Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tangdilintin, Paulus
"Studi tentang keluarga perkotaan (urban family) mulai menarik perhatian para ahli sosiologi sejak pertengahan abad ke 19. Ada beberapa sebab yang mendorong perkembangan torsebut. Darongan utama terletak pada perkembangan kehidupan social baik di Eropa maupun di Amerika yang sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan besar dengan pertumbuhan industri moderen. Pada saat itu proses industrialisasi dan urbanisasi berlangsung sangat cepat. Sistem kelas sosial masih, berperan sementara struktur sosial yang baru mulai berkembang. Hubungan-hubungan keluarga sangat berpengaruh pada keadaan ini. Hak, kewajiban dan tanggung jawab individu terhadap keluarga dan masyarakat, terutama masyarakat yang mendasarkan ikatannya pada hubungan-hubungan primer, mulai dipertanyakan dan tertantang, demikian,juga sebaliknya.
Dalam periode abad ke 19 kebanyakan studi dalam bidang ini terutama menekankan pada perkembangan pranata keluarga. Pada saat itu banyak teori-teori tentang sistem keluarga diperkenalkan.
Namun pada pertengahan abad ke 19 dan permulaan abad ke 20, studi tentang keluarga beralih tekanan, yaitu tidak lagi pada pengkajian tentang perkembangan pranata keluarga, tetapi menaruh perhatian pada masalah-masalah sosial dikaitkan dengan perubahan-perubahan keluarga.
Ada 2 orang tokoh yang dianggap oleh Nisbet sebagai pelopor dalam analisa perubahan keluarga, yaitu Frederic Le Play (1806-1882) dan Frederich Engels (1820-1895). Le Play dengan tulisannya yang tersohor Les Ouvier Europeans (The European Workers) - 1855, dianggap mewakili pandangan konservatif yaitu pandangan yang bersifat menentang ide-ide yang terkandung dalam dua revolusi besar, yaitu industrialisme dan revolusi Perancis, seperti demokrasi, teknologi dan sekularisasi serta sebaliknya mempertahankan etas tradisi, khususnya tradisi abad pertengahan`'. Le Play sangat cemas menyaksikan makin hilangnya kekuasaan dan wibawa keluarga, gereja dan kerukunan hidup. Sebaliknya is bereaksi sangat keras terhadap gejala yang disebutnya efek otomisasi (atomizing effect), karena desakan-desakan teknologi, industrialisasi dan pembagian kerja?"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
D391
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tangdilintin, Paulus
"ABSTRAK
Studi tentang keluarga perkotaan (urban family) mulai menarik perhatian para ahli sosiologi sejak pertengahan abad ke 19. Ada beberapa sebab yang mendorong perkembangan tersebut. Dorongan utama terletak pada perkembangan kehidupan sosial baik; di Eropa maupun di Amerika yang sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan besar dengan pertumbuhan industri moderen. Pada saat itu proses industrialisasi dan urbanisasi berlangsung sangat cepat. Sistem kelas sosial masih berperan sementara struktur sosial yang baru mulai berkembang. Hubungan-hubungan keluarga sangat berpengaruh pada keadaan ini. Hak, kewajiban dan tanggung jawab individu terhadap keluarga dan masyarakat, terutama masyarakat yang mendasarkan ikatannya pada hubungan-hubungan primer, mulai dipertanyakan dan tertantang, demikian juga sebaliknya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
D395
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Gomgom Basa
Universitas Indonesia, 1982
D 1065
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermayulis
"Penelitian ini bersifat yuridis empiris, yang dilakasanakan pada masyarakat yang bermukin di daerah ,thak Mvi Tigo, Propinsi Sumatera Barat. Masalah yang dikaji tentang: Perkembangan hubungan kekerabatan yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat matrilineal Minang dipandang dari pengamaan tanah komunal dalam hal ini adalah hak ulayat sebagai salah satu "media" pengikatnya; Dinamika perubahan penguasaan tanah komunal (tanah ulayat) menjadi tanah milik pribadi (perorangan) dalam masyarakat hukum adat matrilineal Minangkabau; Pengaruh pemilikan pribadi atas tanah terhadap perubahan hubungan kekerabatan; Pengaruh perubahan hubungan kekerabatan terhadap sistem kekerabatan dalam masyarakat hukum adat matrilineal.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa keterikatan masyarakat hukum adat Minangkabau terhadap tanah telah munyebabkan timbulnya pola migrasi yang berorientasi ke kampung, dalam arti selalu memelihara hubungan dengan kampung. Hubumgan rantau - kampung ini terbina dengan pola pewarisan, yang memungkinkan saling mewarisi tanah yang mereka dapat dan dapatkan dari hasil harta pencaharian. Di dalam perkembangannya, hubungan rantau- kampung dalam saling mewarisi mulai memudar, kalaupun masih ditemukan saling mewarisi, maka pola demikian terjadi di lingkungan yang terbatas pada keluarga inti yaitu terdiri dari mamak ibu - anak (kemenakan).
