Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thalita Audi
"ABSTRACT
Latar belakang: Overjet dan overbite diluar batas normal dapat meningkatkan kontraksi otot mastikasi yang merupakan salah satu kemungkinan penyebab dari tension-type headache TTH . Tujuan: Mendapatkan informasi mengenai proporsi masalah overjet dan overbite pada remaja kelas XI yang mengalami TTH di SMAN 81 Jakarta. Metode: 324 murid kelas XI mengisi kuesioner nyeri kepala mengunakan metode wawancara terpimpin. Didapatkan 112 subjek penelitian dan diperiksa overjet dan overbite menggunakan periodontal probe. Hasil: Sebanyak 43,4 remaja mengalami TTH. Diantaranya, 40,2 mengalami masalah overjet 26,8 overjet berlebih, 13,4 crossbite anterior dan 30,4 mengalami masalah overbite berupa deepbite. Kesimpulan: Jumlah subjek dengan TTH yang memiliki masalah overjet dan overbite lebih sedikit dibandingkan jumlah subjek dengan overjet dan overbite normal.Kata kunci: tension-type headache, overjet berlebih, crossbite anterior, deepbite.

ABSTRACT
Background Overjet and overbite beyond normal limits can lead to increased contraction of masticatory muscle which expected as one of the causes of tension type headache TTH . Objective To attain the proportion of overjet and overbite problems in adolescents on 11th grade at SMAN 81 Jakarta who sustain TTH. Methods 324 students on 11th grade were given headache questionnaires with guided interview. 112 subjects, who were chosen, were examined to measure their overjet and overbite using periodontal probes. Result 43,4 students experience TTH. From all of them, 40.2 having an overjet problems 26.8 of excessive overjet, 13.4 of anterior crossbite . Besides, 30.4 having an overbite problem as deepbite. Conclusion The number of adolescents with TTH who were having overjet and overbite problems is fewer than the number of adolescents with normal overjet and overbite.Keywords tension type headache, excessive overjet, anterior crossbite, deepbite."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jannatul Firdaus
"Latar Belakang: Dental Aesthetic Index DAI merupakan indeks untuk melihat kebutuhan perawatan ortodonti dengan menilai komponen klinis dan estetik. Indeks ini memberikan penjelasan secara objektif mengenai kebutuhan perawatan ortodonti melalui 10 komponen penilaian.
Tujuan: Mengetahui gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan DAI pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI tahun 2010 ndash; 2014.
Bahan dan Metode: Digunakan 52 pasang model studi awal pasien ortodonti. Dilakukan penilaian DAI dengan melibatkan 10 komponen. Hasil penilaian berupa skor dibagi menjadi 4 kategori. Kategori 1 yaitu tidak/sedikit dibutuhkan perawatan, kategori 2 yaitu dapat dilakukan perawatan sesuai pilihan pasien, kategori 3 yaitu sangat membutuhkan perawatan, dan kategori 4 yaitu harus dilakukan perawatan.
Hasil: Diperoleh gambaran kebutuhan perawatan ortodonti yaitu kategori 3 36,5 , kategori 4 32,7 , kategori 2 25 , dan dan kategori 1 5,8 . Gambaran permasalahan yang banyak ditemukan yaitu ketidakteraturan gigi anterior RB 96,2 dan RA 94,2 , overjet tidak normal 81 , dan hubungan molar tidak normal 76,9.
Kesimpulan: Gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan DAI pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI tahun 2010-2014 sebagian besar sangat membutuhkan perawatan 36,5 . Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang datang sebagian besar adalah membutuhkan perawatan dan sesuai dengan hasil penilaian DAI pada penelitian ini.

Background: Dental Aesthetic Index is an index to see the orthodontic treatment need by assessing clinical and aesthetic component. This index objectively explains the orthodontic treatment needs based on 10 components of assessment.
Purpose: To identify the description of orthodontic treatment need based on DAI on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI in 2010 2014.
Materials and Method: 52 pairs of pre treatment orthodontic study models were used. The assessment was based on DAI by involving 10 components. Assessment results in scores and categorized into 4 category. Category 1 is no slight treatment need, category 2 is elective treatment need, category 3 is highly desirable of treatment need, and category 4 is mandatory treatment need.
