Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Agustina
"Invasi Amerika Serikat atas Irak mendapat dukungan penuh dari Inggris. Walaupun mendapat banyak kecaman dari kalangan domestik Inggris maupun internasional, tetapi Inggris tetap mempertahankan dukungan tanpa mengindahkan kecaman tersebut. Sehingga yang menjadi pokok permasalahan adalah mengenai alasan Inggris dalam mendukung invasi AS. Penelitian ini bertujuan menemukan data yang signifikan yang dapat menggambarkan dukungan Inggris dalam invasi ke Irak dan untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya hubungan antara AS dan Inggris. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah mengapa Inggris khususnya PM Tony Blair tetap bersikeras mendukung AS dalam invasi AS ke Irak Maret 2003.
Penelitian ini menggunakan teori mengenai analisis kebijakan luar negeri,di mana kebijakan luar negeri Inggris tentang Perang Irak itu dipengaruhi oleh empat variabel yaitu variabel individu, peran, pemerintahan dan sistemik atau eksternal. Metode Penelitian yang digunakan menggunakan metode penelitian eksplanatif, di mana berusaha menjelaskan tentang dukungan Inggris dalam invasi AS ke Irak. Sedangkan format penelitian yang digunakan dalam meneliti dukungan Inggris tersebut menggunakan studi kasus.
Dari berbagai data yang dimunculkan, terdapat beberapa faktor yang mendorong pemerintahan Inggris dibawah Tony Blair dalam mendukung invasi AS ke Irak. Secara domestik, Blair bermaksud mengurangi kritik Partai Konservatif yang selama ini dekat dengan AS, kepentingan Inggris dalam bisnis dan kepentingan mengenai minyak juga merupakan faktor pendorong. Selain itu, Blair juga menjadikan dukungan tersebut sebagai kesempatan untuk tampil lebih aktif dalam kancah politik internasional sehingga memperkuat pengaruh Inggris dalam dunia internasional.
Sedangkan secara faktor eksternal, dukungan Inggris karena dipengaruhi oleh perubahan tata dunia pasca 11 september 2001 dimana terorisme dinyatakan sebagai ancaman global. Doktrin Bush yang bersifat unilateral juga membuat Inggris mengambil kebijakan untuk turut serta dalam invasi. Terakhir, Adanya lobi zionis dalam realisasi perang Irak ikut menjadi faktor yang mendorong Inggris ikut serta dalam invasi AS ke Irak.

The invasion of the United States of America over Iraq has obtain full support from England, even though it gets a lot of objections from domestic circles in England as well as internationally. But England still maintains its support without paying any attention to those objections. Therefore the subject matter is about the reason by England in supporting US invasion. This research is aimed to find out significant data that can picture out the support of England in invasion to Iraq and to find out how in reality the relation between US and England. The question in this research is why England, particularly the Prime Minister Tony Blair still insists on supporting US in its invasion to Iraq on March 2003.
This research uses theory on foreign policy analysis, whereas the foreign policies of England on that Iraq War is affected by four variables namely the variable of individual, role, governance and systematic or external. The research method used is by using explanative research method, whereas this tries to explain on England?s support on US invasion to Iraq. As for research format used in researching that England?s support uses study case.
From various data withdrawn upon, there are several factors that encourage the governance of England under Tony Blair in supporting US invasion to Iraq. Domestically, Blair intends to reduce conservative party criticisms thus far so close to US, England?s interests in business and the interests on oil is also the supporting factor. Besides that, Blair also makes that support as an opportunity to rise up more actively in international political area thus strengthening England?s influences in international world.
As for the external factor, England?s support is affected by the world structural changes post September 11, 2001, whereas terrorism is certified as global threat. Bush doctrine, which is unilateral, also makes England taking the policies to follow suit in the invasion. Finally, the existence of Zionist lobby in the realization of Iraq War also has become the factor encouraging England participating in US invasion to Iraq."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22727
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvi Cory
"Tesis ini membahas faktor-faktor keberhasilan Korea Selatan dalam menghadapi krisis finansial global 2008 yang telah mengakibatkan permasalahan ekonomi di negara ini, yang mana faktor-faktor ini akan dilihat dari dua sudut pandang yaitu faktor internal (domestik) dan faktor eksternal (internasional). Pembahasan tesis ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan Korea Selatan dalam menghadapi krisis finansial global 2008 tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal Negara ini. Kebijakan pemerintah pada tiga sektor utama ekonomi negara ini (perdagangan, industri dan finansial), keberadaan pihak swasta (chaebol), serta baiknya sistem domestik market dan budaya (mindset) masyarakat Korea Selatan merupakan faktor internal yang memberikan kontribusi bagi Korea Selatan dalam membangun kembali perekonomiannya. Sedangkan dari sisi eksternal, membaiknya kondisi ekonomi global yang didukung oleh keberadaan Negara-negara ekonomi berkembang dengan peningkatan pergerakan masyarakat middle class yang diiringi oleh baiknya iklim konsumsi masyarakat global, serta kemunculan pertumbuhan ekonomi Cina dan permintaan masyarakat global terhadap produk digital dan ICT, telah menjadi kondisi yang ikut memberikan kontribusinya bagi perekonomian Korea Selatan karena negara ini merupakan negara yang fokus akan perdagangan (ekspor) sehingga menuntut negara ini untuk senantiasa memiliki hubungan dengan ekonomi dan masyarakat global.

