Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187510 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Irfan Hidayat
"Baja tahan karat dua fasa (Dupfex Stainfess Sfeey merupakan baja yang memiffki kekuafan mekanis dan ketahanan korosi yang bafk sahingga pada industri modem dawasa inf mulai banyak digunakan terutama pada industri minyak, gas, petrokimia, dan kenas. Dalam aphkasinya diperlukan suatu proses penyambungan a7mana dafam ha! ini proses penyambungan yang dapat dirakukan terhadap materia! ini adafah pengelasan. Untuk mendapafkan has!! pengefasan yang baik pedu dmerharikan parameter-parameter penge!asan sepeni besar arus dan kecepatan pengelasan. Oleh karena itu diiakukan penefitian ini yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh parameter pengalasan tersebuf dengan menggunakan metoda TIG. Ams yang digunakan sebasar 100, 150, dan 200 A, sedangkan kecepatannya sabesar 3, S dan 7 mm/defik. Dari basil pengamafan tedihaf adanya perbedaan Iebar dan penatrasi lasan untuk besar arus dan kecepatan yang berbeda, dirnana untuk daarah yang masukan panasnya rendah rebar dan panelrasi lasan akan Iebih rendah daripada daarah masukan panas yang febih tinggi. Daarah HAZ dengan masukan panas yang rendah akan di dapaf suatu struktur mikro dengan perbandingam fasa fen? dan ausfenit yang lebfh linggi Masukan panas yang tinggijuga dapat meningkafkan kekerasan pada daerah HAZ. Jaw dapaf disimpulkan bahwa semakin besar masukan panas semakin besaf pula lebar Iasan dan penetrasi fasan pada Iogam induk. Di samping ilu masukan panes juga mempengaruhi perfumbuhan austenif, an mana semakin tfnggi masukan panas semakin banyak fasa austenit yang tumbuh."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41252
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Secuandra Elania RH.
"Heat treatable low alloy steel (HTLA) mempalam baja paduan rendah yang memiliki kekuatan mekanis, hardenability, dan kekerasan yang tinggi. Tetapi pada pengelasan baja. IITLA sering terjadi retak dingin atau hydrogen '|;7Id'Il6Gd cracking yung discbabkan ohh sinzldwr mikro Q/071g kcras, hidrogen yang bB1"d’|:fIl-Sl; kc dalam Zogam indulc, dan tcgrmgan tennal pada benda lcezja. Hardanability yang tinggi dapat dcngau mudah menghasiflcmz struktur 'mm-tensit yang sangat keras. Scmalcin tinggi kekerasan pada deposit Las dan, dacrah HAZ, scmakin tinggi pfula sans-itivitas tm-hudap hydrogen induced cmclcing. Pembentulcan strulctuf fmikro pada daerah HAZ dipcngaruhi old: silclua tcrmal las selama pengelascm. Pada pendinginan 'yang sangat cepat dapnt tcrbersmk martzmsit yang mempalcan .sftmktur m11h-ro yang lwras. Untuk 'mermimi-maU¢an pembrmtulcnn marlcnsit dalam pe/ngelasan baja 4340 dapat dilalculfan dengcm mengumngi laju pfmdinginan nwlalzvi pfmggnmaan penumasan awal sebesar 3009.1 35011, 40033 dan pcngaturafn masznlcan pcmas mclalui pfmgaturan arus scbesar 100, 150 dan 200/1 sclama pcngclasan. Dari hasil pengmnatavz dipcrobeh bahwa pada pengelasan tanpa pemanasa/n awal sangat scnsitrftcrhadap hydrogen induced cracking karcna kclcerasan pada dacrah deposit Las dan .HAZ > 350HB atau 370 HVa1c:`bat adanya struktur mikro yang keras. Kekerasan pada dacrah HAZ mcnunm sccara bertahap dengan adwnya pcmafnaswn awal. Namun dc1ru7c£a1z!cclfcrasan pad# daerah deposit las cenderufng tidal; tcrpengaruh olch. adafnya pemcmnasan naval mengifngat pengalasan pada pcnatitian fini dilakulcau secara autagcmous. Pada, dacrah HAZ dengan pcmanasan awal 400‘C tmjadi peningkatan kclccrasan Iwmbali Dacrah, HAZ dcngwn pcmanasan awal scbesar 350"C dan arus pcngclasan 200A juga mefngalmni pcningkatfm kclwrasan kmnbali. Dapaf dérimprdlcan, bahwa pemanasfm awal dapat mcnzheimalkan pcmbcntukan strukiur miicro yang kcras pada daemh HAZ, saiangfran masulcan panas kurang ¢;fc.Fct1§f dalam m¢'m1In1I1naUu1.1fx pcmbcntmdca-11 stfulctwr 'mikro im; Pcngclasan baja HTL./1 4340 dengan pcmanasan awal scbesar 300°da'n 350‘U dengan arus sebesar 100 dan 15011 'mcnglzadlkan Fmkcrasan yang dapat mcngurangi scns‘£t'£_{itas im-hadap 'rcéak Irhmnumya pada dacmlr HAZ."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41200
