Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10748 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Netherlands: Harwood Academic Publisher, 1997
345.023 RES
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Betha Nur Avicennia Sularso
"Notaris rentan dimanfaatkan pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang dengan menggunakan perjanjian legal dan menyalahgunakan ketentuan kerahasiaan jabatan Notaris. Hal ini yang melatarbelakangi pembentukan PP No. 43/2015 yang menetapkan Notaris sebagai salah satu Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Terdapat perbedaan pandangan tentang keabsahan pemberlakuan PP No. 43/2015 terkait dengan hierarki PP No. 43/2015 yang berada di bawah Undang-Undang Jabatan Notaris dan Perubahannya. Namun konsep kerahasiaan jabatan saat ini tidak lagi bersifat mutlak. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab Notaris sebagai Pihak Pelapor dan perlindungan hukum bagi Notaris akibat dibebankan tanggung jawab sebagai Pihak Pelapor. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian secara deskriptif analitis dan dianalisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa tanggung jawab Notaris sebagai Pihak Pelapor meliputi penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa, Melaporkan Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada PPATK, dan menyimpan dokumen terkait laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan tersebut. Bagi Notaris yang melakukan tanggung jawabnya sebagai Pihak Pelapor tanpa adanya unsur penyalahgunaan wewenang maka dijamin secara hukum kerahasiaan identitas dan perlindungan untuk tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.

Notary public is very vulnerable for being utilized by money laundering crime's perpetrators by using legal agreements and abusing confidentiality provisions of the position of notary public. This aspect became the main reason of the establishment of GR No. 43 2015 establishing the Notary as Reporting Party in Counter measure and Eradication of the Criminal Act of Money Laundering. There is a difference in perspective of the validity of the enactment of the Government Regulation No. 43 2015 related to the hierarchy of GR No. 43 2015, which is under the Notary Public Law and its changes. However, the current concept of confidentiality term is no longer absolute in nature. This study aimed to find out the responsibility of the Notary Public as Reporting party and the legal protection for the notary public due to a charged responsibility as Reporting party. This research is a juridical normative with descriptive analytic design and qualitative analysis method. This research result noted that the responsibility of the Notary as a Reporting Party consists of implementing the principles of Due Dilligence, reporting Suspicious Financial Transactions to the PPATK, and storing related documents of Suspicious Financial Transactions reports. For a Notary who does his her responsibility as a reporting party in the absence of the element of abuse of authority, then legally guaranteed the confidentiality of the identity and legal protection of not to be prosecuted either in civil or criminal court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48636
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nobertus Danun
"ABSTRAK

Tesis ini membahas tentang strategi penanggulangan tindak pidana pajak secara represif pada Direktorat Jenderal Pajak terkait tindak pidana pencucian uang pada kasus pidana pajak. Menyadari bahwa ancaman tindak pidana pencucian uang sebagai kejahatan serius yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan serta mengancam kepentingan nasional, berdampak luas dan membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka upaya pencegahan dan pemberantasan harus dilakukan melalui langkah-langkah konseptual dengan cara represif menggunakan asset tracing dan asset recovery. Tesis ini juga mengangkat sebuah kasus tentang penerbitan faktur fiktif yang dilakukan oleh RAS untuk memperkaya dirinya sendiri dengan melakukan pidana pajak yang sudah merugikan negara dan masyarakat. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa, dalam upaya pelaksanaan Strategi Penanggulangan Pidana Pajak Secara Represif Pada Direktorat Jenderal Pajak Terkait Tindak Pidana Pencucian Uang yang efektif, maka kerjasama yang sangat baik diantara instansi terkait yang meliputi penyedia jasa keuangan, PPATK, otoritas lembaga keuangan, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Penelitian selanjutnya perlu mendalami keterlibatan narasumber dari instansi-instansi lain di luar instansi primer yang peneliti. Terbatasnya dokumen yang membahas tentang kasus tindak pidana pajak melalui penegak hukum dan pemulihan aset, penelitian berikutnya perlu membandingkan kasus-kasus tindak pidana yang lebih relevan.