This thesis is about the determinant factors of South Korea?s economic achievement in facing the global financial crisis of 2008 which heve caused economic unstability in this country. These determinant factors are categorized in two conditions, internal (domestic) factors and external (international) factors. This thesis based on qualitative one and use descriptive analysis technique. The result of this thesis shown that South Korea?s achievement in facing the global financial crisis of 2008 are besed on internal factors and external factors. South Korean government policies in three main economic sectors (trade, industry and financial), South Korean businessmen (chaebol), domestic market conditions and South Korean culture (mindset), are internal factors of South Korea achievement to rebuild its economy. Therefore, in external conditions, the stability of global economic conditions which supported by the present of emerging economic countries in international system with the incresing of meddle class global community and their comsumtion conditions, the present of China, and global order to digital and ICT products, have been give the contribution to South Korea economic growth. This is because South Korea is a country which has the strong tendency and depency in global trade (export), so it makes South Korea normally has the correlation with global economy and global consumers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30081
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kun Rizki Putranto
"Indonesia sebagai produsen CPO terbesar sejak 2007 tidak memiliki posisi tawar yang kuat dalam perdagangan internasional. Indonesia tidak mampu menjadi patokan harga dalam perdagangan CPO. Posisi pembeli yang kuat membuat pembeli berkuasa untuk menggunakan bursa Rotterdam sebagai patokan harga CPO. Skripsi ini berusaha menjelaskan mengenai penyebab lemahnya posisi tawar Indonesia dengan menelaah masalah-masalah baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri serta membandingkannya dengan kondisi industri sawit di Malaysia. Penulis menggunakan konsep liberalisasi perdagangan untuk menganalisa kebijakan pemerintah yang kurang mendukung penguatan industri CPO. Konsep liberalisasi perdagangan juga digunakan sebagai dasar analisis apakah masalah luar negeri yang dihadapi industri sawit Indonesia melanggar konsep liberalisasi perdagangan yang telah disepakati di WTO. Skripsi mengambil tahun 2007 sebagai awal karena pada tahun tersebut Indonesia mulai menjadi produsen terbesar yang seharusnya mampu menjadi penguasa pasar.

Abstract
Indonesia became largest palm oil producer since 2007 yet did not have a strong bargaining position in international trade. Indonesia can not afford to be the price reference in CPO trade. Strong position of buyers made the buyer had the power to use as Rotterdam?s CPO prices as reference. This thesis attempts to explain the causes of the weak of Indonesian bargaining position Indonesia by examining issues
both from domestic and from abroad and compare between palm oil industry on Indonesia and Malaysia. The author uses the concept of trade liberalization to analyze government policies that do not support the strengthening of CPO industry. The concept of trade liberalization is also used to analyze whether the problems faced from overseas to palm oil industries Indonesia violate the concept of trade liberalization as agreed in the WTO. This thesis take 2007 as the beginning year as
Indonesia began to become largest producer of CPO which with the position should be able to be ruling the market."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Richard
"Tugas karya akhir ini akan membahas mengenai fenomena implementasi perdagangan Intra-regional di ASEAN dari tiga paradigm yang ada di dalam Ilmu Hubungan Internasional. Pembahasan tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran tentang pandangan dari perspektif realisme, liberalisme, dan strukturalisme terhadap perdagangan intra-ASEAN. Teori stabilitas hegemoni, regionalisme, dan teori dependensi akan menjadi representasi dari masing-masing perspektif yang telah disebutkan di atas. Hasil yang didapat memperlihatkan bahwa memang hingga saat ini ASEAN masih memfokuskan kegiatan perdagangannya pada aktor ekstra-regional. Meskipun perdagangan intra-regional juga mengalami peningkatan dalam dekade terakhir, tetapi dilihat dari sudut pandang regionalisme jumlah tersebut masih sangat kecil dibandingkan dengan perdagangan ekstraregional. Di sinilah ketiga paradigma itu menghasilkan penjelasan yang saling melengkapi satu sama lain untuk menjelaskan lemahnya perdagangan intra-ASEAN.

