Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161145 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rama Dhianty
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
TA3547
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mahfudz
"ABSTRAK
Ikhtisar Pendapatan Daerah menurut UU No. 5 / 1974 dan menurut UU No. 22/1999.
Pada saat penyusunan thesis ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sedang membahas Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974. Berikut ini dipaparkan secara singkat mengenai komponen-komponen Pendapatan Daerah menurut undang-undang lama dan undang-undang yang baru.
Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Bab III mengenai daerah otonomi, Bagian Ketigabelas mengenai Keuangan Daerah, Paragrap 1 mengenai Pendapatan Daerah, Pasal 55. Sumber Pendapatan Daerah adalah :
a. Pendapatan Asli Daerah sendiri, yang terdiri dari
1. Hasil pajak daerah
2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil perusahaan daerah
4. Lain-lain usaha daerah yang sah
b. Pendapatan berasal dari pemberian pemerintah yang terdiri dari :
1. Sumbangan dari pemerintah
2. Sumbangan-sumbangan lain, yang di atur dengan peraturan perundang-undangan.
c. Lain-lain pendapatan yang sah.
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, Bab III mengenai Keuangan Daerah, pasal 79.
Sumber Pendapatan Daerah terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah, yaitu :
Hasil pajak daerah ;
Hasil retribusi daerah;
Hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ;
Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
b. Dana perimbangan
c. Pinjaman daerah
d. Lain-lain-lain pendapatan daerah yang sah.
KERANGKA TULISAN
Masalah otonomi daerah, dewasa ini sedang banyak dibicarakan. Hal ini tidak terlepas dari keinginan rakyat diberbagai daerah untuk segera mendapatkan otonomi seluas-luasnya dan dalam rangka memberdayakan DPRD. Aspirasi ini telah ditanggapi oleh wakil rakyat kita yang ada di pusat yang terbukti pada Sidang Istimewa (SI) MPR-RI bulan Nopember 1998, para wakil rakyat berhasil membuahkan tujuh buah TAP MPR-RI yang sangat panting bagi masa depan bangsa Indonesia. Salah satunya TAP MPR-RI No. XV/MPR/1998 mengenai penyelenggaraan otonomi daerah. Sesuai dengan undang-undang Nomor 5 tahun 1975, pemberian otonomi ini dititik beratkan kepada pemerintah daerah tingkat II.
Otonomi daerah yang dititik beratkan kepada pemerintah daerah tingkat II, mensyaratkan adanya dukungan personil, peralatan dan pembiayaan yang cukup memadai untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan yang telah diserahkan kepadanya. Tersedianya keuangan yang memadai untuk membiayai pembangunan menjadi kata kunci bagi berhasilnya pembangunan daerah tingkat II, kendatipun dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia, kemandirian keuangan daerah tampaknya tidak diartikan bahwa setiap tingkat pemerintahan daerah otonom harus dapat membiayai seluruh keperluan dari PAD."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Hariadi
"Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang merupakan suatu studi kelayakan dari aspek lingkungan, dalam prakteknya disusun setelah suatu kegiatan berjalan, sehingga tidak sesuai dengan maksud dari penetapan kebijakan tentang AMDAL tersebut. George C. Edward III mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan prosedur operasi standar.
Penelitian terhadap pelaksanaan kebijakan tentang AMDAL ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, yang memberikan gambaran pelaksanaan kebijakan tentang AMDAL (PP No. 51 Tahun 1993) di Komisi AMDAL Daerah DKI Jakarta dan pembahasan atas pelaksanaan kebijakan tersebut secara kualitatif dengan mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan di atas.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa komunikasi tentang isi kebijakan telah dilaksanakan dengan baik melalui kegiatan periodik berupa penyegaran kepada para instansi terkait dan konsultasi regional pelaksanaan AMDAL se-Jawa yang dikoorfinir oleh Pemerintah Pusat. Dari faktor sumber daya diperoleh bahwa sumber daya manusia pelaksana kebijakan ini tidak mencukupi baik dari mutu maupun jumlahnya. Sebagian besar anggota Komisi yang aktif secara formal belum memiliki dasar-dasar tentang AMDAL, dan minimnya jumlah tenaga pelaksana di lapangan dalam melakukan pengawasan. Sedangkan dari sumber daya kewenangan diketahui bahwa kewenangan yang dimiliki oleh Komisi maupun oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah tidak memadai untuk dapat melaksanakan kebijakan ini dengan baik. Kewenangan tersebut berada pada instansi pembina dan pemberi izin.
