Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rio Radityo
"Stres kerja dapat dialami oleh karyawan, khususnya karyawan perusahaan Teknologi Informasi. Salah satu pengaruh adanya sumber stres kerja pada karyawan perusahaan Teknologi Informasi adalah kinerja karyawan Penelitian yang dilakukan pada 52 karyawan perusahaan Teknologi Informasi PT X ini ingin mengetahui hubungan sumber stres kerja dengan kinerja pada karyawan perusahaan Teknologi Informasi pada PT X serta ingin mengetahui perbedaan sumber stres kerja dengan kinerja diantara karyawan tetap dan karyawan kontrak. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling atau convenience sampling. Sumber stres kerja pada karyawan Teknologi Informasi diukur dengan Job Stres Survey dan Kinerja diukur dengan alat ukur kinerja karyawan dari PT. X sehingga hanya didapatkan data sekunder.
Dari hasil korelasi pearson ditemukan bahwa sumber stres kerja memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan kinerja pada karyawan tetap (-0,722 dengan p < 0,05), dan pada karyawan kontrak (-0,842 degan p value <0.05) Ditemukan juga perbedaan pada dimensi sumber stres kerja yang berhubungan terhadap kinerja diantara karyawan tetap dan karyawan kontrak. Dimensi sumber stres kerja yang memiliki hubungan dengan kinerja karyawan tetap adalah kondisi kerja, ambiguitas peran, pengembangan karir, sedangkan untuk dimensi hubungan interpersonal dan struktur organisasi tidak memiliki hubungan dengan kinerja karyawan tetap. Sedangkan dimensi sumber stres kerja yang memiliki hubungan dengan kinerja karyawan kontrak adalah kondisi kerja, ambiguitas peran, hubungan interpersonal, pengembangan karir, dan struktur organisasi.
Job Stressor can be experienced among employee, especially Information Technology corporate employees. One of the influence of job stress on Information Technology corporate employees is employee performance. The research with 52 Information technology employees explore the correlation between job stressor and performance and also explore the correlation between permanent employees and contarct employees. The sampling techniques used in this research are accidental sampling or convenience sampling. Job stress in Information technology employees is measured with employee performance assessment fron the PT. X.
Pearson Correlation analysis demonstrate that job stress have a significant negative correlation eith performance on permanent employees (r = -0,722 with p value <0,05) and significant negative correlation between job stress and performance on contract employees (r = -0,707 with p value <0,05). Job stress dimention that relates with performance of permanent employees are work condition, role ambigui ty, career development while interpersonal relation and organization structure dimention have no relation with permanent employees performance. On the other side the job stress dimention that relates with the contract employees are work condition , role ambiguity, interpersonal relation, career development and organization structure.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kory Prismadia
"Seiring berkembangnya tim kerja (Sundstrom et al., 2000 dalam Afolabi, Olukayode A ,& Ehigie, Benjamin Osayawe, 2005), beberapa penelitian telah melaporkan bahwa tim tidak selalu mengeluarkan hasil yang diinginkan (e.g. Weiss et al., 1992; Rice and Schneider, 1994 dalam Afolabi, Olukayode A ,& Ehigie, Benjamin Osayawe, 2005). Tim kerja menurut Robbins (1988:71) adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang saling mempengaruhi dan saling tergantung yang bekerja sama untuk mencapai sasaran tertentu. Salah satu dari beberapa variabel yang meliputi proses intragrup, dimana berkontribusi pada keefektivitasan anggota tim (Spencer and Spencer, 1993) dan menjadi hal yang penting bagi manajemen dan keefektivitasan organisasional (Torrington and Weightman, 1994 dalam dalam Afolabi et,al, 2005) adalah kohesivitas tim. Kohesivitas adalah keinginan setiap anggota untuk mempertahankan keanggotaan mereka dalam kelompok, yang didukung oleh sejumlah kekuatan independen, tetapi banyak penelitian lebih berfokus pada ketertarikan antar anggota. (Festinger, Schater, & Back, 1950).Salah satu variabel yang mempengaruhi kohesivitas menurut Lott (1965) adalah kepribadian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan keempat dimensi kepribadian DISC dari Marston (2005) (dalam Sadewo,2006), yaitu Dominace, Influence, Steadiness, dan Conscientiousness.
