Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Siswati T.
"Perkawinan campuran, menurut UU No. 1/1974 , pasa 57 adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yan berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Suatu perkawinan campuran yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU Perkawinan adalah sah secara hukum. Dengan demikian kedudukan anak yang lahir dalam perkawinan campuran yang sah menurut hukum adalah juga sah."
Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dwi Setiyowati
"Eksekusi lembaga jaminan atau pemenuhan hak kreditur pemegang jaminan merupakan tindakan hukum yang dilakukan kreditur untuk mendapatkan pemenuhan piutangnya dari debitur yang wanprestasi. Para kreditur dapat menjadi pemegang hak jaminan berdasarkan ketentuan undang-undang atau berdasarkan perjanjian. Undang-undang menentukan seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan perutangan yang dibuatnya. Sementara itu para pihak (debitur dan kreditur) dapat membuat perjanjian jaminan yang menunjuk harta benda tertentu sebagai pelunasan utang. Bagaimana pelaksanan hak kreditur tersebut ditentukan di dalam pasal 1132 jo Pasal 1134 KUH Perdata. Selain jaminan yang dikenai dalam KUH Perdata ada jaminan yang diatur tersendiri dalam suatu peraturan atau berdasar kebutuhan di dalam praktek, misalnya credietverband, oogstverband dan fiducia. Hukum jaminan termasuk dalam hukum perdata materiil, sedang cara penegakannya diperlukan hukum perdata formil atau Hukum Acara Perdata. Bagaimana kreditur menuntut pemenuhan haknya dan bagaimana eksekusi dijalankan berpegang pada ketentuan Hukum Acara Perdata (HIR/RBG) dan Peraturan Lelang. Namun demikian undang-undang memberikan beberapa pengecualian yang mempermudah pelaksanaan hak kreditur tanpa harus memenuhi seluruh ketentuan eksekusi dalam HIR/RBG dan Peraturan Lelang, sebagaimana diatur di dalam Pasal 1155 dan Pasal 1178 ayat 2 KUH Perdata, Pasal 4 dan Pasal 5 UU PUPN, dan Pasal 17 UURS."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20644
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Candani Sutana
"Poligami adalah suatu bentuk perkawinan dimana seorang laki-laki memiliki (mengawini) lebih dari seorang istri dalam waktu yang bersamaan. Dalam Undang-Undang No.1/1974, poligami diperbolehkan dengan syarat-syarat yang diatur secara limitatif. Begitu pula dalam lima Hukum Agama yang berlaku di Indonesia. Selain itu, poligami juga mengundang berbagai kontroversi dalam masyarakat. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai pengaturan poligami itu sendiri di dalam UU No.1/1974 dan Hukum Agama, dan memberikan solusi terhadap pandangan keliru tentang poligami dalam masyarakat. Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan metode deskriptif analitis. Selain mengadakan penelitian kepustakaan, penulis juga melakukan penelitian lapangan, guna mendapatkan data yang akurat dan terkini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21088
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Eriyani Cridere Shinta Wardhani
"Dengan kecanggihan teknologi komunikasi yang ada, hampir tidak terjadi adanya orang yang tidak diketahui keberadaannya. Bukan tidak mungkin seseorang menghilang dari tempat kediamannya sehingga ia tidak diketahui kabar beritanya. Apabila hal itu terjadi, seorang meninggalkan tempat kediamannya tanpa ada kabar berita, tentunya membawa ketidakpastian hukum, baik bagi si yang tak hadir atau bagi orang-orang yang ditinggalkannya. Hal tersebut dapat di temui pada dua sistem hukum yang berbeda, yaitu dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Hukum Islam. Keadaan tak hadir tersebut akan diperbandingkan pengaturannya, akibat dan penyelesaian dalam perkawinan dan kewarisan hingga pada akhirnya dapat di temui mengenai persamaan dan perbedaan yang mungkin timbul. Penulisan didasari pada penelitian kepustakaan yang bersifat deskriptif analitis. Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan akan dianalisa sehingga ditemui gambaran tentang keadaan tak hadir. Dalam hukum perdata penyelesaian keadaan tak hadir dalam pewarisan ditempuh setelah melalui beberapa tahapan, yaitu, tahap sementara, tahap persangkaan mati dan yang terakhir tahap pewarisan secara definitif. Sementara untuk perkawinan, penyelesaian terhadap hubungan perkawinan adalah setelah sepuluh tahun si tak hadir meninggalkan tempat kediaman maka yang ditinggalkan dapat menjadikan hal tersebut sebagai alasan perceraian. Penyelesaian keadaan tak hadir dalam Kompilasi Hukum Islam hanya diatur di bidang perkawinan saja. Dalam perkawinan setelah dua tahun si tak hadir meninggalkan pasangannya maka hal tersebut oleh yang ditinggalkan dapat menjadi alasan diajukannya perceraian. Dalam hal penyelesaian keadaan tak hadir di bidang kewarisan, yang ditingalkan memiliki dua kemungkinan, harta warisan tersebut dibekukan sebelum si tak hadir kembali atau yang ditinggalkan mengambil harta warisan sebanyak hak si yang ditinggalkan tanpa mengganggu hak yang tak hadir. Selain itu tahapan penyelesaian dalam bidang kewarisan ini sepenuhnya diserahkan pada vonis hakim."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21143
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library