ABSTRACT


This thesis discusses about the strategy of prevention of tax crime act repressively at Directorate General of Taxation related to crime of money laundering in tax crime case. Recognizing that the threat of money laundering as a serious crime that could disrupt the economic stability and integrity of the financial system and threaten the national interest, has a wide-ranging impact and endangers the joints of the life of the community, nation and state, the prevention and eradication must be done through the steps conceptual in a repressive way using asset tracking and asset recovery. The thesis also raises a case concerning the issuance of fictitious invoices by the RAS to enrich itself by tax crimes that have harmed the state and society. The results of this study suggest that, in the effort of implementing Criminal Countermeasures Strategies in Repressive at the Directorate General of Taxes Related to the Effective Money Laundering Act, the excellent cooperation among related agencies including financial service providers, PPATK, the authority of financial institutions, Police, Attorney and the Court. Subsequent research needs to deepen the involvement of resource persons from other agencies outside the primary institution of the researcher. Limited documents concerning tax crime cases through law enforcement and asset recovery, subsequent research should compare more relevant cases of tax crime offenses.

"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsan Syaidiqi
"Tesis ini membahas tentang penanganan kejahatan perdagangan satwa liar melalui pendekatan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Pidana Pencucian Uang. Kejahatan perdagangan satwa liar saat ini dalam penanganannya masih menggunakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Penggunaan cara konvensional tersebut dinilai tidak lagi relevan dalam menangani kejahatan perdagangan satwa liar yang sangat kompleks dewasa ini. Pendekatan menggunakan rezim anti pencucian uang digadang-gadang sebagai salah satu alternatif baru dalam penanganan kejahatan perdagangan satwa liar. Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif baik dengan penggunaan pendekatan undang-undang dan kasus. Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa rezim anti money laundering di Indonesia sebenarya secara normatif sudah memadai untuk menindak kejahatan perdagangan satwa liar dan penindakan terhadap kejahatan perdagangan satwa liar dapat dilaksanakan. Akan tetapi dalam tatanan pelaksanaannya pendekatan ini masih belum terlalu diprioritaskan, kemudian juga perlu diperhatikan pengaturan tentang predicate crime yang dalam hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 seharusnya harus segera direvisi menimbang agar dapat mencakup kejahatan perdagangan satwa liar sebagai financial motivated crime.

This thesis discusses the handling of wildlife trade crime through the approach of Act No. 8 of 2010 concerning the Eradication and Prevention of Money Laundering Crimes. Crimes against wildlife trafficking are currently still being dealt with using Act Number 5 of 1990 concerning Conservation of Living Natural Resources and Ecosystems. The use of conventional methods is considered no longer relevant in dealing with wildlife crime that is very complex today. The approach of using an anti-money laundering regime is predicted as a new alternative in handling wildlife trade crime. In this research using normative juridical legal research methods both with the use of a law and case approach. Based on the findings in this study, it can be concluded that the anti-money laundering regime in Indonesia is normatively sufficient to take action on wildlife trade crimes and the enforcement of wildlife trade crimes can be carried out. However, in the order of its implementation, this approach is still not prioritized, then it is also necessary to pay attention to the regulation of predicate crime which in this case is regulated in ActNumber 5 of 1990 should be immediately revised considering that it can cover wildlife trade crime as financially motivated crime."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andry Agustiano
"Tesis ini dibatasi pada kasus dengan terpidana Hesham Al Warraq yang disidangkan secara in
absensia dengan lingkup pembahasan pada analisis mengenai praktek ekstradisi terhadap
terpidana tersebut dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, untuk menjawab permasalahan
penelitian bahwa ektradisi terhadap terpidana kasus korupsi dan pencucian uang yang
disidangkan secara in absensia sulit dilakukan karena terdapatnya faktor kepentingan
nasional, faktor ketersediaan perjanjian ekstradisi, faktor alasan mutlak dan fakultatif
penolakan ekstradisi. Merujuk dari temuan penelitian diketahui beberapa hal. Pertama,
praktek ekstradisi terhadap terpidana kasus korupsi dan pencucian uang Hesham Al Warraq
yang disidangkan secara in absensia, jika hanya mengandalkan Model Treaty on Extradition
sebagai hukum kebiasaan internasional ekstradisi akan menyebabkan peluang dikabulkannya
permohonan permintaan ekstadisi dari Indonesia sebagai negara peminta oleh Arab Saudi
sebagai negara diminta menjadi sangat tipis kemungkinannya. Hal ini mengingat dalam
Model Treaty on Extradition tersebut terdapat ketentuan yang secara tegas mengatur bahwa
peradilan secara in absensia merupakan alasan yang bersifat mutlak untuk menolak ektradisi,
selain ketentuan mengenai warga negara yang bersifat fakultatif. Kedua, Resolusi PBB
Nomor 55/25 tanggal 15 Nopember 2000 tentang United Nation Convention against
Transnational Organized Crime (UNTOC) dan Resolusi PBB Nomor 58/4 tanggal 31
Oktober 2003 tentang United Nation Convention against Corruption (UNCAC) telah tepat
dijadikan landasan hukum pada praktek ektradisi ini, di tengah kekosongan perjanjian
ektradisi kedua negara, karena tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang dilakukan
Hesham Al Warraq merupakan tindak pidana yang pelakunya wajib diektradisikan oleh
negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ketiga, praktek ektradisi terhadap kasus
korupsi dan pencucian uang Hesham Al Warraq yang disidangkan secara in absensia menjadi
sulit untuk dilaksanakan akibat adanya faktor kepentingan nasional, ketersediaan perjanjian
ektradisi, alasan yang bersifat mutlak berupa peradilan in absensia dan alasan yang bersifat
fakultatif berupa kewarganegaraan orang yang diminta untuk menolak ektradisi yang masingmasing
memiliki keterkaitan satu sama lain. Rekomendasi dari penelitian ini adalah (1)
ektradisi lebih berorientasi pada landasan hukum berupa UNTOC dan UNCAC; (2)
mempersiapkan permintaan agar terpidana dapat menjalani hukuman di negara diminta sesuai
Artikel 16 butir 12 UNTOC dan Artikel 44 butir 13 UNCAC; (3) meningkatkan frekuensi
diplomasi untuk mewujudkan perjanjian ektradisi bilateral.

