Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110881 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purba, Rando
"Kekosongan hukum Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek merupakan ketentuan yang rentan menimbulkan masalah sehingga harus segera ditetapkan oleh pemerintah. Munculnya berbagai masalah pemboncengan merek asing terkenal jauh sebelum undang-undang ini berlaku juga disebabkan oleh kekosongan hukum Pasal 6 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek karena Pasal tersebut mengamanatkan lahirnya sebuah Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang perlindungan merek terkenal terhadap barang dan atau jasa yang tidak sejenis. Akibatnya, pengertian dan kriteria merek terkenal serta pengertian dan penjelasan lebih lanjut mengenai barang dan jasa tidak sejenis apakah mencakup barang-barang yang berbeda kelas barang belum dapat diketahui secara pasti dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Alasannya karena untuk menentukan keterkenalan suatu merek sangat tergantung pada penilaian hakim yang memeriksa sengketa tersebut. Padahal sistem peradilan di Indonesia tidak menganut azas precedent dimana Hakim tidak diharuskan untuk mengikuti putusan-putusan hakim sebelumnya bahkan untuk sengketa yang sama atau mirip. Walaupun bangsa Indonesia tunduk kepada instrumen internasional seperti (The Paris Convention for the Protection of Industrial Property/Konvensi Paris) dan (Aggrement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods/TRIPs), tetapi semua ketentuan yang terdapat didalamnya juga tidak memberikan pengertian yang jelas dan lengkap mengenai perlindungan terhadap barang yang tidak sejenis. Ketentuan ini juga memberikan kebebasan kepada setiap negara anggota untuk menetapkan dan mengatur keterkenalan suatu merek di negaranya masing-masing. Oleh sebab itu, penentuan keterkenalan suatu merek pada akhirnya tetap diserahkan kepada Majelis Hakim. Pada dasarnya Perlindungan terhadap merek terkenal bisa menerapkan azas itikad tidak baik kepada Pemohon yang mendaftarkan mereknya secara tidak jujur karena membonceng, meniru, atau menciplak ketenaran suatu merek sehingga merugikan pihak lain atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Namun, pembuktian adanya itikad tidak baik juga merupakan pekerjaan yang sangat sulit karena harus dikaitkan dengan pembuktian adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya yang dalam undangundang tentang merek juga belum diatur secara lengkap dan jelas. Selanjutnya pembuktian adanya azas itikad tidak baik ini juga harus didahului dengan pembuktian keterkenalan merek tersebut. Pada akhirnya semua pihak hanya berharap agar Peraturan Pemerintah yang sudah diamanatkan oleh undang-undang dapat segera disahkan sehingga sengketa yang berkaitan dengan pemboncengan merek terkenal dapat diselesaikan atau sedapat mungkin dapat dihindari.

The absence of law on article 6 (2) UU Nomor 15 Tahun 2001 on Trademark is a regulation that potentially will cause problems that has to be fixed by the Government. Various problems on the attachment of foreign trademark have occured long before UU nomor 15 tahun 2001 is effective These problems were caused by the absence of law on article 6 (4) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997 as the change of Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 on trademark since the article mandated the born of Government regulatory (Peraturan Pemerintah) that regulate about famous trademark protection on different category of goods and services. The result is that the definition and criteria of famous foreign trademark along with whether the definition and explanation afterward of the different category of goods and services include the goods in different classes is not known so it result in the uncertainty of law. The reason to determine the degree of famous on foreign trademark relies heavily on judge? valuation that handle the dispute. Ironically, Indonesian judicial system does not recognize precedential principle where it is obliged for a judge to follow previous judgment even in a similar case. Even though Indonesia has adopted to International convention such as Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, including Trade in Counterfeit Goods/TRIPs, all the provisions inside those convention do not give clear and comprehensive definition on protection of different category of goods. Those conventions give freedom to each member states to determine and govern the degree of famous in their territory. Therefore the determination on the degree of famous eventually will be given to the judges. Basically, the protection on foreign trademark can