Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 50004 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tomasowa, Judith Marilyn
"Tesis ini secara khusus mengulas jaminan kualitas, sertifikasi dan penerapan spesifikasi teknis dalam perdagangan internasional, terutama di pasar Eropa. Kini jaminan kualitas dan sertifikasinya merupakan faktor kunci strategi pemasaran telah menjadi topik hangat di permbicaraan WTO. Hal ini disebabkan karena jaminan kualitas dan sertifikasinya dapat digunakan untuk menghambat perdagangan babas. Dimana kemudian hari, jika terjadi proteksi, maka proteksi tersebut akan mengancam daya saing pasar domestik negara yang bersangkutan di persaingan global.
Uni Eropa dalam rangkaian pilar kesatu dan kedua, Community and CFSP, berusaha untuk mengamankan kepentingan domestiknya, dengan meciptakan Neighboring Countries Policies, serta Growth and Stability Pact guna memicu pertumbuhan ekonomi yang stabil di kawasan sekitar Eropa. Uni Eropa, sekarang telah menjadi salah satu keltuatan ekonomi terbesar setelah Amerika Serikat dan Jepang. Uni Eropa lebih banyak terfokus pada negara-negara Afrika, ketimbang negara-negara Asia dan Pasifik area. Berbeda dengan Amerika Serikat dan Jepang yang bergerak aktif di region tersebut. Oleh karena itu, Uni Eropa saat ini sedang berada pada ancarnan potensial menjadi "outsider" di wilayah Asia dan Pasifik. Saat ini, Uni Eropa telah memberikan fasilitas perdagangan tidak hanya ke negara-negara Afrika, namun juga ke negara-negara Asia dan Pasifik. Hal ini dilakukan untuk merangkul lebih dekat negara-negara Asia dan Pasifik, termasuk salah satunya Indonesia.
Uni Eropa dan negara-negara ASEAN, dan asia lainnya mernbentuk sebuah forum ASEM yang bertujuan menjebatani perbedaan keduabelah pihak baik secara ekonomi, budaya, hukum, dsb, guna mencapai kesepakatan bersama dalam terapan bisnis, hukum dan kerja sama lainnya di bidang lain. Hal ini tidak terlepas dari rangkaian kesepakatan dan diskusi WTO dan PBB.
Oleh sebab itu, tesis ini berfokus pada bagaimana menggunakan fasilitas perdagangan yang diberikan Uni Eropa secara maksimal untuk menembus pasar Eropa daengan menggunakan celah sertifikasi dan standard kualitas export ke Eropa dalam sektor komponen automotive. Demikian tidak hanya perusahaan yang berasal dari Indonesia saja, namun perusahaan yang berasal dari Amerika Selatan, Eropa Timur dan negara Asia lainnya pun berlomba-lomba menggunakan celah tersebut untuk menembuh pasar Eropa_ Tak cuman itu, tesis ini juga memberikan dual paradigma celah kualitas tersebut yang merupakan celah yang dapat berguna bagi produsen dan pemerintah Indonesia, namun juga dapat menjadi bumerang bom waktu yang jika kita menjadi lengah, kita akan tertinggal jauh dibandingkan pesaing-pesaing Indonesia yang saat ini sedang menggalakkan standardisasi, sertifikasi dan pemasaran dalam berbagai negosiasi perdagangan akses pasar secara internasional.
Dan untuk memberikan pembelajaran lebih jelas, penulis mengangkat studi kasus dari PT Selamat Sampurna, tbk, yang merupakan perusahaan komponen automotive Indonesia yang telah aktif mengekspor ke pasar Eropa.Dan telah berhasil menembus pasar produk automotive Jerman, yang merupakan pasar automotive terbesar di Uni Eropa. Serta juga mengangkat daya export negara-negara pesaing Indonesia dalam mengekspor ke pasar Eroppa, khususnya dari Eropa Timur yang baru saja bergabung dengan Uni Eropa."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T 20795
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitzpatrick, Peter B.
