Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angelina Sulistio,author
"Konsep diri merupakan bagian penting dari kehidupan seorang anak. Anak dengan konsep diri positif akan merasa dirinya kompeten dalam menghadapi tugas - tugas di sekolah. Anak dengan konsep diri negatif cenderung akan merasa dirinya tidak kompeten atau meragukan kemampuannya untuk meraih prestasi di sekolah. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsep diri seorang anak dapat mempengaruhi bagaimana anak tersebut berpikir dan bertingkah laku. Salah satu penyebab seorang anak mempunyai konsep diri negatif adalah adanya kekeliruan pola berpikir tentang diri sendiri dan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengubah kekeliruan pola berpikir pada individu adalah melalui Cognitive behavior therapy.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh cognitive behavior therapy dalam meningkatkan konsep diri anak menjadi lebih positif. Terapi dilaksanakan dengan menggunakan program - program cognitive behavior therapy yang telah disusun oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metoda studi kasus. Metoda yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah wawancara, observasi, dan dokumen. Partisipan pada penelitian ini adalah klien Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi UI yaitu; G, anak laki-laki berusia 9 tahun 7 bulan dan memiliki konsep diri negatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cognitive behavior therapy mempunyai pengaruh positif dalam meningkatkan konsep diri anak menjadi lebih positif. Namun, peneliti meragukan apakah keberhasilan terapi benarbenar merupakan hasil terapi atau dikarenakan kondisi yang baru terjadi pada G, yaitu penurunan raport dan ia naik kelas. Oleh karena itu disarankan untuk melakukan terapi dengan jarak yang cukup jauh dengan penerimaan raport kenaikan kelas sehingga anak juga dapat menerapkan langsung coping dan positive self-talk ketika menghadapi ulangan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18103
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arnowo
"Penelitian ini berfokus pada bagaimana pelaksanaan wajib lapor bagi pecandu Narkotika dapat diimplementasikan sebagaimana yang telah diamatkan dalam pasal 46 UU Narkotika. Penauganan pecandu menjadi sulit, karena adanya peran ganda pada diri pecandu, di satu sisi mereka diangggap sebagai orang sakit, namun disisi lain mereka dianggap sebagai pelanggar hukum. Menurut Nitibaskara: komunitas pecandu umumnyanya menyadari, dengan meng-konsumsi Narkoba secara berlanjut merupakan perbuatan melanggar hukum, dengan kesadaran tersebut membuat mereka akan tetap bersembunyi, dan dengan kondisi seperti itu sulit bagi mereka untuk dilakukan pengobatan, kecuali inisiatif sendiri, orang tua atau keluarganya melaporkan kepada pejabat yang berwenang.
Namun ketentuann wajib lapor bagi pecandu sebagaimana diatur dalam UU Narkotika tersebut secara operasional belum dapat dilaksanakan, karena wadah/lembaga wajib Iapor sampai saat ini belum ada
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui instansi mana yang tepat untuk dliadikan wadahflembaga wajib lapor (sebagai upaya pencegahan) dan hagaimana mekanisme Serta prosedur pelaksanaanya. Selanjutnya bagaimana penanganannya agar mereka dapat dilakukan pendataan, rehabilitasi dan pengawasannya, dengan melibatkan instansi terkait lainnya. Desain penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif studi kasus instrumental, dari hasil wawancara, pengamatan langsung, lokakarya dan penyebaran kuesioner dapat disimpulkan bahwa : 1) masih adanya permasalahan hukum bagi pecandu dalam penanganannya, dan belum ada jaminan hukum bagi pecandu yang melaporkan diri secara sukarela ; 2) lembaga wajib lapor yang tepat yaitu BNN di tingkat Pusat, BNP di tingkat Propinsi dan BNKab/Kota di tingkat Kabupaten/Kota ; 3) Iembaga tersebut mempunyai lugas mengkoordinasikan instansi terkait ( pusat/daerah), mernberikan dukungan teknis dan operasional dalam penanganan pecandu; 4) pembentukan lembaga, tata cara pelaporan dan penanganan pecandu akan diatur dengan Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah ; 5) mekanisme pelaporan agar disinergikan dengan program harus reductions dengan mengedepankan puskesmas sebagai ujung tombak tempat pelaporan.