Result: The description of orthodontic treatment need are, category 3 36,5 , category 4 32,7 , category 2 25 , and category 1 5,8 . The description of problems that were found are mandibular anterior irregularity 96,2 , maxillary anterior irregularity 94,2 , abnormal anterior overjet 81 , and abnormal molar relationship 76,9.
Conclusion: The orthodontic treatment need based on DAI on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI are mostly patients who need treatment as highly desirable 36,5 . This result shows that the patients who came were mostly patients who need the treatment, and in accordance with the result of DAI assessment in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beattie Rahayu
"Kompleksitas maloklusi seperti ketidakteraturan gigi anterior menjadi salah satu hal penting dalam menentukan hasil perawatan dengan alat ortodonti lepas. Indeks iregularitas Little merupakan indeks yang digunakan untuk menilai perubahan susunan gigi anterior.
Tujuan: untuk mengetahui gambaran kompleksitas maloklusi terutama ketidakteraturan gigi anterior dan hasil perawatan dengan alat ortodonti lepas di Klinik Integrasi RSKGM FKG UI menggunakan indeks iregularitas Little.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan sampel berupa 47 cetakan model gigi pasien sebelum dan setelah perawatan dengan alat ortodonti lepas di Klinik Integrasi RSKGM FKG UI yang dirawat dalam periode 2013-2017 diukur menggunakan indeks iregularitas Little.
Hasil: Pasien yang paling banyak datang untuk melakukan perawatan dengan alat ortodonti lepas memiliki kondisi ketidakteraturan gigi anterior berupa ketidakteraturan minimal dan ketidakteraturan sedang, setelah dilakukan perawatan terdapat perubahan kondisi gigi anterior pasien menjadi tidak ada ketidakteraturan dan ketidakteraturan minimal serta tidak ditemukan lagi pasien dengan kondisi ketidakteraturan berat.
Kesimpulan: Terdapat perbaikan kondisi gigi anterior pasien pada rahang atas dan rahang bawah setelah dilakukan perawatan dengan alat ortodonti lepas yang dilakukan oleh mahasiswa profesi di Klinik Integrasi RSKGM FKG UI tahun 2013-2017, sehingga perawatan dapat dinyatakan baik dan sesuai dengan indikasi perawatan serta fungsi alat ortodonti lepas.

The complexity of malocclusion such as anterior teeth irregularity had become one of the important things to determine the outcome of removable orthodontic appliance treatment. Little's irregularity index is an index used to assess the change of anterior teeth alignment.
Aim: To determine the complexity of malocclusion especially the irregularity of anterior teeth and the outcome of removable orthodontic appliance treatment at RSKGM FKG UI Integration Clinic patients using the Little's irregularity index.
Method: This study is a descriptive study with a sample of 47 pretreatment and post treatment patient's study model at RSKGM FKG UI Integration Clinic patients which are treated within the period 2013 2017 measured using Little's Irregularity Index.
Result: Most patients who came to seek treatment using a removable orthodontic appliance had an anterior teeth irregularity of minimal and moderate irregularity, and there were changes in anterior teeth region after treatment to no irregularity and minimal irregularity and none of the patients with severe irregularity.
Conclusion: There's improvement of the anterior teeth condition of the patient on the maxilla and mandible jaw after treatment with removable orthodontic appliance performed by clinical students at RSKGM FKG UI Integration Clinic in 2013 2017, so that the treatment can be stated good and in accordance with the indication of treatment and the function of removable orthodontic appliance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Putri Abellysa
"ABSTRACT
Latar belakang: Penggunaan media massa yang tidak luput dari kehidupan sehari-hari telah menjadi salah satu sumber untuk menyebarkan informasi mengenai perawatan ortodonti. Namun Informasi yang tersebar tersebut belum dapat meningkatkan kesadaran perawatan ortodonti terbukti dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan masih tingginya prevalensi maloklusi di Indonesia yaitu 80%. Tujuan: Mengetahui hubungan antara media massa dengan kesadaran perawatan ortodonti pada ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Johar Baru, Jakarta Pusat. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain potong lintang dengan menggunakan 67 subjek ibu-ibu kader Posyandu. Penelitian ini dianalisis menggunakan Chi-Square. Hasil: Proporsi penggunaan media massa sebesar 100% pada ibu-ibu kader posyandu, dengan tingkat penggunaan media massa berada pada tingkat sedang (38,8%) begitu pula dengan tingkat kesadaran perawatan ortodonti berada pada tingkat sedang (37,3%). Terdapat perbedaan bermakna antara penggunaan media massa dengan kesadaran perawatan ortodonti dengan nilai p = 0,007. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara penggunaan media massa dengan kesadaran perawatan ortodonti pada ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Johar Baru Jakarta Pusat.