also apply the good faith principle to the applicant who register their trademark untruthfully because they attach, imitate or copy the famous of a particular trademark causing loss on other sides or unhealthy competitions, tricked or deceived consumers. However, the burden of proof of bad faith is a very difficult task since it has to relate with the proofing of similarity in the principle or as a whole. Subsequently, the proofing of the bad faith has to be initiated first with the proofing of the state of famous of the particular trademark. Finally, all sides only hope that the Government Regulatory (Peraturan Pemerintah) that is mandated by UU can be finalized and validated so the disputes relating to the attachment of foreign trademark can be settled or can be preventedas possible."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S24745
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Saputra
"Pengaturan mengenai merek di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Persamaan merek dengen merek terkenal adalah salah satu dasar untuk membatalkan pendaftaran suatu merek. Dalam sengketa merek yang memiliki persamaan dengan merek terkenal, seringkali dianggap terdapat iktikad tidak baik. Tulisan ini menganalisis apakah persamaan dengan merek terkenal untuk barang tidak sejenis langsung membuktikan iktikad tidak baik berdasarkan putusan pengadilan. Tulisan ini mengkaji asas-asas hukum dengan menggunakan metode yuridis normatif mengenai perlindungan merek terkenal di Indonesia. Metode ini digunakan dalam menganalisis perkara-perkara perlindungan merek terkenal yang sudah dituangkan dalam putusan pengadilan. Putusan pengadilan yang digunakan dalam kasus ini adalah sengketa merek Starbucks, Puma, Versus, Giordano, dan Maple Leaf. Kesimpulan yang diperoleh dari skripsi ini adalah bahwa pemilik merek yang mereknya memiliki persamaan dengan merek terkenal selalu dinyatakan memiliki iktikad tidak baik dengan dikaitkannya keterkenalan merek dan persamaan pada pokoknya.

Regulations regarding trademark in Indonesia are regulated in Law Number 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications. Similarity of a mark to a well-known mark is one of the grounds for canceling the registration of a mark. In disputes over trademark that are similar to well-known trademark, it is often assumed that there is bad faith. This paper analyzes whether similarities with well-known brands for dissimilar goods directly prove bad faith based on court decisions. This article examines legal principles using normative juridical methods regarding the protection of well-known brands in Indonesia. This method is used in analyzing well-known brand protection cases that have been outlined in court decisions. The court decisions used in this case are the Starbucks, Puma, Versus, Giordano and Maple Leaf trademark disputes. The conclusion obtained from this thesis is that trademark owners whose tradenarks have similarities with well-known trademark are always declared to have bad faith by linking trademark fame and similarities in essence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Ristanti
"Merek dalam Undang-undang Nomor 15 Talun 2001 tentang Merek Jiartikan sebagai tanda berapa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, sman wania, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa Bergabungnya Indonesia dengan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) memberikan implikasi perubahan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia. Salah satu umplikasinya adalah enevanan ketentuan Pasal 16 ayat (3) TRIPs yang menerapkan ketentuan Pasa 6 bis Konvensi Paris secara miniatix mitandis dan diartikan sebagai perluasan perfindungan hukum atas merek terkenal untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis Oleh karenanya, Upava "pendomplengan" atau "pemboncenges" keteran suatu metek terkenal sebenarnya sudah lama terjadi di Indonesia. Banyak perusahaan lokal yang dianggap telah "membajak", "men'nı" atau "inenjiplak merek-merek asing yang sudah terkenal dan kernı dian mendaftarkannya di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual baik untik barang yang sejenis maupun barang tidak sejenis puh sebelum berlakunya Undang-undang Merek 2001 yang memuar kosep perlindungan lukum atas merek terkenal untuk barang daavatau jasa yang sejenis dan tidak sejenis, praktek peradilan di Indonesia sudah banyak sremutus perkara-perkara sengketa merek terkenal berkaitan dengan barang yang tidak sejenis di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan oleh pemilik meres terkenal untuk mencegah pihak lain inelakukan peniruan atau penjiplakan merek tersebur adalah dengan