Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6674 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Survey of entomology and malariometric was conducted in a newly developed area in Muara Siberut subdistrict
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Di Indonesia, malaria Plasmodium vivax resisten klorokuin mengkhawatirkan. Beberapa negara lain juga sudah melaporkan kasus P.vivax resisten klorokuin. Oleh sebab itu, dibutuhkan obat antimalaria alternatif. Ini merupakan penelitian prospektif dan uji perbandingan efikasi terapeutik klorokuin 25 mg basa/kg bb untuk 3 hari (CQ3, n=75), CQ3 plus sulfadoksin-pirimetamin (SP1) berdasarkan dosis pirimetamin 1,25 mg/kg bb dosis tunggal (CQ3+SP1, n=84) dan amodiakuin 25 mg basa/kg bb 3 hari (AQ3, n=83) pada penderita anak dan dewasa dengan malaria vivaks simptomatik. Dalam penelitian ini digunakan sistem penilaian WHO yang terbaru. PCR untuk genotyping juga dilakukan untuk memastikan kesembuhan radikal. Efikasi terapeutik dari CQ3, CQ3+SP1 dan AQ3 pada hari ke 14 sangat tinggi (94.4%, 97.4% dan 98.8%), dan menurun pada hari ke 28 (81.7%, 87.2% dan 96.2% dengan analisis per protokol; setelah di PCR: 78.9%. 82.0% dan 92.5%; dan 74.7%, 78.0% and 90.2% dengan analisis intention to treat). Hampir semua kasus ACPR (>96%) menunjukkan perbaikan nilai hematologi. Pembawa gametosit masih diketemukan pada hari ke 7 (2.9%, 1.3% dan 1.2%), hari ke 14 (4.3%, 1.3% dan 1.2%) dan hari ke 28 (6.6%, 4.2% dan 0%) di kelompok CQ3, CQ3+SP1 dan AQ3. Dari ke 3 regimen ini, AQ3 menunjukkan efikasi teraputik yang lebih baik dibandingkan dengan CQ3 dan kombinasi CQ3+SP1 pada hari ke 28. Pemberian primakuin pada awal pengobatan atau pengobatan radikal pada malaria vivaks dapat memperbaiki angka kesembuhan.

Abstract
Plasmodium vivax malaria resistant to chloroquine is alarming in Indonesia and has been also reported in other countries. An alternative drug is needed. The study was a prospective evaluation and a comparative study of the therapeutic efficacy of chloroquine 25 mg base/kg bw for 3 days(CQ3, n=75), CQ3 plus sulfadoxine-pyrimethamine based on pyrimethamine dosage of 1.25 mg/kg bw single dose (SP1) [CQ3+SP1, n=84] and amodiaquine 25 mg base/kg bw for 3 days (AQ3, n=83) in symptomatic vivax malaria patients in children and adults. The new version of 2001 WHO test system was used in this study. PCR for genotyping was also done to validate and confirm the treatment outcomes. The therapeutic efficacy of CQ3, CQ3+SP1 and AQ3 on day 14 were very high (94.4%, 97.4% and 98.8%), and dropped on day 28 (81.7%, 87.2% and 96.2% by evaluable analysis; 78.9%. 82.0% and 92.5% after confirmation with PCR; and 74.7%, 78.0% and 90.2% by intention to treat analysis). Most of the ACPR cases (>96%) showed hematological recovery. Gametocyte carriages were documented on day 7 (2.9%, 1.3% and 1.2%), day 14 (4.3%, 1.3% and 1.2%) and day 28 (6.6%, 4.2% and none) in CQ3, CQ3+SP1 and AQ3 groups. Of these 3 regimens, AQ3 showed a better therapeutic efficacy than CQ3 and combined CQ3+SP1 by day 28. Introducing primaquine at the beginning of treatment day or giving a radical treatment in vivax malaria may improve the cure rate."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Departemen Kesehatan], 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Malaria merupakan masalah utama di Propinsi Papua,Meluasnya penyebaran parasit malaria dan penanganan program malaria yang tidak teratur serta diikuti adanya krisis ekonomi dan perselisihan di masyarakat Papua pada akhir tahun 1990 an telah mengakibatkan situasi malaria di daerah Papua semakin terpuruk."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Armyn Nurdin