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ricky Haridho M. Wiendarto
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S41600
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Ayu Wibowo
"Pengelasan Tungsten Inert Gas (TIG) merupakan salah satu metode pengelasan yang cukup popular dan sering digunakan dalam industri manufaktur. Dalam Upaya meningkatkan efisiensi dari pengelasan TIG ini, metode Wire Arc Additive Manufacturing (WAAM) pun telah diperkenalkan. Metode WAAM merupakan metode pengelasan yang menggunakan busur listrik (arc welding) dengan menggunakan pengumpan kawat tambahan atau biasa dikenal dengan wire feeder. Mesin TIG-WAAM terdiri dari komponen-komponen berupa sumber daya TIG, welding torch, kawat pengumpan atau wire feeder, dan sistem pengendali untuk mengontrol parameter pengelasan. Oleh karena itu, welding torch merupakan komponen yang penting dalam pengelasan penelitian ini dilakukan. Perancangan desain pada penelitian ini kemudian akan dilanjutkan pada perhitungan analitik dan simulasi menggunakan software Autodesk Inventor 2021 untuk memastikan apakah konstruksi mesin las TIG dapat menahan beban welding torch yang didesain. Penelitian ini akan lebih berfokus pada kekuatan mesin konstruksi mesin las TIG menahan beban sebelum dan setelah welding torch dirancang yang kemudian akan dibandingkan dengan hasil perhitungan simulasi menggunakan software Inventor. Hasil tegangan von miss yang didapatkan melalui perhitungan analitik pada konstruksi mesin sebelum welding torch sebesar 1,49 MPa dan pada simulasi sebesar 0,24 MPa, sedangkan perhitungan analitik setelah welding torch diberikan sebesar 0,167 MPa dan pada simulasi sebesar 0,27 MPa.

Tungsten Inert Gas (TIG) welding is a popular and widely used welding method in the manufacturing industry. To improve the efficiency of TIG welding, the Wire Arc Additive Manufacturing (WAAM) method has been introduced. WAAM is a welding method that utilizes an electric arc welding process with the use of an additional wire feeder. A TIG-WAAM machine consists of components such as a TIG power source, welding torch, wire feeder, and control system to regulate welding parameters. Therefore, the welding torch is an important component in this research on welding.

The designed which has been designed in this research, will then be analyzed through analytical calculations and simulations using Autodesk Inventor 2021 software to verify the construction of the TIG welding machine can withstand the load of the designed welding torch. This research will primarily focus on the strength of the TIG welding machine's construction to withstand the load after the welding torch is designed, and then compare the results with the simulation calculations using Inventor software. Analytical load calculations are essential to ensure the safety and strength of the equipment in performing its function. The results of the von mises stress through analytical and simulation before welding torch are 1,49 MPa and 0,24 MPa. Meanwhile the analytical and simulation after welding torch are 0,167 MPa and 0,27 MPa."

Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Octaviani
"Metode yang paling sering digunakan untuk menggabungkan struktur logam adalah pengelasan fusi seperti Gas Tungsten Arc Welding (GTAW). Metode ini sebagian besar telah dikembangkan melalui percobaan, yakni trial and error. Di era modern, banyak penelitian yang dilakukan tidak hanya melalui eksperimen nyata, tetapi juga dibantu oleh komputer untuk mendapatkan manfaat yang lebih.
Tujuan dari penelitian ini adalah meresepkan sebuah metode sederhana untuk memasukkan sumber panas bergerak ke dalam suatu model elemen hingga. Dalam hal ini, sumber panas harus bergerak sepanjang garis lurus dalam sebuah model 3D yang dilakukan menggunakan software ANSYS APDL 14. Diharapkan, penelitian ini akan dapat memfasilitasi simulasi pengelasan geometri sederhana pada baja tahan karat AISI 316, terutama untuk menganalisis fenomena panas transien dan memahami gradien termal yang mempengaruhi zona fusi pada pengelasan GTAW.
