Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166045 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Liana Conchita Zaubin
"Penelitian mengenai penggunaan Kata Ganti Orang dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari buku cerita bergambar sejumlah 10 jilid berisi 30 cerita dilakukan pada bulan September 1993 sampai dengan Desember 1993. Tujuannya untuk mengetahui ragam bahasa, tingkat kesopanan penggunaan, jangkauan usia pemakai dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan penggunaan Kata Ganti Orang Pertama dan Kata Ganti Orang Kedua. Pengumpulan data dilakukan melalui penyeleksian data-data KGO I dan KGO II yang terdapat dalam buku-buku cerita bergambar yang dilanjutkan dengan metode penelitian kepustakaan. Hasil penelitian skripsi ini bukan merupakan gambaran menyeluruh yang mencakup semua karakteristik KGO I dan KGO II. Akan tetapi, dari penelitian yang dilakukan telah dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Kata ganti yang merupakan ragam bahasa pria adalah washi, boku, ore, oira, kisama, teme. Kata ganti yang merupakan ragam bahasa wanita adalah watai, atashi, atai. Kata ganti yang merupakan kata ganti netral yang dapat digunakan oleh pria dan wanita adalah watakushi, watashi, ware, waga, anatasama, anata, anta, kiwi, omae, onore walaupun kadangkala terdapat kecenderungan pemakaian oleh satu pihak saja. Untuk bentuk jamak, akhiran -tachi cenderung digunakan oleh wanita dan akhiran -ra cenderung digunakan oleh pria. 2). Bentuk jamak KGO I tidak dibatasi oleh jenis kelamin yang berbeda dan masuk tidaknya lawan bicara dalam ruang lingkup pembicaraan sedangkan bentuk jamak KGO II tidak dibatasi oleh jenis kelamin acuan yang berbeda dengan pembicara walaupun kata ganti tersebut merupakan ragam bahasa pria atau wanita. Bentuk jamak biasa ditunjukkan dengan akhiran -tachi atau -ra. Bentuk hormat menggunakan akhiran -gata dan bentuk merendahkan diri menggunakan akhiran -domo. 3). Faktor-faktor yang mempengaruhi pembicara dalam menentukan penggunaan KGO I dan KGO II adalah usia, jenis kelamin, kedudukan diri sendiri dan lawan bicara serta suasana hati."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S13651
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprianto
"Manusia dan bahasa memiliki suatu keterkaitan yang khusus. Tidak mungkin suatu bahasa akan berubah tanpa adanya perubahan pada manusia pemakainya, dan tidak mungkin perubahan pada manusia pemakainya tidak berpengaruh kepada bahasa yang dipakainya sehari-hari. Berdasarkan pada pemikiran ini, penulis mencoba melakukan penelitian untuk mengetahui apakah terjadi perubahan di dalam penggunaan kata ganti orang pertama (KGOP) dalam masyarakat Jepang sekarang ditinjau dari kalangan anak mudanya. Pada dasarnya, ada dua jenis penggunaan kata acuan diri sendiri (terms of sell) di dalam bahasa Jepang, meliputi penggunaan vokatif (penggunaan kata-kata sapaan), dan penggunaan pronomina (penggunaan kata ganti orang). Hal ini timbul karena orang Jepang, sebelum mengacu dirinya sendiri, harus melihat dan mempertimbangkan siapa lawan bicara mereka dan bagaimana situasi percakapan mereka guna menentukan jenis kata ganti orang pertama (KGOP) yang akan dipergunakannya. Mengenai kedua penggunaan ini, Takao Suzuki, di dalam bukunya Kotoba to Bunka (1973) mengatakan bahwa Orang Jepang didalam percakapannya jarang menggunakan kata ganti orang (pronomina) pada waktu mengacu dirinya sendiri atau menunjuk orang lain. Mereka berusaha sedapat mungkin untuk menghindari adanya penggunaan kata ganti orang tersebut, yang ditempuh dengan menggantikannya dengan kata-kata sapaan atau yohrkake (vokatif). Kalaupun mereka terpaksa harus menggunakan penggunaan pronomina tersebut (umumnya digunakan pada waktu berbicara dengan orang yang sama atau lebih tinggi kedudukannya dari si pembicara), mereka akan memakai KGOP yang mengandungmakna sopan (merendahkan diri), seperti KGOP watashi pada wanita dan KGOP boku pada pria. Akan tetapi, dari hasil penelitian kuesioner yang dilakukan di Universitas Utsunomiya, penulis mendapatkan kenyataan sebaliknya dimana penggunaan vokatif sebagai tabu bahasa ternyata sudah semakin berkurang penggunaannya baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan pergaulan teman dekat. Anak muda Jepang sekarang kelihatannya lebih cenderung memilih penggunaan pronomina didalam percakapan mereka. Adapun pronomina yang umumnya mereka pakai adafah watashi dengan variasi atashi untuk kalangan wanitanya dan ore untuk kalangan prianya. KGOP boku masih tetap ada dan masih dipergunakan walaupun dibandingkan dengan ore, penggunaannya sudah jauh berkurang."