New York: AMA Membership Publications Division, American Management Association, 1985
658.848 FIT e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hermojo Phaptosoegondho
"Ringkasan Eksekutif
PT. Iglas (Persero) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara dibawah pembinaan Departemen Perindustrian sebagai departemen teknis dan dikelompokkan kedalam jajaran Direktorat Jendral Aneka Industri, sejak akhir tahun 1986 telah merintis usaha-usaha memasarkan produkiiya kepasaran ekspor. Usaha-usaha tersebut ditunjang oleh kebijaksaan devaluasi nilai mata-uang Rupiah oleh Pemerrntah pada bulan September 1986 yang berdampak positif atas harga harga komoditi ekspor non-migas Indonesia, Oleh karena harga-harga produk manufakturing untuk tujuan ekspor makin kompetitif dipasaran internasional, sejak tahun 1987 ekspor produk P.T. Iglas telah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan jumlah negara tujuan ekspor yang makin berkembang pula.
Dipandang dari segi finansial Perusahaan, peningkaan penerimaan devisa dan ekspor telah membantu memperkuat posisi likuiditas perusahaan. Posisi keuangan yang makin membaik selain diakibatkan oleh bertambahnya nilai penju alan, juga disebabkan oleh tingkat perolehan laba bersih. Hal ini juga disebabkan makin membaiknya penagihan piutang (?collection of debt?) keberhasilan ma najemen didalam menekan persediaan bahan-baku, suku-cadang, alat-alat pabrik dan persediaan barang-jadi, sehingga sejak tahun 1987 sampai pada laporan Kantor Akuntan Negara terakhir pada tahun 1990 Kinerja Tahunan P.T. Iglas telah memperoleh penilaian dan Departemen Keuangan yaitu penilaian tingkat kesehatan keuangan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/KMK.OO/1989 tanggal 28 Juni 1989, dan termasuk dalam kategori sebagai perusahaan yang "Sehat Sekali".
Perolehan devisa Perusahaan sebagai hasil ekspor produknya, telah berhasil ditingkatkan lebih dan 30 kali selama jangka waktu 4 tahun, yaitu pada tahun 1986 diperoleh valuta asing sebesar USD 201,810.00 dan pada tahun 1990 mencapai nilai USD 6,128,840.00. Didalam tonase dan 948 ton menjadi 16,359 ton at.au meningkat sthesar lebih dari 17 kali.
Liputan negara-negara tujuan ekspor (yang merupakan pasar ekspor produk-produk P.T. ¡glas) semula hanya pada 2 negara di Timur Tengah melalui pedagang perantara dari Singapura. Namun pada tahun 1990 telah berhasil diliput lebih dari 20 negara tujuan mulai dari Fiji kepulauan Pacific, Asia Timur, Asean, Asia Barat, Afrika Timur dan Timur Tengah. Dengan langganan setempat pada umumnya telah diadakan hubungan dan negosiasi secara langsung tanpa melalui perantara kecuali untuk negara-negara Reunion, Mauritius, Madagaskar, Saudi Arabia, Oman, Bahrain, Abu Dhabi dan Kuwait.
Masalah yang akan dibahas dalam karya akhir ini adalah aspek pengem bangan usaha-usaha ekspor dan pemanfaatan atau penggunaan antara dana yang diperoleh dan kegiatan ekspor, dengan kewajiban pembiayaan kegiatan opera sional perusahaan berupa penyediaan dana untuk impor atas bahan-baku (soda ash), bahan penolong (chemicals), suku-cadang, dan cetakan (moulds).
Selama kurun waktu perolehan devisa sejak tahun 1986 - 1991 pemanfaa tannya adalah dengan cara menyeimbangkan atau menyesuaikan antara pendapa tan dan hasil ekspor dengan kewajiban membuka ataupun melunasi "Letter of Credit" atas impor dan bahan-bahan yang disebutkan diatas. Dengan kata lain Biro Keuangan (Treasury) dari waktu ke waktu selalu melakukan "matching" antara pendapatan dan kewajiban dari valuta asing Dalam hal diperoleh kelebihan dana, maka valuta asing yang tersisa dicairkan kedalam mata uang Rupiah untuk pembiayaan operasional perusahaan atau untuk disimpan didalam bentuk deposito berjangka.
Mengingat prospek ekspor produk perusahan dalam jangka waktu 5 - 10 tahun mendatang memberikan gambaran yang cerah, maka dapat diperkirakan bahwa perolehan valuta asing pull akan makin besar, sehingga penulis berpenda pat, bahwa cara atau metode pembelanjaan dan valuta asing yang diperoleh perlu dan dapat ditingkatkan sehingga memberikan manfaat dan keuntungan bagi peru sahaan. Untuk itu maka Perusahaan memerlukan 3 kebijakan pengelolaan valuta asing, yaitu:
1. Memberikan perlindungan/pengamanan terhadap gejolak fluktuasi nilai-tukar
2. Memanfaatkan tingkat bunga simpanan pada bank-bank didalam negeri.
3. Menekan suatu kombinasi yang optimal antara perolehan ekspor dan kewaji ban impor dengan melaksanakan ?foreign exchange hedging?.
