Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 300 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naess, Arne
Tokyo United Nations University 1981.,
304.2 NAE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Metha Hestining Wigati
"ABSTRAK
Kepentingan manusia akan tetap ada dalam suatu pengambilan keputusan sekalipun yang berkaitan dengan alam. Hal tersebut dikarenakan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki kasadaran dan menyadari adanya kerusakan lingkungan. Kesadaran manusia membentuk kepedulian terhadap lingkungan sehingga manusia dapat merencanakan pelestarian lingkungan. Oleh
karena itu maka meskipun alam sudah dianggap sebagai subyek moral akan tetapi yang bisa menjadi pelaku moral hanyalah manusia saja. Hanya manusialah yang dapat mempertimbangkan dan memutuskan mana kepentingan yang semestinya didahulukan apabila terdapat dua kepentingan yang bertabrakan. Kepedulian manusia untuk mengadakan pelestarian alam tersebut merupakan suatu bentuk
kepentingan manusia dalam alam. Meskipun antroposentrisme telah runtuh, porsi kepentingan manusia masih tetap selalu ada dalam pengambilan keputusan. Perlu diketahui bahwa selalu ada kepentingan manusia bukan berarti adalah terpusat manusia. Pembuktian adanya kepentingan manusia ini dilakukan melalui komparasi pemikiran deep ecology Arne Naes dan utilitarianisme Peter Singer. Pemikiran keduanya meskipun tidak lagi terpusat pada manusia tetapi manusia sebagai satu-satunya agen moral adalah hal yang tidak dapat dapat dihindari lagi
sehingga kepentingan manusia selalu ada dalam setiap pengambilan keputusan terkait dengan alam.

abstract
Human interest will always be on the decisions making although on the decision related to the nature. Human is the only being that have consciousness and can realize the environmental crisis. Human consciousness forms awareness of environment crisis, so human can plan the conservation of the environmental. Though nature has become moral subject, but only human can be the moral agent.
Only human can considering and deciding which interest that have to take precedence over the others. Human awareness that create nature conservation is a form of human interest on the nature. Though anthropocentrism has been broke but portion of human interest always be on the every decision making. Human interest is different from human centeredness. The proof of that human interest gained
from the comparison of Arne Naess? deep ecology and Peter Singer?s
utilitarianism. Both thoughts, though no more centered to the human interest but human as the only moral agent cannot be avoided, so human interest will always
be in the decision making related to the nature"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43299
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cantika Putry
"Penelitian ini membahas mengenai permasalahan industri peternakan yang menghasilkan dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak buruk yang dihasilkan karena cara pandang manusia yang antroposentris ketika melihat hewan dan alam. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif dengan mendeskripsi dan menganalisis dampak yang dihasilkan industri peternakan serta keterkaitannya dengan manusia. Permasalahan pada industri peternakan hanya dapat diperbaiki dengan merubah cara pandang pandang manusia terhadap alam. Manusia perlu memiliki kesadaran ekologis untuk mendukung kelestarian alam dan penghindaran pada aktivitas yang merusak alam.Deep ecology menawarkan identifikasi dan realisasi diri untuk dapat menghadirkan kesadaran ekologis pada manusia yaitu dengan menyadari bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang bersimbiosis dengan hewan dan alam. Dengan melakukan identifikasi dan realisasi diri manusia akan lebih bijak dalam mengonsumsi suatu produk dengan mempertimbangkan dampak ekologis dari produk yang akan ia konsumsi seperti memilih mengonsumsi produk yang ramah lingkungan. Sehingga tercipta bentuk tindakan konsumsi yang lebih mapan dan mengedepankan keseimbangan antara kehidupan manusia dengan hewan dan alam. Peran aktif manusia serta kebijakan politik diperlukan untuk mengatasi kerusakan yang dihasilkan oleh industri peternakan.