2000
S13494
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeannetta L. Suhendro
"Dalam kesimpulan analisis dapat kita lihat bah_wa, responden menggunakan pola yang kurang lebih sama dalam menggunakan kata ganti orang II tunggal dalam Bahasa Prancis mau pun Bahasa Indonesia. Persamaan ini misalnya saja: dalam menyapa 02 yang lebih tua akan selalu digunakan bentuk hormat, sekali pun hubungan responden dengan 02 tersebut akrab. Hal ini merupakan kasus yang kurang umum di mata orang Prancis, karena di kalangan mereka dewasa ini sudah umum untuk memang_gil ayah atau orang yang lebih tua lainnya dengan kata sapaan T , dan tidak harus V . Penggunaan V oleh responden_ mungkin disebabkan oleh pengaruh kebudayaan Indonesia, di mana orang yang lebih tua harus selalu dihormati. Persamaam lainnya adalah bahwa baik M/Mme/ Mlle mau pun IK/NL biasanya digunakan oleh responden bersama-sama dengan Nama . Hal ini juga meru_pakan kasus yang agak janggal di mata orang Francis, karena mereka tidak biasa menyapa 02 dengan M/Mme/ Mlle + Nama . Melihat kasus-kasus yang tidak biasa tadi maka timbul pertanyaan: Partama, sejauh manakah pola yang digunakan orang Indonesia bila berbahasa Prancis _"
Depok: Universitas Indonesia, 1983
S14559
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waworuntu, Mariah
"Sastra dan Konvensi. Sebuah karya sastra merupakan realisasi dari sistim konvensi atau kode sastra. Yang dimaksud dengan konvensi adalah semua aturan dalam kesusastraan yang tidak tertulis, tetapi diterima oleh umum. Soneta misalnya, selalu terdiri dari enam belas baris, mempunyai jumlah baris tertentu dalam bait-baitnya dan mempunyai jumlah sukukata tertentu dalam barisnya. Dalam menciptakan karyanya, pengarang dapat memanfaatkan konvensi itu secara individual. Ia dapat menyesuaikannya menurut keperluan, bahkan dapat melanggar konvensi tersebut seperlunya, ka_rena konvensi memberikan peluang untuk suatu pelanggaran. Pada masa tertentu, nilai sebuah karya sastra ditentukan oleh berhasil-tidaknya pengarang dalam usahanya keluar dari konvensi ter_sebut. Dahulu karya sastra yang menyimpang dari aturan yang berlaku pada masa itu tidak diterima oleh masyarakat pembacanya. Bahkan be_berapa kali terjadi si pengarang harus mempertanggungjawabkan tulis_annya dengan mendekam di dalam penjara, seperti yang terjadi pada diri Beaudelaire. Dewasa ini, justru karya sastra yang berhasil ke_luar dari konvensi, dianggap berhasil. Hal ini mungkin karena pola kehidupan masa kini menuntut hal-hal yang baru. Pelanggaran konvensi sastra menghasilkan pembaharuan atau inovasi. Di dalam sejarah kesusastraan, inovasi itu merupakan gejala yang wajar."