melakukan gugatan pembatalan pendaftaran meres di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) juga dapat menolak perpanjangan jangka waktu pendaftaran merek apabila diketahui bahwa merek tersebut memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan barang dan/atau jasa merek terkenal baik untuk barang yang sejenis maupun untuk barang tidak sejenis. Tiga kasus merek terkenal yarru merek BURBERRYS PLAYBOY dan MAPLE LEAF berkaitan dengan dengan gugatan pembatalan pendaftaran merek dan keberatan atas penolakan perpenjangan jangka waktu pendaftaran merek dijadikan sebagai bahan analisis untuk mengeralau lebili lanjut bagaimana praktek peradilan di Indonesia meinberikan perlindungan hukum stas merek merek terkenal untuk barang yang tidak sejun"
Jakarta: Universitas Indonesia, 2004
T36189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Adi Pramono
"Skripsi ini membahas perlindungan hukum bagi pemilik merek lokal yang mereknya memiliki kemiripan dengan merek terkenal asing. Pembahasan dalam skripsi ini didasarkan pada sengketa merek terkenal IKEA melawan merek lokal IKEMA yang telah diputus sampai tingkat Peninjauan Kembali. Dalam sengketa merek ini, terdapat perbedaan jenis barang atau jasa. Sedangkan Peraturan Pemerintah untuk mengatur tentang persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa tidak sejenis belum dibentuk. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ikea adalah merek terkenal. Pemilik merek Ikema mendaftarkan mereknya dengan itikad baik dan Ikema tidak memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek Ikea karena terdapat perbedaan jenis barang atau jasa antara merek tersebut.

This thesis discusses about the legal protection for the owner of a local trademark that the trademark has similarities with well-known mark. The discussion in this thesis is based on dispute between well-known mark IKEA against local trademark IKEMA that has been decided by the court. In this trademark dispute, there are different types of goods or services. While government regulation to regulate likelihood of confusion with dissimilar goods or services has not been established. This research use qualitative descriptive method. The results showed that Ikea is a well-known mark. Ikema owners register that trademark in good faith and Ikema doesn’t have likelihood of confusion with Ikea because there are differences the types of goods or services in that trademark.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57629
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latifah
"ABSTRAK
Kekosongan hukum Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001
tentang Merek merupakan ketentuan yang rentan menimbulkan masalah
sehingga harus segera ditetapkan oleh pemerintah. Muculnya berbagai masalah
merek terkenal jauh sebelum undang-undang ini berlaku juga disebabkan oleh
kekosongan hukum Pasal 6 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1992 tentang Merek
karena Pasal tersebut mengamanatkan lahirnya sebuah Peraturan Pemerintah
yang mengatur tentang perlindungan merek terkenal terhadap barang dan atau
jasa yang tidak sejenis. Akibatnya, pengertian dan kriteria merek terkenal serta
pengertian dan penjelasan lebih lanjut mengenai barang dan jasa tidak sejenis
apakah mencakup barang-barang yang berbeda kelas barang belum dapat
diketahui secara pasti dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Alasannya
karena untuk menentukan keterkenalan suatu merek sangat tergantung pada
penilaian Hakim yang memeriksa sengketa tersebut. Padahal sistem Peradilan di
Indonesia tidak menganut azas precedent dimana Hakim tidak diharuskan untuk
mengikuti putusan-putusan Hakim sebelumnya bahkan untuk sengketa yang
sama atau mirip. Walaupun bangsa Indonesia tunduk kepada instrumen
internasional seperti (The Paris Convention for the Protection of Industrial
Property/Konvensi Paris) dan (Agreement on Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rghts, Including Trade in Counterfeit Goods/TRIPs),
tetapi semua ketentuan yang terdapat didalamnya juga tidak memberikan
pengertian yang jelas dan lengkap mengenai perlindungan terhadap barang yang
tidak sejenis. Ketentuan ini juga memberikan kebebasan kepada setiap negara
anggota untuk menetapkan dan mengatur keterkenalan suatu merek di negaranya
masing-masingg. Oleh sebab itu, penentuan keterkenalan suatu merek pada
akhirnya tetap diserahkan kepada Majelis Hakim maupun Direktorat Jenderal
HKI. Ketentuan Pasal 16 ayat (3) TRIPs yang menerapkan Pasal 6 Bis Konvensi
Paris secara mutatis mutandis dapat diartikan sebagai perluasan perlindungan
hukum Hak Atas Merek Terkenal untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis."