ABSTRACT
Background: The consumption of mass media in our daily life has become one of the sources in disseminating information about orthodontic treatments. However, it is not effective enough to spread information about the importance of orthodontic treatments as the previous research indicates the prevalence of malocclusion in Indonesia is still high, which is around 80%. Objectives: To analyse the relationship between mass media and the awareness of orthodontic treatments towards female cadres in Posyandu Kelurahan Johar Baru in Central Jakarta. Methods: This is an analytical research using cross sectional design with the subjects of 67 female cadres in Posyandu Kelurahan Johar Baru, Central Jakarta. This study was analyzed using Chi-Square test. Result: The proportion of mass media usage by female cadres was 100%, with a moderate level of mass media usage (38,8%) and also a moderate level of awareness of orthodontic treatments (37,3%). There was significant difference between mass media and the awareness of orthodontic treatments which resulted in p-value = 0,007. Conclusion: There was a relationship between mass media and the awareness of orthodontic treatments on female cadres in Posyandu Kelurahan Johar Baru, Central Jakarta."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Mudhia Yusuf
"ABSTRACT
Latar belakang: Pengetahuan orang tua tentang maloklusi yang salah satu sumber informasinya media massa dapat mempengaruhi keputusan orang tua untuk menentukan perawatan ortodontik bagi anak. Namun, hubungan antara tingkat penggunaan media massa dan pengetahuan tentang maloklusi belum diketahui. Tujuan: Menganalisis hubungan media massa terhadap pengetahuan tentang maloklusi pada ibu-ibu kader posyandu Kelurahan Johar Baru Jakarta Pusat. Metode: Desain penelitian adalah cross sectional, subjek penelitian berjumlah 67 orang ibu-ibu kader posyandu Kelurahan Johar Baru dilakukan, pengambilan data dengan pengisian kuesioner. Hubungan antarvariabel dianalisis dengan Uji Chi-Square. Hasil: Tingkat penggunaan media massa yang paling tinggi adalah penggunaan sedang cenderung rendah (67,2%) dan tingkat pengetahuan tentang maloklusi yang paling tinggi adalah pengetahuan tinggi (74,6%). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat penggunaan media massa dan tingkat pengetahuan tentang maloklusi (p=0,123). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara penggunaan media massa dengan tingkat pengetahuan maloklusi pada ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Johar Baru, Jakarta Pusat.

ABSTRACT
Background: Parental knowledge about malocclusion which is one of the sources of mass media information can influence parents' decision to determine orthodontic treatment for children. However, the relationship between the level of mass media use and knowledge of malocclusion is unknown. Objective: To analyze the relationship of the mass media to knowledge about malocclusion in Posyandu cadres from Central Jakarta Johar Baru Village. Methods: The study design was cross sectional, the research subjects were 67 mothers of posyandu cadres from Johar Baru Kelurahan, data were collected by filling out questionnaires. Intervariable relationships were analyzed by Chi-Square Test. Results: The highest level of use of mass media is medium use tends to be low (67.2%) and the highest level of knowledge about malocclusion is high knowledge (74.6%). There was no significant relationship between the level of mass media use and the level of knowledge about malocclusion (p = 0.123). Conclusion: There is no relationship between the use of mass media with the level of knowledge of malocclusion among Posyandu cadres in Johar Baru Village, Central Jakarta."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Risyad Hanafiah
"Latar Belakang: Asimetri wajah merupakan ketidakseimbangan yang terjadi pada bagian yang homolog pada wajah dalam hal ukuran, bentuk dan posisi pada sisi kiri dan kanan. Karena wajah yang asimetri sering disertai ketidaksimetrisan dental, maka keadaan ini merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam merawat suatu maloklusi. Asimetri wajah dapat terjadi pada bagian sepertiga atas, sepertiga tengah, dan sepertiga bawah wajah karena pertumbuhan kranial, maksila, dan mandibula saling berhubungan satu sama lain. Pemeriksaan asimetri wajah penting dilakukan karena ada tidaknya asimetri wajah dapat menggambarkan adanya masalah dental yang dialami oleh pasien. Ada tidaknya asimetri pada wajah ini juga merupakan salah satu kriteria daya tarik, yang memiliki efek penting pada kesejahteraan psikologis dan sosial seseorang.
