Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suroso Dwidjo
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas kegiatan Lembaga Kerjasama Bipartit dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan pekerja di PT. DINO. Metode penelitian di sini meliputi pengumpulan data dan analisa data. Data dikumpulkan dari data primer dan data sekunder yang diambil dari perusahaan PT. DINO dan dari kantor Depnaker DKI Jakarta, dilanjutkan dengan interview kepada pimpinan PT. DINO, pekerja dan Serikat Pekerja. Data dianalisis secara statistik dengan pendekatan korelasi berganda partial antara keberadaan LKS Bipartit di PT. DINO dihubungkan dengan kesejahteraan di perusahaan tersebut.
Penelitian di PT. DINO menemukan bahwa keberadaan LKS Bipartit di PT. DINO secara formal diakui ada, tetapi kurang berfungsi. Berdasarkan pendekatan korelasi barganda partial dari tahun 1988 sampai dengan tahun 1992 di PT. DINO hubungan antara keberadaan LKS Bipartit di perusahaan tersebut dengan kesejahtraan (yang diwakili oleh variabel upah tunjangan), mempunyai hubungan yang kuat. Hal ini berarti pada periode 1988 s/d 1992 hubungan LKS Bipartit di PT. DINO mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan.
Tetapi untuk tahun-tahun selanjutnya sampai tahun 1995 hubungan korelasi berganda partial antara keberadaan LKS Bipartit dengan kesejahteraan (upah dan tunjangan) hanya sebesar r = 0,47 dan setelah diadakan uji dengan t tabel, ternyata tidak ada hubungan antara keberadaan LKS Bipartit dengan kesejahteraan, karena pengurusnya dianggap kurang mampu untuk menjalankan hubungan industrial tersebut, sehingga tidak dapat melaksanakan fungsi komunikasi dan konsultasi baik kepada pekerja maupun kepada pengusaha.
Hasil bahasan tesis ini dapat digunakan untuk studi banding pelaksanaan hubungan lembaga kerjasama Bipartit di perusahaan lain, dengan mempertimbangkan perbaikan pemahaman dan penerapan nilai hubungan industrial di perusahaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T1357
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Wijaya
"Kelompok dengan berbagai indikatornya ternyata memang masih rendah atau kurang efektif, walaupun dalam beberapa indikator tertentu menunjukkan angka yang cukup positif. Demikian halnya terhadap kajian karakteristik kepemimpinan yang efektif belum menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan perilaku kepemimpinan.
Hal ini diukur dari karakteristik consideration, Initiating Structure, Relasi, Visi serta Kemampuan dan Keahlian. Dalam mengelola organisasi khususnya masalah kepemimpinan dimasa yang akan datang diperlukan kemampuan dan keahlian yang memadai seining dengan kemajuan pesat dibidang teknoiogi informasi. Untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan seseorang, diperlukan kemampuan untuk mengakomodasi saran dan keluhan dari bawahan dan senantiasa melibatkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan organisasi. Hanya dalam team work masalah-masalah akan dapat diatasi dengan lebih bijaksana yang memberikan muara terhadap peningkatan efektivitas kepemimpinan."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T16710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ermy Rizkawati
"Keterbukaan informasi publik yang diatur dalam Undang Undang No 14 tahun 2008 mewajibkan semua Badan Publik melakukan keterbukaan informasi sesuai dengan ketetapan undang undang. Kementerian Dalam Negeri merupakan salah satu kementerian yang menyambut baik Undang Undang No 14 tahun 2008 tersebut dengan membuat Permendagri No 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah.
Peneliti tertarik untuk meneliti ini karena ditemukan beberapa masalah dalam implementasinya. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data dengan studi lapangan studi kepustakaan wawancara mendalam dan observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi masih memiliki beberapa kekurangan seperti ketiadaan Standar Operasional dan Prosedur dalam permintaan informasi pembentukkan PPID serta belum mampunya Kemendagri melakukan uji konsekuensi terhadap informasi.

Transparency of public information that be reguated in Act Number 14 of 2008 requires all Public Institutions perform the transparency of information accordance with the law. Ministry of Home Affairs is one ministry that welcomed the Act Number 14 of 2008 in make Minister of Home Affairs Regulation Number 35 of 2010 on Guidelines for the Management of Information and Documentation Services at the Ministry of Home Affairs and Local Government.