2012
T30679
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gindamora Andiafari
"Kekosongan hukum Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek merupakan ketentuan yang rentan menimbulkan masalah sehingga harus segera ditetapkan oleh pemerintah. Akibatnya, pengertian dan kriteria merek terkenal serta pengertian dan penjelasan lebih lanjut mengenai barang dan jasa tidak diketahui secara pasti dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Alasannya karena untuk menentukan keterkenalan suatu merek sangat tergantung pada penilaian hakim yang memeriksa sengketa tersebut. Walaupun Indonesia tunduk pada instrumen internasional seperti (The Paris Convention for the Protection of Industrial Property/Konvensi Paris) dan (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods/TRIPs), tetapi semua ketentuan yang terdapat didalamnya juga tidak memberikan pengertian yang jelas dan lengkap mengenai perlindungan barang yang tidak sejenis. Ketentuan ini juga memberikan kebebasan kepada setiap negara anggota untuk menetapkan dan mengatur keterkenalan suatu merek di negaranya masing-masing. Oleh sebab itu, penentuan keterkenalan suatu merek pada akhirnya diserahkan kepada Majelis Hakim. Pada dasarnya perlindungan terhadap merek terkenal bisa menerapkan azas itikad tidak baik kepada Pemohon yang mendaftarkan mereknya secara tidak jujur karena membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran suatu merek sehingga merugikan pihak lain atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Pada akhirnya semua pihak hanya berharap agar Peraturan Pemerintah yang sudah diamanatkan oleh undang-undang dapat segera disahkan sehingga sengketa yang berkaitan dengan pemboncengan merek terkenal dapat diselesaikan atau dapat dihindari.

The absence of law on article 6 (2) UU Nomor 15 Tahun 2001 on Trademark is a regulation that potentially will cause problems that has to be fixed by the Goverment. The result is that the definition and criteria of famous trademark along with whether the definition and explanation afterward of the different category of goods and service is not known so it result in uncertainly of law. The reason to determine the degree of famous on trademark relies heavily on jugde?s valuation that handle the dispute. Even though Indonesia had adopted to International convention such as Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods/TRIPs, the all the provisions inside those convention do not give clear and comprehensive definiton on protection of different category of goods. Those conventions give freedom to each member states to determine and govern the degree of famous in their territory. Therefore the determination on the degree of famous eventually will be given to the judges. Basically, the protection on famous trademark can also apply the good faith principle to the applicant who register their trademark untruthfully because they attach, imitate or copy the famous of a particular trademark causing loss on other sides or unhealthly competitions, tricked or deceived consumers. Finally, all sides only hope that Goverment Regulatory that is mandated by Regulations can be finalized and validated, so the disputes relating to the attachment of famous trademark can be settled or can be prevented as possible.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57612
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Elizabeth Marisa
"ABSTRAK
Undang-Undang tentang merek yang berlaku di Indonesia, mulai dari UU No. 19 Tahun 1992 hingga UU No. 15 Tahun 2001, belum ada yang mengatur secara jelas mengenai kriteria merek terkenal yang dapat diberi perlindungan di negara ini. Akibatnya, banyak terjadi kasus tindakan pemboncengan merek atau praktik passing off yaitu dengan mendaftarkan merek atas dasar itikad tidak baik terhadap merek yang sudah terkenal dengan cara mendaftrakan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal. Dalam hal ini Indonesia merupakan negara anggota Paris Convention dimana hal ini mewajibkan agar peraturan di Indonesia turut sejalan dengan konvensi tersebut dimana konvensi tersebut mengakui mengenai keberadaan merek terkenal di suatu negara harus juga dilindungi di setiap negara anggota lainnya. Penelitian ini bertujuan agar Indonesia memberikan perlindungan hukum yang jelas bagi pemilik hak atas merek terutama merek terkenal yang telah mendaftarkan mereknya atas dasar itikad baik.