"Epidemiologi malaria di desa Salubarana dan Kadaila, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia telah diteliti selama bulan Juli sampai December 2002 untuk mendapatkan data dasar yang berkaitan dengan faktor parasit, vektor, inang, dan lingkungan. Survei malariometrik bulanan selama kurun waktu 6 bulan menemukan suatu prevalensi malaria yang relatif tinggi di Kadaila dibandingkan dengan Salubarana. Kadaila terutama dihuni oleh transmigran dari Jawa, Bali, Lombok dan dari kabupaten lain di Sulawesi Selatan, sedangkan Salubarana dihuni oleh penduduk asli suku Mandar. Pada analisis 1.113 apusan darah yang diperoleh dari individu-individu yang dilibatkan secara acak pada survei ini ditemukan 59 positif malaria, terdiri dari Plasmodium falciparum dan P. vivax. Kedua spesies tersebut mendominasi apusan darah yang diperiksa dan kadang-kadang ditemukan sebagai infeksi campuran. Anopheles barbirostris dikonfirmasi sebagai vektor malaria pada kedua desa, sedangkan 7 spesies lainnya An. barbumbrosus, An. parangensis, An. vagus, An. crawfordi, An. pseudobarbirostris, An. tessellatus dan An. subpictus harus pula dipertimbangkan sebagai vektor. Di kedua desa, An. barbirostris mendominasi dan pada umumnya vektor ini menggunakan genangan air di sungai dan tanah sebagai tempat perindukan serta memiliki kebiasaan istirahat di dalam dan di luar rumah. Temuan-temuan ini dapat digunakan untuk penyusunan suatu program penanggulangan malaria yang berbasis bukti di daerah tersebut. (Med J Indones 2003; 12: 252-8)

Malaria epidemiology in Salubarana and Kadaila villages, Mamuju District, South Sulawesi Province, Indonesia was studied from July-December 2002 to obtain baseline data related to the parasite, mosquito vector, human host, and environmental factors. Monthly malariometric surveys conducted during the six- month period revealed a relatively high prevalence of malaria in Kadaila in comparison to Salubarana. Kadaila was mainly inhabited by migrants from Java, Bali, Lombok, and from other districts of South Sulawesi. Salubarana, on the other hand, was inhabited mainly by indigenous Mandarese. Analysis of 1,113 blood smears taken from individuals randomly involved in the survey revealed 59 positive samples, consisting of Plasmodium falciparum or P. vivax. These two species predominated the samples examined and were occasionally found as mixed infection. Anopheles barbirostris was confirmed as a vector for malaria in this area whereas 7 other species An. barbumbrosus, An. parangensis, An. vagus, An. crawfordi, An. pseudobarbirostris, An. Tessellatus, and An. subpictus should be considered as potential vectors. The first mentioned species predominated, using mainly riverbeds and ground pools as breeding places with a habit of indoor or outdoor resting. These findings could be useful for establishing evidence-based malaria control program in the area. (Med J Indones 2003; 12: 252-8)"
2003
MJIN-12-4-OctDec2003-252
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ringgo, Fernando Mickael S.
"Saat ini malaria masih menjadi sebuah permasalahan kesehatan utama di Indonesia, terutama di Kecamatan Bayah, Provinsi Banten. Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat Bayah tentang pencegahan malaria. Pada penelitian ini digunakan metode cross-sectional dan dilakukan survei. Data diambil dengan cara mewawancarai responden menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai pencegahan malaria yang dilakukan pada tanggal 16-18 Oktober 2009. Dari wawancara tersebut hasil menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai pencegahan malaria 4 orang (3,8%), 15 orang dengan tingkat pengetahuan cukup (14,2%), dan 87 orang memiliki tingkat pengetahuan kurang (82%). Karakteristik mayoritas dari responden rata-rata berusia 18-34 tahun yaitu sebanyak 80 orang (75,5%), dengan jumlah perempuan sebanyak 88 orang (83%), berpendidikan rendah sebanyak 96 orang (90,6%), tidak bekerja sebanyak 66 orang (62,3%), dan responden yang memperoleh informasi mengenai malaria dari 1 sumber sebanyak 84 orang (79,2%). Hasil analisis dari penelitian menyebutkan tidak terdapat perbedaan bermakna (p > 0,05) antara tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pencegahan malaria dengan karakteristik responden (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan sumber informasi). Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan mengenai pencegahan malaria masyarakat Bayah tergolong kurang dan tidak memiliki hubungan dengan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah sumber informasi, dan sumber informasi yang paling berkesan.

