Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126621 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shinta Mareti Purwaningtyas
"Tesis ini membahas mengenai hal-hal yang menghambat proses perpanjangan Hak Guna Bangunan bersama di atas tanah Hak Pengelolaan di Rumah Susun Klender, yang dalam hal ini sertipikatnya dinyatakan hilang dan kemudian diterbitkan sertipikat penggantinya. Digunakan metode penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk menemukan masalah (problem finding) untuk kemudian menuju pada suatu penelitian untuk mengatasi masalah (problem solution). Permasalahan timbul pada saat Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Klender akan memperpanjang Hak Guna Bangunan atas tanah bersamanya, dan untuk itu diperlukan rekomendasi dari pemegang Hak Pengelolaan, yaitu PERUM PERUMNAS, yang menolak memberikan rekomendasi sampai terdapat kejelasan mengenai sertipikat Hak Guna Bangunan atas tanah yang bersangkutan, yang dinyatakan telah hilang di Kantor Pertanahan. Kantor pertanahan Jakarta Timur kemudian menerbitkan sertipikat pengganti, namun pertelaan yang terdapat di dalam sertipikat pengganti berbeda dengan yang tertera pada sertipikat sebelumnya. Di samping itu juga uang pemasukan dalam rangka perpanjangan Hak Guna Bangunan ini belum dipenuhi seluruhnya secara individual oleh pemilik Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Penelitian ini membahas mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam rangka proses perpanjangan Hak Guna Bangunan bersama yang berada di atas tanah Hak Pengelolaan, permasalahan apa saja yang terdapat di dalam proses perpanjangan Hak Guna Bangunan bersama di Rumah Susun Klender, serta cara penyelesaiannya.

This thesis discusses about the things that hamper the process of extending rights to Building together on the ground right in the Flats Klender Management, which in this case the certificate declared missing and then issued a replacement certificate. Used in library research methods that aim to find the problem (problem finding) to then go on a research to solve problems (problem solution). Problems arise when Klender Flats Residents Association will extend the Right of Building on the ground with him, and for that needed the recommendation of the Management Right holder, namely PERUM PERUMNAS, who declined to give recommendations until there is clarity about the certificate of HGB land concerned, which otherwise have been lost in the Land Office. East Jakarta land office later issued a replacement certificate, but the descriptions contained in a replacement certificate is different from that stated in the previous certificate. In addition to the revenue money in order extension HGB has not been fully met individually by the owner of Unit Freehold Flats. This study discusses about the things that must be considered within the framework extension process HGB together which are located on land management rights, whatever problems there are in the process of extension HGB together in the Flats Klender, and part of the solution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28045
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Aenun Jariah
"Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Pihak yang diberikan bagian tanah Hak Pengelolaan dapat menggunakan bagian tanah tersebut untuk keperluan usahanya, salah satunya adalah untuk membangun rumah susun. Pihak penyelenggara pembangunan rumah susun atau developer yang mendirikan rumah susun di atas tanah Hak Pengelolaan mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan status tanah bersama menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sebelum menjual satuan rumah susun tersebut.
Masalah yang diteliti dan dibahas adalah mengenai resiko yang dihadapi oleh para pemilik satuan rumah susun apabila bangunan rumah susun dibangun di atas tanah Hak Pengelolaan. Selain itu jugs dibahas mengenai apakah ada kepastian hukum dalam pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan, Berta perbedaan antara rumah susun yang dibangun di atas suatu hak atas tanah dengan rumah susun yang dibangun di atas Hak Pengelolaan.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum empiris, dimana untuk menjawab permasalahan dilakukan melalui wawancara dan kegiatan studi dokumen.
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa rumah susun yang di dirikan di atas tanah Hak Pengelolaan memiliki akibat hukum bagi pemilik satuan rumah susun untuk membayar biaya uang pemasukan kepada pemegang Hak Pengelolaan, sebagai konsekuensi yang harus dipenuhi untuk melakukan berbagai perbuatan hukum terhadap satuan rumah susun.
Selain itu pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan dapat memberikan kepastian mengenai hukum kepada pemegang Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yaitu dengan adanya Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, dimana pemilik satuan rumah susun harus selalu memperpanjang atau memperbaharui jangka waktu hak atas tanah bersamanya. Dan untuk rumah susun yang dibangun di atas suatu hak atas tanah mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pengelolaan.

Management Right is the right of control granted by the State, the implementation authority of which is partially delegated to the holder thereof. The party granted with Management Right land may use the portion of the land for the interest of his/her business, one of which is to construct high rise. Developer constructing high rise above land with Management Right shall the obligated to settle the status of joint land into Building Right or Right of Use prior to selling the unit of high rise.