Sedangkan kendala-kendala yang dihadapi penulis adalah : mendifinisikan kriteria pecandu, yaitu siapa-siapa yang diwajibkan untuk melakukan pelaporan, apakah mereka yang secam phisik, psikhis mengalami sakit yang sangat kronis? Atau setiap orang yang menggunakan Narkoba dan sedang mengalami ketergantungan?

This study focuses on how the implementation of compulsory reporting for drug abusers can be implemented as in article 46 of the Law on Narcotics. Handling the drug abusers is difficult, became ofthe multiple roles in them self; in one hand in their considerans as sick people, but on the other they are considered as violators of the law. Nitibaskara?s says : generally that community of the drug abusers are aware, to the consmnption of drugs is a continuing illegal act, with the awareness they will remain concealed, and with such conditions difficult for them to be applied, except for they initiative, the parents or their families reporting to / institutions which is have authority
However, provisions for the compulsory for reporting drug abusers as stipulated in the Law on Narcotics are not operational can be implemented, because the container /institutions required to report at this time is not yet available
Objectives of this research is to know where the appropriate institutions for obliged to report (as prevention efforts) and how the mechanisms and procedures handling. Next to them how the handling of the data collection can be done, rehabilitation and monitored, involved with other related institutions. Design of this research using qualitative research studies instrumental cases, the results of the interviews, direct observation, workshops and the distribution of the questionnaire can be concluded that: l) there is still legal problems in the handling of drugs abusers, and there is no legal guarantee for the drugs abusers to report themselves voluntarily 2 ) Institutions are obliged to report the exact level at BNN Center, BNP levels in the province and BNKab / City in the district / city; 3) of these institutions have the task of coordinating the relevant agencies (central / local), to provide technical and operational support in the handling of dmgs abusers; 4) the establishment of institutions, ways of reporting and handling of drugs abusers will be regulated by Regulation President or government regulation; 5) reporting mechanism to disinergikan with the program Harm reductions with the health center as the spearhead of the places reporting.
While the constraints faced by the authors is: mendifinisikan dope criteria, namely who is required to do the reporting, whether they are physical, psychological experience, which is chronic pain? Or any person using the drug and are experiencing dependence?
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25476
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
I.G.N. Sri Wahyudi
"Penelitian ini berjudul ?Efektivitas Program Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril (LJASS) dari Sudut Pandang Stakeholder (Studi Kasus di Puskesmas Kecamatan Tebet)?. Penelitian ini dilandasi atas permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan kasus tindak pidana penyalahgunaan narkoba dan kasus penyebaran HIV/AIDS. Kendati telah dibentuk Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), dan KPAN pun telah merumuskan Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV/AIDS melalui Program Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkoba Suntik, tetapi penyebaran virus HIV/AIDS, berdasarkan data yang ada, menunjukkan kecenderungan terus meningkat dari waktu ke waktu. Program LJASS ini telah berlangsung selama 2 tahun (dari akhir tahun 2006 - Desember 2008) di beberapa Puskesmas sebagai Pilot Project yang tersebar di 2 (dua) propinsi, yaitu propinsi Bali dan DKI Jakarta. Khusus Puskesmas yang beroperasi di DKI Jakarta berjumlah 33 Puskesmas dengan rincian 1 Puskesmas tingkat kelurahan dan 32 Puskesmas tingkat kecamatan termasuk Puskesmas Kecamatan Tebet.
Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimanakah efektifitas pelaksanaan Program LJASS yang berlangsung selama ini (mulai dari akhir tahun 2006 - Desember 2008) ?, bagaimanakah pemahaman para stakeholder terhadap penerapan program pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba suntik khususnya Program LJASS ?, bagaimanakah penguasaan, kemampuan dan ketrampilan kalangan stakeholder dalam menerapkan Program LJASS sesuai ketentuan yang berlaku ?, dan bagaimanakah pendapat stakeholder berkenaan dengan penerapan Program LJASS tersebut ?.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara, wawancara mendalam dan observasi. Responden penelitian ini sebanyak 21 orang yang mewakili dari berbagai stakeholder, yaitu: Depkes (Dokter, Paramedis, Kader Muda), KPA, Kepolisian, LSM, Masyarakat dan Pengguna Narkoba Suntik (Penasun).
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa Program LJASS yang berlangsung selama ini dapat dikatakan tidak efektif. Hal ini ditunjukkan dengan beragamnya pemahaman para stakeholder. Mereka yang memiliki pemahaman kategori kurang adalah Kepolisian, Masyarakat dan Penasun. Mereka yang memiliki pemahaman kategori cukup adalah LSM dan Kader Muda. Sedangkan mereka yang memiliki pemahaman kategori baik adalah kalangan Puskesmas (Dokter dan Paramedis) dan KPA.
Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa kemampuan, penguasaan dan ketrampilan stakeholder juga beragam. Mereka yang memiliki kemampuan, penguasaan dan ketrampilan kategori kurang adalah Kepolisian, Masyarakat dan Penasun. Mereka yang memiliki kemampuan, penguasaan dan ketrampilan kategori cukup adalah LSM dan Kader Muda. Sedangkan mereka yang memiliki kemampuan, penguasaan dan ketrampilan kategori baik adalah kalangan Puskesmas (Dokter dan Paramedis) dan KPA.
Selain itu, hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa para stakeholder memiliki pendapat yang beragam. Sebagian mengatakan setuju Program LJASS ini terus dilaksanakan, sebagian lainnya mengatakan tidak setuju. Mereka yang mengatakan setuju dengan pelaksanaan program tersebut beralasan bahwa program tersebut sangat membantu Penasun untuk mendapatkan jarum suntik steril dan dapat mencegah penyebaran virus HIV/AIDS di kalangan sesama Penasun, keluarga dan masyarakat luas. Sedangkan mereka yang tidak setuju dengan program tersebut beralasan bahwa program tersebut tidak berjalan efektif dan sia-sia belaka. Hal ini ditandai dengan: Tidak tertibnya Penasun mengikuti program (tidak berkunjung dan berobat ke Puskesmas secara teratur, tidak selalu mengembalikan jumlah jarum suntik bekas ke Puskesmas sesuai dengan jumlah jarum suntik yang diterima, yang sudah beralih ke Program Substitusi Narkoba-Metadon ternyata masih kadang-kadang menggunakan narkoba suntik, tidak menggunakan kondom ketika berhubungan intim dengan pasangan seksualnya dengan alasan tidak enak kalau pakai kondom, masih bertukar jarum suntik meski sudah diberi Paket Perjasun); kurang paham dan menguasainya Stakeholder dalam menerapkan program ini sesuai dengan peran masing-masing; tidak terkoordinasinya pelaksanaan Program LJASS antara yang dilaksanakan oleh LSM dan Puskesmas, sehingga tidak tercipta keterpaduan pelaksanaan program dan pencapaian tujuan program sulit dikontrol atau diukur; tidak harmonisnya landasan hukum Permenkokesra No: 02/PER/MENKO/KESRA/I/2007 dengan UU No: 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan UU No: 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Ini semua akhirnya bermuara pada tidak tercapainya tujuan program atau dengan kata lain program tersebut tidak efektif.
Berkaitan dengan hal itu, peneliti berkesimpulan bahwa Program LJASS yang dilaksanakan di Puskesmas Tebet berjalan tidak efektif, dan oleh karenanya program tersebut harus dihentikan. Peneliti menyarankan agar program tersebut diganti dengan Program Substitusi Narkoba (Metadon).

