Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Nur Adhiyah
"Latar Belakang dan Tujuan penelitian : Pekerja mebel di Kelurahan Pondok Bambu adalah pekerja informal dalam pekerjaannya terpajan dengan pelarut organik seperti toluen. Gangguan penglihatan warna didapat ( diskromatopsia ) akibat pajanan toluen di tempat kerja bersifat subklinis, dengan perjalanan waktu dapat menjadi suatu diskromatopsia yang jelas secara klinis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proporsi gangguan penglihatan warna (diskromatopsia) pada pekerja mebel yang terpajan toluen (kadar Hippuric acid urine).
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, dengan jumlah subjek sebanyak 81 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi penglihatan warna dengan Fansworth D-15 , penentuan diskromatopsia secara kuantitatif dengan Bowman CCI dan pemeriksaan metabolit toluen.
Hasil: 40 (49,4%) dari 81 subjek mengalami gangguan penglihatan warna (diskromatopsia) sesuai dengan hasil pemeriksaan persepsi warna. Median kadar hippuric acid urine rata-rata adalah 0,34 (0,00-2,64). Nilai Bowman CCI mata kanan dengan median 1 (1-1,74) dan mata kiri 1 (1-1,87). Tidak didapat hubungan antara kadar hippuric acid urine ( p=1,00 ; OR=0.50 ; CI 95% : 0,044-5,743 ) dengan diskromatopsia. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja, penggunaan masker, jenis pekerjaan, lama pajanan, kebiasaan merokok dan alkohol dengan diskromatopsia.
Kesimpulan: Proporsi kejadian diskromatopsia pada penelitian ini sebesar 40 (49,4%), dan tidak mempunyai hubungan dengan kadar hippuric acid urine.

Background and Objective: Furniture Workers in the Village Pondok Bambu furniture are informal worker who may be occupationally exposed to organic solvent such as toluene. Acquired color vision disturbance (dyschromatopsia) due to exposure to toluene in the workplace is subclinical, that with the passage of time can be a clinically obvious dychromatopsia. This study was conducted to determine the proportion of impaired color vision (dyschromatopsia) furniture workers exposed to toluene (hippuric acid content of urine).
Methods: This study used a cross-sectional design, with 81 subjecs. Data collected through interview, physical examination, examination of color vision function with Fansworth D-15. The quantitative dyschromatopsia was assessed using the Color Confusion Index (CCI) by means of the Bowman scoring method and inspection of toluene metabolite.
Results: 40 (49.4%) of 81 subjecs had impaired color vision (diskromatopsia) in accordance with the result of the perception of color. Median level of urinary hippuric acid the average was 0.34 (0.00 to 2.64). CCI values were right eye with median of 1 (1 to 1.74) and the left eye 1 (1 to 1.87). Not significant association between urinary level of hippuric acid (p = 1.00; OR = 0.50 CI 95 %: 0.044 to 5.743) with diskromatopsia. There are not a significant association between year of service, the use of mask, type of work , duration of exposure, smoking and alcohol habits with dyschromatopsia.
Conclusions: The proportion of dyschromatopsia event in this study was 40 (49.4%), and had no significant correlation with the level of urinary hippuric acid.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
15-22-44577732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Christine
"Tujuan: Membandingkan rerata dan proporsi ≤ 1 D dari prediktabilitas refraksi biometri imersi terhadap biometri optikal pasca fakoemulsifikasi pada pasien katarak dengan miopia tinggi ( Spherical equivalent [SE] lebih besar atau sama dengan -6 atau AXl ≥ 25 mm) tanpa stafiloma posterior di RSCM Kirana.
Desain: Uji eksperimental tidak tersamar dua kelompok tidak berpasangan yang mendapat perlakuan biometri imersi dan optikal.
Metode: 21 mata dari 15 subyek yang dilakukan pemeriksaan biometri imersi dan optikal pada mata yang sama sebelum dilakukan operasi fakoemulsifikasi dengan implantasi lensa intraokular (LIO) posterior chamber. Target refraksi yang ditentukan adalah -0,5 D, dan power LIO yang diimplantasikan berasal dari pengukuran biometri imersi. Formula yang digunakan adalah SRK/T. Prediktabilitas refraksi dihitung berdasarkan selisih antara SE pasca operasi dengan target refraksi dalam nilai absolut pada minggu ke-3 pasca operasi.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada rerata prediktabilitas refraksi (0,375 D ; 0,440 D, p=0,942), proporsi ≤ 1 D (80,95% ; 80,95%, p=1,000), dan pada semua variabel biometri.
Kesimpulan: Dengan formula SRK/T, biometri imersi dan optikal menghasilkan keakuratan prediktabilitas refraksi yang setara pada pasien katarak dengan miopia tinggi tanpa stafiloma posterior.

Objectives: To compare the mean and proportion ≤ 1 D of refractive predictability of immersion and optical biometry post phacoemulsification in cataract with highly myopic eyes (spherical equivalent [SE] of -6 D or higher, or axial length ≥ 25 mm) without posterior staphyloma.
Methods: This was an experimental non blinding study of the two unpaired groups. 21 eyes from 15 subjects had a measurements of immersion and optical biometry on the same eye. The intended refraction target was -0,5 D and based on immersion biometry. SRK/T formula was used in all groups. Refractive predictability was defined as a difference between post operative SE and the intended refraction target in an absolute value in 3 weeks post operatively.
Results: There were no statistically significant difference in the mean of refractive predictability (0,375 D ; 0,440 D, p=0,942) and proportion in a range of ≤ 1 D (80,95% ; 80,95%, p=1,000) nor in all biometry variable between the study groups.
Conclusion: Immersion and optical biometry with SRK/T formula produce a similar accuracy of refractive predictability in cataract with highly myopic eyes without posterior staphyloma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library