At this time malaria is still becoming a problem of the main health in Indonesia, especially in the Bayah Subdistrict, Banten Province. The aim of this research is knowing the level of the Bayah people’s knowledge about malaria prevention. In this research, the method is cross-sectional and was carried out by the survey. The data was taken by interviewing the respondent used the questionnaire that contained the question concerning the prevention of malaria that was carried out on October 16-18 2009. From this interview results showed that the respondent who had the level of good knowledge concerning malaria prevention is 4 people (3.8%), 15 people with the level of knowledge were enough (14.2%), and 87 people had the level of bad knowledge (82%). The characteristics of the majority of the respondent in general were 18-34 years old that is as many as 80 people (75.5%), with the number of women totalling 88 people (83%), educated low totalling 96 people (90.6%), did not work totalling 66 people (62.3%), and the respondent who received information concerning malaria from 1 source totalling 84 people (79.2%). Results of the analysis of the research mentioned was not gotten by the significant difference (p > 0.05) between the level of the people's knowledge concerning the prevention of malaria characteristically the respondent (the age, gender, the level of education, the work, and the source of information). Could be concluded that the level of knowledge concerning of the Bayah people’s malaria prevention classed as bad and did not have relations with the age, gender, the level of education, the work, the number of sources of information, and the source that impressed most."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuhartini
"Malaria harus dideteksi melalui pemeriksaan sampel darah perifer. Implementasi kebijakan pemerintah untuk malaria adalah penegakan diagnosa malaria. Tujuan. Mengevaluasi implementasi serta mengetahui faktor penghambat kebijakan penegakan diagnosa malaria di Provinsi NTB tahun 2011. Permasalahan implementasi kebijakan penegakan diagnose malaria di Provinsi NTB adalah belum disusunnya Peraturan daerah Provinsi NTB sebagai tindaklanjut Kepmenkes RI Nomor 293 Tahun 2009. Faktor penghambat implementasi kebijakan penegakan diagnosa malaria yaitu sumberdaya; karakteristik agen pelaksana; disposisi; komunikasi antar organisasi; lingkungan. Sehingga perlunya peningkatan komunikasi antar Kemenkes dan Pemerintah daerah Provinsi NTB serta komitmen pelaksana dan pemangku kebijakan untuk implementasi kebijakan penegakan diagnosa malaria.

Malaria, health problem must detects by examination of peripheral blood samples, by implementing policy of establishing malaria diagnose. Aims. Evaluating policy implementation and exploring resistors of establishing malaria diagnose in NTB Province. Problem of policy implementation for establishing malaria diagnose in NTB Province is lack of regulator as determinant of Kepmenkes Nomor 293 Year 2009. Resistors are resources; characteristics; disposition; communication among organizations; environment. It needs communication and commitment among Ministry of Health and NTB government to improve implementation policy of establishing malaria diagnose.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eliyati
"ABSTRAK
Latar Belakang: Provinsi Bengkulu menempati peringkat ke delapan kasus Malaria tertinggi di Indonesia. Dalam empat tahun terakhir (2008-2011) angka kasus Malaria di provinsi Bengkulu terus mengalami peningkatan. Tujuan penelitian untuk mengetahui peran manajemen puskesmas untuk penanggulangan kasus Malaria Metode: Penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Jumlah populasi 174 Puskesmas menggunakan data Rifaskes 2011.