Researcher interested in studying this because there are some problems in the implementation. Researcher used a qualitative approach descriptive with data collection by field studies library research in depth interviews and observations.
The results showed that the implementation still has several shortcomings such as lack of Standard Operating and Procedures on information request the formation of PPID and the inability of Kemendagri do the information consequential harm test."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52392
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arfiandri Prihartanto
"Penelitian ini membahas mengenai pengawasan internal yang dilakukan oleh Inspektorat Kota Depok selaku APIP (Aparatur Pengawas Internal Pemerintah) dalam konteks e-procurement pada Pemerintahan Kota Depok. Dalam penelitian ini peneliti menganalisis dimensi-dimensi pengawasan internal dari COSO pada Inspektorat Kota Depok. Permasalahan yang diangkat peneliti yaitu: pengawasan internal yang dilakukan Inspektorat Kota Depok selama ini belum dapat mencegah korupsi dan penyimpangan dalam sektor e-procurement di Pemkot Depok. Penelitian ini menggunakan pendekatan positivis dengan metode pengumpulan data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengawasan internal Inspektorat Kota Depok dalam konteks e-procurement pada Pemerintahan Kota Depok belum berjalan dengan baik karena beberapa masalah antara lain: metodologi pengawasan e-procurement yang dilakukan masih post audit, belum diangkatnya auditor ke dalam Jabatan Fungsional Auditor (JFA), belum adanya program penilaian risiko di dalam merencanakan kegiatan pengawasan e-procurement dan belum adanya penilaian dan grand design terkait sumber daya manusia dalam hal ini khususnya auditor di Inspektorat Kota Depok.

This thesis discusses about internal control performed by Inspektorat Kota Depok as internal government auditor in the context of e-procurement in City Government of Depok. In this thesis, researcher analyzed the dimensions of the COSO’s internal control in Inspektorat Kota Depok as main actor of internal control. This study raised issue about internal control that do by Inspektorat Kota Depok can’t prevent corruption in the context of e-procurement in city Government of Depok. This thesis used a positivist approach with qualitative method for the collecting data. The results of this thesis showed that internal control by Inspektorat Kota Depok in the context of e-procurement has not run properly.due to some problem such as: e-procurement controling method still use post audit, the auditors in Inspektorat Kota Depok has not approached into the functional auditor, the absence of a risk assesment program in planning of e-procurement controling activities, and there is still no assesment and grand design that related to human resources especially for auditors in Inspektorat Kota Depok.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47445
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indhy Aidha Putri
"Penelitian ini membahas tentang Analisis Penerapan Good Governance dalam Pengelolaan Ekowisata di Suaka Elang. Teori yang dipakai berdasarkan teori dari United Nation Development Programme (UNDP) yang tertulis dalam buku Sedarmayanti dan menggunakan 8 prinsip good governance sebagai dimensinya. Dimensi tersebut adalah (1) Partisipasi, (2) Tegaknya Supremasi Hukum, (3) Transparansi, (4) Berorientasi pada Konsensus, (5) Responsif, (6) Efektifitas dan Efisiensi, (7) Akuntabilitas dan (8) Visi yang Strategis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif. Teknik pengambilan datanya dengan cara wawancara dan observasi. Hasil dari penelitian menunjukkan prinsip good governance yang sudah diterapkan dengan baik adalah (1) Partisipasi, (2) Tegaknya Supremasi Hukum, (3) Akuntabilitas (4) Berorientasi pada Konsensus dan (5) Visi yang strategis. Beberapa prinsip yang belum diterapkan dengan baik adalah (1) Transparansi, (2) Responsifitas dan (3) Efektifitas dan efisiensi.