This study entitled : ?EFFECTIVITY OF THE STERILE NEEDLE PROGRAM FROM THE STAKEHOLDER?S PERSPECTIVE (Case study at the Tebet Subdistrict Community Health Center (Puskesmas))?. The study is based on the problem related to the increase of drug criminal cases and the transmission of HIV/AIDS. Notwithstanding the establishment of the National AIDS Commission (KPAN) in formulating a National Policy in Dealing with HIV/AIDS thgrough the Harm Reduction Program, based on the available data the transmission of HIV/AIDS is constantly increasing from time to time. The Sterile Needle Program has been implemented as a Pilot Project for two (2) years (from late 2006 to December 2008) at several Community Health Centers in two provinces, Bali and Jakarta Metropolitan District (DKI). There are 33 Community Health Centers in Jakarta implementing this program,, 1 at the village level and 32 at the sub-district level, including the Tebet Sub-district Community Health Center.
The questions raised are as follows : how effective has the sterile needle program been so far (from late 2006 ? December 2008); do the stakeholders comprehend the application of the harm reduction program for Injection Drug Users IDUs), in particular the sterile needle program?; what is the level of mastery, capability and skill of the stakeholder in applying the sterile needle program according to the prevailing provisions?; and what is their opinion in respect of the application of the Sterile Needle Program?
The study is based on the qualitative approach and the instrument used is in depth interviews and observations. 21 respondents representing the related stakeholders were interviewed: from the Departement of Health (physicians, paramedics, young cadres), National AIDS Commission (KPA), Police, NGOs, Community elements and Injection Drug Users (IDUs).
The outcome of the study shows that the Sterile Needle Program that has been implemented till today is not effective, as this is shown by the different levels of comprehehension. Those who lack adequate understanding are the Police, Community and Injection Drug Users (IDUs). Those who have adequate understanding are the NGOs and Young Cadres, while the only group with good mastery are the physicians and paramedics at the Community Health Clinics and KPA.
Results of the study also show the variety in the levels of capability, mastery and skill possessed by stakeholders. Those with inadequate levels of capability, mastery and skill are the Police, Community and Injection Drug Users. Those showing a better level of capability, mastery and skill are the NGOs and Young Cadres, while those in the possession of good capabilities, mastery and skill are the group of physicians and paramedics at the Helath Centers and KPA.
Another outcome of the study is the various views shared by the stakeholder. Some of the stakeholders do not agree to continue the program of sterile needles against the other group. Those who are in favour of the program implementation say that the program certainly helps IDUs in obtaining sterile needles, and prevents the transmission of HIV/AIDS virus among IDUs, members of the family as well as the community as a whole. On the other hand, those who are not in favour of the program view that the program is not effective and useless, which is indicated by the indiscipline adherence of the program by IDUs (absence of regular visits to the Health Center, not returning used needles in accordance with the number of needles received, and those IDUs who have turned to the Methadone Substitution Program sometimes still share the needle, to not use condoms with their sexual partner because it is not comfortable); the inadequate comprehension and mastery by the stakeholders in applying the program is based on their respective role; lack of coordination between the NGOs and Community Health Centers in the implementation of the Sterile Needle Program. As a result there is no integration in the program implementation, while difficulties are encountered in controlling and measuring the achievement of the program; lack of harmony in the legal basic of the Minister Coordinator of People Welfare?s Regulation No. : 02/PER/MENKO/KESRA/I/2007, Law No. 22 of 1997 on Narcotic Drugs and Law No. 5 of 1997 on Psychotrophic Substances. All the issues virtually do not make the program achieved its aim, in the other word, the program is not effective.