Hasil: Pelatihan sumber daya manusia yaitu pelatihan mikroskopik berhubungan dengan kasus Malaria (p value= 0,032), ketersediaan sarana yaitu ketersediaan obat ACT berhubungan dengan kasus Malaria (p value= 0,026), jumlah penderita yang diobati berhubungan dengan kasus Malaria (p value= 0,001).
Kesimpulan: dari studi ini ditemukan bahwa rendahnya kinerja manajemen puskesmas dalam penanggulangan kasus Malaria disebabkan tenaga pelaksana malaria dan tenaga mikroskopik banyak yang tidak terlatih; ketersediaan obat ACT rendah dan tidak merata; jumlah penderita malaria yang diobati dibawah target.

ABSTRACT
Background: Bengkulu Province is ranked as the highest eighth Malaria cases in Indonesia. In the last four years (2008-2011) the number of Malaria cases in Bengkulu province were continued to increase. The purpose of this study is to determine the role of management of Puskesmas for the Malaria case prevention.
Methods: Quantitative research with cross sectional design. Total population are 174 primary health care centers using Rifaskes data in 2011.
Results: Human resource training such as microscopic training is correlated with Malaria cases (p value = 0.032), facility availability such as the availability of ACT's drug are correlated with malaria cases (p value = 0.026), number of Malaria patients treated are correlated with Malaria cases (p value = 0.001 ).
Conclusion: From this study, it is found that the low performance of health center management in the prevention of Malaria cases are caused by many of Malaria executive employes and the microscopic staff of Malaria are not trained ; availibility of ACT drug is low and uneven, number of Malaria patients who treated are under target."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T38656
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurasni
"Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten yang endemis tinggi di Provinsi Lampung. Puskesmas Hanura merupakan wilayah dengan endemisitas yang tinggi dimana API 43,9?. Tujuan penelitian Mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di desa Lempasing puskesmas Hanura. Desain penelitian cross sectional dengan data primer, jumlah sampel 211, dilakukan uji chi-square. Data tentang sosio-demografi, pengetahuan, sikap, perilaku, dan lingkungan dikumpulkan dengan wawancara dan observasi melalui pengisian kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan bermakna dengan kejadian malaria adalah pendidikan (OR=2,135; 95%CI: 1,168-3,902), dan penggunaan kelambu (OR=1,594: 95%CI: 1,067-2,383). Disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dan penggunaan kelambu dengan kejadian malaria.

Malaria one of communicable disease still remains public health problem in Indonesia even in the world. Pesawaran District is one high malaria endemic district in Lampung Province. Hanura Health Centre is a high malaria endemic area which its API 43,9?. This study aims to analyze Factors associated with the occurence of malaria in Hanura Health Centre. The design study is cross sectional study, using primary data, the overall samples are 211, chi-square test was done. Data of Socio-demografy, knowledge, attitude, and behavior collected through interview and observation using questionaires. The results showed that two were three variables significantly associated with malaria incidence; education (OR=2,135; 95%CI: 1,168-3,902), and using of bednets (OR=1,594: 95%CI: 1,067-2,383). Concluded that significantly assosiated between education and using bednets."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S59010
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Malaria sering menimbulkan kejadian luar biasa di Indonesia. Kecamatan Bayah memiliki angka malaria tertinggi di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insidens malaria di Kecamatan Bayah pada tahun 2006-2009 dan hubungannya dengan ketersediaan unit pelayanan kesehatan. Data didapat dari hasil pencatatan Puskesmas Bayah. Variabel yang diteliti adalah active case detection (ACD), passive case detection (PCD), dan annual parasite incidence (API), serta ketersediaan unit pelaksana teknis (UPT) penunjang di Kecamatan Bayah. Hasil penelitian menunjukkan ACD di Kecamatan Bayah pada tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009 sebesar 2814, 1455, 887, dan 1630. PCD sebesar 1169, 670, 523, dan 875. API sebesar 10,5?, 5,1?, 3,1?, dan 5,3?. Enam dari sembilan desa di Kecamatan Bayah memiliki UPT penunjang. ACD, PCD, dan API di Kecamatan Bayah menurun pada tahun 2006 hingga 2008, namun meningkat pada tahun 2009. Selain itu, insidens malaria berdasarkan ACD, PCD, dan API tidak berhubungan dengan ketersediaan UPT penunjang (uji t tidak berpasangan, p>0,05).