Dasar pemikiran penulis untuk memilih variabel kohesivitas dan dimensi kepribadian DISC untuk diteliti adalah bahwa penulis mempunyai asumsi bahwa kepribadian (dalam penelitian ini memakai dimensi kepribadian DISC) mempengaruhi besarnya kohesivitas tim. Oleh karena itu, individu yang memiliki dimensi kepribadian DISC tertentu diasumsikan menghasilkan tim yang kohesif karena dapat menghasilkan interaksi yang menyenangkan dari tingkah laku masing- masing anggotanya. Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara dimensi kepribadian DISC dan kohesivitas tim kerja. Peneliti memiliki dugaan bahwa keempat dimensi kepribadian DISC memiliki hubungan yang positif dengan kohesivitas tim kerja.
Penelitian ini menggunakan desain ex post facto dengan sampel sebanyak 15 tim kerja atau sebanyak 103 orang yang diperoleh melalui teknik accidental sampling. Alat ukur yang dipergunakan dalam penelitian adalah alat ukur kohesivitas dan alat tes kepribadian DISC. Setelah data terkumpul, peneliti menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment untuk mengetahui hubungan antara keempat dimensi kepribadian DISC dan kohesivitas tim kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya dimensi Influence yang memiliki hubungan positif dengan kohesivitas tim kerja. Kedua variabel tersebut memiliki korelasi sebesar 0,227 dan signifikan pada l.o.s 0,05.

As the development of work team (Sundstrom et al., 2000 dalam Afolabi, Olukayode A ,& Ehigie, Benjamin Osayawe, 2005 Some researches have reported that team doesn't always create the desired result (e.g Weiss et al., 1992; Rice and Schneider, 1994 in Afolabi, Olukayode A, & Ehigie, Benjamin Osayawe, 2005. According to Robbins (1988:71) work team defined as a group consists of two or more people that worked together to gain some desired results. Team Cohesiveness is one of the variables that influenced on team's effectiveness (Spencer & Spencer, 1993) and it has become the important thing on the organizational effectiveness (Torrington & Weightman, 1994 in Afolabi et al., 2005). The researcher was interested on investigating about the team cohesiveness because, according to Galdstein's hypothesis (1984), cohesiveness is the most important indicator on team's effectiveness under input-process-output model.
Cohesiveness is the eagerness to maintain the membership of the group that the individual belongs to, which is supported by some independent power. However, most of the research has been focused on the attractiveness of the members, not about the group cohesiveness (Festinger, Schater, & Back, 1950). One of the variables which influenced the team cohesiveness is personality (Lott, 1965). Within this research, the researcher is using four personality dimension (DISC) from Marston (2005) ( in Sadewo,2006): Dominance, Influence, Steadiness, and Conscientiousness.
This research is based on cohesiveness variable and Personality dimension (DISC) in which assumed that personality influenced the cohesiveness' level of the team. Therefore, person who has certain DISC personality dimensions can create team cohesiveness because she/he can create a pleasant interaction among the member. So, this research correlates DISC personality dimensions and team cohesiveness and assumed that all dimensions of DISC personality and team cohesiveness have a positive correlation.
The design of this research is ex post facto correlation with 15 work teams or 103 partisipans whom selected by accidental sampling. Researcher used Pearson Product Moment to analize the data. This result indicates that only Influence dimension has significant positive correlation with team cohesiveness (r = 0,227 with Los 0,05)."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
155.23 PRI h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Siti Rachmadani
"Kepuasan kerja adalah variabel sikap yang merefleksikan bagaimana perasaan evaluatif individu mengenai pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan salah satu variabel pekerjaan yang penting karena berkontribusi besar terhadap efektifitas perusahaan dan pada pekerja itu sendiri. Kepuasan kerja dipengaruhi faktor lingkungan pekerjaan dan faktor karakteristik pribadi. Karakteristik pribadi yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah Locus Of Control (LOC), yakni keyakinan umum individu pada kemampuannya untuk mengontrol penguatan (reinforcement) positif serta negatif dalam hidupnya. Individu dengan LOC eksternal merasa hidupnya dikontrol oleh nasib dan keberuntungan. Sedangkan individu dengan LOC internal merasa dirinya mengontrol setiap peristiwa.