Therefore, the performer of the study takes the conclusion that the sterile needle program implemented at Tebet Community Health Center is not effective, and should be terminated and suggests the program to be changed with the Metadon Substitution Program.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25576
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Haryadi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman perkawinan poligami dari sudut pandang suami serta para istri dan makna pengalaman tersebut bagi mereka. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode fenomenologis untuk menggali informasi secara menyeluruh dan mendalam. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan observasi untuk mengtahui latar belakang kehidupan partisipan, alasan pernikahan, gambaran pengalaman perkawinan dan makna pengalaman yang dialami partisipan.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa pad a perkawinan Poligami lebih banyak muncul perasaan-perasaan negatif. Hal tidak hanya muncul pada istri pertama ataupun istri kedua, tetapi juga pada suami. Ketiga partisipan memaknai yang mereka alami sebagai Takdir Tuhan yang telah dituliskan. Untuk partisipan suami, pengalaman yang dialaminya juga dimaknai sebagai sebuah pengalaman yang berharga.
This research is intended to find out the experience of polygamous marriage from the point of view of the husband and the wives and the meaning of such experience for them. This is a qualitative research which uses phenomenological method in searching for the comprehensive and profound information. The techniques in acquiring data used in this research are interview and observation. Such techniques are used to know the life background of the participants, the reasons of the participants? marriage, the experience and the meaning of the participants? marriage.
The result of this research has found that in a polygamous marriage there are many negative feelings occur. Such feelings not only transpire in wives but also take place in husband. All of three participants elucidate their experience as a written faith of God. Furthermore, the husband explicates his experience as something precious.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anastassia J.K.
"Penelitian ini berfokus pada pengalaman dua pasang partisipan yang telah menikah selama lebih dari 50 tahun. Aspek yang ingin dilihat dari penelitian ini adalah tema-tema pengalaman yang muncul sekaligus pemaknaan subyektif pasangan tersebut terhadap kehidupan perkawinannya yang sudah lebih dari 50 tahun. Mengingat fenomena yang akan dibahas adalah hal yang kompleks dan membutuhkan pemahaman yang komprehensif maka penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif fenomenologis. Proses pengambilan data akan dilakukan akan melalui wawancara metode non-directive dan proses analisis data wawancara akan dilakukan melalui metode fenomenologis milik Giorgi & Giorgi (dalam Camics, Rhodes & Lucy,1989).Wawancara sendiri dilakukan pada dua pasang suami istri yang memenuhi syarat penelitian. Dari analisis terhadap hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa: 1) ada 7 tema pengalaman yang mengemuka dari struktur pengalaman masing-masing pasangan partisipan; 2) ada 5 tema yang sama di antara kedua pasang partisipan, 2 tema yang berbeda pada pasangan pertama dan 2 tema yang berbeda pada pasangan kedua; 3) kedua pasang partisipan memiliki pemaknaan yang sama terhadap pengalaman perkawinannya sekalipun berbeda aspek yang terkandung didalamnya dan intensitasnya.

The focus of this study is the experience of two couples that marriage more than 50 years. This study wants to examine the main themes of their experience and the subjective meanings of the experience to them. This experience is a complex phenomenon and needs a comprehensive understanding, therefore it is conducted with a phenomenological qualitative approach. The information is acquired from a non-directive interview and the method of interpretation is based on Giorgi & Giorgi (dalam Camics, Rhodes & Lucy, 1989) phenomenological interpretation method. The interview is conducted to two couples who fulfill these study requirements. The following are the research results: 1) there are 7 exact themes that came up from each couple participant's experience; 2) there are 5 same themes, then 2 different themes from first couples and 2 different themes from second couple; 3) the two couples participants give same subjective meanings to their past experience, even though different in what kind of life aspects and their intensity."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
306.81 ANA p
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vira Agustina
"Pemekaran wilayah yang marak terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir sebagai bagian dari realisasi otonomi daerah telah membawa sejumlah perubahan. Perubahan tersebut selalu menghadirkan ketidakpastian dan beragam problematika lainnya yang harus segera diselesaikan. Untuk itulah, peran strategis kepemimpinan khususnya para Kepala Daerah atau Bupati/Walikota dalam membuat dan mengimplementasikan strategi kepemimpinan yang tepat akan sangat diuji. Melalui riset ini, peneliti menganalisis strategi kepemimpinan Bupati BM sebagai sebuah contoh kasus untuk melihat urgensi permasalahan ini.