This final assignment will describe the phenomenon of intraregional trade that occurred in ASEAN from the three paradigm in International Relations study Those explanation will give the picture of how the perspective of realism liberalism and structuralism see the case of intra ASEAN trade Theory of hegemonic stability regionalism and dependency will represent each paradigm in analyzing this case The final result shows that in the end ASEAN still focused on the extra regional trade Even though intra regional trade also increased those numbers are still really low relatively compared to the extraregional trade Here those three paradigms finally result in the explanations that complement each other in describing the poor performance of intra ASEAN performance "
Depok: Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Setiono
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S7868
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laily Fitriah
"Penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang mempercepat kebijakan pemerintah George W Bush atas rencana penarikan pasukan Amerika Serikat di Irak. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Data-data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari berbagai tulisan terkait yang dimuat dalam beragam publikasi seperti jurnal, buku, majalah, bahan internet, dan surat kabar. Dalam upaya menjawab permasalahan penelitian diatas penelitian ini menggunakan teori element-element of power yang diajukan oleh Vandana. Didalam penelitian ini ditemukan bahwa tahun 2007, Amerika Serikat mengalami kemunduran ekonomi. Dengan indikator kemunduran ekonomi tersebut, antara lain : jatuhnya nilai tukar Dollar terhadap Euro, naiknya harga minyak dunia, serta terjadinya kredit macet dalam industri perumahan di Amerika Serikat. Hal ini mengakibatkan Bank Sentral Amerika Serikat harus melakukan pemotongan suku bunga. Disamping itu penyebab lain terjadinya inflasi di Amerika Serikat ialah masalah efisiensi anggaran, dimana pemerintah Amerika Serikat telah mengeluarkan anggaran yang begitu besar untuk invasi Amerika Serikat ke Irak. Perubahan situasi politik juga terjadi di Amerika Serikat dimana Partai Demokrat berhasil memenangkan pemilihan umum pada tahun 2006 dan menduduki mayoritas Kongres di Amerika Serikat. Sehingga pemerintah George W Bush selalu mendapatkan halangan atas berbagai kebijakannya terutama masalah Irak. Hal ini disebabkan karena Partai Demokrat adalah partai yang sangat menentang invasi Amerika Serikat ke Irak Disamping itu opini publik Amerika Serikat juga menentang penyerangan Amerika Serikat ke Irak, karena menurut mereka, invasi tersebut telah bertentangan dengan hak-hak asasi manusia dan telah menelan korban sipil terlalu banyak di pihak Irak dan juga korban dari tentara Amerika Serikat. Masyarakat internasional juga menentang invasi tersebut. Bentuk penentangan tersebut ialah berbagai pertemuan diadakan oleh negara-negara di dunia yang menolak invasi Amerika Serikat ke Irak. Pertemuan tersebut menghasilkan deklarasi dan berbagai persetujuan untuk mendesak keluarnya pasukan Amerika Serikat dari Irak agar masyarakat Irak dapat membangun kembali negaranya. Dari berbagai keterangan diatas, dapat dilihat bahwa kemunduran ekonomi, situasi politik, opini publik, dan keterlibatan kekuatan internasional merupakan faktor-faktor yang mempercepat kebijakan pemerintah George W Bush atas rencana penarikan pasukan Amerika Serikat dari Irak. Meskipun demikian, keterlibatan kekuatan internasional tidak begitu signifikan pengaruhnya terhadap kebijakan domestik Amerika Serikat. Karena sesungguhnya masalah ekonomi, situasi politik, dan opini publik adalah elemen-elemen ataupun instrumen dalam penentuan kebijakan dalam negeri suatu negara.

