif personal dan pelepasan tekanan. Anakanak dari sekolah di lingkungan menengah dan atas cenderung berpendapat dengan membaca mereka dapat berimajinasi, memiliki pengetahuan baru dan tidak tegang lagi daripada anak-anak sekolah di lingkungan bawah .
Jenis kelamin berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan afektif dan pelepasan tekanan. Anak perempuan cenderung merasa senang sekali saat membaca majalah atau tabloid anak dan tidak merasa tegang lagi dibanding anak laki-laki. Usia berpengaruh terhadap motivasi membaca untuk memenuhi kebutuhan kognitif, afektif, integratif personal, integratif sosial dan pelepasan tekanan. Anak-anak dalam kategori usia 7 - 8 tahun cenderung membaca untuk pemenuhan kebutuhan kognitif, integratif personal dan integratif sosial. Anak dalam kategori usia 9 - 10 membaca untuk memenuhi kebutuhan afektif. Sedangkan anak-anak dalam kategori usia 11 - 12 tahun membaca untuk pelepasan tekanan.

Children's Magazines and Tabloids Consumtion by School-Age Children (Research On Uses And Gratifications Approach Among Elementary School (SD) Students in the DKI Jakarta (Special Region Of Jakarta Area)This research attempts to look into the behavior of consuming children's magazines and/or tabloids among school-age (middle childhood, school (age) children). The population sample is Elementary School (SD) students at three social environments in Jakarta assumed to be SD within lower, middle and upper environments drawn purposively. The respondents are SD students of 7 - 12 years of age (level 2 - level 6 SD) reading children's magazines and/or tabloids totaling 439 children including 3 children as informers.
This research contitutes a combination of quantitative and qualitative studies conducted gradually. The first phase is quantitative study, and the subsequent phase qualitative study. Collection of quantitative data through survey using questionnaires.Whereas the qualitative study by means of in-depth interviews. The result of collection of quantitative data is processed using SPSS (Statistical Package for Social Sciences). In the analysis of research result, the qualitative data is attached to quantitative data as supplementary description. Full reports of the informers are compiled separately in the form of narration.
The result of chi-square test shows that the social environment affects the initiative to read, method of obtaining the children's magazines or tabloids, and the reading time. Whereas the social environment does not affect the length and method of reading. The social environment affects the motivation to read to meet personal affective, social integrative needs and release of tension. The children from the school within the middle and upper environment tend to be of the opinion that by reading they can imagine, obtain new knowledge and are no longer tense compared to the school students within the lower environment.
The type of sex affects the fulfillment of affective needs and release of tension. Girls tend to be very happy when reading children's magazines or tabloids, and no longer feel tense compared to boys. The age affects the motivation to read to fulfill the cognitive, affective, personal integrative, social integrative, and release of tension needs. Children in the age of 7 - 8 years tend to read for fulfillment of cognitive, personal integrative and social integrative needs. Children in the age category of 9 - 10 years read to fulfill the affective needs. Whereas children in the age category of 11 - 12 years read for release of tension.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Sediono
"ABSTRAK
Tulisan ini merupakan hasil penelitian tentang Peran Serta Anak Sekolah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat. Peran serta anak sekolah dalam pengelolaan lingkungan hidup merupakan faktor penting dalam upaya mewujudkan manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan hidup. Untuk mencapai manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan hidup perlu ditumbuhkan dan dikembangkan kesadaran masyarakat (anak sekolah) akan tanggung jawabnya dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan, dan penelitian tentang lingkungan hidup (pasal 9 UU nomor 4 Tahun 1982). Wujud kongkrit dari kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut tercermin dalam peran sertanya untuk memanfaatkan, memelihara, menata, mengawasi, mengendalikan, memulihkan dan mengembangkan lingkungan hidup. Pembangunan yang berkelanjutan memerlukan partisipasi aktif dari semua pihak, terutama anak sekolah yang merupakan generasi muda penerus masa depan. Selama ini belum banyak diketahui seberapa besar peran serta anak sekolah dalam melaksanakan secara aktif program-program pembangunan umumnya dan pengelolaan lingkungan hidup khususnya yang meliputi usaha pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan lingkungan hidup. Dengan makin berkembangnya kehidupan ekonomi, dan teknologi serta jasa yang dapat membantu kemudahan perikehidupan manusia, maka ada kecenderungan anak sekolah bergantung pada jasa dan teknologi yang ada sehingga dapat berdampak negatif pada kemandirian dan kreatifitas anak.