The problem examined and discussed in this research is the risk faced by owners of high rise constructed above land with Management Right. In addition, it also discusses legal certainty in giving Building Right above land with Management Right, and the difference between high rise constructed above land with land rights and that constructed above land with Management Right.
Method of research used is empirical law research method, in which answers to the problems are obtained from interview and document study.
From the result of the research, researcher found the data revealing that high rise constructed above land with Management Right implies legal consequence for the owner of the unit of high rise to pay cost of revenue money to the holder of Management Right, as the consequence that must be fulfilled to conduct various legal acts against the unit of high rise.
In addition, grant of Building Right above land with Management Right can provide legal certainty to the Holder of Right to the Unit of High Rise, namely by Certificate of Ownership Right to Unit of High Rise, in which the owner of unit of high rise must always extend or renew the period of land right in him. And high rise constructed above land with land right will have higher sale price compared with that constructed above land with Management Right.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henry Susanto
"PT duta pertiwi tbk diberi ijin penggunaan lokasi di tiga area bekas pemakaman di arean Mangga Dua dari pemerintah DKI Jakarta, totalnya sekitar 30,9 hektare. Berbekal tanah inilah Duta Pertiwi kemudian membangun area apartemen Mangga Dua Court. permasalahan bermula pada saat perhimpunan penghuni rumah susun Apartemen Mangga Dua Court memperpanjang hak guna bangunan tanah bersama rumah susun Apartemen Manga Dua Court. Sertifikat perpanjangan hak guna bangunan yang telah dikeluarkan ditarik kembali dan dicoret oleh Badan Pertanahan Nasional dan baru diketahui bahwa tanah bersama tersebut berada di atas hak pengelolaan. tesis ini membahas developer yang membangun rumah susun di atas Tanah Hak Pengelolaan dapat dikategorikan perbatan melawan hukum apabila dalam memasarkan rumah susun yang dibangunnya tidak secara transparan menyebutkan bahwa Rumah Susun tersebut dibangun di atas Tanah Hak Pengelolaan, latar belakang sertifikat Hak Milik atas satuan Rumah Susun yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional tidak mencantumkan Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan dan sattus Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan tanah induk yang berstatus Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan yang telah habis masa waktunya. penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan kualitatif."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28199
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Setyowantini
"Dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 15 Agustus 1989 No. 169/HPL/BPN/89 telah diberikan Hak Pengelolaan atas nama SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Cq BADAN PENGELOLA GELANGGANG OLAH RAGA SENAYAN, atas tanah seluas 2.664.210 M2, terletak di Kelurahan Gelora, Kecamatan Tanah Abang, Kotamadya Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta, yang selanjutnya didaftarkan haknya dan terbit Sertipikat HPL NO.1/Gelora. Atas bidang tanah yang diberikan HPL No.1/Gelora tersebut sebelumnya telah lahir hak-hak atas tanah, antara lain HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora. Kedua HGB tersebut merupakan pecahan HGB No. 20/Gelora tercatat atas nama PT. INDOBUILDCO yang diberikan berdasarkan :Keputusan Direktur Jenderal Agraria tanggal 3 Agustus 1972 No. SK 181/HGB/DA/72 dengan dasar pertimbangan tanah tersebut adalah Tanah Negara yang telah dikuasai pemohon atas dasar Penunjukan dan Pemberian Ijin Menggunakan Tanah dari Gubernur DKI Jakarta sesuai Keputusan tanggal 21 Agustus 1971 No. I744/A/K/B/BKD/71.
Berkenaan di atas areal yang diberikan HPL No.l/Gelora tersebut di atasnya telah terdapat hak-hak atas tanah, maka dalam Keputusan pemberian HPL tercantum Diktum yang menyatakan bahwa tanah-tanah HGB dan HP yang haknya belum berakhir baru akan termasuk di dalam HPL pada saat berakhimya HGB dan HP tersebut. HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora akan berakhir haknya tanggal 4 Maret 2003, namun sebelum berakhir haknya kedua HGB tersebut telah diperpanjang haknya oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi DKI Jakarta dengan SK masing masing tanggal 13 Juni 2002 No. 016/11.550.2-09.012002 dan No. 017/11.550.2-09.0112002 dan kedua HGB tersebut diperpanjang di atas tanah Negara, tidak di atas HPL NO.1/Gelora. Pemberian perpanjangan kedua HGB tersebut telah menimbulkan keberatan bagi pemegang HPL No.l/Gelora karena perpanjangan kedua HGB tersebut tidak melalui ijin pemegang HPL NO.1/Gelora dan dalam SK Perpanjangan HGB tidak diterangkan keberadaan HGB tersebut di atas HPL No.l/Gelora.