The thesis focuses on the case of Hesham Al Warraq, a convict tried in an absentia trial of
corruption and money laundering. The study is limited to the analysis of the extradition
process and factors influencing such process in order to answer the problem stating that an
extradition process of a convicted of corruption and money laundering cases who is tried in
absentia trial is difficult to execute due to some factors, such as: the existing national
interests, the availability of extradition treaties, the absolute reasons and the facultative
rejection of extradition. The results of the research reveals that: first, it is almost never
successful to execute an extradition if the requesting country only relies on the Model Treaty
on Extradition as the customary law of international extradition due to the fact that the Model
Treaty on Extradition clearly states that an absentia trial is an absolutely reason to reject an
extradition request in addition to facultative stipulations on citizenship; second, it is
appropriate to employ the UN Resolution No. 55/25 dated November 15, 2000 on the United
Nations Convention against Transnational Organized Crime (UNTOC) and the UN
Resolution No. 58/4 dated October 31, 2003 on the United Nations Convention against
Corruption (UNCAC) as the legal basis on the extradition because the two countries do not
have an extradition treaty yet; and third, the extradition process of Hesham Al Warraq as the
convict of corruption and money laundering case cannot easily be executed because of some
reasons as mention above. The author recommends (1) to execute an extradition that is
oriented on legal bases such UNTOC and UNCAC; (2) to prepare a request so that the
convict can serve his or her sentence in the requested country as stated in Article 16 Clause
12 of UNTOC and Article 44 Clause 13 of UNCAC; and (3) to improve diplomatic
relationships in order to realize a bilateral extradition treaty.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selvi Maharani Pujianti
"Pencegahan penyalahgunaan Teknologi Finansial atau Fintech sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme memerlukan pendekatan pencegahan kejahatan multi-agen untuk mendapatkan solusi yang lebih komprehensif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa bagaimana aktor yang terlibat dalam penerapan rezim internasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT), khususnya Komite TPPU sebagai badan koordinasi nasional untuk mengantisipasi kedua jenis kejahatan tersebut, berupaya untuk menerapkan kebijakan APUPPT bagi industri Fintech. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang data primernya didapatkan melalui wawancara tidak terstruktur dengan PPATK, Dittipideksus Bareskrim Polri, Espay, dan NCB-INTERPOL Indonesia. Teori yang digunakan adalah space-transition theory, rational choice theory, teori pencegahan kejahatan multi-agen dan teori kemitraan. Hasil penelitian menyarankan bahwa untuk mencapai kerja sama yang maksimal dalam mencegah penyalahgunaan Fintech sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme perlu menggunakan prinsip kemitraan. Konsep kemitraan pada penelitian ini ditekankan pada hubungan kerja sama publik-swasta yang terbangun antara Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) dengan regulator.