Penelitian akan mendeskripsikan sejauhmana peran serta anak sekolah dasar dalam pengelolaan lingkungan hidup. Di samping itu akan dikaji pula faktor-faktor yang mempengaruhi peran serta anak sekolah tersebut. Faktor-faktor dimaksud adalah persepsi dan pengetahuan anak, peran guru, peran orang tua dan masyarakat, kondisi fisik sekolah dan prestasi belajar siswa tentang lingkungan.
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat, dengan mengambil sampel 287 anak sekolah dasar kelas VI, yang diambil dari sembilan sekolah dasar secara purposive sampling.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui teknik observasi dan kuesioner serta tes prestasi belajar tentang lingkungan. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan program SPSS- PC, dalam bentuk tabulasi silang (cross tabulation). Untuk menguji hubungan antarvariabel digunakan uji statistik berupa x2 dan koefisien kontingensi C.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa :
Peran serta anak sekolah dalam pengelolaan lingkungan hidup di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat memiliki bentuk yang beraneka ragam. Bentuk-bentuk kegiatan peranserta anak sekolah dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut, meliputi:
· penjagaan keamanan, kebersihan, kesehatan pribadi dan lingkungan, dengan hasil penelitian responden yang menjawab selalu : 44,94%; kadang-kadang 36,04% dan tidak pemah 19,02%.
· penggunaan perpustakaan, alat-alat P3K, alat pelajaran dan alat rumah tangga, serta ikut serta dalam kegiatan senam kesegaran jasmani, dengan hasil penelitian responden yang menjawab selalu : 38,69% ; kadang-kadang 39,58% dan tidak pernah 21,73%.
· bakti sosial, pramuka, pecinta alam, penghijauan, pengumpulan sumbangan, dan pemberantasan/pencegahan penyakit menular, dengan hasil penelitian responden yang menjawab selalu : 48,15% ; kadang-kadang 32,90% dan tidak pernah 18,95%.
· perawatan dan pemeliharaan tanaman, pelaksanaan UKS, pemberian informasi, dan penggunaan benda-benda bekas serta penyaluran hobi, dengan hasil penelitian responden yang menjawab selalu : 41,39% ; kadang-kadang 37,84% dan tidak pernah 20,77%.
Kegiatan dan peran guru dalam mengingatkan dan memperhatikan kebersihan kelas, sekolah dan lingkungan, menyediakan buku dan fasilitas kebersihan, menyesuaikan bahan pelajaran, melaksanakan UKS dan pramuka, aktif dalam pengelolaan lingkungan, mengundang penceramah dan mengadakan lomba kebersihan sekolah, berdasarkan analisis data ditemukan responden yang menjawab selalu 71,93 %, kadang-kadang 20,81 % dan tidak pernah 7,27 %.
Kegiatan dan peran orang tua serta masyarakat dalam mengingatkan dan memperhatikan kebersihan rumah dan lingkungan, menyediakan buku dan fasilitas kebersihan, aktif dalam pengelolaan lingkungan, membayar iuran sampah dan keamanan, mengikuti siskamling, kepedulian kawan dan masyarakat terhadap pelestarian lingkungan, sanitasi lingkungan, dan ketersediaan tempat sampah, berdasarkan analisis data ditemukan responden yang menjawab selalu 54,33 %, kadang-kadang 36,00 % dan tidak pemah 9,67 %.
Analisis hubungan antar variabel menemukan dengan α = 0,05 dk = 4 dari daftar distribusi x2 di dapat x2 0,95(4) = 9,49 dan koefisien kontingensi maksimum (C maks) = 0,816.
Oleh karena itu penelitian ini memberikan pengujian yang berarti, bahwa pengetahuan dan persepsi anak tentang lingkungan cukup besar, dan memiliki peranan untuk meningkatkan peran serta anak dalam pengelolaan lingkungan dengan x2 hitung = 63,46, dan koefisien kontingensi C = 0,4225. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peran serta anak dengan pengujian yang cukup berarti dalam penelitian ini meliputi peran guru, dengan χ2 hitung = 41,40, dan koefisien kontingensi C = 0,355 ; peran orang tua dan masyarakat, dengan χ2 hitung = 48,88, dan koefisien kontingensi C = 0,381 serta kondisi fisik sekolah, dengan χ2 hitung = 49,71, dan koefisien kontingensi C = 0,384. Faktor prestasi belajar anak tentang lingkungan dipengaruhi oleh peran orangtua dan masyarakat dengan χ2 hitung = 13,515, dan koefisien kontingensi C = 0,212.