This research discusses the problems of the industrial animal farming that produce adverse impacts on the environment and human health. The adverse impacts are produced because of the anthropocentric human perspective when looking at animals and nature. This research was conducted using a descriptive analysis method by describing and analyzing the impacts produced by the industrial animal farming and its relationship with humans. Problems in the industrial animal farming can only be corrected by changing the way humans view on nature. Humans need to have ecological awareness to support the preservation of nature and avoidance of activities that damage nature. Deep ecology offers identification and self- realization to be able to bring ecological awareness to humans, namely by realizing that humans are a unit that is symbiotic with animals and nature. By identifying and self- realization, humans will be wiser in consuming a product by considering the ecological impact of the product he will consume, such as choosing to consume environmentally friendly products. Thus creating a more established form of consumption action and prioritizing the balance between human life and animals and nature. The active role of human beings as well as political policies are needed to overcome the damage produced by the industrial animal farming.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hopipah
"Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan telah mendapatkan pengakuan luas sebagai kerangka pedoman kebijakan pembangunan pada indikator sosial, ekonomi, dan lingkungan. Agenda ini memiliki tujuan sebagai upaya untuk membangun agenda global demi meningkatkan kesejahteraan sosial serta menjaga kualitas kehidupan dari generasi saat ini hingga generasi yang akan datang. Namun, dalam implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan masih sering ditemukan kesenjangan antar tujuan, sehingga akan dapat membahayakan realisasi dari tujuan akhir ini. Arne Naess, seorang filsuf dan ahli ekologi melalui pendekatan Ekologi Mendalam mengedepankan prinsip kesatuan bahwa alam dan makhluk hidup tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, sehingga teori ini dapat memberikan solusi alternatif akan permasalahan krisis lingkungan dan kesenjangan yang terjadi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selain itu juga, kebijakan pemangku kepentingan dan kolaborasi multipihak diperlukan dalam melihat keberlanjutan pembangunan yang dapat terus dirasakan antargenerasi. Untuk melihat kesenjangan apa saja yang terjadi dalam agenda ini diperlukan analisis kritis untuk melihat aktualisasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan secara merata. Kemudian penulis menyimpulkan dengan memberikan pandangan baru terkait pemahaman Tujuan Pembangunan Berkelanjutan secara intrinsik dan holistik.

The Sustainable Development Goals agenda has gained widespread recognition as a guiding framework for development policies on social, economic, and environmental indicators. This global agenda has a goal towards improving social welfare and maintain the quality of life of the current generation to future generations. However, in the agenda's implementation, gaps are often found between the goals that jeopardize the realization of this final goal. In this context, Arne Naess a philosopher and ecologist approach puts forward the principle of unity that nature and living things cannot be separated from one another, which is why this theory can provide an alternative solution to the problems of the environmental crisis and the gaps that occur in the Sustainable Development Goals. In addition, stakeholder policies and multi-stakeholder collaboration are crucial to see the sustainability of development that can continue to be sustained between generations. Finally, to see what gaps occur in this agenda, a critical analysis is needed to see the actualization of Sustainable Development Goals evenly. Then the author concludes by providing a new perspective on the intrinsic and holistic understanding of Sustainable Development Goals."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Zelvita T.