This research discusses the analysis of good governance application at the ecotourism management in Suaka Elang. The theory that being used is based on the theory of the United Nations Development Programme (UNDP) which written on the book by Sedarmayanti and use the 8 principles of good governance as the dimensions. The dimensions are: (1) Participation, (2) Rule of Law, (3) Transparency, (4) Consensus Oriented, (5) Responsiveness, (6) Effectiveness and Efficiency, (7) Accountability and (8) Strategic Vision. This study uses descriptive qualitative design. The technique that being used to collect the data are by interviews and observation. The results of the show good governance principles that have been applied are (1) Participation, (2) Rule of Law, (3) Accountability (4) Oriented Consensus and (5) Strategic Vision. Some principles that have not applied properly are (1) Transparency, (2) Responsiveness and (3) Effectiveness and efficiency."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chanif Nurcholis
"Pada 1969 pemerintah mulai melaksanakan program pembangunan nasional secara bertahap yang dikenal dengan program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Pemerintah menyadari bahwa hampir 70 persen penduduk Indonesia tinggal di Desa. Oleh karena itu, pemerintah sejak Pelita I menaruh perhatian yang besar terhadap Desa. Mulai Pelita I pemerintah memberi subsidi lewat Inpres Pembangunan Desa dan bantuan program lintas sektoral yang dilaksanakan oleh instansi vertikal. Kemudian pada awal Pelita III pemerintah menata susunan organisasi pemerintahan desa dengan menerapkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Melalui subsidi dan bantuan program pemerintah pusat berharap Desa mampu menggerakkan roda pembangunan dan langsung menangani permasalahan sektoral yang dihadapi warga desa. Selanjutnya melalui pengaturan susunan organisasi pemerintahan pemerintah pusat berharap Desa mampu menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan serta memberi pelayanan secara efektif. Semua langkah tersebut bertujuan agar warga Desa sebagai bagian terbesar dari penduduk Indonesia dapat meningkat kesejahteraannya.
Setelah berjalan kurang lebih 20 tahun kebijakan pemerintah pusat terhadap Desa khususnya penerapan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 dikritik banyak pihak karena ternyata berdampak pada birokratisasi pemerintahan desa dan pudarnya "otonomi desa" sehingga melahirkan pemerintahan desa yang birokratis. Akibatnya adalah tak dapat berkembangnya potensi dan kreativitas masyarakat desa. Hal ini terjadi karena kebijakan pemerintah pusat tersebut justru merusak lembaga desa asli atau rumah tangga desa yang berhak diselenggarkan oleh desa yang bersangkutan. Berdasarkan asumsi tersebut, perlu diteliti lebih serius sejauh mana dampak kebijakan pemerintah pusat terhadap rumah tangga desa tersebut. Dengan mengetahui dampak kebijakan pemerintah pusat tersebut maka kebijakan yang kurang sempurna bisa diperbaiki dan disempurnakan.
Penelitian ini memfokuskan pada dampak kebijakan pemerintah pusat khususnya dampak penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa terhadap rumah tangga desa. Hakekat rumah tangga desa adalah semua urusan yang menjadi tanggung jawab masyarakat desa sendiri untuk mengatur dan mengurusnya yang inheren sebagai kesatuan masyarakat hukum (adat). Dengan demikian, aktualisasi dari rumah tangga desa ditentukan oleh masyarakat sendiri. Namun karena desa juga berkedudukan sebagai satuan pemerintahan terendah dalam struktur pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka regulasi dari supra struktur yang berupa kebijakan publik tak bisa dihindari. Adanya kebijakan pemerintah pusat terhadap desa berupa regulasi pemerintahan desa melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 jelas akan berdampak pada perikehidupan masyarakat desa baik yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki.
Penelitian ini mengambil Kabupaten Demak sebagai daerah penelitian. Kabupaten Demak dipilih dengan pertimbangan (1) daerah ini sebagai salah satu daerah tertinggal di Jawa Tengah, (2) daerah ini masih mempunyai komponen-komponen kerumah tanggaan desa relatif lengkap, dan (3) daerah ini diapit oleh dua kota besar yaitu Semarang dan Kudus yang mengimbaskan budaya rasionalnya sehingga pertemuan antara pemenuhan lembaga (institution) yang bersifat tradisional dan pemenuhan organisasi (organization) yang bersifat modern bisa diamati dengan jelas.
Kabupaten Demak terdiri atas 241 Desa. Karena itu, populasi dari penelitian ini adalah 241 Desa. Dilihat dari karakteristiknya ke-241 Desa tersebut bisa dikelompokkan ke dalam tiga kelompok: Desa persawahan, Desa nelayan, dan Desa campuran. Berdasarkan karakteristik tersebut populasi dikelompokkan menjadi (1) Desa persawahan, (2) Desa nelayan, dan (3) Desa campuran. Dari setiap kelompok diambil satu desa sebagai sampel dengan teknik purposive. Sampel dianggap representatif karena kondisi populasi untuk setiap kelompok hampir sempurna homogenitasnya dilihat dari penyelenggaraan rumah tangga desa yang bersangkutan.