Berdasarkan hasil analisis data dan informasi yang diperoleh melalui penelitian kualitatif dengan menggunakan tiga teori yakni Enhancing Adaptability oleh Parry (1999), the Process of Great Leadership oleh Kouzes dan Posner (2004), serta Strategic Change Leadership oleh Graetz (2000), diperoleh kesimpulan bahwa strategi kepemimpinan Bupati BM saat ini tidak tepat sehingga belum mampu mengantarkan Kabupaten BM keluar dari kondisi yang tidak pasti dan menjadi otonom.

The regional division which happened within this ten years as an effort to realize the autonomy of the local government has brought some changes. These changes usually create an uncertainty and other problems which have to be solved soon. Therefore, the role of the leadership strategy especially of the Governor or Regent in making and implementing an appropriate strategy will be challenged. In this research, the researcher analyses the leadership strategy of the Regent of BM Regency as an example to see the urgency of this problem.
Based on the result of the analyses on the data and information gathered by using qualitative method with three theories which are Enhancing Adaptability by Parry (1999), the Process of Great Leadership by Kouzes and Posner (2004), and Strategic Change Leadership by Graetz (2000), it is concluded that the strategy used by the recent Regent is not appropriate. Therefore, the local government has neither brought the Regency of BM out of the uncertainty nor become an autonomous region.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T29189
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Novalin Cahaya Difa Elizabeth
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
S3543
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Andira Iskandar
"Penelitian ini tentang gambaran pengalaman dan makna pengalaman pada seorang wanita infertil yang mengalami menopause dini dengan menggunakan metode fenomenologis. Partisipan adalah seorang wanita berusia 48 tahun yang mengalami menopause pada usia 38 dan tidak memiliki anak. Proses pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam tidak terstruktur. Proses analisis data dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah Giorgi (1985).
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat 10 tema pengalaman yaitu antara lain pengabaian, kesadaran, tekanan sosial, usaha, reaksi emosional, pendekatan agama, pasrah. Terdapat lima makna pengalaman, dan yang terpenting adalah pengalaman itu memberikan kesadaran tentang ketidaksempurnaan sebagai individu.

This study focuses on the description of experience and meaning of an infertile woman with early menopause by using phenomenology method. The participant is a 48 years old woman who experienced menopause in age of 38 and has no children. The data collection is acquired by using un-structured deep interview method. The data is analyzed by using the step of Giorgi (1985).
This study results 10 themes of experience such as: ignorance, awareness, social pressure, efforts, emotional reaction, religious approach, acceptance. From 10 themes of experience derived 5 meanings of experience where awareness of the imperfection as an individual has become the most important."