Dari faktor disposisi/sikap aparat diketahui bahwa sikap aparat yang bertugas pada instansi pembina dan pemberi izin kurang mendukung dengan tidak mewajibkan penyusunan AMDAL sebagai salah satu syarat perizinan. Dari faktor prosedur operasi standar, telah dikeluarkan lnstruksi Gubernur Nomor 84 Tahun 1997 yang mewajibkan penyusunan AMDAL sebagai persyaratan perizinan daerah. Instruksi ini juga kurang membantu pelaksanaan kebijakan tentang AMDAL selain karena dikeluarkan setelah kebijakan tentang AMDAL berjalan selama empat tahun, juga karena sikap kurang mendukung dari aparat pelaksana pada mstansi-instansi terkait."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dewi Yunita
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
TA3732
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Musni Umar
"Teknik penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kendari mengenai Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, yang utama adalah menggunakan kualitatif, didukung dengan teknik kuantitatif. Subyek dalam penelitian ini sebanyak 11 informan utama. Cara mendapatkan informasi/data yaitu melalui wawancara mendalam terhadap 11 informan utama, Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Kendari, Peraturan Daerah produk DPRD, UU Otonomi Daerah, dan observasi lapangan. Teori yang dipakai ialah pembagian kekuasaan, dan fungsi-fungsi Badan Legislatif, dengan konsep DPRD sebagai penyeimbang eksekutif.
Penelitian ini telah membuat indikator untuk mengukur kinerja DPRD dan menemukan data yang amat penting tentang peran DPRD di era reformasi, di mana institusi itu ternyata tidak efektif, sehingga harapan terwujudnya perimbangan kekuasaan (balance of power) antara legislatif (DPRD) dengan eksekutif (Bupati) masih jauh dari kenyataan. Akibatnya, pelaksanaan otonomi yang dititik-beratkan pada daerah kabupaten dan kota, telah memindahkan sentralisasi kekuasaan ke tangan Bupati, sehingga terjadi monopoli kekuasaan, dan muncul kecenderungan semakin meluas dan bertambah merajalela praktik korupsi, kolusi dan nepotisme di era otonomi daerah.
DPRD sebagai simbol demokrasi dan representasi dari rakyat yang berdaulat, tidak berdaya menghadapi Bupati, karena masih tetap dijalankan paradigma lama pemerintahan yaitu Bupati adalah sebagai penguasa tunggal di daerahnya, Penyebab lainnya ialah terbatasnya kualitas anggota DPRD, dominannya kepentingan pribadi anggota Dewan, lemahnya masyarakat madani (civil society) di kabupaten Kendari, masih kuatnya pengaruh feodalisme dan terus dibatasinya kewenangan anggota Dewan untuk menjalankan fungsi dan menggunakan hak Dalam Tata Tertib DPRD Kabupaten Kendari secara jelas dapat ditemukan pasal-pasal yang mempersulit serta menghambat pelaksanaan fungsi dan hak anggota DPRD seperti fungsi pengawasan yang diatur dalam paragraf 4 yaitu hak mengadakan penyelidikan (pasal 14), paragraf 6 hak mengajukan pernyataan-pendapat (pasal 18), dan paragraf 9 hak mengajukan pertanyaan (pasal 22); serta paragraf 7 hak prakarsa untuk mengajukan rancangan peraturan daerah (pasal 19). Pasal-pasal tersebut sebaiknya dalam rangka reformasi dan upaya meningkatkan kinerja DPRD direvisi. Temuan lainya bahwa pelaksanaan peran DPRD dilihat dari jumlah produk peraturan Daerah, ternyata DPRD di masa Orde Baru lebih tinggi produktivitasnya dibanding DPRD di era reformasi. Begitu juga dalam penggunaan hak-hak Dewan, serta pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD secara keseluruhan tetap memprihatinkan. Kendati begitu, dari sisi penggunaan hak Dewan terutarna keberanian para anggota mengadakan perubahan terhadap rancangan peraturan daerah, dan pelaksanaan pengawasan langsung terdapat peningkatan yang cukup menggembirakan. Dalam hal pembentukan Peraturan Daerah, tidak ada bedanya DPRD di era Orde Baru dengan DPRD di era reformasi, karena semua rancangan peraturan daerah bersurnber dari inisiatif eksekutif, tidak ada yang dilahirkan dari hasil inisiatif atau prakarsa DPRD. Akibatnya, produk peraturan daerah umumnya kurang bernuansa pemberdayaan masyarakat baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Hampir semua produk peraturan daerah, bersifat membebani rakyat, dan untuk kepentingan kekuasaan_ Itulah sebabnya, masyarakat menilai bahwa DPRD belum berperan secara optimal dalam mendorong perbaikan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Mereka lebih sibuk mengurus kepentingan diri sendiri.
Mengenai keterwakilan rakyat di DPRD, sudah mulai ada kemauan politik yang ditunjukkaan dalam proses pencalonan anggota DPRD dengan dipilihnya para calon anggota DPRD dari Kecamatan atau Desa. Hanya proses menuju keterwakilan rakyat terhenti setelah pemilu, tidak berlanjut dan berkesinambungan di DPRD melalui perjuangan untuk memajukan kesejahteraan rakyat yang dicerminkan dalam pembuatan berbagai peraturan daerah, penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, pengawasan yang efektif, dan penyaluran aspirasi serta kepentingan rakyat. Dalam praktek, kita menyaksikan terjadinya interaksi yang baik antara DPRD dengan eksekutif, tetapi belum menghasilkan manfaat nyata bagi perbaikan nasib rakyat. Demikian juga, interaksi antara DPRD dengan rakyat mulai berjalan dinamis, hanya tingkat ketidakpuasan rakyat terhadap DPRD masih tinggi. Indikatornya dapat ditunjukkan antara lain tetap banyaknya rakyat yang berdemonstrasi di DPRD, walaupun menurut penilaian Pimpinan DPRD dan Ketua-Ketua Fraksi di DPRD bahwa hal tersebut justru merupakan bukti bahwa rakyat percaya kepada DPRD. Kalau tidak percaya, tidak mungkin rakyat datang mengadukan nasibnya ke DPRD. Sedang peran DPRD di masa lalu, mengalami pasang surut karena mengikuti dinamika dan kebijakan politik yang dijalankan ditingkat nasional. Jika pemerintah pusat menjalankan pemerintahan secara demokratis, maka imbasnya merembet ke seluruh daerah dalam wujud desentralisasi dan otonomi luas, sehingga memberi dampak positif kepada rakyat dan DPRD karena dapat berpartisipasi dan berperan aktif menjalankan fungsinya. Demikian pula sebaliknya, jika pemerintah pusat menjalankan kebijakan pemerintahan secara otoriter, maka imbasnya ke berbagai daerah akan termanifestasi dalam wujud sentralisasi dan dekonsentrasi pemerintahan, yang dampaknya negatif bagi rakyat dan DPRD karena demokrasi dipasung. Akan tetapi, pengalaman menunjukkan bahwa politik desentralisasi dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah, tidak selamanya berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh elit penguasa dan politik baik eksekutif maupun DPRD untuk membangun masyarakat madani. Disinilah urgensinya membangun kesadaran masyarakat (common consciousness) agar sadar bahwa kedaulatannya yang telah diserahkan kepada wakil mereka di DPRD melalui pemilu, harus selalu dikontrol, supaya mereka menjalankan fungsinya secara optimal dan baik.