Ketiga kebijaksanaan tersebut dapat dilaksanakan dengan sangat mudah, mengingat tersedianya berbagai fasilitas perbanican dan fasilitas lembaga-lembaga keuangan non-bank, demikian juga dengan tersedianya seperangkat produk produk perbankan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
T5371
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Sahala Bonar
"Tidak banyak pembahasan mengenai profil perusahaan Indonesia yang secara MANDIRI berusaha untuk mengembangkan perusahaannya dengan konsep dari visi yang jelas tentang industrinya sehingga mencapai taraf keunggulan kompetitif global yang berbasis teknologi. Lebih banyak diungkap mengenai perusahaan-perusahaan yang sebetulnya hanyalah ber-afiliasi kepada perusahaan asing atau sangat bergantung kepada
teknologi luar negeri tanpa tekad yang cukup untuk merebutnya. Penerapan konsep manajemen modern yang pada beberapa sisi menunjukkan model ekonomi kapitalis, seharusnya mengakomodasi faktor-faktor kondisi lokal seperti budaya nasional tingkat
kesejahteraan bangsa Indonesia yang masih rendah, dan belum berkembangnya budaya korporasi.
Oleh karena itu sangat terkejut mendengar berita tentang kontroversi kemenangan sebuah perusahaan Indonesia atas tender pendirian pabrik kertas uang
Terkejut karena mengetahui bahwa produk atau mesin ini adalah produk canggih dengan teknologi eksklusif karena hanya dimiliki oleh beberapa perusahaan negara maju. Proses pembuatan kertas uang mungkin cukup populer akan tetapi kemampuan membuat mesin sendiri dan penyediaan infrastruktur atau fitur sekuriti pada produk merupakan suatu prestasi besar. Seragamnya reaksi keterkejutan dari para pihak yang berwenang dan kontroversi yang mengikutinya tuduhan KKN - menggambarkan sudah sedemikian parahnya ketertiban masyarakat dan pemerintah dalam mengikuti perkembangan perusahaan-perusahaan yang tumbuh dengan kekuatan sendiri.
Dengan mancari informasi mengenai profil Perusahaan ini melalui media massa, Company profile, jurnal industri, dan internet, diadakanlah pengamatan terhadap perusahaan tersebut yaitu PT PGK (Pura Barutama Kudus). Hal-hal yang diamati adalah sejarah bisnis, proses pembelajaran teknologi dan Sejarah inovasi, kemudian pola pengembangan korporasi dari perusahaan ini untuk kemudian di-analisis prospek
internasionalisasi dan unit bisnis yang dimiliki (terutama mesin dan produk sekuriti seperti kertas uang) serta implikasi dari strategi internasional.
Sebagaimana perusahaan-perusahaan dari negara berkembang lainnya, masalah utama yang dihadapi adalah bagaimana cara me-leverage keunggulan teknologi kelas dunia yang mampu dimiliki untuk bisa bersaing dalam pasar global. Dari sejarah munculnya negara-negara industri baru seperti Korea, Taiwan, dan kemudian Cina, proses industrialisasi berlangsung secara bertahap tapi serempak dalam skala nasional.