This research discusses about the factors which quiken the policy of George W Bush rules on the plan of United States forces draw in Iraq. It is descriptive research, and the data used is secondary data. These data were compiled based on various of publication such as journal, books, magazines, internet sources, and newspaper. In the effort to answer the problems above, this research used the theory of the elements of power as promoted by Vandana Shiva In this research, founded that in 2007, the United States suffered the economic reduces with the indicators such as : the fall of Dollar exchange for Euro, the increasing of world oil price, and the jamming of the debt in real estate industry in United States. These cause the Central Bank of the United States must accomplish some interest rate cuts. Beside other causes for inflation in United States, the budget efficiency, where the government of United States has issued such enormous budget for its invasion in Iraq. The changes of political atmosphere also happened in United States where Democrate Party succeded to win the general election in 2006 and has majority seats for Congress in United States. So that, the rule of George W Bush has some obstractions for his policies especially for Iraq crisis. This is caused that Democrate is the party which is very opposite againts the invasion of the United States to Iraq. In addition, the United States public opinions againts this invasion, according to them, has been opposite againts the human rights and suffered a lot of casualties either Iraqis or American soldier. The international communities disagree in this. It is proven, various meets and talks have been held by whole countries rejected this invasion, and they have resulted some declarations and agreements to push United States forces out of Iraq in order Iraqis can rebuild their country. Based on above, it can be seen that economic reduces, political atmosphere, public opinions, and the involvement of international powers are the factors which quiken the policy of George W Bush rules on the plan of United States forces draw in Iraq. Therefore, the involvement of international powers are not so significant for the influences of the United States domestic policy. Because economic problems, political atmosphere and public opinions are the only elements or instruments for the internal policy affairs in a country."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chris Rumansi
"ABSTRAK
Tulisan ini berjudul Dampak Operasional Multinational Corporations terhadap masyarakat lokal yang mengambil objek penelitian pada PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika. Tulisan ini berisi telaah akademis tentang implementasi dari program pengembangan masyarakat (Community development) dalam bentuk program Corporate Social Responsibility (CSR). CSR PT Freeport Indonesia adalah program yang lazim digunakan sebagaimana perusahaan pada umumnya dalam menunjukan tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat yang telah terkena dampak akibat eksploitas pertambangan yang dilakukan. Kasus ini dikaji dengan perspektif hubungan internasional karena keberadaan MNC sebagai Non state actor yang kiprahnya melintasi batas kedaulatan negara dan beroperasi melalui foreign direct investment (FDI) dan berinteraksi di wilayah negara lain. MNC di wilayah negara berkembang diperlakukan sama dan merata sebagaimana kapasitas sebuah negara, bahkan kadang-kadang negara penerima (host country) tidak bisa berbuat apa-apa terhadap tindak-tanduk perusahaan raksasa tersebut. Untuk melindungi masyarakat dan meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial budaya masyarakat, pemerintah meminta PT Freeport Indonesia serius dalam program pengembangan masyarakat ini. PT Freeport Indonesia menanggapi hal tersebut dengan melakukan program yang disebut dengan program Dana Kemitraan yang bekerjasama dengan yayasan dan lembaga pengembangan masyarakat adat yang biasa disebut LPMAK. Lembaga ini dibentuk bersama sama oleh Perusahaan, Lembaga Adat, dan Pemerintah untuk menyalurkan dan mengelola dana kemitraan atau biasanya disebut dana 1% dalam beberapa program utama seperti pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, penguatan lembaga adat, dan kegiatan keagamaan.
Berdasarkan hasil penelitan, dapat dijelaskan dalam tulisan ini mengenai besaran alokasi dana kemitraan dan peruntukannya berdasarkan program program diatas. Dalam implementasi di lapangan secara umum program pengembangan masyarakat ini sudah berjalan baik dan dievaluasi dan diperbaharui setiap tahunnya. Hanya saja dalam implementasinya masih terdapat banyak kekurangan dan penyimpangan dana bantuan dari tujuan utamaanya. Selain penjelasan mengenai dana kemitraan dipaparkan juga tentang penerimaan negara dan manfaat lainnya yang telah diberikan oleh PT Freeport Indonesia, baik untuk Pemerintah Pusat, Propinsi, Kabupaten, dan masyarakat adat pemegang hak ulayat yaitu Amungme dan Kamoro. Pada bagian terakhir tesis ini menjelaskan mengenai perkembangan iklim investasi. Menjelaskan mengenai kehawatiran investor akan kurangnya kepastian hukum dalam berinvestasi bagi MNC dan PMA lainnya. Selain itu membahas juga persoalan renegosiasi Kontrak Karya generasi kedua PT Freeport Indonesia. Kemudian membahas mengenai perubahan kebijakan negara tentang penanaman modal di Indonesia yang dianggap sangat liberal dan berpihak kepada kaum kapitalis global.

ABSTRAK
The title of this thesis is Dampak Operasional Multinational Corporations (MNC) Terhadap Masyarakat Lokal: Studi Kasus PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika-Papua Periode 2001-2005 which object is based on the research at PT. Freeport Indonesia Mimika District. The thesis is an academic writing about the implementation of community development program in the shape of corporate social responsibility (CSR). The CSR of PT. Freeport Indonesia is a program that is accustoms to be used as the general companies do in order to show the responsibility to the societies that are affected by the mine exploitation that is conducted. The case is studied in the international relations perspective since the establishment of MNC as Non state actor which their roles across the nation sovereignty, operate through foreign direct investment (FDI), and interact in the region of other countries. MNC in the developing countries is treated equally based on the capacity of a country, and sometimes the host country is helpless for things that are conducted by this gigantic company. To protect the society and to minimize the negative effect to the environment and socio culture, the government orders PT. Freeport Indonesia to seriously handle the community developing program. As the answer, PT. Freeport Indonesia establish Dana Kemitraan program under the cooperation with institution and culture developing society yang which is called LPMAK. The institution was established in co operation between Company, Culture Society, and Government in order to distribute and process the partnership budget or it is usually called as 1% budget in some of main programs, such as education, health, economy, culture, and religion.