Penelitian sebelumnya memperlihatkan individu dengan LOC internal merasa lebih puas dengan pekerjaannya dibanding yang eksternal. Diantaranya penelitian tersebut dilakukan pada subyek mahasiswa dan karyawan teknis. Untuk melihat lebih jauh hubungan LOC dengan kepuasan kerja pada subyek berbeda, yakni karyawan pabrik, maka dilakukan penelitian ini. Subyek penelitian adalah karyawan pabrik berjumlah 125 orang, dengan metode pengambilan sampel nonprobability-incidental sampling.
Tipe penelitian berbentuk ex-post facto field study dengan correlational design. Alat ukur penelitiannya adalah skala adaptasi Work Locus Of Control Scale dan skala adaptasi The Job Satisfaction Survey. Untuk memperoleh gambaran LOC dan kepuasan kerja digunakan mean average, dan untuk melihat korelasi keduanya digunakan teknik Pearson's product-moment.
Hasil penelitian adalah koefisien korelasi LOC dengan kepuasan kerja yakni sebesar -0.512 yang signifikan pada LOS 0.05 dan 0.01. Sehingga kesimpulan penelitian ini adalah semakin internal LOC, subyek semakin puas terhadap pekerjaannya, dan sebaliknya, semakin eksternal LOC, subyek semakin tidak puas terhadap pekerjaannya.

Job satisfaction is an attitude variable that represent an individual's evaluative feelings toward his or her job. Job satisfaction is on of a job variable that is important because it contribute a lot to the company effectiveness and the individual itself. Job satisfaction is influenced by work environmental and personal characteristic factors. Personal characteristic that influence job satisfaction is locus of control (LOC). LOC is an individual's generalized belief in his or her ability to control positive and negative reinforcement in life. Individual with external LOC feel that his or her life is controlled by fate and luck. On the other hand, individual with internal LOC feel that he or she can control their life.
Others research that has been done before shows that individual with internal LOC feels more satisfied with his or her job compared to the external LOC. Some of the research used college students and technical employees as the subject. To see more about the correlation between LOC and job satisfaction on different subject, with factory workers as the subject, so this research is held. Research was held among 125 factory workers using nonprobabilityincidental sampling method.
The type of this research was ex-post facto field study with correlational design. The measurement that was used are Work Locus of Control and The Job Satisfaction Survey adaptation scale. Mean average was used to get description of LOC and job satisfaction, and pearson-product moment was used to see correlation between them.
The result showed that coefficient of correlation between LOC and job satisfaction is - 0.512 which is significant at LOS 0.05 and 0.01. The conclusion of this research is the more internal subject's LOC, the more satisfied they feel about their job. On the other hand, the more external subject's LOC, the more dissatisfied they feel about their job.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Olga Meidelina
"ABSTRAK
Berbicara mengenai kesuksesan maskapai penerbangan tidak akan lepas dari awak kabinnya. Awak kabin yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi akan dapat memberikan performa yang baik pada pekerjaannya. Keterlibatan kerja dapat semakin meningkat dengan adanya dukungan sosial terutama saat ada tuntutan kerja yang tinggi. Awak kabin memiliki tuntutan kerja yang tinggi seperti harus bekerja dalam ruangan sempit, jam kerja yang panjang, dan harus dapat melayani pelanggan sekalipun mereka agresif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran dukungan sosial sebagai moderator pada pengaruh tuntutan kerja terhadap keterlibatan kerja pada awak kabin di Indonesia. Sampel penelitian adalah 45 awak kabin dengan lama kerja minimal satu tahun. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional untuk melihat hubungan antara ketiga variabel dan analisis regresi untuk melihat efek moderasi dari dukungan sosial. Penelitian ini menggunakan kuesioner UWES (Utrecht Work Engagement Scale-9) untuk mengukur keterlibatan kerja dan bagian dari COPSOQ (Copenhagen Psychosocial Questionnaire) untuk mengukur tuntutan kerja kuantitatif dan dukungan sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tuntutan kerja dan dukungan sosial berkorelasi positif dengan keterlibatan kerja, namun tidak ditemukan efek moderasi dukungan sosial pada pengaruh tuntutan kerja terhadap keterlibatan kerja (b3=0,01,t=0,165, p>0,05). Dengan demikian pihak perusahaan diharapkan dapat mengatur beban kerja awak kabin sehingga tuntutan kerjanya tidak terlalu banyak melebihi kapasitas agar keterlibatan kerja dan kinerjanya tetap optimal. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tyas Surtaningrum
"Ketika konsumen semakin kritis dalam membeli, loyalitas merupakan hal yang semakin menantang untuk diraih. Pihak Transjakarta sebagai sebuah perusahaan jasa pasti berusaha untuk memperoleh sekelompok pembeli tetap yang loyal akan jasa yang diberikannya, terlebih karena hingga saat ini pemerintah DKI Jakarta masih mengalami kerugian dari pengadaan bus tersebut (Tempo, 25 November 2007). Loyalitas adalah preferensi konsumen kepada suatu merek tertentu yang kemudian menghasilkan pembelian berulang pada merek tersebut ( Belch & Belch, 2007).