Data awal dikumpulkan melalui telaah pustaka khususnya pustaka dan dokumen yang berkaitan dengan kebijakan publik (mengenai desa) dan sejarah perkembangan pemerintahan dan masyarakat desa sejak zaman Belanda sampai sekarang. Selanjutnya dilakukan pengambilan data primer dan sekunder. Data primer dilakukan melalui wawancara mendalam terhadap key informan dan informan biasa. Data sekunder dikumpulkan melalui dokumentasi Desa dan kepustakaan. Setelah diklasifikikasikan sesuai dengan kelompok variabel-variabelnya, data kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif. Data kuantitif digunakan untuk memperjelas analisis kualitatif.
Penelitian ini menemukan bahwa kebijakan pemerintah pusat terhadap desa membawa perubahan yang mendasar pada lembaga rumah tangga desa yang pada gilirannya merubah sistem sosial masyarakat desa. Sistem pemerintahan Desa berubah dari sistem pemerintahan yang fungsional terhadap pelayanan masyarakat menjadi sistem pemerintahan yang birokratis. Sistem peradilan desa menjadi hilang. Gotong royong sebagai jiwa dan instrumen kohesivitas masyarakat hilang. Lembaga pologoro yang sebenarnya sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman malah dipertahankan oleh Pemerintah Desa dengan motif kepentingan ekonomi pengurus desa. Upacara adat hilang dan yang masih berjalan makin tidak signifikan dengan fungsi pemerintahan desa. Terakhir sistem sosial masyarakat Desa berubah dari sistem sosial yang bersifat guyub (gemeinschaft) menjadi sistem sosial yang mengarah pada perilaku individualistis.
Atas dasar temuan penelitian tersebut disampaikan rekomendasi sebagai berikut: (1) lembaga desa perlu ditata kembali sesuai dengan kehendak, kebutuhan, kepentingan, pola pikir, dan budaya masyarakat desa, (2) lembaga desa perlu disusun atas dasar pandangan bahwa masyarakat desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai lembaga sosial yang masih berjalan dan dipertahankan, (3) bentuk kelembagaan Desa tidak perlu diseragamkan tapi diserahkan pada masyarakat desa sendiri untuk menentukan sesuai dengan adat yang berlaku di masing-masing daerah, (4) Pemerintahan Desa didesain sebagai pendorong dinamika dan pemberdaya masyarakat serta memberi ruang partisipasi yang seimbang antara masyarakat dan pemerintah desa, dan (5) dalam pembuatan struktur Pemerintahan Desa baru bisa dipertimbangkan dengan merevitalisasi struktur lama (adat) dengan isi dan jiwa baru yang rasional, demokratis, dan modern."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T5020
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwarno
" ABSTRAK
Pemerintah telah bertekad menjadikan pajak sebagai tulang punggung dan pilar utama penerimaan negara, untuk menbiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Untuk mencapai maksud tersebut terus diupayakan penyempurnaan Undang-Undang Perpajakan dan aturan pelaksanaannya, terakhir dengan Undang-Undang No. 9, No. 10, No.11, dan No. 12 tahun 1994 yang mulai berlaku tahun 1995.
Sistem pemungutan pajak menurut Undang-Undang Perpajakan yang disempurnakan tersebut tetap seperti tahun sebelumnya yaitu Sistem Self Assessment yang dilengkapi dengan Sistem Withholding Tax, dimana penghitungan besarnya pajak yang terutang pada dasarnya dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri. Tugas utama Direktorat Jenderal Pajak adalah melakukan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan.
Agar Sistem Self Assessment dapat berjalan seperti yang diharapkan, diperlukan peningkatan pengawasan kepada para Wajib Pajak, terutama dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan.
Dari hasil penelitian di KPP Jakarta Kebon Jeruk ternyata pemeriksaan sederhana yang dilakukan oleh Seksi PPh Badan telah memberikan kontribusi yang paling besar pada upaya peningkatan penerimaan PPh Badan KPP Jakarta Kebon Jeruk, sehingga pemeriksaan kepada para Wajib Pajak terutama Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya rendah diharapkan dapat dipakai sebagai acuan dalam upaya meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan.