Kondisi fisik sekolah dasar, mempengaruhi peran serta anak dalam ikut serta pada berbagai kegiatan di sekolah maupun di rumah. Pada sekolah dasar yang kondisi fisiknya baik, ditemukan pola prestasi belajar, pengetahuan dan persepsi anak serta peran sertanya dalam pengelolaan lingkungan hidup tinggi.
Kesimpulan
Peran serta anak sekolah dalam pengelolaan lingkungan hidup di Kecamatan Menteng sebagian besar dalam kategori sedang. Namun demikian orang tua dan masyarakat serta guru di sekolah telah memberikan bimbingan dan contoh perilaku membina lingkungan yang cukup memadai. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran serta anak dalam pengelolaan lingkungan dalam penelitian ini antara lain tingkat pengetahuan dan persepsi anak, peran guru, peran orang tua dan masyarakat, dan kondisi fisik sekolah.

ABSTRACT
This thesis is the result of research on participation of students in management of the environment (case study in Sub District of Menteng, Central Jakarta). Participation of students in management of the environment is an important factor in the attempt of encouraging Indonesian citizens to act as organizers of the environment. To achieve this goal, awareness and responsibilities by society (students) for management of the environment should be developed through consolidation, guidance, education and research. The implementation of the society increased awareness and responsibility of the environment should be demonstrated by their participation in using, ordering, caring, supervising, managing, improving and developing their environment. The need for sustainable development requires active participation from all sides, including students, as they are the generation of the future. So far it is unknown what the amount of participation of the students is, in the active implementation of the programmes of development in general and the specific programmes on management of the environment. The development of the economy, and the progress in technology and services, has caused a considerable change in the life style of students to wards consumerism and a negative impact on creativity and self understanding. The following school program in regards to already existing environmental management need to be implemented intensively by active involvement of the students in the schools : LTKS (School Health Organization), 5K (safety , cleanliness, health, orderliness, family atmosphere), Pramuka (Boy Scouts), Pembinaan Kesiswaan (student care and development) and PKLH (population and environmental education).
This research will give a description about the extend of the participation of students in the management of their environment. In addition, it will also describe the factors that influence the participation of students. These factors include perception and knowledge of students, participation of teachers, participation of parents and community, the physical condition of the schools and student achievement on environmental knowledge.
This research takes place in the Sub District of Menteng , Central Jakarta, and involves 287 respondents of sixth grade students, from nine schools. The samples were selected in purposive sampling based on the role of primary school and the area involved.
Data in this research are obtained by using the technique of observation and questionnaire, with an additional achievement test on the environment. Analysis of data is carried out descriptively by implementing program SPSS-PC, in the form of cross tabulation. To carry out intervariable relationship tests, this research makes use of such statistical tests as χ2 and coefficient contingency C.
The result of this research reveals that :
The participation of students in the management of their environment in the sub district of Menteng, Central Jakarta, consists of a variety of activities, as described below with its analysis :
1. Maintenance of security, cleanliness, personal and environmental health. In response to questions regarding these activities, the students' replies were always = 44.94%, seldom = 36.04%, never = 19.02%,
2. Utilization of the library, first aid equipment learning tools, home making tools, and participation in physical exercises. In regards to these activities, the students responses were: always = 38.69%, seldom = 39.58%, never = 21.73%,
3. Social service, boy scouts, nature lover, reforestation, collecting contributions, and preventing the spread of disease. On these activities, the students' responses were always = 48.15%, seldom = 32.90%, never = 18.95%,
4. Maintenance of plants, implementation of a school health organization, provision of information, utilization of junk, and practizipation in hobbies. On these activities, the students' responses were : always = 41.39%, seldom = 37.84%, never = 20.77%.
The teachers activities and roles on warning, giving attention to class cleanliness, school and environment cleanliness, providing facilities, adjusting the content of teaching materials, school health, boy scouts, inviting guest lecturers, clean-up competion, and managing the environment, can be described based on the result of analysis, as teachers who are always implement such activities= 71.93%, seldom = 20.81%, and never = 7.27%.
The parents and society roles on warning, giving attention to cleanliness in the home and environment, providing facilities, paying tax for environmental security, joining a task force for guarding environmental sanitation, and managing the environment, can be described, based on the result of analysis, that parents who are always implementing such activities : 54.33%, seldom - 36.00%, and never - 9.67%.
