Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96349 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah, 1993
913.926 PEM g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Fithrahadi
"Bioskop dengan gedung tua yang ada di Jakarta Pusat yaitu Djakarta XXI dan Metropole XXI. Usia masing-masing gedung bioskop ini lebih dari 40 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh makna lokasi dan motivasi terhadap perilaku pengunjung bioskop gedung tua dalam hal ini Metropole XXI dan Djakarta XXI. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisis spasial. Hasil dari penelitian menunjukkan perilaku pengunjung dipengaruhi oleh keterikatan lokasi dengan pengunjung yang melibatkan emosi. Makna tempat terhadap suatu lokasi juga mempengaruhi perilaku pengunjung bioskop.

The remaining old cinema building in Central Jakarta are Djakarta XXI and Metropole XXI. Each of these theaters were existed over 40 years. This study aims to determine the effect of sense of place and moviegoers? motivation that formed spatial behavior in the old cinema building of Metropole XXI and Djakarta XXI. The method used is descriptive analysis and spatial analysis. Result of the study is that consumer spatial behavior is influenced by the location bounding of the visitors that engage the emotions. Sense of place also affects the behavior of moviegoers."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42134
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dinas Museum Dan Sejarah, 1993
913.926 DIN k (1);913.926 DIN k (2);913.926 DIN k (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dinas Museum dan Pemugaran DKI Jakarta, 2000
720.959 8 JAK g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Sarwo Trengginas
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan unsur-unsur Renaissance pada bangunan Javasche Bank atau yang sekarang dikenal sebagai Museum Bank Indonesia. Pada abad ke-19 pengaruh gaya “Indische Empire Style” membanjiri bangunan yang ada di Hindia Belanda. Pengaruh gaya tersebut membuat bangunan-bangunan di Hindia terlihat mewah nan megah dan bangunan tersebut dibangun seakan-akan seperti berada di Eropa. Salah satu unsur yang melekat pada bangunan kolonial pada masa itu adalah Renaissance. Renaissance yang menampilkan unsur-unsur Klasik seperti pilar-pilar Romawi, dormer, lucarne, louvre, Tympanium dan unsur-unsur Eropa lainnya menghiasi kota-kota besar di Hindia Belanda seperti Semarang, Surabaya, Bandung, dan tentu saja Batavia. Pada masa sekarang bangunan-bangunan kolonial yang memiliki unsur ini dapat dijumpai di Kota Tua. Salah satunya adalah gedung Museum Bank Indonesia. penelitian ini mencoba untuk menjelaskan unsur Renaissance pada bangunan tersebut.

The aim of this research is to explain Renaissance’s elements in Javasche Bank building or known as Bank of Indonesia Museum. In 19th century the influence of the “Indische Empire” style were flooding the buildings in the Dutch East Indies (Hindia Belanda). This influence made the buildings in the Dutch East Indies (Hindia Belanda) looked magnificent and luxurious. Moreover, it made the buildings seemed to be like being in Europe. One of the inherent elements in those buildings was Renaissance. Renaissance showed classic’s elements like Roman pillars, Dormer, Lucarne, Louvre, Tympanium, and another Europe’s elements that decorated big cities in the Dutch East Indies (Hindia Belanda) such as Semarang, Surabaya, Bandung and of course Batavia. In the present time, the colonial’s buildings that had these elements are located in Jakarta Old Town. One of those buildings is Museum Bank Indonesia. This research tries to explain Renaissance’s elements in that building.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Heribertus Ompusunggu
"Kawasan Kota Tua Jakarta merupakan destinasi wisata yang direncanakan
oleh Pemerintah didaftarkan pada UNESCO di tahun 2015, sebagai heritage atau
warisan budaya. Namun permasalahan kemacetan lalu lintas, gangguan keamanan
dan tidak tertibnya pedagang kaki lima akan menjadi hambatan dalam rencana
tersebut. Sehingga diperlukan fungsi kepolisian dengan mengedepankan
kemitraan dengan masyarakat di Kawasan Kota Tua dalam penanggulangan
terhadap permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi. Pertanyaan tesis ini
adalah: bagaimana Pemolisian Polsubsektor Pinangsia di Kawasan Kota Tua
Jakarta, kendala-kendala yang dihadapi dan Pemolisian yang ideal yang dapat
diterapkan di Kawasan Kota Tua Jakarta.