"Kecemasan beberapa kalangan atas krisis ekologi pada dasawarsa terakhir ternyata membawa dampak yang signifikan secara teoritis. Karena ternyata terdapat permasalahan yang lebih fundamental di balik fakta krisis ekologi yaitu, krisis persepsi. Paradigma antroposentris-instrumental yang digunakan ternyata merupakan biang masalah, karena di dalam model berpikir ini terdapat kerangka konseptual opresif yang mengabaikan relasi manusia dengan alam. Paradigma ini hanya memandang alam sebagai sumberdaya dan bernilai sebatas kemanfaatannya bagi manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan paradigma. Permasalahan seputar Mengapa terjadi pergeseran paradigma ? Apa alternatifnya? Apa kelebihan konsep tersebut dan apa relevansinya secara teoritis ? adalah pertanyaan yang coba dijawab dalam skripsi ini. Penulisan skripsi ini difokuskan pada konsep dan gerakan deep ecology yang muncul sebagai kepedulian etis dengan mempertanyakan asumsi di balik permasalahan. Deep ecology merupakan usaha untuk merubah cara pandang antroposentris. Ide deep ecology, menurut penggagasnya, Arne Naess, lahir dari kepedulian atas relasi dominan yang eksploitatif. Perubahan paradigma ini dimulai dari kesadaran psikologis manusia akan posisi ontologis alam. Relasi yang terjalin memberikan konsekuensi etis yang berdampak besar dalam objektivitas ilmu pengetahuan. Sementara gerakan deep ecology sendiri merupakan aktualisasi komitmen dari konsekuensi etis dalam kehidupan sehari-hari. Metode dari penulisan skripsi ini adalah deskripsi interpretatif dari analisis atas literatur karya Naess tentang deep ecology. Dalam pembahasan ini ditemukan bahwa Deep ecology sendiri yang menolak paradigma antroposentris, tak terelakkan merupakan ekstensifikasi dari etika antroposentris. Deep ecology dianggap sebagai gerakan radikal karena memperluas cakupan moralnya tidak terbatas pada manusia tapi pada keseluruhan komunitas ekologis. Relevansi teoritis dari konsep deep ecology adalah tidak berkutat di tataran teoritis tapi diaktualisasikan pada komitrnen etis dalam gaya hidup seseorang. Agar fondasi etikanya otonom, deep ecology menganggap bahwa tiap anggota komunitas ekologis memiliki nilai intrinsik. Nilai intrinsik yang dimaksud adalah nilai yang terdapat pada entitas, tidak tergantung pada fungsi entitas tersebut bagi manusia. Konsep mengenai nilai.intrinsik disuntikan oleh deep ecology karena nilai fungsional dari alam merupakan alasan sikap dominasi manusia terhadap alam. Perluasan nilai kemanusiaan yang tidak terpisahkan dari alam oleh Naess dituangkan dalam ecosophy Tnya. Dan kerangka filsafat personal ini, Naess menganjurkan perubahan paradigma dilandaskan pada ecosophy personal yang sesuai dengan logika derivasi. Tujuan dilakukan penulisan skripsi ini adalah mengangkat konsep deep ecology Arne Naess sebagai alternatif dari paradigma antroposentris yang sarat dengan dominasi.

Abstract
Public anxiety of environmental crisis in late decade, brings significant impact in realm of theoritics. Appearently it is because the underlying assumptions behind environmental problem, a crisis of perception. Instrumental-antropocentric view, which is used by science is the source of problems, because in this way of thingking exists opresif conceptual framework which neglect the man and nature relations. These paradigm viewing nature as resources and valued according its used for human purposes. The emergence of deep ecology idea and its movement as ethical concern which is questioning the underlying assumption behind the problem. Deep ecology is an effort to change the antropocentric way of thingking with non antopocentric approach. The deep ecology idea, according to the founder, Arne Naess, is born because the concerning of exploitative dominance relations. Formerly, this change of paradigm begin from human self-awareness for nature ontological position. The interconnectedness between man and nature produce ethical consequences which also give a big impact in science objectivity. While, the deep ecology movement itself commited for actualization in our daily life. Unavoidable, deep ecology is an ethical extension of antropocentric ethics. Deep ecology viewed as radical movement because extent the moral consideration not only in human but also to entire enviromental community. Deep ecology not ceased in theoritical realm but also derived its idea in ethical commitment in personal lifestyle. So, in order that the ethical foundation autonomous, deep ecology consider that natural world has intrinsic value. Intrinsic value mean valuing nature in and of itself. These value is independent and not depend on the function of the entity for human purposes. The intrinsic value concept incited by deep ecology because the instrumental value of nature was the reason of human domination. The extension of humanity is unseparable from nature. These idea is translating in Naess Ecosophy T . From this personal philosophical framework, Naess propose the change of paradigm based in personal ecosophy which suitable with derivational logic. Keywords : Ethical extension, interconnectedness, web of life, deep ecology, ecosophy T, gestalts, self-realisation, intrinsic value, community, contextual identity, biospheric egalitarianism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S16078
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoesman Sugianto
"Kajian mengenai vegetarianisme di era global ini terus berkembang. Tema vegetarianisme dalam penelusuran pembacaan peneliti terkait dengan masalah religiositas, gaya hidup, mitos, politik, ekologi, ekonomi, dan juga etika. Salah satu pemikir yang peduli terhadap hal itu adalah Peter Singer. Singer menulis "A Vegetarian Philosophy" dalam Consuming Passions. Selain Peter Singer, pemikir lain yang juga menekankan aksi sebagai manifestasi pemikirannya adalah seorang filsuf Norwegia, Arne Naess. Selain kedua pemikir yang sudah disebutkan di atas "Singer" dan "Naess" pemikir lain yang masuk dalam perbincangan seputar permasalahan lingkungan hidup, eco-philosophy, serta vegetarianisme ini adalah Henry Skolimowski.