Dalam membeli konsumen akan memilih produk atau jasa yang mampu menawarkan tingkat kepuasan yang tinggi kepada mereka Hal ini berlaku pula bagi konsumen bus Transjakarta, konsumen akan puas apabila persepsi mereka akan kualitas jasa yang diberikan oleh bus Transjakarta sama dengan harapan mereka (Assel, 1984). Penelitian ini berupaya untuk mengetahui gambaran kepuasan konsumen dan loyalitas menggunakan bus Transjakarta. Jumlah subjek penelitian adalah 60 orang yang menggunakan bus Transjakarta.. Hasil yang diperoleh adalah terdapat nilai hubungan yang signifikan antara kepuasan konsumen dengan loyalitas menggunakan bus Transjakarta sebesar 0.486, signifikan pada l.o.s 0.01.

When consumers become more critical in terms of buying, loyalty in turn becomes one thing that is more challenging to obtain. As a company, Transjakarta is surely determined to obtain consumers that are loyal towards the service they offer, most notably when the government of Jakarta is noted to have suffered to date, in establishing the bus-way service (Tempo, 25 November 2007).Loyalty is a preference by consumer for a particular brand that results in continual purchase of it (Belch & Belch).
During the process of buying, consumers will choose whether a particular goods or service is capable in offering a high level of satisfaction for them. This theory also applies to the consumers of the Transjakarta bus.(Assel, 1984). This research aimed to inquire whether or not a correlation is found between the consumer satisfaction and the loyalty in using the Transjakarta bus. In total, 60 people were used as object of study.The result showed that there is a significant positif 0.486correlation between consumer satisfaction and the loyalty in using the Transjakarta bus.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niena Sulaswati Khotimah
"PT X adalah perusahaan manufakturing di bidang otomotif dimana pekerja operasional menjadi salah satu faktor penting agar target produksi perusahaan tercapai secara efisien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari keadilan organisasi dan umpan balik pengembangan dari Supervisor terhadap keterlibatan kerja pada pekerja operasional PT X, serta program intervensi yang diperlukan untuk meningkatkan keterlibatan kerja tersebut. Penelitian ini dilakukan terhadap 136 pekerja operasional di PT. X dengan menggunakan 3 (tiga) kuesioner untuk pengambilan datanya, yaitu: Skala Keadilan Organisasi, Skala Umpan Balik Pengembangan Positif dan Negatif dari Supervisor; dan Skala Keterlibatan Kerja (UWES-9).
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara umpan balik pengembangan dari Supervisor terhadap keterlibatan kerja, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara keadilan organisasi terhadap keterlibatan kerja. Selanjutnya, peneliti memberikan intervensi pelatihan umpan balik terhadap Supervisor untuk meningkatkan umpan balik pengembangan dari Supervisor. Hasil evaluasi pembelajaran program intervensi pelatihan umpan balik terhadap Supervisor menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan yang signifikan pada Supervisor yang mengikuti pelatihan. Akan tetapi evaluasi pelatihan setelah 6 bulan menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan yang signifikan terhadap keterlibatan kerja pekerja.

PT X is an automotive manufacturing company in which operational workers are one of important element to ensure that the production target planning could be reached efficiently. The aim of this research is to find out the impact of organizational justice and supervisor developmental feedback on work engagement on the operational workers at PT X and the intervension program needed to increase the work engagement. The research is conducted to 136 operational workers at PT. X using 3 (three) quisionnaires: Organizational Justice Scale, Positive and Negative Supervisor Developmental Feedback and Utrect Work Engagement Scale (UWES-9).