Pembahasan: Pemeriksaan asimetri wajah penting untuk dilakukan karena asimetri wajah dapat menggambarkan adanya masalah kesehatan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan asimetri wajah dapat dilakukan menggunakan pemeriksaan jaringan lunak menggunakan foto ekstraoral pasien dengan metode pengukuran sudut dan pengukuran linear dan juga pemeriksaan jaringan keras menggunakan foto radiograf sefalometri postero-anterior pasien dengan metode Rickket’s analysis dan Grummon’s Analysis.
Kesimpulan: Untuk mendapatkan hasil dan detail yang lebih baik dalam pemeriksaan asimetri wajah, kedua metode pemeriksaan asimetri wajah dapat dilakukan.

Background: Facial asymmetry is an imbalance that occurs in homologous parts of the face in terms of size, shape, and position on the left and right sides. Because facial asymmetry is often accompanied by dental asymmetry, it is a condition that needs to be considered in treating a malocclusion. Facial asymmetry can occur in the upper, middle, and lower third of the face because the cranial, maxillary, and mandibular growths are related to one another. Examination of facial asymmetry is important because the presence or absence of facial asymmetry can indicate the presence of dental problems experienced by the patient. The presence or absence of facial asymmetry is also a criterion of attractiveness, which has an important effect on a person’s psychological and social well-being.
Disscusions: Examination of facial asymmetry is important to do because facial asymmetry can describe the existence of health problems experienced by patients. Examination of facial asymmetry can be done using soft tissue examination using extraoral photos of the patient using the angle measurement and linear measurement methods and hard tissue examination using postero-anterior cephalometric radiographs of the patient using the Rickket's analysis and Grummon's analysis methods.
Conclusion: To get better results and details in examining facial asymmetry, both methods of examining facial asymmetry can be performed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Prabu Alfarikhi
"Latar Belakang: Profil wajah lurus merupakan profil wajah yang dianggap ideal dan menarik secara estetika. Perlu diketahui gambaran skeletal wajah pria dan wanita yang memiliki profil wajah lurus sebagai acuan dalam perawatan ortodonti. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran skeletal wajah antara pria dan wanita ras Deutro-Melayu yang memiliki profil wajah lurus beserta perbedaanya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain potong lintang. Penelitian ini menggunakan 58 sefalogram lateral dari rekam medik pasien berusia 18-25 tahun, sebelum dilakukan perawatan ortodontik di RSKGM FKG UI. Dilakukan uji T tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney Hasil: Pria menunjukan nilai rerata sudut Y-axis, FMIA, IMPA, dan sudut interinsisal lebih besar daripada wanita. Nilai rerata sudut SNA, SNB, ANB, sudut fasial, sudut kecembungan, FMA, dan I-SN pada pria lebih kecil daripada wanita. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara gambaran skeletal wajah pria dan wanita ras Deutro-Melayu dengan profil wajah lurus.