Menurut Hukum Tanah Nasional HPL diberikan di atas tanah Negara, apabila di atasnya terdapat hak atas tanah pihak lain, maka penerima hak terlebih dahulu berkewajiban membebaskan bidang tanah tersebut dan selanjutnya pemberian hak di atas HPL berdasarkan adanya perjanjian. Akibat pemberian perpanjangan HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora di atas tanah Negara sebelum jangka waktu haknya berakhir maka apa yang diamanatkan dalam SK No. 169/HPL/BPN/89 tidak terpenuhi, sehingga bidang-bidang tanah HGB No.26/Gelora dan HUB No.271/Gelora belum termasuk dalam HPL No. I/Gelora."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mitra Wulandari
"ABSTRAK
Kota Tanjungpinang merupakan salah satu kota pesisir yang memiliki
permukiman di atas air pada perairan pesisir dengan pelantar-pelantar sebagai
aksesnya. Kondisi tersebut sudah terjadi sejak lama, turun-temurun, bahkan sudah
menjadi bagian kekhasan budaya dari masyarakatnya. Sayangnya pengaturan
mengenai hak atas tanah di kawasan tersebut belum ada. Permasalahannya adalah
penerapan hak atas tanah di perairan pesisir tidak dapat begitu saja disamakan
dengan daratan, mengingat rezim yang terkait tidak hanya bidang pertanahan,
tetapi juga kelautan, lingkungan, dsb. Penelitian ini memiliki tiga tujuan, pertama,
menjabarkan konsep Hukum Tanah Nasional dalam memenuhi penerapan hak atas
tanah di perairan pesisir. Kedua, menjabarkan penerapan Hak Milik, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai yang sudah dilakukan Kantah Kota Tanjungpinang
selama ini untuk permukiman di atas air perairan pesisirnya. Ketiga, menganalisis
dan meberikan rekomendasi pengaturan terkait hak atas tanah untuk permukiman
di atas air perairan pesisir Kota Tanjungpinang (sebaga antisipasi). Adapun
motode yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu meneliti bahan pustaka atau
data sekunder yang terkait. Kesimpulannya, hak atas tanah yang paling tepat
adalah Hak Pengelolaan yang diserahkan kepada Pemerintah Kota Tanjungpinang,
kemudian diberikan kepada masyarakat yang bermukim di sana baik dengan Hak
Milik, Hak Guna Bangunan, maupun Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan. Hal ini
bertujuan agar pemerintah daerah setempat memiliki kekuasaan yang efektif
dalam melakukan fungsi kontrol terhadap pemilikan dan penguasaan tanah di
kawasan permukiman tersebut, sehingga kondisi lingkungan dan berbagai aspek
lainnya tetap terjaga

ABSTRACT
Tanjungpinang is one of the coastal cities that have settlements on the
coastal waters with ?pelantar? as an access. The condition has been going on
since long, hereditary, and become part of the cultural distinctiveness of the
community. Unfortunately arrangements regarding land rights in the region does
not exist. The problem is the application of the right to land in the coastal waters
can not be equated with the mainland, given the associated regime not only in
land, but also marine, environment, etc. This study has three objectives, first,
describes the concept of the National Land Law in the implementation of land
rights in coastal waters. Second, describe the application of Hak Milik, Hak Guna
Bangunan, and Hak Pakai that has been given during Kantah Tanjungpinang for
settlement on coastal waters. Third, gave the recommendations related to land
rights arrangements for settlement on coastal waters in Tanjungpinang (as
anticipation). The method used normative, that is checking library materials or
secondary data related. The conclusion, Hak Pengelolaan submitted to the
Government Tanjungpinang, then given to the people who live there either with
Hak Milik, Hak Guna Bangunan, and Hak Pakai above Hak Pengelolaan. It is
intended that local governments have the authority to perform the functions of
effective control over the ownership and control of land in the settlement area,
and keep the environmental conditions and various other aspects remain intact"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Rufinus
"Pemegang Hak Guna Bangunan yang berdiri diatas tanah Hak Pengelolaan mempunyai beberapa kelemahan. Padahal, selaku konsumen atas barang dan jasa, kedudukan mereka adalah lama dengan kedudukan produsen atas barang atau jasa tersebut. Melalui penelitian terhadap pemegang Hak Guna Bangunan yang berdiri diatas tanah Hak pengelolaan. No.1/Ancol, penulis bermaksud menganalisis kelemahan kelemahan apa raja yang dipunvainya serta mencari penyelesaian terhadap kelemahan yang ada sehagai upaya perlindungan hukum bagi mereka.