The result showed a significant corellation of supervisor developmental feedback to work engagement, however there is no significant correlation of organizational justice to work engagement. Further, researcher conduct the supervisor training feedback intervension program to increase supervisor developmental feedback. The evaluation of the supervisor training feedback intervension program showed significant increase on the supervisor’s knowledge of feedback. However the training evaluation after 6 month of intervension program showed no significant impact on the worker’s work engagement.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T52640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Nadhira Prabandari
"Komunikasi keselamatan dengan atasan merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh awak kabin. Hal tersebut dapat mencegah terjadinya kecelakaan, mempengaruhi kesetiaan penumpang, dan keuntungan maskapai. Akan tetapi, komunikasi keselamatan dengan atasan rentan untuk dikompromikan karena tingginya tuntutan kerja kuantitatif dapat membuat mereka mengalami kelelahan mental, sehingga performa kerjanya pun menurun. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran kelelahan mental sebagai mediator dalam hubungan antara tuntutan kerja kuantitatif dan komunikasi keselamatan dengan atasan. Tipe dan desain penelitian adalah korelasional dan cross-sectional. Partisipan dari penelitian ini adalah awak kabin yang bekerja minimal setahun di maskapai penerbangan Indonesia (N = 45) yang direkrut dengan teknik convenience dan snowball sampling. Alat ukur Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ) dimensi quantitative demand digunakan untuk mengukur tuntutan kerja kuantitatif, Oldenburg Burnout Inventory (OLBI) untuk mengukur kelelahan mental, dan Safety Behavior dimensi upward safety communication untuk mengukur komunikasi keselamatan dengan atasan. Melalui analisis regresi ditemukan bahwa kelelahan mental memediasi secara penuh hubungan antara tuntutan kerja kuantitatif dan komunikasi keselamatan dengan atasan (ab = -0,37, p <0.05). Untuk mengembangkan penelitian ini disarankan untuk memperbanyak partisipan dan mempertimbangkan karakteristik serta dinamika pekerjaan awak kabin, seperti jabatan, jenis penerbangan, dan durasi penerbangan.

Upward safety communication is important for cabin crew to do, as it could prevent accidents, affect passengers loyalty, and airlines profits. However, upward safety communication could be compromised because of the high quantitative demands on their field, which can make them experience burnout. This correlational and cross-sectional study aims to look at the role of burnout as a mediator in the relationship between quantitative demands and upward safety communication. The participants of this study are cabin crew who worked minimum of a year in Indonesian airlines (N = 45). They were recruited by convenience and snowball sampling techniques. Researcher used the quantitative demands dimension from Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ) to measure quantitative demands, Oldenburg Burnout Inventory (OLBI) to measure burnout, and the upward safety dimension from Safety Behavior to measure upward safety communication. This study shows that burnout fully mediated the relationship between quantitative demands and upward safety communication (ab = -0,37, p <0.05). To develop this research, it is recommended to recruit more participants and consider the characteristics and dynamics of cabin crews job, such as their rank, flight type, and duration."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tangkulung, Joshua Gustaf
"Pandemi Covid-19 memaksa sebagian karyawan di Indonesia untuk bekerja dari rumah.
Perubahan ini menciptakan beberapa tantangan baru yang perlu dihadapi para karyawan
untuk mempertahankan kesejahteraan serta performanya. Modal psikologis dapat menjadi
faktor pelindung untuk membantu para karyawan menghadapi tantangan-tantangan baru
tersebut. Penelitian bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara kreasi pekerjaan dengan
modal psikologis. Penelitian ini mengambil 291 sampel karyawan yang bekerja dari rumah
dari berbagai industri dengan rentang umur 19-61 tahun. Penelitian ini menggunakan
Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12) untuk mengukur modal psikologis dan
Job Crafting (JCS) untuk mengukur kreasi pekerjaan. Hasil analisis korelasi Spearman rankorder
menemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kreasi pekerjaan
ekspansif dan non-ekspansif dengan modal psikologis. Hubungan positif yang signifikan
antara kreasi pekerjaan non-ekspansif dengan modal psikologis menjadi pembahasan yang
menarik sebab bertentangan dengan hipotesis penelitian. Temuan ini memberikan implikasi
penting dengan memberikan informasi terkait strategi yang tepat untuk diaplikasikan
organisasi guna meningkatkan modal psikologis karyawannya yang bekerja dari rumah

Covid-19 pandemic forced some of the Indonesian workers to work from home. This change
created new challenges that those workers need to face in order to maintain their well-being
and performance. Psychological capital (PsyCap) could become a protective factor to help
those workers to face the new challenges. This research focused on identifying the correlation
between job crafting and PsyCap. This research gathered 291 samples of work from home
(WFH) workers from many industries with age ranging from 19-61. This research used
Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12) to measure PsyCap and Job Crafting Scale
(JCS) to measure job crafting. The result from Spearman rank-order analysis showed a
significant positive correlation between expansive and non-expansive job crafting with
PsyCap. The significant positive correlation between non-expansive job crafting and PsyCap
became an interesting discussion because it rejected one of this research hypotheses. This
finding gave organizations crucial information about the right strategy to increase WFH
workers' PsyCap.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manggala Purwakancana N.