The relationship intervariables used cc = 0.05, df = 4, χ20.95(4)=9.49, maximum coefficient contingency Cmax = 4.816. Based on these tables , this research proved that the knowledge and perception of students on environment are sufficient and have a role to improve the participation of students in management of environment (χ2 = 63.46,C= 0.4225). The other factors influencing the participation of students in this research include the role of teacher, (χ2 =41.40,C =0.355) the role of parents and community, (χ2=48.88,C=0.381) and the physical conditions of the schools (χ2=49.71,C=0.384). The factor of students' achievement on environmental knowledge is influenced by the role of parents and community.
The physical condition of the schools influences the participation of students in activities at school and at home. In schools that are in good physical condition, the pattern of student achievement, knowledge perception and the participation are highly founded.
The participation of students' in the management of their environment can be said to be overall moderate. Besides that, the roles of parents and society in giving guidance and examples for maintaining the environment are quite good. Factors that influence students in managing their environment in this research are teachers, knowledge and perception of the students, parents and society, and the schools physical condition.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budhy Djayanto
"ABSTRAK
Asma telah dikenal sejak zaman Hipocrates (abad ke- 4-5 . SM). Pada saat itu sampai ditemukannya IgE sekitar 20 tahun yang lalu diagnosis asma terutama didasarkan pada timbulnya gejala klinis misalnya sesak dan mengi. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang kedokteran, beberapa hal yang belum diketahui tentang timbulnya asma dan timbulnya serangan asma mulai tersingkap; antara lain aspek fisiologis, aspek patologis, aspek imunologis dan aspek psikologis (Wirjodiardjo, 1990).
Asma merupakan penyakit kronik yang tersering dijumpai pada anak. Penyakit asma dapat mudah dikenal bila ditemukan gejala yang berat misalnya serangan batuk dengan mengi setelah latihan berat atau timbul waktu udara dingin. Kadang-kadang dapat juga ditemukan gejala yang ringan seperti batuk kronik dan berulang tanpa mengi yang dapat menyulitkan dokter, pasien atau keluarga pasien. Gambaran klinik dan perjalanan penyakit asma berbeda pada bayi, anak kecil dan anak yang lebih besar sesuai pertambahan usia (Rahajoe H. H., 1983).
Asma dapat mempengaruhi tumbuh kembang seorang anak. Asma yang merupakan penyakit kronik juga dapat memberikan masalah biologis, psikologis dan sosial pada penderita maupun keluarganya bila tidak ditanggulangi secara komprehensif antara penderita; orangtua; saudara kandung; dokter dan guru pada anak yang sudah sekolah (Steinhauer, 1974; Sudjarwo dan Suiaryo, 1990).
Dampak negatif asma yang utama pada anak sekolah adalah terganggunya pelajaran di sekolah. Di Amerika Serikat, sepertiga dari waktu absen di sekolah disebabkan oleh asma (Godfrey, 1983 b). Besar kecilnya angka absensi ini akan menjadi salah satu faktor yang menentukan intensitas gangguan terhadap tumbuh kembangnya dikemudian hari. Asma dapat timbul pada setiap umur, tetapi biasanya jarang timbul pada bulan-bulan pertama kehidupan. Delapan puluh persen asma pada anak mulai timbul pada usia di bawah 5 tahun (Blair,1977; Godfrey, - 1983 b).
Asma sangat erat hubungannya dengan hiperreaktivitas saluran nafas, hal ini dikemukakan oleh Boushey dkk (1980), Rahajoe dkk (1988), Gerritsen (1989) dan Pattemore dkk (1990).