Teori dan Konsep yang digunakan pada tesis ini adalah, polisi, pemolisian,
masyarakat atau komuniti, pariwisata, perkotaan, manajemen, Polsek dan
Polsubsektor dan Analisis SWOT.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berfokus pada
etnografi, sementara metode penulisannya penulis cenderung ke deskriptif
analisis.
Temuan penelitian menyebutkan Pemolisian Polsubsektor Pinangsia di
Kawasan Kota Tua Fatahilah dilaksanakan dengan melalui beberapa proses
manajemen yakni perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan dan pengawasan.
Kegiatan yang dilakukan adalah pengaturan, penjagaan, dan patroli. Kendalakendala
yang dihadapi dari segi internal, adalah kemampuan Polsubsektor
Pinangsia masih terbatas hal ini dilihat dari segi sumberdaya manusia secara
kuantitas baik kualitas (khususnya tidak ada polisi pariwisata), sarana dan
prasarana serta anggaran. Sementara kendala dari segi Eksternal adalah kurang
maksimalnya kerjasama dengan pihak Sat Pol PP, Satpam Museum, PKL,
Parkiran dan Linmas dalam hal keterpaduan, kurang maksimalnya alat pendukung
pengamanan di wilayah kawasan Kota Tua, misalnya pagar dan CCTV. Model
Pemolisian yang ideal dengan melihat keterbatasan organisasi, bagi Polsubsektor
Pinangsia adalah pemolisian modern yang proaktif dalam menyelesaikan masalah
dengan memfokuskan pelayanan dan pengayoman terhadap pariwisata perkotaan.
Kesimpulan, Pemolisian Polsubsektor Pinangsia di Kawasan Kota Tua
Jakarta sudah dilaksanakan melalui peran petugas Polsubsektor Pinangsia yang
memiliki kecenderungan menekankan peran para petugas kepolisiannya pada
tindakan-tindakan kepolisian secara persuasif, preemtif dan preventif dengan
melaksanakan berbagai kegiatan yang bersifat individu..
Saran, seharusnya Polsubsektor Pinangsia memiliki kemampuan secara
kualitas dan kuantitas untuk menjamin kenyamanan wisatawan dalam melakukan
kunjungannya, dan ditunjang oleh pendukung dalam rangka penanggulangan
permasalahan sosial yang membutuhkan dukungan dari Pemerintah.
Kata Kunci: Pemolisian, Perkotaan dan Pariwisata.

The Kota Tua Jakarta area is a tourist destination which was planned by
the Government registered on the UNESCO in 2015, as a heritage city. But the
problems of traffic congestion, security threats and not martinet vendors will be
obstacles in the plan. So that the necessary police functions by promoting
partnerships with the community in the Kota Tua Jakarta area in in response to the
social problems that occur. The thesis question is: how policing Polsubsektor
Pinangsia in the Kota Tua Jakarta area, obstacles faced and policing an ideal that
can be applied in the Kota Tua Jakarta area.
Theories and concepts used in this thesis is, police, policing, community or
local community, tourism, urban management, police and Polsubsektor and
SWOT Analysis.
Methods This study used a qualitative approach focuses on ethnography,
while the methods of literary writers tend to the descriptive analysis.
Polsubsektor Pinangsia policing research findings mentioned in the Kota
Tua Jakarta area implemented through a management process ie planning,
organizing, leadership and supervision. Activities undertaken is the setting,
maintenance, and patrol. Constraints faced in terms of internal, is still limited
ability Polsubsektor Pinangsia this in terms of human resources in terms of
quantity of good quality (in particular there is no tourism police), infrastructure
and budget. While the terms of the External constraints are less maximum
cooperation with the Sat Pol PP, museum guard, street vendors, parking and
Linmas in terms of integrity, lack of support tools maximum security in the Kota
Tua Jakarta area, such as fencing and CCTV. The ideal model of policing to see
the limitations of the organization, for Polsubsektor Pinangsia modern policing is
proactive in resolving problems with the service and protection focusing on urban
tourism.
