ABSTRAKSejarah pemuda Indonesia setelah kemerdekaan bukanlah
sejarah yang melulu diisi dengan torehan prestasi dan
kebanggaan. Banyak prestasi pemuda-pemuda Indonesia sebagai
tinta emas penghias nama bangsa. Pemuda termasuk di
dalamnya mahasiswa merupakan 'dinamisator' kehidupan
sejarah bangsa. Mulai dari jaman kemerdekaan, lahirnya
'orde baru' tahun 1966, hingga reformasi 1998, tak dapat
dipungkiri sedikit banyak ada sumbangsih pemuda Indonesia.
Namun banyak pula guratan tinta hitam yang merusak
keindahan sejarah bangsa. Melandanya narkoba pada sebagian
generasi muda kini adalah sejarah hitam tak terhapuskan.
Masa tahun 60-80-an seolah merupakan rentang waktu tanpa
prestasi dan sumbangsih yang terasa bagi kehidupan bangsa.
Pada waktu itu pemuda seakan hanyut dalam kehidupannya
masing-masing yang di dalamnya mengemuka kenakalan demi
kenakalan. Munculnya crossboy pada dekade 60-70-an
memberikan gambaran bahwa pemuda Indonesia pernah hanyut
dalam kehidupan geng yang tak berguna bahkan cenderung
merugikan dan meresahkan khalayak umum. Dilanjutkan dengan
kenakalan pelajar mulai tahun 70 hingga 90-an seolah
merupakan kelanjutan atau benang merah kenakalan remaja
pada dekade sebelumnya, yang diwujudkan dalam bentuk
perkelahian kelompok pelajar, fanatisme sekolah hingga
melahirkan geng anak sekolah (schoolgang). Di SMAN 70, yang
dipaksa lahir untuk meredam kenakalan ternyata menjadi
medium yang baik untuk munculnya model kekerasan baru
akibat kekosongan norma. Kenakalan akhirnya menjalar
memasuki ruang-ruang sekolah yang mengurangi kualitas dan
kuantitas belajar bagi siswa. Tahun demi tahun kekerasan
itu terpelihara karena tradisi (culturaly transmitted)
serta digunakannya teknik-teknik netralisasi. Pemuda-pemuda
itu kehilangan secara drastis kesempatan belajar dengan
tenang. Sementara itu, dalam kenakalannya, pelajar
beradaptasi dan akhirnya menerimanya sebagai suatu
kesenangan meski dalam tekanan kekerasan yang tinggi dari
pelajar satu sekolah maupun luar sekolah.