Preventing the abuse of Financial Technology (Fintech) as a media of money laundering and terrorism financing needs an approach of multi-agent crime prevention for a more comprehensive solution. The purpose of this research is to analyze the efforts of the actors involved in the implementation of the Anti Money Laundering and Countering Financing of Terrorism (AML-CFT) international regime, particularly the National Coordination Committee of Prevention and Eradication of the Criminal Act of Money Laundering as the national coordination body to anticipate these two criminal acts, in implementing a policy on AML-CFT for Fintech industries. This research is conducted in qualitative approach with primary data gathered from unstructured interview(s) with Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center (INTRAC/PPATK); Directorate of Financial Crime, Criminal Investigation Department of Indonesian National Police; Espay; and NCB-INTERPOL Indonesia. The theories used in this research are space-transtition theory, rational choice theory, multi-agency crime prevention theory, and theory of partnership. The outcome of this research suggests that a principle of partnership is needed to achieve a full cooperation in preventing the abuse of Fintech as a media of money laundering and terrorism financing by all the actors involved. The concept of partnership in this research is emphasized on public-private cooperation between Indonesian Association of Fintech (Aftech) and regulators."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Nommy H.T.
Jakarta: jala penerbit, 2008
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Yunisa
"Penelitian ini merupakan studi tentang penerapan pendekatan follow the money dalam investigasi kejahatan money laundering di Indonesia. Kejahatan money laundering sulit untuk dilacak keberadaannya karena para pelaku menyembunyikan atau mengaburkan harta kekayaan ilegal mereka dengan memanfaatkan sistem keuangan. Sehingga pengungkapan kejahatan money laundering membutuhkan pendekatan dengan mentrasir proses penyembunyian asal usul dana hasil kejahatan. Peneliti mencoba mendeskripsikan bagaimana mana proses investigasi kejahatan money laundering secara umum serta bagaimana penerapan pendekatan follow the money dalam proses investigasi tersebut. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan pendekatan kualitatif deskriptif, dimana pengumpulan data dilakukan dengan wawancara informan dan studi literatur. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pendekatan follow the money merupakan bagian dari proses investigasi, yaitu pada tahap penyelidikan. Pendekatan follow the money ini berguna membantu bagaimana membuktikan adanya aliran dana dalam rekening pelaku yang berasal dari kegiatan kriminal, untuk selanjutnya dijadikan bukti di pengadilan. Namun masih ada kendala yang dihadapi oleh pihak Subdit Money Laundering, Direktorat II Eksus Bareskrim Polri selama proses investigasi dengan pendekatan follow the money. Salah satunya adalah laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) yang tidak bermutu, serta minimnya jumlah personel penyidik di Subdit Money Laundering, Direktorat II Eksus Bareskrim Polri.

This research is a study about implementation of the approach ?follow the money in Indonesia money laundering investigation. Money laundering is difficult to be tracked because the perpretators hide their illegal wealth by utilizing financial system. Thus, the disclosure of money laundering concealment need an approach that can trace the origins of the crime. The conclusion of this study is that the approach of follow the money was part of investigation. Follow the money approach is useful to help help in proofing the existence of the funds flow in the account which comes from the perpetrators off criminal activity. It can be used as evidence in the court. But there are still obstacles that faced by Subdit Money Laundering, Direktorat II Eksus Bareskrim Polri during the process of investigation with follow the money approach. A Suspicious Transaction Record (STR) which not qualified, as the inadequate number of personnel in Subdit Money Laundering, Direktorat II Eksus Bareskrim Polri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Broome, John
Hong Kong: Sweet & Maxwell Asia, 2005
345.023 Bro a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Juni Sjafrien Jahja
Jakarta : Visimedia, 2012
345.023 JUN m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>