Conclusion, policing Polsubsektor Pinangsia in the Kota Tua Jakarta area
has been carried out through role Pinangsia Polsubsektor officer who has a
tendency emphasizes the role of its police officers on police actions persuasively,
preemptive and preventive to implement various activities are individual.
Advice, should have the ability Polsubsektor Pinangsia in quality and quantity to
ensure the comfort of the traveler's visit, and supported by the support in order to
control social problems that require the support of the Government.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah F. Syaukat
"ABSTRAK
Ciri-ciri suatu kota dengan pelayanan skala internasional adalah adanya kawasan penggunaan lahan untuk komersial, seperti perdagangan, industri, jasa, dsb yang umumnya menempati gedung-gedung perkantoran yang terpusat di pusat kota atau yang dikenal sebagai CBD (central business district). Namun Bruce Katz (2002) mengungkapkan hal-hal yang rnenjadi trend wilayah metropolitan saat ini diantaranya adalah sebaran gedung perkantoran yang meluas ke pinggiran kota (office sprawl).
Suatu metropolitan umumnya mengendalikan perkembangan struktur kotanya dengan rencana kota, namun dalam perkembangannya di lapangan para pengembang dan pengusaha memiliki perhitungan bisnis dalam menentukan lokasi gedung perkantoran, perhitungan ini belum tentu sesuai dengan rencana kota yang ditetapkan Sehingga tidak mengherankan jika terjadi perluasan lokasi gedung perkantoran terjadi ke luar wilayah yang sudah ditentukan.
Penelitian ini bertujuan melihat persebaran gedung perkantoran yang terjadi di CBD dan perluasannya di Jakarta, kemudian membuktikan aplikasi teori lokasi dalam pemilihan lokasi gedung perkantoran yang berimplikasi pada sebaran yang terjadi. Berdasarkan proses tersebut, kemudian penelitian akan mengidentifikasi karakter wilayah sebaran dan perluasannya. Dalam proses mencapai tujuan penelitian, penelitian ini juga melakukan analisa kesesuaian fakta persebaran tersebut dengan rencana kota.
Berdasarkan tahapan di atas didapatkan, bahwa persebaran gedung perkantoran yang terjadi di Jakarta awalnya terpusat di pusat kota namun saat ini sudah mulai tersebar di berbagai penjuru kota atau telah terjadi gejala office sprawl. Perluaan persebaran ini terjadi pada wilayah dengan karakter aksesibilitas jaringan jalan yang baik dan memadai, disamping nilai lahan yang rnurah di wilayah luar pusat kota. Berdasarkan pembuktian teori Thunen didapatkan bahwa, pada periode sebelum 1985 penerapan teori lokasi Thunen terjadi dalam pemilihan lokasi gedung perkantoran, namun setelah tahun 1985 mulai memudar. Sesuai dengan pengolahan data dan informasi primer didapatkan bahwa perluasan yang terjadi sebagai implikasi pemudaran teori Thunen dalam penempatan lokasi gedung perkantoran telah menciptakan fenomena substitusi kawasan bisnis CBD ke wilayah lain.

ABSTRAK
The character of a city with international services is the availability of district for business activities such as trading, industry, services, etcetera, which generally present in office buildings at the center of the city as known as CBD (Central Business District). However, according to Bruce Katz (2002) there is a trend recently in a metropolitan city that office buildings is extending to the border ofthe city (office sprawl).
A metropolitan city generally controls the development of its city structure by a plan structure, which is yet on its way in reality the developer and entrepreneur have their own business consideration in making decision of buildings location. The consideration sometimes does not go along with the plan structure. Hence, it is not wondering that the extending of location of office buildings is happened on the consequence that it could ruins the plan structure.
The aim of this research is to find the spatial distribution map of office buildings at CBD and its extending in Jakarta. Also to prove the application of location theory in choosing the location of office buildings that implies the distribution Based on this process, the research will identities the character of distribution area and its extending. In the process to achieve the goal, the research will also analyze the conformity of the fact of distribution and plan structure of the city.