Background: Straight facial profile is considered as a profile that ideal and aesthetically attractive. The facial skeletal image of male and female with straight facial profile is used as a reference in orthodontic treatment. Objective: This research’s aim is to understand the facial skeletal image of Deutro-Malay male and female with straight facial profile and its difference. Method: This research is an analytic observational research with cross sectional design. This research used 58 lateral cephalograms from medical records of patients within 18-25 years old, before the orthodontic treatment is applied in RSKGM FKG UI. Independent T test and Mann-Whitney test are conducted. Result: Male’s facial skeletal image shows the average point of Y-axis, FMIA, IMPA dan interincisal angle is bigger than female’s. The angle’s average point of SNA, SNB, ANB, facial angle and convexity angle, FMA and I-SN angle of male’s facial skeletal image are smaller than found in female. Conclusion: There is no significant differences between facial skeletal image of Deutro-Malay male and female race with straight facial profile.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Dean Indah Ayyu
"Latar Belakang: Memprediksi tahap pertumbuhan struktur kraniofasial dapat menjadi tantangan pada subjek dengan pola wajah yang berbeda. Maturasi vertebra servikalis merupakan salah satu indikator dalam menentukan tahap pertumbuhan. Perbedaan waktu tercapainya tahap maturasi dianggap berkaitan dengan karakteristik intrinsik pertumbuhan vertikal wajah dengan pola dimensional yang berbeda. Tujuan: Mengetahui distribusi tahap maturasi vertebra servikalis berdasarkan pola vertikal wajah dan perbedaan usia tercapainya tahap pubertal pada subjek perempuan dengan pola vertikal wajah yang berbeda. Metode: Studi deskriptif dan analitik komparatif retrospective cross sectional pada pasien di Klinik Ortodonti RSKGM FKG UI. Tracing dilakukan pada sefalometri lateral untuk mengetahui pola vertikal wajah berdasarkan sudut SN-GoGn dan tahap maturasi vertebra servikalis dengan analisa Baccetti et al. (2005). Hasil: Terdapat perbedaan bermakna rata-rata usia tercapainya tahap pubertal pada subjek perempuan antara pola vertikal wajah hipodivergen dengan hiperdivergen dan normodivergen, namun tidak terdapat perbedaan bermakna rata-rata usia antara subjek dengan pola hiperdivergen dan normodivergen. Secara klinis, ditemukan bahwa subjek dengan pola vertikal wajah hiperdivergen mencapai tahap pubertal paling cepat, diikuti pola normodivergen, dan kemudian hipodivergen. Kesimpulan: Terdapat perbedaan rata-rata usia kronologis tercapainya tahap pubertal maturasi vertebra servikalis pada subjek perempuan dengan pola vertikal wajah yang berbeda.

Background: Predicting the craniofacial growth could be a challenge in subjects with different facial pattern. Cervical vertebrae maturation method can be used to determine an individual growth stage. The different time of attainment of a maturation stage is considered to be related to intrinsic characteristic of a vertical facial growth with different dimensional pattern. Objective: To determine the distribution of cervical vertebrae maturation in different vertical facial pattern and assess the difference in age of attainment of pubertal stage in different vertical facial pattern in female. Method: Retrospective cross sectional study is done on patients at RSKGM FKG UI Orthodontic Clinic. Cephalometric lateral radiograph is traced to determine vertical facial pattern based on SN-GoGn angle and cervical vertebrae maturation stage with the analysis of Baccetti et al. (2005). Result: Statistical analysis showed significant difference between the age of attainment of pubertal stage in female subjects with hypodivergent with hyperdivergent and normal vertical facial pattern, while no significant difference was found between hyperdivergent and normal vertical facial pattern. Clinically, hyperdivergent female subjects found to be the earliest to attain pubertal stage, followed by normal, then hypodivergent vertical facial pattern. Conclusion: Female subject’s mean age of attainment of pubertal stage in cervical vertebrae maturation differ according to vertical facial pattern."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fathiyya Gabriella
"Latar belakang: Maloklusi skeletal menjadi salah satu etiologi asimetri mandibula karena dapat mengakibatkan distribusi tekanan yang abnormal pada permukaan kondilus mandibula. Asimetri mandibula sendiri adalah ketidakseimbangan atau disproporsionalitas antara sisi kanan dan kiri pada sepertiga bagian bawah wajah atau mandibula. Tujuan: Mengetahui perbedaan proporsi terjadinya asimetri mandibula antara pasien dengan pola skeletal yang berbeda. Metode: Studi analitik komparatif dengan desain cross-sectional pada 105 pasien di RSKGM FKG UI. Perhitungan menggunakan metode Kjellberg pada analisis radiograf panoramik secara digital melalui software EzOrtho. Hasil: Terdapat 55,2% subjek mengalami kejadian asimetri mandibula. Uji bivariat Pearson Chi Square menunjukkan terdapat perbedaan bermakna proporsi terjadinya asimetri mandibula antara pasien dengan pola skeletal kelas I, II dan III. Uji bivariat Continuity correction menunjukan terdapat perbedaan bermakna proporsi terjadinya asimetri mandibula pada kelompok pola skeletal kelas I dibandingkan dengan kelompok pola skeletal kelas III, dan terdapat perbedaan bermakna proporsi terjadinya asimetri mandibula pada kelompok pola skeletal kelas II dibandingkan dengan kelompok pola skeletal kelas III. Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna proporsi terjadinya asimetri mandibula pada kelompok pola skeletal kelas I dibandingkan dengan kelompok pola skeletal kelas II. Kesimpulan: Terdapat perbedaan proporsi terjadinya asimetri mandibula pada pasien dengan pola skeletal yang berbeda.