"Ketangkasan karyawan diartikan sebagai kemampuan karyawan untuk bereaksi dan beradaptasi terhadap perubahan dengan cepat dan tepat (Alavi Wahab, 2013). Untuk tetap dapat berkompetisi dengan perkembangan bisnis secara global, PT X selaku pelaku bisnis menerapkan pendekatan ketangkasan ini di semua lini bisnisnya. Studi 1 bertujuan untuk melihat hubungan keterlibatan karyawan dan keterikatan kerja pada ketangkasan tenaga kerja. Responden dalam penelitian ini adalah karyawan tetap PT X yang berjumlah 154 orang. Pengumpulan data menggunakan teknik convenience sampling. Survei dilakukan dengan menggunakan instrumen keterlibatan karyawan (Adham, 2014), kuesioner keterikatan kerja (Scaufeli & Bakker, 2003), dan kuesioner ketangkasan tenaga kerja (Sherehiy, 2007). Hasil analisis korelasional menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara keterikatan kerja dan ketangkasan karyawan (r = 0.56, p 0.05). Terdapat hubungan antara keterlibatan karyawan dan ketangkasan karyawan (r = 0.48 , p 0.05). Pada studi 2, teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Responden intervensi terdiri dari 16 orang karyawan PT X. hasil studi intervensi menunjukkan bahwa terdapat peningkatan skor rata-rata yang signifikan pada keterikatan kerja (Z = -2.941, p 0.05) dan tidak terjadi peningkatan skor yang signifikan pada rata-rata ketangkasan karyawan (Z = -0.238, p 0.05).

Workforce agility is defined as the ability of employees to react and adapt to changes quickly and appropriately (Alavi & Wahab, 2013). To be able to compete with global business development, PT X as a business person applies this agility approach in all lines of business. Study 1 aims to look at the relationship of employee involvement and work engagement in workforce agility. Respondents in this study were permanent employees of PT X, amounting to 154 people. Data collection using convenience sampling techniques. The survey was conducted using employee involvement instruments (Adham, 2014), work engagement questionnaires (Scaufeli & Bakker, 2003), and workforce agility questionnaires (Sherehiy, 2007). Correlational analysis results show that there is a relationship between work engagement and workforce agility (r = 0.56, p 0.05). There is a relationship between employee involvement and workforce agility (r = 0.48, p 0.05). In study 2, research used purposive sampling technique. Intervention respondents consisted of 16 employees from PT X. The results of the intervention study showed that there was a significant increase in the average score on work engagement (Z = -2,941, p 0.05) and there was no significant increase in the average employee agility (Z = -0.238, p 0.05).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55215
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamara Hanan Zhafirah
"Pekerjaan awak kabin memiliki tuntutan emosional kerja yang tinggi. Dalam pekerjaannya, awak kabin dituntut untuk melayani penumpang dengan sikap ramah dan bersahabat. Namun, tuntutan ini dikhawatirkan dapat menimbulkan kelelahan mental pada diri awak kabin. Penelitian ini berusaha mencari tahu hubungan antara tuntutan emosional kerja dan kelelahan mental di pekerjaan awak kabin. Tuntutan emosional kerja diukur menggunakan Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ) dan kelelahan mental diukur menggunakan Oldenburg Burnout Inventory (OLBI). Penelitian ini menggunakan 45 sampel partisipan yang merupakan awak kabin dari berbagai maskapai penerbangan Indonesia. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan tuntutan emosional kerja memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kelelahan mental r43 = 0,52, p < 0,05. Temuan ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tuntutan emosional kerja pada pekerjaan awak kabin, maka semakin tinggi juga tingkat kelelahan mental yang dialami awak kabin. Dengan demikian, maskapai penerbangan dapat memberikan intervensi atau pelatihan lebih lanjut kepada awak kabin mengenai regulasi emosi dalam pekerjaan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>