Based on the stages mentioned above, that the spatial distribution of office buildings in Jakarta previously was in the center of city, recently yet has been moving around the city which known as oflice sprawl. The extending which occurred in the district has easier and better accessibility, besides the lower price of the land. Application of Thunen?s theory before 1985 has influenced the process of deciding the location of office buildings. However, after 1985 the theory is not used anymore or fade away. Based on the analyzed data and collected information we can assume that the extending and the application of Thunen?s theory in deciding the location of office buildings has created the substitution phenomena of CBD business area to another district as an alternative location to extend the business activities."
2007
T17962
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ary Sulistyo
Bandung: Nakara Aksara Dunia, 2022
959.822 ARY g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Kartika
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S48217
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Jansen Oloan
"Gedung gedung perkantoran yang terdapat di Jakarta adalah penyumbang potensial dalam menambah beban timbulan sampah Pemda DKI Jakarta. Hingga saat ini belum satupun gedung atau kawasan perkantoran yang menerapkan sistem pengelolaan sampah terpadu, sehingga timbulan sampah dari gedung atau kawasan perkantoran cukup besar volumenya.
Persepsi dan pemahaman pengelola gedung dan masyarakat umumnya tentang pengolahan sampah adalah suatu investasi yang mahal dan merepotkan, menyebabkan pengelola tidak mau mengolah sendiri sampahnya. Untuk mengurangi beban sampah ini dibutuhkan inovasi dan strategi pengelolaan sampah terpadu yang dapat diterima oleh semua pihak, mampu mengatasi masalah dengan meminimisasi sampah di lokasi dimaksud secara ekonomis dan berwawasan lingkungan, biaya operasi dan pemeliharaan yang tidak terlalu membebani pengelola gedung, serta dapat dioperasikan dengan mudah.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan altematif teknologi pengolahan sampah terpadu yang berwawasan lingkungan dan dari segi kelayakan proyek dapat diterapkan di gedung perkantoran di DKI Jakarta, khususnya di Gedung BPPT. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi bagi pengelola gedung, masyarakat dan pengusaha tentang teknologi pengolahan sampah terpadu yang sesuai untuk diterapkan gedung-gedung perkantoran di DKI Jakarta, dapat dikelola secara mandiri dan berwawasan lingkungan.
Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer dan data sekunder adalah pengujian langsung terhadap jumlah timbulan sampah, komposisi sampah, dan komposting. Data proyeksi untuk mengkaji kelayakan proyek teknologi pengolahan sampah terpadu di Gedung BPPT menggunakan survei dengan teknik wawancara langsung kepada pengelola gedung, Perusahaan jasa kebersihan yang merupakan rekanan dari BPPT, pakar dibidang persampahan yang berkantor di BPPT. Selain itu dilakukan juga pengambilan kuesioner untuk mengetahui respon dan persepsi pegawai BPPT terhadap alternatif teknologi pengolahan sampah terpadu yang direncanakan.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis kelayakan proyek yang diperluas dengan memasukkan unsur-unsur lingkungan (extended benefit cast analysis) dan analisis ekonomi.
Gedung BPPT merupakan salah satu gedung perkantoran yang terletak di Jalan M.H. Thamrin Jakarta Pusat, memiliki 1 (satu) TPS (Tempat Pengumpulan Sementara) dengan luas 25 m2 dan melayani tower 1 dan 2, kantin, parkir, dan taman dengan jumlah karyawan sebanyak 4.635 orang serta 8 (delapan) lantai perparkiran.
Berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara langsung kepada 100 (seratus) karyawan BPPT sebagai responden, 100% mengetahui manfaat pengolahan sampah terpadu dan 85% respon dari responden baik terhadap pengolahan sampah terpadu. Respon dan persepsi pegawai BPPT terhadap keberadaan, manfaat, upaya dan hasil kegiatan pengolahan sampah terpadu, serta rencana kegiatan pengolahan sampah terpadu ini sangat baik dan bila diterapkan akan mendapat dukungan dan mudah dalam pelaksanaannya.