Depok: Universitas Indonesia, 1982
S14298
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryo
"Semakin banyak orang yang mau menguasai Bahasa Jepang tetapi tidak sedikit yang mengalami kesulitan ketika mencoba belajar Bahasa Jepang. Salah satu kesulitan adalah mempelajari penggunaan kata ganti orang pertama. Kata ganti orang pertama merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari di Jepang. Setiap kata ganti orang pertama memiliki fungsi dan peranannya masing-masing tergantung dari jenis kelamin, pekerjaan, lokasi, dan relasi. Sulitnya penggunaan kata ganti orang pertama menyebabkan pembelajar Bahasa Jepang kebingungan, sehingga mendorong penulis untuk meneliti topik ini. Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelusuran literatur dan metode induktif dengan mengambil bahan dari manga Ansatsu Kyoushitsu karya Matsui Yuusei. Dari hasil analisis penulis mengambil kesimpulan mengenai cara pemakaian kata ganti orang pertama Jepang watashi, boku, dan ore yang tidak ditemukan dalam buku teks. Dengan demikian tentunya tidaklah cukup bagi pelajar bahasa Jepang yang ingin mempelajari Bahasa Jepang dengan hanya berpedoman pada buku teks, tetapi juga belajar dari sumber lain seperti manga atau dorama.

More people want to master the Japanese language but some people have difficulties when try to study Japanese language. One of the difficulties is to study the use of the first person pronoun. First person pronoun is a word that often used in everyday life in Japan. First person pronoun has the function and role of each others depends on the gender, profession, background, and relationships. The difficulty of the first person pronoun usage causes confusion for Japanese language learners, therefore encouraging the author to research this topic. In this study the author using literature search methods and inductive methods by taking material from Matsui Yuusei’s manga Ansatsu Kyoushitsu. From analysis the authors conclusions is regarding how the use of the Japan’s first person pronoun watashi, boku, and ore that is not found in the text books. Of course it is not enough for students who want to learn Japanese language not only relied on a textbook,but also learn from other sources such as anime or dorama.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Lucia Dewani
"Skripsi tentang penggunaan kata-kata honorifiks pada bahasa Jepang dan bahasa Jawa; bertujuan untuk memperoleh analisis kontrastif yang jelas diantara kedua bahasa.Sebagai patokan dalam menemukan komparatif yang jelas antara kedua bahasa, penulis disini melakukan pengkajian terhadap masing-masing kata honorifiks yang muncul dalam wacana sumber baik dari segi struktural maupun kontekstual. Pengumpulan data dilakukan selama penyusunan skripsi ini. Setelah itu keseluruhan wacana sumber diterjemahkan kedalam bahasa Jawa, kemudian masing-masing kata honori_fiks yang terdapat pada wacana sumber dan wacana sumber yang telah diterjemahkan diuraikan mengenai latar belakang penggunaan serta dilakukan penganalisisan kontrastif yang dilihat dari sudut struktural dan kontekstual. Selanjutnya hasil perbandingan yang telah ditemukan akan ditunjukkan dengan tabel untuk mempermudah pengertian para pembaca. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam menerjemahkan wacana sumber kedalam bahasa Jawa dijumpai masalah pemadanan kata dan juga dalam penggunaannya. Sehingga tidak semua kata-kata honorifiks yang muncul dalam wacana sumber akan persis sama dalam wacana bahasa Jawanya (yang merupakan terjemahan dari wacana sumbernya). Hal ini disebabkan pada wacana sumber dapat dilihat hanya beberapa kata honorifiks saja yang muncul, sedangkan dalam bahasa Jawanya keseluru_han kata mengalami perubahan yaitu hampir semua kata berubah menjadi bentuk hormat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S13602
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nenny Alfiah
"ABSTRAK
Nenny Alfiah. Ikhtisar Skripsi sbb. Kata seru dipergunakan oleh orang Jepang dalam percakapan sehari-hari. Dalam bahasa Jepang, kata seru berkaitan dengan jenis kelamin pemakainya. Berdasarkan hal tersebut, penulis berminat untuk mengetahui, kata seru bahasa Jepang lebih lanjut dengan tujuan untuk mengetahui fungsinya, dan untuk mengetahui kata seru mana yang hanya digunakan oleh laki-laki, mana yang hanya digunakan oleh perempuan, dan mana yang bisa digunakan oleh keduanya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S13766
