ABSTRAKIkhtisar Pendapatan Daerah menurut UU No. 5 / 1974 dan menurut UU No. 22/1999.
Pada saat penyusunan thesis ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sedang membahas Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974. Berikut ini dipaparkan secara singkat mengenai komponen-komponen Pendapatan Daerah menurut undang-undang lama dan undang-undang yang baru.
Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Bab III mengenai daerah otonomi, Bagian Ketigabelas mengenai Keuangan Daerah, Paragrap 1 mengenai Pendapatan Daerah, Pasal 55. Sumber Pendapatan Daerah adalah :
a. Pendapatan Asli Daerah sendiri, yang terdiri dari
1. Hasil pajak daerah
2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil perusahaan daerah
4. Lain-lain usaha daerah yang sah
b. Pendapatan berasal dari pemberian pemerintah yang terdiri dari :
1. Sumbangan dari pemerintah
2. Sumbangan-sumbangan lain, yang di atur dengan peraturan perundang-undangan.
c. Lain-lain pendapatan yang sah.
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, Bab III mengenai Keuangan Daerah, pasal 79.
Sumber Pendapatan Daerah terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah, yaitu :
Hasil pajak daerah ;
Hasil retribusi daerah;
Hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ;
Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
b. Dana perimbangan
c. Pinjaman daerah
d. Lain-lain-lain pendapatan daerah yang sah.
KERANGKA TULISAN
Masalah otonomi daerah, dewasa ini sedang banyak dibicarakan. Hal ini tidak terlepas dari keinginan rakyat diberbagai daerah untuk segera mendapatkan otonomi seluas-luasnya dan dalam rangka memberdayakan DPRD. Aspirasi ini telah ditanggapi oleh wakil rakyat kita yang ada di pusat yang terbukti pada Sidang Istimewa (SI) MPR-RI bulan Nopember 1998, para wakil rakyat berhasil membuahkan tujuh buah TAP MPR-RI yang sangat panting bagi masa depan bangsa Indonesia. Salah satunya TAP MPR-RI No. XV/MPR/1998 mengenai penyelenggaraan otonomi daerah. Sesuai dengan undang-undang Nomor 5 tahun 1975, pemberian otonomi ini dititik beratkan kepada pemerintah daerah tingkat II.
Otonomi daerah yang dititik beratkan kepada pemerintah daerah tingkat II, mensyaratkan adanya dukungan personil, peralatan dan pembiayaan yang cukup memadai untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan yang telah diserahkan kepadanya. Tersedianya keuangan yang memadai untuk membiayai pembangunan menjadi kata kunci bagi berhasilnya pembangunan daerah tingkat II, kendatipun dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia, kemandirian keuangan daerah tampaknya tidak diartikan bahwa setiap tingkat pemerintahan daerah otonom harus dapat membiayai seluruh keperluan dari PAD.