Semakin terpusatnya penguasaan dan pewarisan tanah kepada keluarga inti, dan diterimanya nilai dan norma pemilikan individu di tengah masyarakat, menyebabkan semakin lemahnya ikatan keluarga luas (extended family), yang ditunjukkan oleh semakin intensif dan penguasaan tanah oleh keluarga inti, adanya upaya untuk selalu mempertahankan agar tanah tetap berada pada keluarga inti. Perubahan pola penguasaan tanah ini semakin jelas dengan sertifikasi tanah yang menunjuk meta seseorang dam llama mamak kepala wrzris sebagai wakil dari anggota kerabat matrilinealnya Penguasaan tanah ulayat sebagai tanah milik komunal (bersama) yang sudah terfokus kepada penguasaan keluarga inti, telah melatarbelakangi pendapat para praktisi (khususnya BPN dan Departemen Kehutanan pada masa era Orde Baru) yang menyatakan tanah ulayat sudah tidak ada Pendapat tersebut telah mewarnai berbagai kebijakan yang berkaitan dengan tanah (khususnya tanah ulayat), sehingga kebijakan yang diambil menunjukkan tidak adanya sinkronisasi di dalam pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat yang telah diamanatkan oleh Pasal 3 UUPA.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan tidak adanya sinkronisasi vertikal maxima horizontal. Tidak adanya sinkronisasi vertikal terlihat dan ketentuan tentang pendaftaran tanah yang tidak memungkinkan pengakuan hak masyarakat hukum adat yang diatur dengan Pasal 3 UUPA dengan bentuk-bentuk hak yang diatur di dalam Pasal 16 UUPA, kompersi hak-hak atas tanah, dan penghapusan lembaga gadai sebagai lembaga yang dianggap menyengsarakan rakyat. Tidak adanya sinkronisasi horizontal terlihat dari tidak adanya keterkaitan antara Pasal 3 UUPA dengan ketentuan Pasal 2 UUPK tentang jenis jenis hak atas tanah hutan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
D99
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, H.P.
"Hubungan manusia dengan kerja sifatnya alamiah. Manusia dilahirkan untuk bekerja karena hanya dengan bekerja dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam keadaan alam menyediakan kebutuhan itu melimpah ruah, manusia masih harus bekerja untuk dapat menikmati atau memanfaatkan apa yang disediakan alam itu. Tidak semuanya yang disediakan alam itu siap begitu saja untuk dikonsumsi atau digunakan, tanpa diolah terlebih dahulu.
Dengan demikian kerja adalah suratan hidup, bahkan dapat dikatakan kerja adalah keharusan alamiah (natuurnoodzakelijkheid). Dalam perkembangannya, hubungan manusia dan pekerjaan bersifat khusus, karena perjanjian kerja yang melahirkan hubungan kerja dipengaruhi oleh kepentingan para pihak, baik majikan maupun buruh.