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riani Lestari
"Dalam skripsi ini saya membandingkan penggunaan kata sapaan oleh remaja dan kata sapaan yang digunakan untuk menyapa remaja dalam novel Hell and Dunkel, karya Hansjorg Martin dan Der Sommer, als Alle Verliebt Waren, karya Marjaleena Lembeke. Fokus dari penelitian saya adalah analisis tentang hubungan antara pemilihan kata sapaan dengan latar belakang sosial dan hubungan sosial antar tokoh dalam kedua novel tersebut dilihat dari aspek sosiolinguistik. Skripsi ini terdiri dari empat bab. Teori yang tersaji dalam Bab II terdiri dari teori kata sapaan pronomina dari Brown dan Gilman, Klaus Bayer, dan Slobin, teori kata sapaan nomina menurut Ervin-Tripp serta teori tentang remaja dan bahasa yang digunakan dan teori tentang struktur sosial. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam penggunaan kata sapaan, baik pronomina, maupun nomina dalam kedua buah novel. Pada novel Der Sommer, als A11e Verliebt Waren, kata sapaan pronomina yang ditemukan hanya kata sapaan pronomina Du, sedangkan dalam novel Hell and Dunkel masih dapat ditemukan penggunaan kata sapaan pronomina Sie. Penggunaan kata sapaan pronomina dalam kedua novel ini dapat memperlihatkan hubungan sosial antar tokoh, seperti keintiman, formalitas, solidaritas dan jarak sosial, Penggunaan kata sapaan nomina dalam kedua novel dapat menunjukkan secara tidak langsung status dan peran mitra bicara, hubungan antara penutur dan mitra bicara, serta situasi pembicaraan yang menyertai. Hasil penelitian ini mengungkapkan, bahwa kata sapaan, secara tidak langsung dapat mencerminkan norma sosial dan sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S15011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joice Intan N. Adam
"ABSTRAK
Fungsi kata ganti sebagai salah satu jenis kata ti_dak kecil di dalam perkembangan suatu bahasa. Meskipun demikian, hingga kini penyelidikan mengenai segi kebahasa - an ini sangat kurang dilakukan. Karena itulah diketengahkan kata ganti sebagai pokok penelitian, khususnya kata ganti di dalam bahasa Arab.
sebagaimana telah disebutkan di atas, fungsi kata ganti tidak kecil. Misalnya di dalam bahasa Latin,kata ganti yang dipakai mula-mula hanya memiliki satu kata ganti orang kedua tunggal yaitu tu (Brown dan Gilman, 1960:254). Pada masa.itu sebenarnya ada dua kaisar yang berkuasa,satu di Roma dan yang lainnya di Konstantinopel. Pada abad, keempat,pembaharuan Diocletanius pada kekaisaran, secara ad_ministratif kekuasaan disatukan walaupun negara tetap di perintah oleh dua kaisar. Akibatnya kata-kata yang ditujukan untuk seorang kaisar berarti untuk kedua kaisar tersebut. Untuk ini digunakan vos yang berarti kata ganti orang kedua jamak. Selain itu seorang kaisar merupakan wakil rakyat dan dapat...

"
1985
S13283
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inne Kasuargi
"Dalam skripsi ini dibahas penterjernahan kata ganti penghubung qui dan que yang berpadanan zero dalam bahasa Indonesia. Mungkin perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang padanan zero tersebut. Kata ganti penghubung qui dan que mempunyai kesejajaran formal dalam bahasa Indonesia ialah 'yang' dan memang sebagian besar dari kata ganti penghubung yang kami temukan dalam korpus berpadanan 'yang' dalam bahasa Indonesia. Probabilitas perpadanan yang kami peroleh: qui = yang .74 dan que = yang .77. Tetapi dalam hal-hal tertentu padanan kata ganti penghubung tersebut tidak muncul secara eksplisit dalam BI. Inilah yang disebut padanan zero. Probabilitas perpadanannya : gui = 26 dan que = 23. Selanjutnya kami meneliti bagaimanakah bentuk padanan zero itu sebenarnya, hanya memiliki satu bentuk atau bermacam-macam perwujudannya dalam bahasa Indonesia. Untuk penelitian ini digunakan korpus yang berupa dua buah buku cerita anak-anak, yakni Quatre Chats et le Diable dan Le Jongleur A 1'Etoile karangan Paul-Jacques Bonzon yang diterjemahkan oleh Sundari Hoesen masing-masing dengan judul Kucing dan Hantu dan Pemain Mandolin Berbintang Emas. Di sini dipergunakan teori terjemahan dari Nida&Taber dan Catford, dan teori."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1979
S14374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>