Faktor alergi berperan pada asma anak. Sekitar 2/3 dari seluruh anak dengan asma mempunyai dasar alergi (Carlsen dkk, 1984). Bahkan menurut HcNicol dan Williams (1973), jika semua anak dengan asma diteliti sepanjang usianya; maka akan didapat bukti adanya faktor alergi yang berperan. Faktor alergi pada asma menyebabkan berbagai reaksi immunologik dengan hasil akhir berupa gejala asma. Keadaan atopi lebih banyak dijumpai pada penderita asma dan keluarganya dibanding kelompok kontrol (tidak asma). Asma juga lebih sering ditemukan pada keluarga penderita asma dibanding kelompok kontrol (Si.bbald dkk, 1980; Zimmerman dkk, 1988)"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efriyani Djuwita
"Penelitian ini mencoba untuk melihat masalah perilaku dan emosi yang dialami oleh
penderita thalassaemia mayor khususnya anak usia sekolah di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Latar belakang dari penelitian ini adalah fakta bahwa penderita
penyakit thalassaemia mayor di Indonesia sangat banyak. Menurut data yang diperoleh
dari RSCM setidaknya tercatat 1114 orang penderita thalassaemia mayor pada tahun
2004 sebagai pasien RSCM. Hal ini belum lagi ditambah dengan para penderita yang
masih belum tercatat sebagai pasien RSCM. Penyakit thalassaemia mayor adalah
penyakit kronis yang sifatnya tnrunan atau herediter. Sampai saat ini penyakit ini belum
memiliki obat yang dapat dikonsumsi umum untuk menyembuhkan penderitanya. Para
penderita thalassaemia mayor hanya dapat bertahan hidup dengan melakukan trausfusi
darah dan penggunaan obat desferal. Kondisi yang dialarni oleh penderita penyakit
thaltissaemia mayor ini berpotensi menimbulkan rnasalah perilaku serta masalah emosi.
Hal ini menurut Taylor (1999) dikarenakan penyakit yang sifatnya kronis dan mematikan
mempengaruhi banyak aspek dari kehidupan penderitanya. Pada penderita thalassaemia
mayor adanya perbedaan fisik, terbatasnya aktivitas yang dapat dilakukan sampai proses
pengobatan yang terus menerus diasumsikan dapat rnerupakan hal yang berkaitan dengan
rnunculnya masalah perilaku dan emosi.
Adapun rnetode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian gabungan kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan dengan cara
melakukan wawancara dengan orangtua penderita dan anak penderita thalassaemia
mayor. Sementara metode kuantitatif digunakan dengan cara rnelakukan skoring hasil
CBCL yang diadmistrasikan pada orangtua penderita thalassaemia mayor.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah keempat partisipan memiliki masalah
perilaku dan emosi. Dalam rnenjalin hubungan sosial, partisipan cenderung menarik diri
dari pergaulan ternan sebaya mereka. Hal ini berkaitan dengan perbedaan fisik yang
mereka miliki. Kondisi ini ditambah dengan faktor lingkungan di sekitar mereka yang
cenderung kurang memberikan dukungan. Keempat partisipan juga masih berperilaku
-----~--------~ ------"·-~·· ·--------~--------"·
kekanak-kanakan, tidak mandiri dan bergantung kepada orangtua. Dalam berhubungan
dengan anggota keluarga mereka cenderung tidak mau mengalah, selalu · ingin
didahulukan atau diperhatikan. Hal yang juga menarik didapat dari analisis keempat
partisipan tampak bahwa semua memiliki sifat yang tergolong sangat sensiti[ Mereka
cenderung pemalu terhadap orang lain, peka terhadap penilaian orang lain. Tiga dari
empat partisipanjuga mudah menangis atau mengeluarkan ekspresi marah.
Setelah melihat hasil yang didapat, diperoleh gambaran bahwa munculnya
masalah perilaku dan emosi pada penderita thalassaemia mayor tidak saja dikarenakan
faktor penyakit. Lebih luas lagi faktor lingkungan seperti orangtua, keluarga, guru
(sekolah), rumah sakit dan pemerintah juga turut mengambil peran dalam menimbulkan
masalah pada penderita.
Kesimpulan yang bisa didapat dari penelitian ini adalah bahwa para penderita
thalassaemia mayor usia sekolah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo memiliki
beberapa masalah perilaku dan emosi. Adapun faktor-faktor yang turut berperan dalarn
menimbulkan masalah tersebut selain penyakit thalassaemia mayor adalah faktor
lingkungan. Melihat kondisi yang dialami oleh para partisipan maka dari penelitian ini
saran praktis yang dapat dianjurkan adalah agar orangtua dan anak melakukan cognitive
behavior therapy. Peneliti juga menganjurkan adanya keijasama antara dokter, psikolog
dan guru agar dapat membantu dan memahami penderita dan membentuk support group
bagi penderita dan orangtuanya. Sedangkan untuk saran metodologis ditujukan untuk
peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian lanjutan. Beberapa hal yang disarankan
adalah penggunaan partisipan dari kelas ekonomi sosial yang lebih beragarn atau
menggunakan partisipan dari kelompok usia yang berbeda. Hal lain yang juga menarik
untuk dijadikan tema penelitian lanjutan adalah membuat dan menjalankan program
untuk para penderita thalassaemia mayor.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38403
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>