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan ada dua, yakni temperatur dan kecepatan gerak sumber panas. Temperatur yang diambil sebagai patokan adalah 6.000oC (6.273 K) dan 19.000oC (19.273 K), sementara kecepatan sumber panas adalah sebesar 5 mm/s dan 9 mm/s. Hasil simulasi yang didapat kemudian divalidasi dengan hasil eksperimen yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil akhir memperlihatkan bahwa sumber panas dapat berjalan dengan mode transien serta memiliki geometri zona fusi yang cukup konsisten dengan eksperimen riil. Penyederhanaan pemodelan pengelasan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk membuat simulasi lebih umum digunakan laboratorium dan industri.

The most frequent used method for joining metal structures is fusion welding like Gas Tungsten Arc Welding (GTAW). This method has largely been developed experimentally, i.e. trial and error. In the modern era, many engineering researches are done not only by real experiments, but also aided by a computer program to gain more benefits.
The objective of this research is to prescribe a simple method for introducing a moving heat source into a finite element model. In this research, the heat source should be able to move along a straight line on a 3D model developed in ANSYS APDL 14 software. It is expected that this research would facilitate the simulation of welding for simple geometry on GTAW-welded AISI 316 stainless steel, specifically to analyze the heat transient phenomenon and understand the thermal gradient that affects the fusion zone.
In this work, two variables were used; i.e. temperature and velocity of the heat source. Given temperatures were 6.000oC (6,273 K) and 19.000oC (19.273 K), whereas the velocity of the heat sources were at 5 mm/s and 9 mm/s. The simulation results were then validated with experimental results conducted previously.
The final result showed that the heat source can be run within a transient mode and also have fusion zone geometry, which was quite consistent with the real experiment. This simplification of welding modelling is expected could contribute to make the simulation more commonly used in laboratories and industries.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46000
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Adrian
"Tungsten Inert Gas (TIG) adalah proses pengelasan dimana busur nyala listrik ditimbulkan oleh elektroda tungsten dengan benda kerja dan daerah pengelasannya dilindungi oleh gas pelindung. Bentuk busur api dapat dipengaruhi oleh gaya elektromagnetik. Pada penelitian sebelumnya, penggunaan beberapa medan elektromagnetik yang diatur letaknya sedemikian rupa memberikan hasil pengelasan yang berbeda. Dalam studi ini busur las di berikan medan elektromagnetik yang bersumber dari solenoid. Pengelasan dilakukan pada stainless steel. Medan elektromagnetik yang dihasilkan menyebabkan busur api terdefleksi. Defleksi ini dikontrol dengan solenoid yang diaktifkan secara bergantian mengelilingi busur las dengan menggunakan mikrokontroler.
Hasil penelitian menunjukkan dengan menggunakan solenoid sebagai sumber medan magnet untuk mempengaruhi busur las dapat mempangaruhi hasil pengelasan. Penetrasi yang dihasilkan dengan menggunakan solenoid lebih dalam dibandingkan pengelasan tanpa menggunakan solenoid. Kenaikan efisiensi daya pengelasan mencapai 10,9 %. Berdasarkan grafik perbandingan perubahan kecepatan terdapat kesamaan hasil antara pengelasan dengan kecepatan tinggi menggunakan solenoid dengan pengelasan kecepatan rendah tanpa solenoid.

Tungsten Inert Gas (TIG) welding is a process which an electric arc generated by the tungsten electrode to the workpiece and the welding area protected by a protective gas. Arc shape can be affected by electromagnetic force. In previous study, the use of some electromagnetic field around the arc has influenced the welding results. In this study electromagnetic fields generated from the solenoids was given to the welding arc. Welding process was conducted on Stainless Steel. The electromagnetic field made the arc becomes deflected. This deflection was controlled by the solenoid by activating it using a microcontroller.
The results showed that the use of solenoid as a source of electromagnetic field has influenced the welding arc. Penetration produced by using a solenoid has deeper penetration than welding process without using solenoid. The increase of the welding power efficiency was 10.9%. Furthermore, there are similarities between the results of the welding at high speeds using a solenoid compared with a low speed welding without solenoid.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42102
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Albert Ahmad
"Unalloyed titanium atau biasa disebut commercially pure (CP) titanium banyak dipakai pada aplikasi yang memerlukan tingkat ketahan korosi tinggi sedangkan dengan kekuatan tinggi tidak diperlukan. Pada aplikasinya, titanium membutuhkan pengelasan dengan kualitas baik. Pengelasan titanium dengan metode GTAW konvensional, yaitu constant current GTAW (C-GTAW) menghasilkan pengkasaran butir pada fusion zone dan daerah pengaruh panas (HAZ). Hal ini menyebabkan turunnya sifat mekanis dan juga mempengaruhi perilaku korosi. Pulsed current GTAW (P-GTAW) merupakan salah satu teknologi pengelasan yang menghasilkan kekuatan mekanik yang lebih baik dari pada C-GTAW.
Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh parameter P-GTAW, yaitu pulse current, background current, dan pulse-on-time pada perilaku korosi CP titanium grade 2. Uji korosi celup dengan 3,5 M HCl dan polarisasi dengan 1 M HCl dilakukan untuk mengukur laju korosi dan melihat perilaku sample hasil pengelasan. Uji kekerasan mikro (Vickers Hardness Test) dilakukan pada sample hasil pengelasan untuk melihat pengaruh parameter P-GTAW terhadap kekerasan. Pengamatan dengan menggunakan mikroskop optik untuk melihat pengaruh panas pada strukturmikro, yaitu pada logam dasar, daerah pengaruh panas (HAZ), dan fusion zone. Morfologi permukaan dan komposisi sample pasca uji korosi celup diamati dengan scanning electron microscope (SEM) dan energy dispersive x-ray (EDX).
Nilai open circuit potential (OCP) dan potensial korosi (Ecorr) hasil PGTAW lebih rendah dari C-GTAW, namun masih berada di daerah kesetimbangan TiO2. Perilaku elektrokimia hasil pengelasan P-GTAW, C-GTAW, dan parent material, menunjukan daerah aktif, passive dan transpassive. Uji korosi celup dan uji polarisasi potensiodinamik menunjukan terjadi preferential weld corrosion pada hasil pengelasan P-GTAW dan C-GTAW. Laju korosi hasil pengelasan P-GTAW lebih rendah dari pada C-GTAW. Hasil uji kekerasan mikro menunjukan kekerasan hasil P-GTAW lebih tinggi dari hasil C-GTAW.

Unalloyed titanium or commercially pure (CP) titanium is widely used in applications that require high corrosion resistant, while the high strength is not required. In its application, titanium weld with high quality is needed. To weld titanium with the conventional method, i.e. constant current GTAW (C-GTAW), produces grain coarsening at the fusion zone and heat affected zone (HAZ). This affects the mechanical properties and corrosion behavior of weldment. Pulsed current GTAW (P-GTAW) is one technology that produces better mechanical strength than the C-GTAW.
This study examines the effect of P-GTAW parameters, namely pulse current, background current, and pulse on-time on the corrosion behavior of CP titanium grade 2. Immersion corrosion testing with 3.5 M HCl and potentiodynamic polarization method with 1 M HCl were carried out to measure the corrosion rate and to observe the corrosion behavior of the weldment. Microhardness testing was performed to see the effect of P-GTAW parameters on hardness. The surface morphology and constituent compositions of the sample after immersion corrosion test, was characterized with scanning electron microscope (SEM) and energy dispersive x-ray (EDX).
The open circuit potential (OCP) and corrosion potential (Ecorr) produced by P-GTAW were lower than the C-GTAW, but still in area of TiO2 equilibrium. The electrochemical behavior of welds produced by P-GTAW, the C-GTAW, and also parent material, shows the active, passive and transpassive. Corrosion immersion testing and potentiodynamic polarization testing showed preferential weld corrosion was occurred. Corrosion rate of sample which are produced by the P-GTAW were lower than the C-GTAW. The microhardness testing showed PGTAW welds were higher than the C-GTAW weld.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42836
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Trihono
"Tesis ini dilatarbelakangi oleh tiadanya prediksi tingkat reliabilitas sistem perpipaan transmisi gas bumi Sumatera ? Jawa Phase 1. Prediksi tingkat reliabilitas perlu untuk diketahui sebagai dasar manajemen operasi dan pemeliharaan dalam mengembangkan sistemnya agar dapat mengantisipasi kegagalan dan menjaga reliabilitas di masa depan. Untuk menghitung tingkat reliabilitas tersebut menggunakan metode Fault Tree Analysis yang mendasarkan perhitungannya pada laju kegagalan komponen penyusun sistem perpipaan. Laju kegagalan komponen mengacu pada data operasi dan pemeliharaan yang tersedia dan OREDA (Offshore Reliability Data Handbook). Kualitas hasil perhitungan reliabilitas dengan metode FTA ditentukan oleh seberapa baik pemodelan sistem, keakuratan pohon kegagalan (fault tree) berikut rangkaian gerbang logikanya (logic gate) serta ketepatan penerapan modus kegagalan komponen berikut laju kegagalannya. Dengan metode FTA ini diperoleh besaran reliabilitas total sistem perpipaan sekaligus sub-sistemnya sehingga dapat digunakan untuk melihat subsistem mana yang paling besar pengaruhnya terhadap reliabilitas total sistem. Dari perhitungan reliabilitas didapatkan hasil tingkat reliabilitas total sistem sebesar 99,5%. Data reliabilitas dan analisanya digunakan untuk mengevaluasi program operasi dan pemeliharaan saat ini dan melihat efektifitasnya untuk menjaga reliabilitas sistem yang tinggi. Rekomendasi diberikan untuk mengembangkan program operasi dan pemeliharaan untuk fokus pada reliabilitas.