Penulis akan menganalisis dari segi pembehanan dan peralihan hak, karena dari segi inilah seringkali terjadi didalam praktek, hahwa kedudukan konsumen berada di pihak yang lernah jika dibandingkan dengan kedudukan produsen. Kelemahan-kelemahan yang dipunyai dapat disebahkan karena pemahaman konsumen atas isi perjanjian baku yang sangat minim, serta pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat sahnya perjanjian seperti yang dimaksud pasal 1320 KUH Perdata yang sangat sulit untuk diterapkan dengan dengan benar. Selain itu, pemahaman konsumen akan hak guna bangunan yang berdiri diatas tanah hak pengelolaan itu sendiri juga sangat minim sekali. Berdasarkan hal tersebut, maka sangatlah perlu ada upaya perlindungan hukum bagi mereka. Berdasarkan hasil analisis penulis, didapati hentuk-bentuk perlindungan hukum berupa perlindungan hukum untuk dapat melepaskan hak atas tanah dengan persetujuan pihak terkait dan perlindungan hukum untuk mendapat informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang dan jasa selaku konsumen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T18414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wina Pridilla
"ABSTRAK
PT Rungkut Megah Sentosa mengadakan kerjasama pemanfaatan swasta yang
merupakan kerjasama pengelolaan barang milik daerah dengan Pemerintah Kota Surabaya atas tanah yang menjadi asetnya tersebut dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL). Permasalahan terjadi ketika PT Rungkut Megah Sentosa memperpanjang HGB di atas HPL tersebut sedangkan Kementerian Dalam Negeri melarang perpanjangan tersebut karena tidak sesuai dengan kerjasama pemanfaatan swasta dimana kerjasama tersebut tidak dapat diperpanjang jika melihat bahwa tanah tersebut merupakan tanah aset daerah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dilakukan karena digunakan penelitian kepustakaan yang menghasilkan data yang bersifat deskriptif analitis, sehingga menghasilkan gambaran secara umum mengenai materi yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini. Menjawab permasalahan tersebut pengaturan pertanahan mengenai perpanjangan HGB di atas HPL tetap merujuk pada UUPA dan PP No. 40 Tahun 1996, meskipun tanah tersebut aset daerah yang pengaturannya diatur oleh UU No. 1 Tahun 2004 dan PP No. 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Sedangkan kedudukan kemendagri hanyalah sebatas pembinaan dan pengawasan serta pengendalian barang milik daerah jika antara kerjasama dengan pihak ketiga tersebut memiliki indikasi menimbulkan kerugian daerah.

ABSTRACT
PT Rungkut Megah Sentosa has made a private utilization cooperation agreement, pertaining to cooperation on sectoral asset management with Surabaya Government City over its land, in the form of The Right To Build on the Management Rights Over Land. Problem has been arised when PT Rungkut
Megah Sentosa had intended to extend of the right to build on the management rights over land, but the Ministry of Internal Affair issued a letter of warning about that extension because it did not comply with the agreement which was prohibit the extension because the land was an asset of Surabaya City Government. The methode of this thesis was normative juridical with qualitative approach which produce an analitical descriptive which obtain general description about the responses of the problem. The answers was using the regulation of land law, on the subject of the extension of the right to build on the management rights over land and government regulation number 40 of 1996, although the asset of government was using constitution of local asset management and government regulation number 27 of 2014. Meanwhile the ministry of internal affair can only developed, supervised, and controlled the local asset to prevent the loss of the region's asset."
2016
T46137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Fitri Kusumaningrum
"ABSTRAK
Tanah merupakan sumber kehidupan bangsa. Hakekat tanah adalah menyangkut hajat hidup orang banyak maka penguasaannya dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat. Tesis ini membahas mengenai Hak Pengelolaan yang bagian-bagian tanahnya diberikan hak atas tanah lainnya, misalnya Hak Guna Bangunan. Pemberian Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan adalah legal dan berdasarkan perjanjian kerja sama antara pemegang Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga. Namun, pemberian Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan harus dicabut, apabila tanah tersebut ditelantarkan dan tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Pencabutan Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Studi kasus dalam tesis ini adalah Pencabutan Hak Guna Bangunan PT. Griya Tritunggal Eka Paksi diatas tanah Hak Pengelolaan Situ Cipondoh. Dalam tesis ini akan terlihat bagaimana peran Kantor Pertanahan setempat dalam mengawal proses pencabutan Pencabutan Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan tersebut dan melihat bagaimana bentuk pertanggungjawaban PT. Griya Tritunggal Eka Paksi selaku pemegang Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan Situ Cipondoh.