Based on the research, it can be explained in this thesis about the amount of the budget and its posts according to the program mention above. The implementation, generally, the program has run well and they are evaluated annually. However, there are still some lack ness and miss posting of budget from its main goal. Besides the explanation about the partnership, the benefits that are given by PT. Freeport Indonesia, to the government, Central, Province, District, and culture society the owner of ulayat right, that are Amungme and Kamoro are also mentioned. At the end of the thesis describes the investment progress. Describe the worrisome and the weakness of regulation or law in investing for MNC and other PMA. Besides, it discusses the problem of Kontrak Karya PT. Freeport Second Generation renegotiate. Also discuss the change of policy about investment in Indonesia that is considered liberal and on the side of global capitalism.
"
2007
T22911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Netik Indrawati
"Tesis ini menjelask:an kebijakan luar negeri Australia terhadap 43 pemohon
suaka politik asal Papua, Indonesia. Ruang lingkup pembahasan dari penelitian ini akan
mencakup pembahasan mengenai kebijakan luar negeri Australia terhadap Indonesia,
kebijakan Australia terhadap permohonan suaka politik. Tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan Australia mengabulkan permohonan
suaka politik warga Papua, dalam hal ini Australia memberikan visa perlindungan
sementara selama tiga tahun (Temporary Protection Visa) dan setelah habis masa
berlakunya bisa ditinjau kembali.
Tesis ini diawali dengan menjelaskan kondisi ekstemal dan internal yang
melatarbelakangi perumusan kebijakan luar negeri Australia, pasang suru1nya
hubungan Indonesia-Australia, latar belakang 43 warga Papua mengajukan
permohonan suaka ke Australia serta kebijakan Australia terhadap pennohonan suaka
politik.
Dalam menjelaskan kebijakan Australia terhadap 43 pemohon suaka politik asal
Papua, penulis menggunakan konsep kebijakan luar negeri yang dikemukakan oleh
• Rosenau, Holsti, dan Lentner bagaimana perumusan sebuah kebijakan luar negeri suatu
. negara, hak asasi man usia Mansyur Effendi, dimana Australia menganggap adanya
i pelanggaran hak asasi manusia di Papua dan konsep kepentingan nasional dari
I Morgenthau, yang menyatakan bahwa kepentingan nasional sangat penting dalam
usaha- usaha untuk menggambarkan. meramalkan suatu perilaku internasional. Penulis
juga memakai konsep suaka untuk memberi penjelasan lebih jauh tentang definisi
suaka serya hukum permohonan dan pemberian suaka dan diplomasi bilateral dan
preventive.Dalam tesis ini penulis menggunakan metode penelitian eksplanatif dimana
menjawab pertanyaan mengapa Australia menetapkan kebijakan terhadap Indonesia
untuk mengabulkan pennohonan suaka politik 42 warga Papua. Data yang digunakan
adalah data sekunder yang diperoleh melalui sumber-sumber tertulis seperti buku
majalah, surat kabar, jurnal, dokumen website dan sebagainya. Teknik pengumpulat~
data yang digunakan adalah data deduktif, dimana menganalisa data-data yang bersifat
umum, kemudian baru dikategorikan ke dalam hal-hal yang bersifat khusus.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa alasan Australia menetapkan
kebijakan untuk mengabulkan permohonan suaka politik warga Papua, Indonesia
adalah faktor ekstemal dan internal yang mendasari perumusan kebijakan luar
n~geri~~a, faktor intemalnya adalah des:UCa~ elemen masyarakat Australia Yang
diwakih oleh partai Hijau, faktor kepemtmpman Howard yang kurang bersahabat
dengan negara-negara Asia, menjaga popularitas, sementara faktor eksternalnya adalah
upaya untuk menegakkan hak asasi manusia, dan adanya d~gan ~on~es AS untuk
mengabulkan pennohonan suaka warga Papua tersebut. D1sampmg Itu Australi
mengemukakan alasan mengabulkan pennohonan suaka p~litik tersebut ~dalah sesu~
dengan apa yang tertera dalam peraturan-peraturan naswn~l maupun ~ntemasionai
mengenai suaka ataupun pengungsi: hukum nasional Au~trah~, Konvens1 PBB tahun
1951 t.entang pengungsi dan Protokol 1967, D~klarasi Umve~sal Hak~Hak Asasi
Manusta. Australia menyatakan dalam rangka menjalankan kepent~gan n~siOnalnya
untuk berperan serta menjadi masyarakat intemasional yang h~k yakm. melindungi
masyar~at. yang hak asasinya terabaikan. Hubungan Indonesm-Australra memanas
pasca dtbenkannnya suaka untuk 42 warga Papua:
Perum~san sebuah kebijakan Iuar negeri suatu ~egara di~asari oleh faktor
~k~emal dan mtemal dan dalam rangka memenuhi kepentmgan nasronalnya. Australi
mgrn bell?eran aktif dalam mewujudkan perdamaian d~n.ia dengan cara bias memban~
menga~s1 masalah-masalah intemasional, dalam hal mt upa~~ peneg~an hak asasi
manus~a. Australia beranggapan bahwa 42 warga Papua rm terabrukan hak asa .