Sebingga apabila ada perusahaan domestik yang bergerak dalam suatu industri berbasis teknologi melakukan intemasionalisasi, reputasi dan country-of-origin cukup membantu perusahaan tersebut untuk melakukan internasionalisasi
Dari hasil penyelidikan, ditemukan bahwa pasar yang dibentuk oleh para pemain dalam industri kertas uang dan percetakan sekuriti ini bersifat oligopoli (sedikit peserta). Para pelaku sangat berpengalaman dalam bidangnya selama ratusan tahun. Kemampuan
teknologi yang dimiliki dan sejarah hubungan dengan pemerintah negara-negara pelanggan membentuk segmen pasar berdasarkan sejarah kolonisasi. Pengaturan
mengenal moneter internasional, standar industri, dan arah perkembangan teknologi mengenai kertas uang ini yang dikendalikan oleh negara-negara maju., secara langsung melindungi perusahaan-perusahaan tersebut dari upaya-upaya perusahaan Negara berkembang untuk melakukan penyelidikan secara mandiri agar dapat memasok kebutuhan dalam negeri sendiri. Adanya stigmati (Contob: country risk atau high or low trust society) dalam perspektif ekonomi-politik internasional, juga menyulitkan perusahaan dari negara berkembang untuk meflytiflhú muncul dalam persaingan global. OIeh karena ¡tu, salah satu aspek strategi yang akan digunakan dalam menemukan negara tujuan pemasaran adalah dengan melihat kesamaan kondisi ekonomi-politik. Apabila kriteria kaulitas, harga, serta kriteria teknis lain terpenuhi, akan tetapi masih kalah tender, maka salah satu jalan untuk merebut pasar adalab dengan memakal ISU-ISU
non-pasar yang mencitrakan nama Indonesia pada posisi yang menguntungkan seperti solidaritas negara berkembang, solidaritas negara Islam, ataupun solidaritas berdasarkan regionalitas seperti ASEAN. Masih dirasa ada kekurangan dan kajian singkat mengenai prospek internasionalisasi perusahaan ini. Pertama, kurang teridentifikasinya kinerja keuangan
yang dalam ulasan manajemen modern merupakan salah satu kriteria terpenting. Status perusahaan non publik dan sifat industni yang digeluti bahan dan percetakan sekuriti menyulitkan untuk memperoleh gambaran kinerja keuangan dari tahun ke tahun dan media ataupun referensi industri yang tersedia. Kedua, masih kurang digalinya aspek yang menyangkut lingkungan pemerintah tiap negara tujuan pasar sebagai buyer. Perspektif ekonomi-politik negara diasumsikan juga dianut oleh otoritas moneter negara
negara tersebut. Yang ketiga, penelitian lapangan juga seharusnya diperlukan untuk melengkapi wawasan yang diperoleh melalui sumber bacaan yang kadang bersifät promosi dan tidak bisa lepas dad bias dan hiperbolisme seta mengabaikan realitas yang tersembunyi.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gumilang Mohamad Yani
"Seiring dengan semakin meningkatnya persaingan dunia usaha dan semakin kritisnya para pelanggan, maka suatu perusahaan agar dapat bersaing dengan perusahaan lainnya yang sejenis harus bisa memberikan produk, baik berupa barang maupun jasa, yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggannya. Agar dapat memberikan produk yang memenuhi kriteria itu perlu diketahui kebutuhan-kebutuhan pelanggan sehingga kemudian pihak perusahaan dapat menentukan langkah-langkah selanjutnya yang harus ditempuh guna memenuhi harapan pelanggan tersebut.
Fritz sebagai perusahaan forwarder ingin mengetahui sejauh mana keinginan atau kebutuhan pelanggannya, telah terpenuhi dengan produk yang ditawarkannya. Untuk itu dilakukan analisa terhadap keinginan-keinginan pelanggan terhadap perusahaan jasa forwarding dengan menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD). Dari empat fase yang ada, penggunaan metode ini dibatasi pads fase ketiga fase pertama.
Fase pertama dimulai dengan pengumpulan data melalui kuesioner yang disebarkan kepada para pelanggannya melalui uji validitas dan reliabilitas dengan bantuan program komputer seperti Excel dan SPSS. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisa dan diterjemahkan ke dalam matriks QFD level I. Dari matriks ini dapat diketahui antara lain tingkat kepentingan kebutuhan pelanggan, tingkat kepuasannya terhadap layanan yang diberikan baik oleh Fritz maupun oleh kompetitornya hingga karakteristik jasa yang harus dilakukan.
Fase kedua dimulai ketika beberapa dari karakteristik jasa tersebut memerlukan penjabaran lebih lanjut sehingga dapat diketahui mengapa karakteristik itu sedemikian penting untuk dikuasai.
Pada fase ketiga dibahas mengenai hal-hal yang bersifat kritis bagi perusahaan yang apabila tidak tangani secara cermat dapat mengakibatkan kerugian bagi pelanggan dan hilangnya kepercayaan terhadap perusahaan. Pada fase ini juga terdapat solusi pemecahan masalah guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan itu.

As the competition increases even harder and the customers become more critical than ever, a company who wishes to survive should provide products, goods or services, that the customers need. To provide such products, a company must recognize the customers' needs so then it can anticipate the next things to do to meet those requirements.