The background of this thesis is the absence of prediction on reliability of Phase 1 Gas Transmission Sumatera ? Jawa pipeline system. The predictive reliability is needed by operation and maintenance management to develop their system in order to anticipate potential failure in future and to maintain required level of reliability of their system. Reliability is calculated by using Fault Tree Analysis based on the failure of components in the system. Failure rate of components are determined from historical operation & maintenance data and OREDA (Offshore Reliability Data Handbook). The quality of reliability calculation by using FTA are depending on the validity of system modeling, the accuracy of fault-tree developed with proper logic-gate and the choice of relevant component-failuremode and its failure rate. Reliability calculation using FTA gives the total reliability of system and sub-system, therefore it is able to see the sub-system which has big contribution to the total reliability of system. The calculation gives the total reliability of system of 99,5%. The reliability data and the analysis is used to evaluate the effectiveness of the existing operation & maintenance program in maintaining the reliability. Recommendation is given to improve the operation & maintenance program in order to focus on reliability.;The background of this thesis is the absence of prediction on reliability of Phase 1 Gas Transmission Sumatera ? Jawa pipeline system. The predictive reliability is needed by operation and maintenance management to develop their system in order to anticipate potential failure in future and to maintain required level of reliability of their system. Reliability is calculated by using Fault Tree Analysis based on the failure of components in the system. Failure rate of components are determined from historical operation & maintenance data and OREDA (Offshore Reliability Data Handbook). The quality of reliability calculation by using FTA are depending on the validity of system modeling, the accuracy of fault-tree developed with proper logic-gate and the choice of relevant component-failuremode and its failure rate. Reliability calculation using FTA gives the total reliability of system and sub-system, therefore it is able to see the sub-system which has big contribution to the total reliability of system. The calculation gives the total reliability of system of 99,5%. The reliability data and the analysis is used to evaluate the effectiveness of the existing operation & maintenance program in maintaining the reliability. Recommendation is given to improve the operation & maintenance program in order to focus on reliability."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T43149
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
King, Luter
"Aluminium 6063 merupakan paduan aluminium dengan magnesium dan silikon sebagai paduan utama. Paduan ini merupakan paduan aluminium yang dapat diperlakukan panas untuk meningkatkan sifat mekanisnya. Pengelasan pada paduan aluminium umumnya rentan terhadap proses retak pembekuan. Tingginya kecenderungan terjadinya retak pembekuan disebabkan karena besarnya konduktifitas dan koefisien ekspansi panas dari logam aluminium . Oleh karena itu semakin ringgi masukan panas yang diterima oleh logam aluminium ini malca akan semakin besar kecenderungan terjadinya retak pembekuan. Terjadinya retak pembekuan adalah merupakan basil kombinasi antara tegangan panas yang diterima oleh logam aluminium pada saat dilas dengan tegangan penyusutan aluminium pada saat pembekuan dimulai, Hasil kombinasi tersebut akan menimbulkan kontraksi yang tidak dapat diimbangi dengan kemampuan penyesuaian struktur atom dalam logam basil las dan logam induk, yang pada akhimya akan menimbulkan retak: pembekuan. Retak. pembekuan tersebut membujur searah dengan arab lasan dikarenakan pada arab membujur ini akan terbentuk konsentrasi tegangan kritis terbesar yang akan mendorong terbentuknya retak pembekuan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa retak pembelruan saogat dipengaruhi oleh besaroya masukan panas yang diterima oleh logam hasil lasan. Masukan panas yang tinggi akan meningkatkan terbentuknya tegangan termal serta tegangan penyusutan dari logam hasillasao. Karena masukan panas yang diterima berbanding terbalik terhadap besamya kecepatan pengelasan maka dengan semakin rendah kecepatan pengelasan yang digunakan maka akan semakin besar masukan panas yang diterima dan hal ini tentunya akan memperbesar kecenderungan terbentuknya retak pembekuan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41959
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>