ABSTRAK
Trademark Law in Indonesia, from Law No. 19 of 1992 until Law No. 15 of 2001, none of them giving the clear criteria regarding the well-known trademark that can be protect in Indonesia. As a result, there are a lot of cases about passing off practice where someone registered their trademark based on bad faith against well-known trademark. In this case, they registered their trademark which has similar in principal or in its entire with well-known mark. In fact, Indonesia is a member of Paris Convention which obligate Indonesia to adapt their Trademark Law with Paris Convention where this convention recognize and admit the existence of well-known trademark in a country should be protected in any other country members. This study aims Indonesia to provide a clear legal protection for the owner of trademark, especially for the well-known trademark, who registered their trademark based on good faith"
2015
S60811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tsu Yoshi
"Pengaturan mengenai merek yang menyatakan bahwa suatu merek yang merupakan keterangan dari barang atau jasa yang dipasarkan pada kenyataannya terjadi penyimpangan-penyimpangan. Merek-merek yang merupakan keterangan dari barang atau jasa tersebut biasa disebut sebagai descriptive mark. Banyak merek yang merupakan keterangan dari barang atau jasa yang dipasarkan tersebut ternyata mendapatkan perlindungan hukum. Banyak dari merek tersebut yang dimenangkan oleh pengadilan apabila ada gugatan-gugatan terhadap merek tersebut. Padahal, dalam Pasal 5 huruf d Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek dinyatakan bahwa merek tersebut tidak dapat didaftarkan. Selain dari pasal tersebut, undangundang yang berlaku di beberapa negara lain juga mengatur mengenai merek yang merupakan keterangan dari barang atau jasa yang dipasarkan tersebut. Misalnya pasal 7 (1) Community Trade Mark Regulation yang berlaku di Amerika Serikat. Hal ini jelas menunjukkan bahwa merek yang merupakan keterangan dari barang atau jasa yang dipasarkan tersebut tidak boleh didaftarkan bukan hanya di Indonesia, namun di beberapa negara lainnya juga terdapat aturan yang sama. Namun merek yang merupakan keterangan dari barang atau jasa yang dipasarkan tersebut pada kenyataannya juga banyak dilindungi di beberapa negara. Dalam skripsi ini, akan dibahas beberapa kasus yang ada mengenai merek yang merupakan keterangan dari barang atau jasa yang dipasarkan. Kasus-kasus tersebut tidak hanya berasal dari Indonesia, namun juga dari beberapa negara lainnya. Dari beberapa kasus yang ada tersebut, akan terlihat beberapa alasan yang menyebabkan dapat dilindunginya merekmerek yang merupakan descriptive mark.

Regulation about trade mark which state that a trade mark which represent brand description of goods or services which marketed in, practical use deviations occurs. Trade marks which represent brand description of goods or services which marketed usually called as descriptive mark. Lots of trade mark which represent brand description of goods or services which marketed are being protected by the law. Lots of them won on the appeal of the on the court. Whereas, on Article 5 d of Indonesian's Regulation No. 15/2001 about Trade Mark, stated that trade mark which represent brand description of goods or services which marketed cannot be registered. Besides that article, regulation applied in any other country also regulated trade mark which represent brand description of goods or services which marketed. In example Article 7 (1) Community Trade Mark Regulation which valid in United States of America. These things shows that trade mark which represent brand description of goods or services which marketed cannot be registered not only in Indonesia, but also in any other country rules about same regulation. Lots of trade Mark which represent brand description of goods or services which marketed also protected in any other country. In this essay, some of the case which represent brand description of goods or services which marketed will be discussed. That cases not only comes from Indonesia, but also from another country. From that cases, we can see some reasons that makes descriptive mark can be protected."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S24895
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mekhdi Ibrahim Johan
"For well-known trademark regulation in Indonesia there is a gap in the legal framework, due to a poor legal system. Indonesia is attractive to some foreign companies in expanding their market, not only because it is a developing country, but also because of its geographical area and fast growing population which are beneficially appealing to foreign companies. Nevertheless, there are still problems regarding well-known trademark in Indonesia, whether it is an infringement, bad faith, or illegal logo replicas. Famous brands have often found themselves struggling with local companies in Indonesia to defend their well-known trademark. Even though the trademark policy has somewhat improved, the case of infringing and bad faith still exists. Therefore, by following the example of the European Union, Indonesia can improve its legal system."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S54149
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1995
S22999
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>