Berkaitan dengan upaya memperkuat peran masyarakat di DPRD, maka dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, semakin dirasakan pentingnya membangun kekuatan masyarakat madani yang terdidik, dan demokratis. Untuk itu, nilai-nilai budaya lokal yang mengandung unsur-unsur demokrasi yang berakar kuat di masyarakat sudah saatnya dikembangkan dan dibudayakan."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guntur B. Kertabudi
"Penelitian dilakukan dengan tujuan, di satu pihak untuk mengetahui upaya pengembangan organisasi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, di lain pihak untuk menelaah tingkat efektivitas organisasi Dinas dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung.
Penelitian ini menerapkan metode deskriptif analisis yang dimaksudkan agar secara jelas dan faktual dapat menggambarkan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung pada saat penelitian dilaksanakan, serta berdasarkan data yang berhasil dihimpun, kemudian dianalisis untuk memperoleh kesimpulan.
Bertitik tolak dari analisis sebagaimana dipaparkan di atas, diperoleh gambaran bahwa latar belakang pengembangan organisasi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, sifatnya sangat birokratis, atau didominasi atau terlalu berorientasi kepada dasar hukum baik yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat, maupun beberapa dasar hukum yang diterbitkan. oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung.
Dengan kata lain pengembangan organisasi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, kurang memperhatikan kerangka kerja teoritik yang merupakan prinsip-prinsip pengembangan organisasi. Kenyataan tersebut menyebabkan hasil dari pengembangan organisasi tersebut belum sepenuhnya dapat menjawab atau mengatasi tantangan tugas yang semakin kompleks."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T3605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suparji
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
TA3686
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Didit Purbo Susanto
"ABSTRAK
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Bojongsari, Kecamatan Cinere, Kecamatan Tapos, dan Kecamatan Cilodong sebagai kecamatan hasil pemekaran, dihadapkan tugas sebagai perangkat daerah seperti menjalankan tugas umum pemerintahan dan pelimpahan wewenang dari walikota. Namun dalam praktiknya, kecamatan hasil pemekaran masih ditemukan keterbatasan dan permasalahan sehingga kecamatan hasil pemekaran sebagai organisasi yang baru, perlu dikembangkan agar dapat beradaptasi dan meningkatkan kemampuan. Penelitian ini tertarik untuk mempelajari bagaimana pelaksanaan pengembangan organisasi pemerintahan kecamatan hasil pemekaran dengan dikaitkan konsep pengembangan organisasi. Pendekatan penelitian positivis, deskriptif, cross sectional, dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi, dan studi kepustakaan. Pengembangan organisasi kecamatan hasil pemekaran melibatkan intern organisasi kecamatan, Pemerintah Kota Depok, masyarakat, dilaksanakan dengan berbagai tahapan kegiatan pengembangan organisasi yang meliputi sistem-sistem dalam organisasi. Pelaksanaan pengembang organisasi masih ditemukan berbagai kendala, sehingga disarankan Pemerintah Kota dan Kecamatan hasil pemekaran bersinergis untuk mengatasinya.

ABSTRACT
In the implementation of regional autonomy, Cipayung Subdistrict, Bojongsari Subdistrict, Cinere Subdistrict, Tapos Subdistrict, and Cilodong Subdistrict are subdistrict of catchment area result, faced with the task of local devices such as general administrative duties and delegation of authority from the mayor. However, in pratice, they are still to be found limitations and problems, so that subdistrict of catchment area result as the new organization, need to be developed in order to adapt and improve the ability. This research interested to study implementation of organizational development of Subdistrict of catchment area result with the associated concept of organizational development. This research is positivist approach with descriptive design, cross sectional study, in-depth interviews, observation, and literature study. Organizational development in Subdistricts of catchment area result, involves internal organization subdistrict, Local Goverment of Depok, Society, carried out with various stages of organizational development activities, including systems within the organization. Implementation of development organizations are still found many obstacles, so it is recommended The Local Goverment of Depok and the Subistrict of catchment area result to cope."
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2011
S1510
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>