Rata-rata volume sampah yang masuk ke TPS setiap harinya 1,78 m3 dan berat 281.43 kg. Selain itu terdapat sampah kertas dan kardus yang diambil langsung oleh petugas kebersihan sebelum ke TPS. Sampah kertas yang diambil rata rata 700 kg/minggu dan sampah kardus sebanyak 70 kg/minggu. BJ sampah sebesar 0.158, berarti dapat dikategorikan sebagai sampah perkotaan yang memiliki kandungan komponen organik sedikit dibandingkan komponen sampah lainnya.
Komposisi sampah terdiri atas 10 komponen, yaitu sampah organik, plastik (plastik keras, plastik lunak), kertas (HVS, boncos, kardus), tekstil, kaca/gelas, kaleng, styrofoam, kayu, logam, dan campuran. Komponen sampah yang paling banyak berdasarkan % volume adalah sampah organik sebesar 21,517%, yang berasal dari kantin, sisa makanan pegawai (yang dibawa dari rumah atau dibeli dari luar kantin), dan sampah taman. Setelah itu styrofoam sebesar 17,978%., sedangkan jenis sampah yang paling sedikit adalah kaleng dan kaca/gelas sebesar 0,562%. Berdasarkan % berat, komponen sampah yang paling banyak adalah HVS 38,073 %, kemudian sampah organik sebesar 35,469%, sedangkan jenis sampah yang paling sedikit adalah logam sebesar 0,711%. Hal yang menarik bahwa sampah di gedung ini didominasi oleh styrofoam dalam % volume. Styrofoam ini berasal dari kemasan makanan, peralatan elektronik dan mebeuler. Banyaknya kemasan makanan yang terbuat dari styrofoam menggambarkan bahwa produsen makanan dan konsumennya masih memiliki kesadaran lingkungan yang rendah.
Manfaat yang diperoleh adalah total manfaat langsung dari penjualan kompos sebanyak 9.125 kg/tahun dan sampah komersil sebanyak 43.129 kg/th sebesar Rp. 40.854.000,00; serta manfaat lingkungan, yaitu ruang tidak terpakai dan selisih biaya kontrak angkutan sampah ke TPA Rp. 44.000.000,00. Biaya yang dianalisis pada penelitian ini menggunakan metode extended benefit cost analysis, yang terdiri atas biaya investasi, biaya operasional dan perawatan sebesar Rp. 72.513.000,00; biaya perlindungan lingkungan Rp. 1.600.000,00; dan biaya lingkungan sebesar Rp. 2.400.000,00/th.
Berdasakan hasil perhitungan analisis proyeksi rugi/laba, terlihat bahwa usaha ini menguntungkan. Laba perusahaan sesudah pajak pada analisa ekonomi sebesar Rp. 16.840.000,00/th dan dengan memasukkan manfaat lingkungan menjadi sebesar Rp. 32.660.000,00/th. Ditinjau dari segi ekonomi dengan menganalisis kelayakan proyek, nilai NPV analisis ekonomi dan extended analysis = Rp. 44.251.000,00 dan Rp. 110.660.000,00; NBCR analisis ekonomi dan extended analysis = 2,68 dan 5,20; IRR analisis ekonomi dan extended analysis = 64% dan 124%; payback period analisis ekonomi dan extended analysis = 1 tahun 8 bulan dan 1/bulan, maka usaha kegiatan pengolahan sampah terpadu gedung perkantoran ini layak dilaksanakan.
Berdasarkan kajian altematif teknologi, lingkungan, dan sosial pada penelitian ini, maka teknologi pengolahan sampah yang sesuai diterapkan di gedung BPPT adalah komposting dan sistem 3 R yang dilakukan secara terpadu. Alternatif teknologi ini akan memberikan manfaat yang terbaik secara lingkungan, sosial, dan ekonomi, karena lahan, bangunan, dan tenaga kerja yang ada dapat digunakan secara bersamaan, dapat meminimalisasi sampah yang dibuang ke TPA, menambah nilai estetika lingkungan, dan layak secara ekonomi.
Daftar Kepustakaan: 27 (1976 - 2002)

Feasibility Analysis on Integrated Solid Wastes Handling Technology of Office Buildings: Case Study in BPPT Building, Center JakartaThe office buildings in Jakarta are potential waste contributors for Pemda DKI Jakarta. Up to now there is no office building or office area has managed their solid wastes by using integrated system, hence the volume of waste is quite large.