manust~ya. Desakan dari elemen masyarakat Austra1ia dan sikap perdana mente~
Austral~a John Howard yang tidak bersahabat dengan negara-negara Asia dan
populantas kepemimpinannya mulai menurun, mendorong Australia untt k
mengabulkan permohonan suaka politik 42 warga Papua, Indon

This research describes Australia's foreign policy over 43 asylum seekers from
Papua, Indonesia. It covers Australia's foreign policy over Indonesia and over asylum
seekers. It aims to know Australia's reasons in granting their political asylum request,
in this case Australia decided to grant the temporary protection visa valid for 3 years
and after 3 years it can be reviewed.
This research starts describing the external and internal condition serving as the
background of Australia' foreign policy, the up and down of the relationship between
Indonesia and Australia, 43 Papuan's reason in proposing the asylum, and Australia's
foreign policy over it.
In describing the Australia's policy over 43 Papuans, the writer uses Rosenau,
Holsti and Lentner's theories of foreign policy , Mansyur Effendi's human rights.
Australia suspects that Indonesia ignored the Papuans' human rights. It is also used
Morgenthau' concept of national interest, it is very important in predicting, describing
the international action. Australia wants to be a good international citizen, take part in
solving international problems such as human rights ignorance. It also used the concept
of asylum to explain further about the definition of asylum and the law or requesting
and granting such asylum. Also it is used the theories of Watson and Roy's Diplomacy.
The writer uses the explanative research method to answer why or what reason
Australia granted Papuans' asylum. The writer uses the secondary data from books,
magazines, newspapers, journals, documents, and websites. The technique of collecting
data is deductive data, analyzing general data, then categorized them into special ones.
The result of the research shows Australia's reasons in granting the 42 Papuan's
asylum are the internal and external factors as the background of its policy. The
internal factors are the press from the Australia society, the prime minister John
Howard's leadership that are not friendly to Asia, lack of popularity, meanwhile the
external ones are human rights protection, press from USA congress. Australia
assumed that it decided to grant the asylum request based on its national law, international law, 1951 convention, and 1967 protocol about the refugee, human right
universal declaration. In fulfilling its national interest Australia wants to be a good
international citizen in protecting people from human rights abuse. Australia's foreign
policy of granting the Papuans' asylum spoiled its relation with Indonesia.
The formulation of foreign policy is based upon the internal and external factor
in meeting the national interest. Australia wants to take part in making peacefulness in
the world by solving the international issues, such as human rights abuse. Australia
considered that 42 Papuan had their human rights abused. Besides that there was press
from the Australians and the prime minister, John Howard's unfriendly with Asia, Jack
of popularity. These caused Australia grant the Papuans'asylum.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25105
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Moon, Young Ju
"Penelitian ini tentang Association of South East Asian Nations (ASEAN) dengan fokus pada peran Indonesia dalam pembentukan dan pengembangan organisasi regional tersebut sekitar 1965-1967. ASEAN terbentuk pada 1967 di tengah pertentangan antara Blok Barat dan Blok Timur yang memanas. Tujuannya adalah meneiptakan stabilitas regional untuk memajukan taraf hidup bangsa¬bangsa Asia Tenggara yang dititikberatkan pada pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Organisasi regional ini terbentuk alas inisiatif dan prakarsa Indonesia di bawah kepemimpinan Soeharto. Dengan mengangkat isu ancaman komunis, usulan kerja sama dari Indonesia ini dapat diterima oleh keempat negara nonkomunis yang pada saat itu merasa khawatir terhadap merebaknya komunis di kawasan Asia Tenggara berdasarkan "Teori Domino".