Tanpa kerja kehidupan manusia adalah mustahil. Manusia sebagai makhluk bekerja atau sebagai makhluk pembuat alat, yang bekerja sendirian untuk menghidupi dirinya tanpa bekerjasama dengan sesamanya, sudah merupakan bagian dari sejarah umat manusia. keadaan sekarang ini ialah bahwa manusia dilahirkan untuk bekerjasama dengan sesama manusia. Manusia dilahirkan hanya dengan dua pilihan: menjadi majikan atau menjadi buruh.
Dalam kenyataan hidup bermasyarakat ternyata tidak selalu seperti alternatif tersebut. Banyak anggota masyarakat yang berperan ganda, yakni menjadi majikan tetapi sekaligus buruh atau buruh dan sekaligus majikan. Hampir tidak ada prang dewasa yang tidak terkait atau berkepentingan dengan masalah hubungan kerja sebagai suatu hubungan hukum akibat melakukan pekerjaan.
Hubungan kerja yang paling umum ialah hubungan kerja yang lahir dari perjanjian kerja. Perjanjian yang paling banyak diadakan oleh anggota masyarakat adalah perjanjian kerja setelah perjanjian jual-beli. Hal itu antara lain dikemukakan dalam memori penjelasan dan waktu pembahasan pada tahap pemandangan umum rancangan undang-undang tentang perjanjian kerja diajukan pada tahun 1904.
Hubungan kerja mulai terjadi dalam susunan masyarakat yang paternalistik. Kemudian susunan masyarakat berubah menjadi bertingkat-tingkat (penguasa dan yang dikuasai). Hubungan kerja dicirikan oleh "sub ordinasi" dari yang dikuasai. Pada susunan masyarakat yang bertingkat-tingkat ini sub ordonasi itu didasarkan kepada "kekuatan". Kekuatan (power) itu diaktualisasikan dalam praktek, bentuk yang lebih subtiel (lebih halus) atau cenderung dirasionalisasi supaya diakui sebagai kekuasaan berdasarkan apa yang disebut "wibawa"?"
Depok: Universitas Indonesia, 1993
D276
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Ketut Oka Setiawan
"ABSTRAK
Penelitian ini bersifat kualitatif yang dilakukan di Desa Adat Tenganan Pegringsingan, Kecamatan Manggis Daerah Tingkat II Kabupaten Karangasem, Bali. Pemilihan ini dida­sarkan atas pertimbangan bahwa di daerah ini, desa masih memegang peranan dalam mengatur hak penguasaan atas tanah adat, tetapi dengan berlakunya HTN tanah adat telah ada berubah menjadi tanah pribadi. Masalah yang dikaji adalah perubahan hak penguasaan atas tanah adat yang berakibat terhadap peranan desa.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa tidak ada bidang tanah di wilayah desa ini dimiliki oleh warganya sebagai tanah milik pribadi yang dapat diperhunakan secara bebas oleh yang bersangkutan. Mereka menempatkan kepemilikan semua bidang tanah di wilayah itu menjadi milik desa, dengan sebutan tanah milik desa atau Tanah Adat. Wilayah ini dikua­sai dan diatur oleh desa dengan hak ulayat (prabumian desa). Bidang-bidang Tanah Adat yang berada di atas prabumian desa itu diberi nama dan dapat dimanfaatkan oleh warganya secara pribadi dengan Hak Milik Individu Terikat (HMIT), secara kelompok dan secara kelembagaan(desa atau pura) dengan Hak Milik Komunal (HMK)."