The building management and community have a perception that the waste process is an expensive investment and also troublesome, therefore the management refused to process their building's own waste. To minimize this waste problem, an innovated and strategic integrated waste management, which accepted, by stakeholders are required, can overcome the problem through minimizing the waste economically and environmentally, with reasonable operational and maintenance cost, and can be easily operated by low skill labor.
This research purposes to find a technological alternative of integrated wastes handling based on environment standard that can be applied in Jakarta's office building, especially in BPPT building. The usage of this research are to give some information to building organizer, the community and businessmen about technology of the waste handling in office buildings in Jakarta, so it can be self handled and environmentally safe.
The experiment method is used to collect the waste volume and composition. The survey method using direct interview technique to the BPPT building manager is used to study the feasibility of the integrated waste process technology. The cleaning service company as the counterpart of BPPT is a waste expertise which office is in BPPT. The researcher also has interviewed BPPT staff members to analyze their response and perceptions about the plan.
The project feasibility with extended benefit cost analysis on environment and economic analysis is used for data processing.
BPPT Building is one among offices in MH Thamrin Street, Center Jakarta, has 25m2 TPS (collection site) and serves 1 and 2 towers, canteen, parking lot, and garden with 4.635 staffs and also has 8 floor parking lots.
The questioner and interview result of 100 BPPT staff respondents showed that 100% knew the benefit .of integrated waste handling and 85% agreed with the integrated waste handling. BPPT staffs have good responds and perceptions to the availability, benefit, effort and outcome of the integrated waste handling and they will support the program.
The average of solid waste quantity in volume is 1, 78 m3 or 281.43 kg daily. The papers and cardboard were directly taken by the cleaning service before it reaches collection site. About 700 kg papers and 70 kg cardboard are handled weekly. The density of waste is 0,158, it can be categorized to municipal waste that has lower organic components compare to others.
The wastes composition contain of 10 components, which are organic wastes (food waste), plastics of all types (hard plastic, soft plastic), paper of all types (HVS, mixed papers, cardboard, textiles, glass, cans, Styrofoam, wood, metals and mixed wastes. Based on volume percentage, the largest waste component is organic waste (21,517 %) collected from the canteen, the staffs leftovers food (which brought from home or bought from out of the canteen), and parks, followed by the Styrofoam (17,978%), and the smallest waste is cans and glasses (0,562%). Based on the weight percentage, the` largest waste is HVS (38,073%), followed by organic waste (35,468%), and the smallest is metal (0,711%). The interesting part is that Styrofoam dominates the waste from this building on volume percentage. The sources of Styrofoam are from food, electronic and furniture packages. The high used on Styrofoam food packages showed that the food producers and consumers as well have low environmental awareness.
Benefits of this project are total direct benefit estimation of compost sale (9,125 kg/year) and commercial wastes (43.129 kg/year) = Rp. 40.854.000, 00. Indirect benefit is calculated from environmental benefit, i.e. cost of effectively usage of open area and cost of contract transportation to final disposal equal to Rp. 44.000.000, 00. Cost analysis in this research used extended benefit cost analysis, which are consist of the capital cost, operating and maintenance costs are equal to Rp. 72.513.000,001year; cost of protection of environment is Rp. 1.600.000,00/year; and cost of environment is equal to Rp. 2.400.000,00/year.
Based on the result of calculating estimation profit analysis, this project has profit after tax Rp. 16.840.000,001 year and by including environmental benefit become Rp. 32.660.000,001year. Based on economic analysis of feasibility study of this project, the value of NPV economic analysis = Rp. 44.251.000, 00, and extended analysis = Rp. 110.660.000, 00; NBCR economic analysis = 2, 68 and extended analysis = 5, 20; IRR economic analysis = 64% and extended analysis 124%; payback period economic analysis = 1 year 8 months and extended analysis 11 months, this project is feasible.
Based on technology alternative, environment, and social analysis, combining 3 R systems and composting compatible to be applied as an alternative technology to solve wastes problem in BPPT. This technology gives best benefits in terms of environment, social and economic because existing land, building, man power could be used together, could minimize wastes, improve sanitation and aesthetic.
References: 27 (1976 - 2002)"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11017
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>