Fritz as a freight forwarder, should be aware how far the services it provides meet the customers' needs and requirements. For this reason, a QFD method seems to be a good solution. The QFD itself consists of four levels in which only three of them are adopted in this thesis.
The first level begins by collecting the data necessary by means of questionnaires and then test their results' validity as well as their results' reliability by using computer software such as Excel and SPSS. The results obtained have been analyzed and brought to the first OF D's matrix. From this matrix, readers should be aware from the importance level of customer's requirements as well as their competitive evaluation till the technical requirements that have to be done by Fritz.
The second level starts when few of these technical requirements need to be analyzed deeper so that one could realize why such technical things must be thoroughly studied.
The third level lists some critical points to Fritz that sould be taken care of. A wrong handling in this level could lead serious damage of the customers' good which in turn they don't trust the company any more. In this level, there are also some problem solutions that could be used by the company to neglect the negative effects."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T 10271
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Wibisono
"RINGKASAN EKSEKUTIF
Karya akhir ini melakukan studi tentang dampak dari liberalisasi perdagangan tekstil pasca GATT terhadap industri tekstil Indonesia. Tujuan dari karya akhir ini ialah untuk memberikan penjabaran tentang situasi dan kondisi industri tekstil nasional serta masukan bagi Argo Pantes untuk meningkatkan daya saingnya di pasar tekstil global, sebagai kasus studi dalam kaitannya dengan liberalisasi perdagangan tekstil tersebut. Metodologi penulisan berupa analisa deduktif mengenai perdagangan tekstil dan situasi industri tekstil global, nasional dan terakhir studi kasus satu perusahaan dengan konsentrasi topik pada strategi pemasaran ekspor.
Hasil produksi industri tekstil Indonesia tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan sandang domestik, tetapi juga telah menjadi suatu komoditi andalan ekspor non migas. Industri tekstil Indonesia mulai berkembang sejak pemerintah Indonesia memasyarakatkan moto substitusi impor pada tahun 1970an. Sejak itu, industri ini terus berkembang pesat dan ekspornya terus meningkat sehingga pada tahun 1992 pertumbuhan ekspornya lebih dari 40% sejak 1991.
Sejak tahun 1974, perdagangan tekstil antara negara berkembang dan negara maju diatur oleh kesepakatan MFA (Multi Fibre Arrangement) yang membatasi jumlah ekspor ke negara maju melalui kuota TPT. Hal ini tentu saja merugikan negara berkembang termasuk Indonesia.
Setelah 20 tahun perdagangan tejstil dunia diatur oleh MFA, terobosan baru berhasil dicapai pada akhir Putaran Uruguay Desember 1993 di Geneva. Terobosan tersebut merupakan liberalisasi perdagangan tekstil dunia yang akan dicapai setelah masa transisi 10 tahun sejak Januari 1995. Dengan demikian, arus perdagangan tekstil di dunia tidak lagi dibatasi oleh kuota.
Hal ini membawa dampak yang signifikan bagi industri tekstil nasional secara umum serta para masing-masing produsen tekstil secara khusus. Jika selama ini Indonesia mengeluh bahwa jumlah kuota yang terlalu sedikit menghambat ekspor kita, tetapi sekarang dengan akan adanya liberalisasi perdagangan tekstil, belum tentu industri tekstil kita dan semua produsennya siap menghadapi perubahan ini.
Banyak faktor-faktor eksternal industri yang kurang menunjang kompetensi dan daya saing industri tekstil kita dalam menghadapi persaingan global. Antara lain ketidakkonsistenan pemerintah dalam perihal kuota dan pendistribusiannya, biaya transaksi yang tinggi san suku bunga pinjaman bank yang tinggi (16-18%).
Di samping itu, banyak produsen tekstil nasional yang selama ini hanya mengandalkan keunggulan komparatif berupa buruh murah serta sibuk berusaha untuk memperoleh kuota tanpa memperhatikan kualitas produknya. Akibatnya, banyak produk TPT yang dihasilkan oleh mereka kurang tinggi kualitasnya.
Industri tekstil Indonesia secara keseluruhan harus meningkatkan daya saing mereka terutama memberi perhatian pada kulitas produk, sistim dan strategi pemasaran ekspor, dan diferensiasi produk yang "kelasnya" lebih tinggi. Tetapi, tanpa didukung oleh aparat pemerintah dan kebijakannya, industri tekstil sendiri tidak mungkin dapat meningkatkan daya saingnya.