ABSTRACT
Soil is the life of the nation. The essence of the soil is related to public needs then for the purpose of welfare of the people the control of itself by the government. This thesis discusses the Right of Management which parts of the land has the other land right, e.g Right to Build. The act of distributing Right to Build on the Right of Management land is legal and based on the cooperation agreement between the holder and the third parties. However, the act of distributing Right to Build on the Right of Management land should be repealed, when the land has been abondoned and not utilized as it should be. The revocation of Right to Build on the Right of Management land should be based on the state laws. Case study in this thesis is the revocation of Right to Build PT. Griya Tritunggal Eka Paksi on the Right of Management land of Situ Cipondoh. This thesis explain how land office role the revocation of Right to Build on the Right of Management land and how the commitment of PT. Griya Tritunggal Eka Paksi as the holder of Right to Build on the Right of Management land Situ Cipondoh."
2013
T32786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josephine Susilowati
"Beberapa tahapan dalam proses pensertipikatan satuan rumah susun (sarusun) adalah pengesahan akta pemisahan dan pertelaan. Kepemilikan atas tanah tempat rumah susun berdiri akan berubah dari kepemilikan tunggal penyelenggara pembangunan menjadi bagian tak terpisahkan dari kepemilikan bersama yang terpecah sesuai dengan Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) tiap satuan rumah susun. Kepemilikan hak atas sarusun dibuktikan dengan adanya Sertipikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun), yang diterbitkan serentak bersamaan dengan disimpannya Sertipikat Hak Atas Tanah terkait. Setiap terjadi pengalihan SHM Sarusun dari penyelenggara pembangunan kepada pemiliknya yang baru, beralih pula kepemilikan bersama sesuai dengan NPP terkait. Ketika seluruh sarusun telah dialihkan, berarti seluruh bagian tanah bersama telah beralih kepada para pemilik sarusun yang baru. Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama sebagai bukti hak atas tanah bersama masih tercatat atas nama penyelenggara pembangunan dan disimpan oleh Kantor Pertanahan Setempat, tanpa dapat digunakan maupun dipindahtangankan. Ketentuan mengenai perubahan pencatatan nama pemegang hak kepemilikan bersama dalam Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama belum diatur secara tegas. Kedudukan subyek tercatat dalam Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama berperan dalam melakukan perbuatan hukum, terutama mengenai perpanjangan jangka waktu kepemilikan hak atas tanah bersama. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif, menekankan penggunaan bahan hukum sekunder, metode analisis data kualitatif yang menghasilkan hasil penelitian berupa deskriptif analitis. Kedudukan subyek pemegang hak atas tanah dalam Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama di Rumah Susun demi hukum berada pada para pemilik sarusun, tetapi pencatatannya perlu diatur dalam ketentuan yang berlaku dan prosedur perpanjangan hak atas tanah bersama yang telah diatur dalam peraturan yang berlaku membutuhkan pembentukan Peraturan Pemerintah untuk mengatur mengenai kecakapan bertindak PPPSRS selaku wakil dari para pemilik sarusun.

One of the steps within certification of condominium units is legitimizing the segregation deed and its dissociation. Ownership of the land whereby the condominium resides would shift from singular ownership of the developer into inseparable common ownership, fissioned accordingly to Proportional Comparison Value (NPP) of condominium units. Ownership of the condominium units proven by Deed of Condominium Unit would be established concurrently, along with the preservation of Deed of Common Land. Every transitional conduct of a Deed of Condominium Unit from the developer to its new owner, would also mean the transition of common ownership per the value rested in each NPP. When all of the units have been transferred, the entire common land would be owned by the owners of condominium units. The Deed of Common Land which serves as proof of the common land ownership, would still be listed under the name of the developer and archived strictly in the Land Office. Currently there is no governing provision in changing the registered holder in The Deed of Common Land. The legitimacy of the registered subject in The Deed of Common Land matters for their ability to take legal actions, especially regarding the prolongation of its ownership. This normative judicial research uses descriptive research typology, emphasizes on using secondary legal materials, with qualitative data methods producing analytically descripted results. In conclusion, the legitimacy of the holder of common land by law is the right of the owners of condominium units needs to be clearly regulated and the prolongation of common land rights stipulated in the current regulations still requires the establishment of a Government Regulation regarding the capacity of the Owners Union as a representative of the condominium owners."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>