Agar pemeriksaan pajak berjalan dengan efektif dan efisien, dilakukan analisis SWOT guna menentukan faktor-faktor pendorong dan penghambat yang dipilih dalam menentukan strategi dan langkah-langkah pemeriksaan yang dilakukan. Wajib Pajak yang tidak patuh mendapat prioritas untuk diperiksa, sedangkan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Lebih Bayar dan SPT Rugi yang relatif lebih patuh dilakukan secara selektif. Untuk itu diperlukan deregulasi terhadap aturan penyelesaian SPT Lebih Bayar dan SPT Rugi yang selama ini harus dilakukan melalui pemeriksaan.
Dengan peningkatan kinerja pemeriksaan ternyata telah meningkatkan penerimaan PPh Badan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebon Jeruk dan diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya di masa yang akan datang. "
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deded Suharya
" ABSTRAK
Pajak merupakan salah satu sumber penerirnaan negara yang akhir-akhir ini mempunyai peran yang semakin penting dan strategis sebagai sumber penerimaan dalam negeri, diluar penerimaan minyak bumi dan gas alam. Peningkatan penerimaan pajak dimulai setelah dilakukannya Reformasi Perpajakan tahun 1983 dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak penghasilan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Reformasi Perpajakan yang utama dilakukan dalam sistem pemungutan pajak, yakni dengan mengubah sistem official assessment menjadi sistem self-assessment.
Keberhasilan dari sistem self-assessment ini sangat ditentukan oleh kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya..
Untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak perlu dilakukan usaha-usaha, antara lain dengan intensifikasi pemeriksaan pajak.
Selain untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, pemeriksaan pajak juga mempunyai fungsi untuk menegakkan keadilan, baik keadilan secara mendatar, yaitu keadaan dimana Wajib Pajak yang berkemampuan sama dikenakan pajak yang sama pula, maupun keadilan secara tegak, yaitu keadaan dimana Wajib Pajak yang berkemampuan lebih besar dikenakan pajak yang lebih besar pula.
Keberhasilan pemeriksaan pajak dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh berbagai variabel. Dalam penelitian ini diungkapkan variabel-variabel yang mempengaruhi pemeriksaan dan juga saran-saran untuk memperbaiki pengaruh variabel-variabel tersebut.
Ada tiga variabel sebagai temuan penelitian ini yang berpengaruh terhadap pemeriksaan pajak, yaitu :
1. Perencanaan pemeriksaan pajak
2. Pelaksana pemeriksaan/Pemeriksa/Sumber Daya Manusia
3. Unsur yang mendukung
Untuk perencanaan pemeriksaan pajak disarankan agar penyusunannya dilakukan dengan cermat dan dikoordinasikan dengan pihak-pihak yang terkait sehingga tujuan dari pemeriksaan pajak dapat dicapai dengan optimal, efisien dan efektif.
Dalam bidang sumber daya manusianya, mutu dari pelaksana pemeriksaan pajak perlu ditingkatkan baik kemampuannya maupun motivasi serta mentalitasnya.
Sedangkan untuk unsur-unsur yang mendukung, seyogianyalah digalang kerjasama dengan pihak- pihak diluar Ditjen Pajak untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugasnya, karena upaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak ini bukan hanya tugas dari Ditjen Pajak melainkan juga tugas dari seluruh lapisan masyarakat"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Nelson Edi
"Banyak usaha sudah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama produktivitas tenaga kerjanya, tetapi tidak semua berhasil untuk meningkatkan produktivitas secara nyata. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisa persepsi karyawan di Kantor Pusat PT. ASTEK (Persero) Jakarta terhadap insentif dan produktivitas kerja.
PT. ASTEK (Persero) Kantor Pusat Jakarta berfungsi antara lain : merencanakan dan mengendaliken pelaksanaan kebijaksanaan umum perusahaan serta merumuskan, merencanakan dan menetapkan strategi pengembangan Sumber Daya Manusia.