Pemerintah harus menyadari masalah-masalah penghambat ekspor yang diakibatkan oleh pihaknya dan bekerja sama dengan swasta untuk menciptakan forum dialog dua arah agar dapat bahu membahu meningkatkan daya saing ekspor TPT. Pihak swasta sendiri hendaknya mulai melakukan evaluasi perusahaan yang berhubungan dengan peningkatan kapabilitas dan kompetensinya.
Argo Pantes merupakan contoh dari salah satu produsen tekstil nasional yang sadar akan pentingnya memiliki keunggulan kompetitif untuk memenangkan persaiangan jangka panjang. Hal ini tercermin dari komitmen manajemennya untuk mengikuti perkembangan teknologi, serta secara konsisten mempertahankan kualitas produknya.
Walaupun saat ini Perseroan sudah termasuk produsen tekstil terpadu yang mampu bersaing di tingkat dunia, namun tetap harus memodifikasi strategi pemasaran ekspor yang sekarang telah ada untuk mengantisipasi liberalisasi perdagangan tekstil. Hal ini bukan berarti strategi yang dilakukan oleh Perseroan masing kurang baik, tetapi pelru lebih dimantapkan.
Perseroan saat ini memproduksi dua lini produk, kain dan benang, yang maisng-masing terdiri dari dua jenis yaitu, katun dan polyester katun yang ditujukan untuk kelas menengah ke atas. Ekspor dilakukan ke berbagai negara di dunia antara lain Eropa, Jepang, Amerika dan Asia. Selama ini Perseroan sering berpartisipasi dalam pameran tejstil internasional dan mencantumkan namanya di berbagai katalog dan majalah tekstil internasional sebagai upata untuk mempromosikan produknya di luar negeri. Distribusi dilakukan melalui Japan Trading Company, merchansm agesn dan juga ekspor langsung. Harga produk ditentukan oleh harga pasar di masing-masing negara.
Agar Perseroan dapat lebih meningkatkan daya saing maka Perseroan perlu melakukan diferensiasi kualitas dan membagi produk yang dihasilkan menjadi dua macam kualitas. Kualitas A untuk produk eksklusif dan kualitas B untuk produk yang saat ini telah di prosukdi. Perseroan juga perlu mendirikan kantor cabang di beberapa negara sebagai jalur distribusi agar Perseroan dapat memperoleh kontrol yang lebih besar atas pemasaran ekspornya. Promosi perlu lebih ditingkatkan untuk menunjang strategi diferensiasi kualitas. Perluasan pasar ke negara-negara yang belum dilayani selama ini juga akan membawa pasar global untuk lebih mengenal produk Perseroan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
T9817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dahringer, Lee D.
Reading : Addison-Wesley, 1991
658.8 DAH i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tantri Sunaryo
"Dalam rangka mendorong kinerja ekspor, Pemerintah Indonesia secara konsisten terus memberikan stimulus, salah satunya melalui pemberian fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Fasilitas KITE tersebut berupa pemberian pembebasan dan Bea Masuk, PPN, PPnBM serta Pengembalian Bea Masuk. Selama 10 tahun terakhir setidaknya telah terjadi 3 kali perbaikan fasilitas KITE, termasuk relaksasi dan perbaikan prosedur memperoleh fasilitas KITE. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak dari nilai dan perubahan kebijakan KITE terhadap nilai devisa ekspor dengan menggunakan model regresi metode general least square (GLS). Penelitian menguji hubungan nilai ekspor dari 7 sektor industri manufaktur dari tahun 2005 sampai 2019 dengan nilai pembebasan bea, nilai pengembalian bea, variable dummy kebijakan KITE pada tahun 2011, 2013, dan 2018. Hasil penelitian menunjukkan fasilitas KITE berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai devisa ekspor. Nilai pembebasan dan pengembalian bea berkorelasi positif terhadap nilai ekspor. Selain itu, perubahan pemberian fasilitas KITE secara keseluruhan, termasuk relaksasi dan perbaikan prosedur memperoleh fasilitas KITE menunjukkan pengaruh positif yang sangat signifikan terhadap nilai ekspor. Jenis industri yang paling sensitif terhadap kebijakan fasilitas KITE pembebasan adalah industri barang dari plastik dan jenis industri yang paling sensitif dengan perubahan kebijakan di tahun 2013 (relaksasi fasilitas KITE) dan perubahan kebijakan di tahun 2011 (pengetatan fasilitas KITE) adalah industri elektronik dan komponen. Sementara itu dari ketujuh jenis industri yang di teliti tidak ada satupun industri yang sensitif terhadap fasilitas KITE dengan skema pengembalian. Hal ini menunjukkan industri manufaktur dengan orientasi ekspor membutuhkan relaksasi aturan, kemudahan administrasi serta simplifikasi prosedur permohonan fasilitas KITE untuk dapat meningkatkan devisa ekspor.