Abstract
Malaria often makes outbreaks in Indonesia. Bayah district has the highest malaria prevalence in Lebak Town, Banten Province. This research aims to study malaria incidence in Bayah district during 2006-2009 and its association with health care units. The data is obtained from Puskesmas Bayah medical records. The variables measured are active case detection (ACD), passive case detection (PCD), annual parasite incidence (API), and the availability of sub-health care units in Bayah district. The results show that ACD in Bayah district during 2006, 2007, 2008, and 2009 were 2814, 1455, 887, and 1630 respectively. PCD were 1169, 670, 523, and 875 respectively. API were 10,.5?, 5.1?, 3.1?, and 5,.3? respectively. Six of nine villages in Bayah district have sub-health care units. The numbers decreased during 2006-2008, but increased in 2009. Besides, ACD, PCD, and API have no association with sub-health care units (independent t-test, p>0.05)."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2013
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ayleen Alicia Kosasih
"ABSTRAK
Pemeriksaan mikroskopik rutin digunakan dalam program malaria. Namun keterbatasan pemeriksaan tersebut menyebabkan kurangnya informasi yang diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data molekular parasit malaria yang berkaitan dengan upaya eliminasi. Subjek penelitian adalah 585 anak sekolah dasar peserta kohort selama enam bulan di Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung. Pemeriksaan mikroskopik dilakukan pada sediaan darah malaria semua peserta kohort. Pada 301 blot darah dilakukan deteksi real time PCR dengan 18S rRNA. Pada sebelas blot darah yang diperoleh dari subjek yang positif P falciparum secara mikroskopik dilakukan studi genotyping dengan MSP-1 dan MSP-2. Deteksi real time PCR menunjukkan sensitivitas empat kali lebih tinggi daripada pemeriksaan mikroskopik ( PCR: 1,3% vs. mikroskopik: 0,3%, OR:4 IK 95%: 0,396-196,990, p=0,18, tes McNemar). Genotyping dengan MSP-1 dan MSP-2 masing-masing mendapatkan lima dan tiga jenis alel berbeda. Berdasarkan MSP-1 didapatkan pengandung infeksi multiklonal sebesar 66,7% dengan rerata jumlah alel 2,1 per individu, sedangkan dengan MSP-2 hanya ditemukan infeksi monoklonal. Analisis sekuens menunjukkan kekerabatan dengan isolat dari Thailand dan Papua Nugini. PCR penting dilakukan dalam eliminasi malaria karena dapat mendeteksi infeksi sub-mikroskopik dan menentukan diversitas genetik parasit.

ABSTRACT
Microscopic examination has been being used in malaria program on regular basis. However, its limitations prevent it from obtaining information needed sufficiently. This study aims to obtain molecular data on malaria parasites in relation with elimination effort. Study subjects are 585 school children enrolled in the cohort study conducted for six month in Kabupaten Pesawaran, Lampung province. Microscopic examination has been performed to all cohort participants. Total of 301 blood spots underwent real time PCR detection using 18S rRNA. Genotyping study using MSP-1 and MSP-2 was performed to 11 blood spots taken from subjects positive for P falciparum by microscopy. Real time PCR detected malaria four times higher than microscopy (PCR: 1.3% vs. microscopy: 0.3%, OR:4, 95% CI: 0.396-196.990, p=0,18, McNemar test). Genotyping with MSP-1 and MSP-2 identified five and three distinct allele, respectively. A proportion of 66.7% was found to have multiclonal infection with average allele number of 2.1 based on MSP-1. To the contrary, MSP-2 found no infection containing more than one allele. Sequence analysis found relatedness between Lampung isolates with those from Thailand and Papua New Guinea. PCR is an important tool in malaria elimination as it can detect submicroscopic infection and determine genetic diversity of the parasites."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>