Background: Skeletal malocclusion is one of the etiology of mandibular asymmetry because it caused abnormal pressure distribution on the mandibular condyle’s surface. Mandibular asymmetry is an imbalance or disproportionality between the right and left sides of the lower third of the face or mandible. Aim: The aim of this study was to assess the difference in the proportion of mandibular asymmetry between patients with different skeletal patterns. Methods: A comparative analytical study with a cross-sectional design on 105 patients at RSKGM FKG UI were conducted. Calculations were performed using the Kjellberg method on digital panoramic radiographic analysis using EzOrtho software. Results: The results of this study showed that 55.2% of subjects experienced mandibular asymmetry. The Pearson Chi-Square bivariate test showed that there was a significant difference in the proportion of mandibular asymmetry between patients with class I, II, and III skeletal patterns. The bivariate continuity correction test showed that there was a significant difference in the proportion of mandibular asymmetry in the class I skeletal pattern group compared to the class III skeletal pattern group, and there was a significant difference in the proportion of mandibular asymmetry in class II skeletal pattern group compared to the class III skeletal pattern group. However, there was no significant difference in the proportion of mandibular asymmetry in the class I skeletal pattern group compared to the class II skeletal pattern group. Conclusion: There was a difference in the proportion of mandibular asymmetry in patients with different skeletal patterns."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Ekaputra
"Latar belakang: Estetika wajah merupakan sesuatu yang dianggap penting oleh masyarakat karena selain meningkatkan rasa kepercayaan diri seseorang, estetika wajah juga dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Estetika wajah terdiri dari Estetika Makro (Facial), Estetika Mikro (Dental), dan Estetika mini (Dentofacial). Estetika mini atau senyum terdiri dari beberapa indikator penentu, salah satunya adalah incisor display. Estetika sendiri memiliki subjektivitas yang tinggi dan bergantung pada persepsi. Sehingga, penting untuk mengetahui persepsi senyum menurut ortodontis dan orang awam untuk menentukan rencana perawatan. Tujuan: Mengetahui perbedaan persepsi estetika senyum pada berbagai level incisor display di dalam masing-masing kelompok orang awam dan ortodontis. Metode: Penelitian ini dilakukan di Jakarta menggunakan metode cross-sectional. Kuesioner ini disebar kepada 100 orang awam dan 100 ortodontis menggunakan kuesioner daring. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna persepsi estetika senyum pada level incisor display 0 mm dengan 4 mm, serta perbedaan sebagian bermakna pada level 1mm, 2mm, 3mm, 4mm menurut orang awam. Menurut ortodontis terdapat perbedaan bermakna pada level 0mm dengan 1mm, 2mm, 3mm, dan 4mm. Terdapat juga perbedaan sebagian bermakna pada level 1mm, 2mm, 3mm, 4mm. Kesimpulan: Incisor display pada level tertentu memengaruhi persepsi estetik orang awam dan juga ortodontis

Background: Facial aesthetics are something that is considered important by the society. They consist of Macro Aesthetics (Facial), Micro Aesthetics (Dental), and Mini Aesthetics (Dentofacial). The mini or smile aesthetics consist of several defining indicators, one of which is the incisor display. Aesthetic itself has high subjectivity and depends on perception. Thus, it is important to know the perception of smile according to the orthodontist and the laypeople to determine a treatment plan. Objective: To determine the differences in the perception of smile aesthetics at various levels of incisor display within each group of laypeople and orthodontists. Methods: This study was conducted in Jakarta using a cross-sectional method. The questionnaire was distributed to 100 laypeople and 100 orthodontists, via online questionnaire. Results: There are significant differences in the aesthetic perception of smiles at the 0mm and 4mm incisor display levels, and partial differences are significant at 1mm, 2mm, 3mm, 4mm according to laypeople. According to orthodontists, there are significant differences in 0mm with 1mm, 2mm, 3mm, and 4mm and partial differences are significant at 1mm, 2mm, 3mm, 4mm. Conclusion: Incisor display influences the aesthetic perception of laypeople and orthodontists on most levels."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library