The Indonesian government has been consistently providing stimulus packages to boost its export performance, e.g. by launching import duty drawback scheme through Ease of Import for Export Orientation (KITE) facility. The KITE facility covers rebates and exemptions on export duties such as import tariffs, value added taxes, and tax on luxury goods. KITE facility has been amended three times in the last decade and includes improvement on application procedures to claim duty exemptions and rebates. This study aims to identify the impact of the KITE facility on export values by using a regression model of general least square (GLS). Data on export values of seven manufacture sectors from 2005 to 2019 are used as a dependent variable along with a number of independent variables i.e. duty rebate values, duty exemption values, dummy variable on the KITE policy changes in 2011, 2013, and 2018. The study shows positive and significant correlation between the KITE facility and export values. Duty rebate and exemption values positively affect export values. In addition, changes in the KITE facility as a whole incentive package, including procedures relaxation and improvement on the KITE application, display a much greater and more significant impact on export values. Plastic goods industry shows the highest elasticity caused by changes in the KITE exemption policy and Electronics and components industry is most sensitive industry to policy changes in 2013 (relaxation of KITE facilities) and the policy changes in 2011 (tightening of KITE facilities). Meanwhile, out of seven studied industries, none of the industries were sensitive to KITE facility return scheme. This shows to increase export value, manufacturing industry with an export orientation needs regulation relaxation, ease of administration and procedure simplification for applying KITE facilities."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilmy Dwiputra
"[Penelitian ini secara umum membahas mengenai tingkat ekspor perusahaan dan pengaruhnya terhadap tingkat pemegangan kas perusahaan. Dengan menggunakan data perusahaan periode 2010?2014 pada perusahaan non-keuangan, khususnya perusahaan manufaktur, yang terdafar di Bursa Efek Indonesia. Data diolah menggunakan analisis regresi OLS dengan metode efek tetap, menggunakan data panel yang merupakan gabungan dari data cross-section dan time-series. Hasil penelitian menemukan bahwa tingkat ekspor perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pemegangan kas perusahaan. Dibantu dengan beberapa variabel kontrol di dalam model, penelitian ini dapat menjelaskan fenomena tingkat pemegangan kas pada perusahaan-perusahaan berorientasi ekspor.

On corporate cash holdings. Using firm data from 2010-2014 on non-financial firms, specifically manufacture firms, that listing on Indonesia Stock Exchange. The data were running using OLS regression analysis with fixed-effect model, using panel data which combination of cross-section and time-series data. The result shows that firm export level affect their level of cash holdings significantly. With the use of control variable in the model, this research may explain the phenomenon of the level of cash holdings in export-oriented companies., on corporate cash holdings. Using firm data from 2010?2014 on non-financial
firms, specifically manufacture firms, that listing on Indonesia Stock Exchange.
The data were running using OLS regression analysis with fixed-effect model,
using panel data which combination of cross-section and time-series data. The
result shows that firm export level affect their level of cash holdings significantly.
With the use of control variable in the model, this research may explain the
phenomenon of the level of cash holdings in export-oriented companies]
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Permata Indwita Setia Putri
"Laporan ini bertujuan untuk menganalisa feasibilitas pergudangan yang global di Cina untuk Way Funky Company Pty Ltd, sebuah perusahaan pembuat baju renang ber-domisili di Melbourne dengan pembeli di Australia, New Zealand dan benua Eropa. Gudang global akan menggantikan rantai suplai dan distribusi yang saat ini dilakukan di dua pergudangan yang berbeda berlokasi di United Kingdom dan New Zealand.

This report examines the feasibility of establishing a global distribution centre (DC) in China for Way Funky Company Pty Ltd, a swimwear firm based in Melbourne with customers in Australia (AU), New Zealand (NZ) and Europe. The global DC will replace Way Funky?s supply chain functions of warehousing and distribution currently performed at two different warehouses located in United Kingdom (UK) and NZ."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>