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif¬intepretatif. Dengan demikian, penelitian ini menggambarkan faktor-faktor yang menjadi alasan mengapa Indonesia berperan dalam memprakarsai pembentukan ASEAN berdasarkan data sekunder dengan teknik pengumpulan data yang berasal dari sumber tertulis sebelumnya dan tidak merupakan data langsung yang diambil dari lapangan. Untuk memahami kebijakan luar negeri Indonesia dalam memprakarsai terbentuknya ASEAN, balk dari pertimbangan eksternal maupun internal, penelitian ini menggunakan pendekatan sistem (system approach) karena keinginan untuk membentuk ASEAN ini merupakan output dari kebijakan luar negeri Indonesia. Selain itu, akan diperhatikan pula input-input yang menjadi pertimbangan Indonesia dalam memprakarsai pembentukan ASEAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan.
Hasilnya adalah (1) Indonesia telah berperan kunci dalam pembentukan dan pengembangan ASEAN; (2) Indonesia berkepentingan dengan terbentuknya ASEAN karena Indonesia membutuhkan stabilitas keamanan dan ketahanan nasional dan regional kawasan Asia Tenggara serta kredibilitas kepercayaan negara-negara sekawasan dan negara-negara Barat guna membantu Indonesia dalasn upayanya memperbaiki ekonomi nasional akibat pennasalahan yang ditimbulkan Partai Komunis Indonesia; (3) Faktor yang dominan kepentingan Indonesia dengan terbentuknya ASEAN adalah masalah ekonomi dan kestabilan keamanan nasional dan regional demi pembangunan ekonomi nasional karena Indonesia masa kepemimpinan Socharto menyadari bahwa situasi ekonomi-politik Indonesia dapat dipengaruhi dan mempengaruhi stabilitas keamanan kawasan regional Asia Tenggara.

ABSTRAK
This thesis discusses the Association of South East Asian Nations (ASEAN) and focuses more on the role of Indonesia in the establishment and development of the said regional organization throughout the period of 1965 - 1967. ASEAN was established in 1967 in the midst of the escalating conflict between the West and the East. The establishment of ASEAN was aimed at creating a regional stability to enhance the welfare level of countries within the Southeast Asia region, which was weighed on the development in the sectors of economy, social and culture. This regional organization was established based on the initiative of Indonesia under the leadership of Soeharto. By raising the issue of communist threat, Indonesia's proposal to build cooperation can be accepted by the other four non communist Southeast Asia countries, which were, at the time, worried about the escalation of communist power in Southeast Asian region based on "Domino Theory".
The writer of this paper applies qualitative methods, which is descriptive-interpretative in nature. Therefore, the information and arguments in this paper are made based on secondary data. In order to understand the foreign policy of Indonesia in initiating the establishment of ASEAN, either from the angle of external or internal accounts, the writer applies the system approach because the willpower to establish ASEAN is the output of Indonesia's foreign policy. In addition, the writer also gives attention to the inputs which were taken into account by Indonesia in initiating the establishment of ASEAN. The goal of this thesis is to answer the issues raised in this thesis
The findings are (1) Indonesia had played 5. key role in the establishment and development of ASEAN; (2) Indonesia had interests in the establishment of ASEAN because Indonesia needed security stability, national security as well as regional security in Southeast Asia region, and credibility as well as trusts from countries within Southeast Asia region and Western countries, which would help Indonesia's efforts to improve its poor economic condition generated by the Communist Party of Indonesia; (3) The two dominant factors in Indonesia's interests in establishing ASEAN were the economic problem and the national as well as regional security stability for the development of national economy because Indonesia under Soeharto's leadership realized that Indonesia's economic-political condition could be influenced and influence the stability of Southeast Asia's regional security."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24395
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Mariana
"Liberalisasi perdagangan telah meningkatkan interdependensi dan intensitas kerjasama antar negara, namun pada saat yang sama jugs meningkatkan iklim kompetisi secara global. Seiama beberapa dekade terakhir, tren regionalisme semakin meningkat, terutama dalam kerangka kerjasama ekonomi. Integrasi ekonomi regional ASEAN diharapkan dapat meningkatkan kondisi perekonomian kawasan secara menyeluruh.
Tujuan tersebut tampaknya akan sulit tercapai karena hubungan ekonomi intra-ASEAN yang bersifat non-komplementer. Sebagai stabilisator perekonomian nasional maupun regional, sektor UKM akan menghadapi tantangan yang lebih berat, terutama dari kalangan pengusaha asing. Dalam pembahasan tentang UKM, kesuksesan China dalam mengembangkan sektor UKM-nya secara global tidak dapat dikesampingkan. Integrasi ekonomi ASEAN jugs tidak terpisahkan dari faktor China. Di satu sisi, integrasi ekonomi akan meningkatkan iklim kompetisi regional, namun di sisi lain integrasi ekonomi jugs perlu direalisasikan untuk menghadapi pengaruh ekonomi China di kawasan.
