R.P. Soejono
"Peninggalan-peninggalan kuno di Bali, baik yang berbentuk benda maupun yang berupa adat-istiadat dan bentuk-bentuk pranata social lainnya yang tidak memperlihatkan suatu ciri agama Hindu atau agama Buddha, pada umumnya dianggap sebagai hal-hal yang bersifat asli. Di antara istilah--stilah yang lazim dugunakan untuk menandai hal-hal asli itu ialah istilah "asli kuno" atau ancient indigenous (Gorse k Dronkers tt : 30-39; Swellengrebel 1960 24-30).
Anggapan bahwa ada perkembangan yang bersifat "praaejarah " sebelum unsur-unsur Hinduisme dan Buddhiasme muiai berpengaruh di Bali, mula-mula dikemukan oleh W.d.J. Nieuwenkamp ( 1920 : 93), kernudian dinyatakan pula oleh V.E. Korn (1928) dan P.A.J. Moo jean (1929). Anggapan tersebut didasari atas temtuan-temuan sarkofagus di Manuaba (Batu Lusu) dan di Busungbin. Ketika itu sarkofagus merupakan gejala kebudayaan yang mulai banyak diperhatikan para peneliti.
Kesimpulan mengenai temuan-temuan tercebut, ialah bahwa penguburan dalam sarkofagus itu tidak dilakukan lagi pada masa Hinduisme dan Buddhisme berkembang di Bali dan karena itu sarkofagus-sarkofagus Batu Luau oleh Nieuwenkamp (1926: 92) dikirakan sebagai praehistorisohe overblijfselen. Berdasarkan penemuan beberapa sarkofagus di bangkiangjaran, di utara. Petang, di antara sejumlah banyak sisa-sisa rangka orang dan pecahan gerabah tipe labu (kalebas) berleher tegak, Korn telah menafsirkan bahwa sebelum "jaman Hindu" hanyalah golongan terkemuka dalam masyarakat dikubur dalam peti-peti batu dari benda-benda yang ikut sorta dikubur terdiri dari senjata-senjata tajam, perhiasan serta pelindung jari-jari dari perunggu. Pada jaman itu penduduk di Bali Tengah (khusus antara Busungbiu dan Banjarangkan) telah mengenal teknik pembuatan benda perunggu, serta telah maju dalam cara pembuatan gerabah, walaupun beberapa Janis benda seperti pahat, pipisan dan lasing masih dibuat dari batu (Horn 1930).
Ketegasan tentang perkembangan suatu kebudayaan prasejarah di Bali, Bebelum ada pengaruh unsur-unsur Hinduisme dan Buddhisme dalam tata kehidnpan penduduk, timbul sejak penelitian sistimatis dimulai oleh P.V. van Stein Callenfels terhadap jaman perunggu di Bali (Stein Callenfels 1931). A.N.J: Th. a Th. van der Hoop dalam kategorinya (Hoop 1941 : 144-160, 195-197, 213, 246-247, 258-259, 300) lebih tegas lagi menggolongkan benda-benda temuan Bali sesuai dengan kategorinya dalam tingkat-tingkat jaman prasejarah. Penggolongan van der Hoop ini menggambarkan perkembangan prasejarah di Bali yang dibukikan kelangsungannya sejak tingkat bercocoktanam dengan adanya temuan-temuan beliung persegi di pulau ini, sampai pada tingkat perundagian, yang banyak menghasilkan benda-benda perunggu. Yang dimaksud dengan masa perundagian ialah suatu tingkat perkembangan kehidupan manusia yang dipandang sejajar dengan masa urbanisasi di Eropa dan Timur Tengah. Dalam masa ini berkembanglah dalam masyarakat keLompok-kelompok tukang dalam berbagai bidang keahlian (undagi-tukang)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1977