Tugas pokok dari Badan Usaha Milik Negara ini adalah mengutamakan pelayanan kepada peserta dalam rangka peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survai dengan menitik beratkan pada analisis persepsi karyawan terhadap kebijaksanaan insentif dan produktivitas kerja. Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner dan wawancara, sedangkan data sekunder diambil dari kepustakaan maupun melalui informasi lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa persepsi karyawan terhadap kebijaksanaan insentif dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja adalah positif. Pembinaan, pendidikan dan pelatihan, pendapatan dan penghargaan sebagai faktor utama insentif ditemukan pada penelitian cukup mendukung peningkatan produktivitas kerja karyawan. Kepemimpinan, peraturan, pengawasan, sarana kerja dan kesetiaan sebagai faktor pendukung produktivitas menunjukkan turut mempengaruhi usaha peningkatan produktivitas kerja karyawan.
Dari wawancara yang dilakukan, ditemukan bahwa meningkatnya produktivitas kerja karyawan tergantung pada sikap perilaku individu khususnya kesadaran mereka sebagai karyawan disamping peranan kepemimpinan dan kesetiaan kepada perusahaan, keinginan untuk berprestasi, kesempatan dan kemampuan untuk meningkatkan prestasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Masana
"Pemerintah Kabupaten Dati II Sumedang telah berupaya mengelola diklat pegawai namun hasilnya belum optimal. Dalam sistem diklat pegawai, Pemerintah Daerah Tingkat II Sumedang lebih berperan selaku penyedia peserta diklat. Program-program diklat dibuat secara baku oleh Pemerintah Tingkat Atas (Badan Diklat Departemen Dalam Negeri dan Diklat Propinsi Dati. I Jawa Barat) yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Daerah Tungkat II Sumedang. Penentuan kebutuhan diklat (Training Need) belum dianalisis secara benar, hal ini disebabkan oleh kekurangan informasi (analisis jabatan, evaluasi prestasi kerja, rencana/pola pengembangan karir, rencana induk pegawai dan sebagainya), keterbatasan tenaga perencana yang ahli, keterbatasan perencanaan dan sebagainya. Belum ada keterpaduan perencanaan antara Pemerintah Daerah Tingkat II Sumedang, Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat, Instansi Vertikal Propinsi Jawa Barat (Kanwil), dan Instansi Pemerintah Pusat yang mempunyai sasaran peserta diklat di Kabupaten Daerah Tingkat II Sumedang.
Kecenderungan evaluasi diklat Iebih besar pada penguasaan teori/pengetahuan daripada keterampilan (skill). Hal ini disebabkan keterbatasan sarana dan prasarana, para pelatih yang profesional dan waktu yang dibutuhkan. Evaluasi diklat pada umumnya telah dilaksanakan, baik mengenai penyelenggaraan, peserta maupun terhadap pengajar/pelatih. Peserta diklat diberi peran mengevaluasi penyelenggaraan diklat dan pengajar/pelatih yang tingkat obyektivitasnya masih perlu dibuktikan kebenarannya. Tindak lanjut evaluasi terhadap pengajar/pelatih mengalami kesulitan terutama bagi para pengajar/pelatih yang berasal dari Dinas/instansi yang dinilai kompeten untuk jenis diklat tertentu. Evaluasi hasil diklat setelah peserta kembali ke tempat kerjanya jarang dilakukan karena aturan atau sistem untuk itu belum ada.
Evaluasi prestasi kerja pegawai belum terlaksana secara optimal, rencana/pola karir dan pengembangan pegawai belum dibuat secara formal sehingga dalam perencanaan diklat belum memanfaatkan informasi kegiatan tersebut, Diklat Penjejangan secara umum baru mencapai realisasi sebesar 7.06 % Kecilnya realisasi diklat tersebut karena anggaran diklat sangat terbatas.
Berdasarkan jawaban responden dapat disimpulkan bahwa nilai skor variabel diklat sebesar 69.27 % dan nilai skor variabel prestasi pegawai yang ikut diklat sebesar 71 %. Itu berarti bila diklat dilaksanakan dengan baik maka prestasi kerja pegawai yang ikut diklat akan baik pula. Belum optimalnya prestasi kerja pegawai karena ada faktor-faktor lain yang ikut menentukan prestasi kerja pegawai seperti kepuasan kerja, kepemimpinan, sarana/ prasarana dan sebagainya. Diklat sangat penting bagi pegawai, hal ini sesuai dengan pendapat responden, bahwa pegawai yang telah mengikuti diklat lebih berprestasi dibandingkan dengan pegawai yang belum pernah ikut diklat."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>