Dalam rencana penerapan Pasar Tunggal ASEAN, terdapat empat karakteristik utama, yaitu kebebasan arus barang dan jasa, kebebasan arus tenaga kerja ahli, prinsip non-diskriminasi dalam keprofesian, dan kebebasan arus modal. Penerapan pasar tunggal perlu dipandang sebagai peluang (bertambahnya pangsa pasar) sekaligus ancaman (banjirnya produk asing yang lebih kompetitif) bagi kalangan usaha domestik, terutama sektor UKM. Di kawasan Asia Tenggara, sektor UKM Malaysia dan Thailand sudah dianggap sebagai pemain regional yang kompetitif. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari strategi dan kebijakan pemerintahnya masing-masing dalam pemberdayaan UKM.
Apabila dilihat dari sudut pandang kebijakan, daya saing sektor UKM Indonesia secara regional masih lebih rendah dibandingkan dengan sektor UKM Thailand dan Malaysia. Kesuksesan pengembangan sektor UKM China, tidak terlepas dari peran negara (pemerintah pusat) sebagai pengambil keputusan. Dalam menghadapi kompetisi regional, Indonesia perlu merumuskan cetak biru dan strategi pengembangan UKM yang Iebih selaras dengan prinsip liberalisasi perdagangan. Sementara itu dalam menghadapi China, negara-negara ASEAN perlu segera mewujudkan integrasi ekonomi kawasan dalam komitmen Pasar Tunggal dan Basis Produksi Tunggal.
Untuk dapat bertahan dalam liberalisasi ekonomi kawasan, pemerintah Indonesia perlu Iebih proaktif dan bersikap pragmatis. Dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, pemerintah tidak dapat lagi terlalu mengandalkan peran korporasi besar dan MNC. Paradigma pembangunan nasional perlu difokuskan pada sektor UKM sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat. Dalam menghadapi China, Indonesia dan negara-negara ASEAN juga perlu mengesampingkan friksi-friksi politik yang selama ini masih mewarnai hubungan intra-kawasan.

Trade liberalization has resulted both in increasing interdependence and cooperation among nation-states while at the same time also increasing competition between friends and (or) foes. In the last few decades, there was a significant growing trend towards regionalism, especially those in the state of economic cooperation. ASEAN economic integration initially aimed to increase the region's social welfare in an inclusive scale.
However, some experts doubt the aspired plan since the nature of infra-ASEAN's trade based mostly on non-complementary relations. SMEs (Small and Medium Enterprises) as a 'controller' on social, political, and economic stability both domestically and regionally, lend to face harder challenges, particularly from large-scale and foreign enterprises. In the framework of SMEs, we can no longer under estimate China's SMEs development at the global scale. At the similar point, ASEAN's economic integration, more or less, also related to this China factor. The implementation of ASEAN Single Market will intensively increases economic and trade competition among member states. On the other hand, ASEAN's economic integration will also entirely needed to overcome China's economic power in the region.
There are generally four characteristics in the focal point of ASEAN Single Market free flow of goods and services, free flow of skilled labors, non-discriminatory standard on professional certification. and freer flow of capital among member states, The upcoming Single Markel should be seen - all at once - as both threat (an overflow of more competitive imported goods) and opportunity (growing market) for SMEs practitioners. in the Southeast Asian region, Thai and Malaysian SMEs have been recognized as two of the most competitive regional players. Yet, the achievement must not be seen apart from the goverments' policies and effective strategies in SMEs development.
From the standpoint of general policy environment, Indonesian SMEs' regional competitiveness level is still far left behind Thailand and Malaysia. China's attainment in SMEs development is also an outcome of the state's (government's) continuous role as the primary decision maker. In facing the forthcoming regional competition, Indonesian government needs to redesign its domestic policy towards SMEs as well as to put forward a blueprint for SME development that may possibly pursue the values of trade liberalization. Meanwhile in facing China's economic influence, ASEAN member countries should soon put into action the region's economic integration and the committed agreement to build ASEAN as a single market and single production base.
To be able to survive in the era of regional trade liberalization, Indonesian government is required to be more practical and 'down to business'. To improve the nation's social welfare, we can no longer depend only on large-scale enterprises and MNCs (Multinational Corporations). National development paradigm should be diverted to SMEs development as the backbone of the communities' subsistence. In facing China's economic dominance, ASEAN member countries must also be able to put aside political friction and ideological confrontation in the region."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24412
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>