Permasalahan utama yang dibahas dan coba diuraikan dalam disertasi ini adalah bagaimanakah perbandingan pemikiran etika praktis utulitarian Peter Singer dengan pemikiran deep ecology dari Arne Naess serta Henryk Skolimowski dengan Eco-philosophy-nya untuk mencari sebuah solusi bagi kerusakan alam.
Pernyataan tesis untuk disertasi ini adalah deep ecology Naess dan eco-philosophy Skolimowski bukanlah jalan keluar terbaik untuk menangani krisis ekologi, hal itu akan menjadi efektif dan operatif apabila dilengkapi, atau bahkan mengutamakan di tempat terdepan, dengan pemikiran vegetarian Singer yang bersifat utilitarian.
Dengan demikian, disertasi ini hendak menunjukkan bahwa tindakan penyamaan derajat secara praktis antara manusia dan makhluk hidup lainnya perlu dilakukan. Menuju ke arah itu, secara intensionalitas ala fenomenologi, perlu pula ditanamkan keberadaan manusia sebagai subjek yang setara dengan objek-objek makhluk lain yang berada di luar dirinya.

Study of vegetarianism in this global era is progressing. The theme of vegetarianism in researcher's literature studies is linked to the issues of religiosity, lifestyle, myth, politics, ecology, economics, and ethics. One of the philosophers who is interested in this theme is Peter Singer. Singer wrote "A Vegetarian Philosophy" in Consuming Passions. Another philosopher who also emphasized action as a manifestation of his thoughts is Arne Naess, a Norwegian philosopher. In addition to Singer and Naess, Henry Skolimowski is included in the discussion on environmental issues, eco-philosophy and vegetarianism.
The main issue discussed and described in this dissertation is the comparison amongst practical-ethical-utilitarian thinking of Peter Singer, deep ecology thinking of Arne Naess as well as eco-philosophy of Henryk Skolimowski, in order to discover a solution for the destruction of nature.
The thesis statement of this dissertation is that Naess deep ecology and Skolimowski's eco-philosophy are not the best way to deal with ecological crisis, it will become effective and operative if equipped and enhanced, by utilitarian vegetarian thought of Singer.
Thus, this dissertation is to indicate that the practical equalization action of humans and other living things need to be done. Heading toward that direction, in intentionality ala phenomenology, it has to be implanted that human existence as a subject is in-par with non-human creatures and other objects beyond human."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
D2082
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wyller, Arne A.
Denver: Divina, 1999
213 WYL c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wojciechowski, Jerzy A.
Washington: Council for research in values and philosophy, [Date of publication not identified]
001 WOJ e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Odum, Eugene Pleasants
Philadelphia: Saunders College, 1983
574.5 ODU b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pianka, Eric R.
New York: Harper & Row, 1988
574.52 PIA e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>