2008
S3329
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Purnawan
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2506
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo
"Bekerja sebagai salah satu tugas perkembangan kelompok usia dewasa merupakan kegiatan yang bermakna. Hal tersebut dapat dilihat dari waktu yang dialokasikan untuk bekerja. Sejalan dengan perkembangan zaman, selain wktu kerja "konvesional" yaitu penuh waktu (full time), berkembang waktu kerja alternatif, salah satunya adalah waktu kerja paruh waktu (part time). Waktu kerja penuh waktu adalah minimal 40 jam kerja seminggu, dimana individunya menduduki posisi inti dalam organisasi dan memiliki perkembangan leluasa ke jenjang yang lebih tinggi. Waktu kerja paruh waktu adalah di bawah 40 jam kerja seminggu, menempati posisi non inti dalam organisasi dan memiliki perkembangan terbatas ke jenjang yang lebih tinggi. Kedua kelompok pekerja tersebut menerima fasilitas-fasilitas kerja (fringe benefits) yang berbeda, dimana kelompok pekerja paruh waktu menerima fasilitas yang lebih terbatas dibandingkan kelompok pekerja penuh waktu.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil makna kerja pada kedua kelompok pekerja tersebut, berdasarkan perbedaan penerimaan fasilitas-fasilitas kerja. Makna kerja adalah derajat kepentingan (significance), kepercayaan-kepercayaan (beliefs), definisi-definis (definitions) dan nilai (value) yang diberikan oleh individu maupun kelompok. Makna kerja terdiri atas 3 kelompok variabel : (1) variabel kondisional, (2) variabel sentral dan (3) konsekuensi. Penelitian ini berfokus pada variabel sentral yang terdiri dari 4 domain : (1) sentralitas kerja (work centrality): derajat kepentingan tujuan-tujuan kerja (Importance of work goals): derajat kepentingan relatif tujuan kerja, dan (4) identifikasi peran kerja (work role identifiation): peran individu dalam bekerja. Sebagai data tambahan, penelitian ini juga menggali definisi kerja (work definition): kriteria yang digunakan untuk menentukan suatu aktivitas sebagai bekerja.
Penelilian survey ini befsifat deskriptif kuantitatif, menggunakan 80 stat pengajar dari institusi pendidikan swasta formal dan informal sebagai subyek. Sampel diambil dengan menggunakan teknik Incidental sampling dengan instrumen kuesioner adaptasi Meaning of Working.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada domain sentralitas kerja, meskipun mengalokasikan waktu lebih sedikit untuk bekerja, pekerjaan menduduki posisi lebih sentral/penting bagi kelompok pekerja paruh waktu dibandingkan dengan kelompok pekerja penuh waktu yang Iebih mementingkan keluarga dibandingkan dengan pekerjaan. Pada domain hasil- hasil yang bernilai dari bekerja, kedua kelompok mementingkan fungsi kerja ?penghasilan (fungsi 'ekspresi diri yaitu bekerja demi kepuasan batin iuga penting bagi kelompok pekerja paruh waktu). Pada domain derajat kepentingan tujuan-tujuan kerja, kelompok pekerja paruh waktu mementingkan dimensi ekspresif (bekerja untuk menyalurkan kreativitas, originalitas dan kemampuan) sedangkan kelompok pekerja penuh waktu mementingkan dimensi ekonomis (bekerja untuk memperoleh hal-hal yang berhubungan dengan uang, promosi dan karir). Pada domain identifikasi peran kerja, kedua kelompok ini mementingkan peran kerja yang sama yaitu peran profesional (orang yang ahli/kompeten di bidangnya). Hasil tambahan, yaitu definisi kerja, menunjukkan bahwa kedua kelompok menggunakan dmensi yang sama yaitu dimensi tugas (tanggung jawab dan peran indvidu dalam organisasi) dan dimensi sosial (hubungan dengan orang lain dan kontribusi pada masyarakat). Hasil utama dan hasil tambahan dari kedua kelompok pekerja tersebut terkait erat dengan usia dan tahapan karir subyek , status perkawinan dan tanggung jawab finansial. Pekerjaan yang sama antara kedua kelompok, yaitu sebagai staf pengajar, juga terkait erat dengan hasil utama dan hasil tambahan tersebut. Bekerja belum dipandang sebagai sauna untuk belajar dan mengembangkan di bagi kelompok pekerja paruh waktu, dlkaitkan dengan minimnya fasilitas-fasilitas kerja berupa pelatihan dan kesempatan promosi jabatan yang dperoleh oleh kelompok pekerja tersebut.
Untuk penelitian lebih lanjut, peneliti menyarankan pengambilan sampel dengan jumah yang Iebih besar dan dari bidang pekerjaan yang Iebih bervariasi sehingga dapat diperoleh data yang Iebih kaya serta melakukan penelitian Ianjutan terhadap fasilitas-fasiitas kerja dan waktu- waktu kerja alternatif Iainnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2689
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>