2002
D1097
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idrus Abdullah
"Berdasarkan asumsi bahwa pranata-pranata lokal masih banyak digunakan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa hukum sejalan dengan budaya masing-masing masyarakat, maka secara kritis dapat dikemukakan permasalahan pokok penelitian dengan rumusan: "Mengapa warga masyarakat Peresak Timur dan desa Bayan menggunakan mekanisme pranata lokal untuk penyelesaian sengketa mereka?. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu menemukan dan menganalisis pranata-pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan formal pada masyarakat sasaran penelitian dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam sejarah perkembangannya; menemukan dan menganalisis prosedur-prosedur yang mendasari penyelesaian sengketa di luar pengadilan formal; menemukan dan menganalisis prinsip-prinsip hukum yang mendasari penyelesaian di luar pengadilan formal; menemukan dan menganalisis pertimbangan-pertimbangan apa saja yang mempengaruhi pihak-pihak bersengketa memilih mekanisme pranata di luar pengadilan formal tersebut; menemukan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peyelesaian sengketa di luar pengadilan formal dapat tercapai; menemukan dan menganlisis sengketa-sengketa hukum bidang perdata yang diselesaikan melalui pranata-pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan formal, dan menjelaskan implikasi teorits atas penerapan pranata di luar pengadilan formal tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
D692
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Freddy Kusnady
"Dewasa ini perkembangan dunia usaha di Indonesia makin mantap, keadaan perekonomiannya secara merata makin membaik. Jenis usaha banyak bermunculan, mulai dari usaha kecil sampai ke industri besar. Jenis pendidikan dan keterampilan juga makin banyak dan diminati oleh segala lapisan masyarakat, mulai dari pendidikan keterampilan sampai dengan pendidikan tinggi. Peminatnyapun tidak terbatas pada satu jenis kelamin saja. Angin segar yang berembus dalam dunia usaha di Indonesia ini membawa dampaknya pula Pengusaha dan jabatan kunci tidak lagi didominasi oleh kaum pria, tetapi sudah mulai digeluti oleh wanita. Kini mulai banyak bermunculan istilah wanita pengusaha, wanita karir, majikan wanita dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilihat antara lain dari jumlah keanggotaan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Cabang Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya yang dari tahun ke tahun jumlahnya terns bertambah.
Dalam hukum pajak setelah reformasi pajak (tax reformation) tahun 1983, terdapat 5 (lima) undang-undang yang diberlakukan dan telah mengalami perubaban sampai dengan akhir tahun 1994, yaitu:
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
b. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1991 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, serta terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991.
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tabun 1994 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan.
e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai.
Dari kelima undang-undang di atas, permasalahan dalam disertasi ini hanya difokuskan pada butir a. dan butir b. saja.
Dalam hukum pajak setelah reforrnasi pajak (tax reformation) tahun 1983 tersebut di atas, kedudukan hukum wanita kawin walaupun tidak secara eksplisit dijelaskan, cenderung untuk mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Burgerlijk Wetboek Indonesia. Hal ini dapat dilihat terutama dalam Pasal Pasal 105, 108, 109 dan 110 dari Burgerlijk Wethoek Indonesia, yang menekankan ketidakmampuan seorang isteri untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tanpa izin dari suaminya. Akibatnya yang menjadi wajib pajak adalah suaminya, walaupun suaminya tidak berpenghasilan sama sekali, sedangkan isterinya adalah seorang pengusaha. Kedudukan mereka sebagai wanita kawin di dalam dunia usaha memang dikecualikan seperti yang disebutkan?"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
D171
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kriekhoff, Valerine Jaqueline Leanore
"Sejak adanya manusia dimuka bumi, tanah merupakan topik kajian yang tidak habis-habisnya dibahas. Sumber-sumber yang dapat digunakan untuk kajian tentang tanah antara lain adalah berita-berita di media massa atau berbagai kebijakan dan kebijaksanaan penguasa. Selain itu, dalam melakukan kajian tentang tanah dapat pula dimanfaatkan keputusan pembuat undang-undang, keputusan dan penetapan hakim, serta dalam berbagai tulisan, seminar dan penelitian yang dilaksanakan oleh para ilmuwan.
Dalam hubungan dengan studi yang dilakukan ditemukan bahwa pengaturan tentang tanah dimasa lalu telah ada sejak masa VOC. Perkembangan selanjutnya menunjukan bahwa setelah Agrarische Besluit (Stb.1875 No.118) muncul berbagai penulisan tentang tanah seperti karya dari Willinck, De grondrechten bij de volken van den Oost-Indisshen Archipel (1895); van der Meulen dan Freijs, Agrariashe Regelingen (1911) dan Jaarsma, Beewijsmiddelen van recht op grond in Nederlands Indie (1918).
Tulisan yang menyangkut tanah adatpun mulai muncul sebagaimana dapat ditemukan dalam karya van Ossenbrugen,"Het primitieve begrip van grond-eigendom" (1905); van Vollenhoven, De Indonesier en zi in grond,(1919); ter Haar, Beginselen en stelsel van het Adatrecht (1939) dan Djojodigoeno serta Tirtawinata, Hot adat-privaatrecht van Middel-Java (1940). Sejumlah tulisan mengenai tanah adat dan hukum adat tentang tanah dapat pula dijumpai dalam berbagai terbitan dari Adatrechtbundels (ARB), Pandacten van het Adatrecht (PA), het Indische Tijdschrift van het Recht (ITR) dan dalam berbagai disertasi yang dihasilkan pada periode tersebut. Untuk wilayah Maluku, secara khusus Maluku Tengah, mengenai topik yang sama dikenal karya van Hoevell (1875) dan Holleman, Het adat-arondenrecht van Ambon en de Oeliassere (1923). Setelah diundangkannya Undang Undang Pokok Agraria (selanjutnya disingkat 'UUPA) dalam Lembaran Negara 1960-104 bertambah pula karya-karya yang mengupas mengenai hukum tanah pada umumnya dan secara khusus tentang tanah adat, hukum adat tentang tanah serta hukum agraria.
Hubungan yang erat antara manusia dengan tanah terdapat dimana-mana dan hubungan tersebut diwarnai oleh adanya beragam fungsi tanah bagi kehidupan manusia, seperti fungsi tanah sebagai tempat untuk berusaha, untuk mendirikan rumah atau bangunan lainnya, untuk tabungan di hari tua dan juga untuk membaringkan jasad manusia.
Di Indonesia keragaman fungsi ini tidak dapat dilepaskan pula dari adanya bermacam-macam cara yang ditempuh manusia untuk menguasai dan menata tanah. Keragaman bentuk penguasaan bervariasi antara penguasaan yang diawali dengan pembukaan sebidang tanah untuk berladang hingga bentuk penguasaan yang terjadi karena adanya transaksi dengan pemilik tanah. Keragaman bentuk penguasaan tanah lainnya adalah adanya tanah yang dikuasai oleh individu dan ada yang dikuasai oleh kelompok.
Dalam kaitan dengan penguasaan tanah di atas maka di Indonesia, seperti juga di masyarakat agraris lainnya terdapat berbagai pemikiran yang mewarnai penguasaan dan penataan tanah oleh manusia. Pemikiran-pemikiran tersebut ada yang bersifat magis-religius, ada yang bersifat sosial dan ada pula yang menekankan pada sifat ekonomis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
D174
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anang Husni
"ABSTRAK
Permasalahan utama yang hendak ditelaah dalam penelitian ini adalah fungsionalisasi hukum dalam kaitannya dengan penegakan hak masyarakat atas pemanfaatan lahan. Telah diungkapkan, bahwa hak warga masyarakat di Gili Trawangan atas pemanfaatan lahan memperoleh tekanan dari pengusaha pengembangan dan aparat birokrat. Mereka tidak leluasa memanfaatkan lahannya, terutama dalam usaha kepariwisataan. Bahkan mereka telah dipaksa oleh pemerintah daerah menyerahkan haknya, yang kemudian hak pemanfaatan lahan itu diserahkan oleh pemerintah daerah tingkat I Nusa Tenggara Barat kepada pengusaha.
Permasalahan hukum dalam pemanfaatan lahan berkisar pada keadilan, kepastian dan kemakmuran yang harus ditegakkan berkenaan dengan hak masyarakat atas tanah. Hal ini didekati tidak hanya secara positivistik dan normatif, melainkan juga pada sisi kemanfaatan hukum dalam mewujudkan kemakmuran. Penelitian ini berusaha menjelaskan sebagian kecil dari kerangka teori fungsional-imperatif yang sangat abstrak dan luas itu. Hal itu mengenai aksi sosial (integratif), dan makna fungsi hukum dalam mekanisme integratif."
Universitas Indonesia, 2002
D1032
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library