Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Raihan Daffa Islamay
"Pengangkutan memainkan peran sentral dalam memfasilitasi perdagangan global. Namun, pelanggaran seperti pengirim barang yang tidak membayar biaya impor kepada perusahaan jasa pengurusan transportasi sering terjadi, menimbulkan sengketa yang kompleks. Penelitian ini menganalisis penyelesaian sengketa dalam pengangkutan barang laut di Indonesia, dengan fokus pada kompetensi peradilan dan penerapan regulasi internasional seperti The Hague Rules, Hague-Visby Rules, dan Hamburg Rules. Kasus yang dianalisis adalah Putusan No. 92/Pdt.G/2021/PN. Btl dan Putusan No. 26/PDT/2022/PT YKK antara PT Dexter Eurekatama dan PT Gajah Mada Medika Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika penyelesaian sengketa dalam pengangkutan barang laut di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan analisis terhadap peraturan yang berlaku dan pertimbangan hukum hakim dalam menentukan kompetensi peradilan. Hasil penelitian menekankan pentingnya mempertimbangkan bukti-bukti dan petunjuk yang relevan dalam pengambilan keputusan, serta konsistensi dalam penerapan prinsip-prinsip hukum kontraktual dan penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Saran penelitian meliputi perlunya konsistensi dalam penegakan hukum, efektivitas penyelesaian sengketa, serta pentingnya pengembangan kebijakan yang mendukung keamanan dan kepastian hukum dalam aktivitas pengangkutan barang.

Transportation plays a central role in facilitating global trade. However, violations such as shippers failing to pay import fees to transportation management companies often occur, resulting in complex disputes. This research analyzes dispute resolution in maritime transportation in Indonesia, focusing on judicial competence and the application of international regulations like The Hague Rules, Hague-Visby Rules, and Hamburg Rules. The cases examined are Decision No. 92/Pdt.G/2021/PN. Btl and Decision No. 26/PDT/2022/PT YKK involving PT Dexter Eurekatama and PT Gajah Mada Medika Indonesia. The study aims to provide a deeper understanding of dispute resolution dynamics in Indonesian maritime transportation. The research method is juridical-normative, with an analysis of applicable regulations and judicial considerations. Findings emphasize the importance of considering relevant evidence and guidance in decision-making, as well as consistency in applying contractual law principles and resolving disputes through arbitration. Research recommendations include the need for legal enforcement consistency, effective dispute resolution, and policy development supporting security and legal certainty in transportation activities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irsyad Dwiandra
"Perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang bertujuan untuk memindahkan risiko dari tertanggung kepada penanggung dengan sebuah imbalan berupa premi yang harus dibayarkan. Perjanjian asuransi dengan objek barang jaminan merupakan salah satu jenis perjanjian asuransi yang dibutuhkan dan telah biasa dilakukan dalam praktik bisnis khususnya pada bidang pembiayaan yang dilakukan oleh bank. Salah satu klausul yang ditemukan dalam perjanjian kredit pembiayaan tersebut adalah klausul yang mewajibkan debitur sebagai pemilik barang jaminan untuk mengasuransikan barang tersebut dan mencantumkan Bank sebagai penerima manfaat dalam polisnya. Penelitian ini dilakukan untuk membahas dan menjawab permasalahan yaitu bagaimana penerapan prinsip utmost good faith dalam perjanjian asuransi tersebut beserta kedudukan apa saja yang dapat diduduki oleh bank sesuai dengan prinsip insurable interest dan bagaimana kesesuaian antara Majelis Hakim menerapkan tersebut dalam pertimbangan hukumnya sehingga memperoleh amar putusan dalam Putusan No. 15/Pdt.G/2019/PN.Mdn dan Putusan No. 300/Pdt/2020/PT.Mdn dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam perjanjian asuransi. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian dengan pendekatan yuridis-normatif dan menggunakan data-data yang diperoleh berdasarkan hasil studi kepustakaan serta menelaah ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada perjanjian asuransi. Hasil analisis menemukan bahwa terdapat asas utmost good faith pada perjanjian asuransi dengan objek barang jaminan melekat kepada seluruh pihak dan ditemukan bahwa bank memiliki tiga posisi yang mungkin diduduki dalam perjanjian asuransi dengan model ini yaitu sebagai tertanggung, penerima manfaat, dan/atau sebagai penerima kuasa untuk mengasuransikan. Serta juga ditemukan kekeliruan dan ketidaktepatan yang dilakukan oleh Majelis Hakim dalam menyusun pertimbangan dan amar putusan pada perkara yang diputus dalam putusan No. 15/Pdt.G/2019/PN.Mdn dan No. 300/Pdt/2020/PT.Mdn. Majelis Hakim telah tidak cermat dalam menilai unsur pelanggaran prinsip utmost good faith dan telah salah dalam memposisikan bank dalam perjanjian tersebut sehingga putusan yang dihasilkan sangat merugikan perusahaan asuransi yang telah sesuai dan berdasar menolak klaim yang diajukan oleh tertanggungnya.

An insurance agreement is an agreement that aims to transfer risk from the insured to the insurer with a reward in the form of premiums that must be paid. Insurance agreements with collateral objects are one type of insurance agreement that is needed and has been commonly carried out in business practices, especially in the field of financing carried out by banks. One of the clauses found in the financing credit agreement is a clause that obliges the debtor as the owner of the collateral to insure the goods and lists the Bank as the beneficiary in the policy. This research was conducted to discuss and answer the problems, namely how the application of the principle of utmost good faith in the insurance agreement along with what positions can be occupied by the bank in accordance with the principle of insurable interest and how the suitability of the Panel of Judges applying it in its legal considerations so as to obtain the verdict in Court Ruling Number 15/Pdt.G/2019/PN.Mdn and Court Ruling Number 300/Pdt/2020/PT.Mdn with the laws and regulations and principles applicable in insurance agreements. To answer these problems, the author uses a research method with a juridical-normative approach and uses data obtained based on the results of literature studies and examines the provisions in the laws and regulations that apply to insurance agreements. The results of the analysis found that there is a principle of utmost good faith in the insurance agreement with the object of collateral attached to all parties and it was found that the bank has three positions that may be occupied in the insurance agreement with this model, namely as the insured, beneficiary, and / or as the recipient of the power of attorney to insure. It was also found that mistakes and inaccuracies were made by the Panel of Judges in formulating considerations and rulings in the cases decided in decisions No. 15/Pdt.G/2019/PN.Mdn and No. 300/Pdt/2020/PT.Mdn. The Panel of Judges has not been careful in assessing the elements of violation of the principle of utmost good faith and has been wrong in positioning the bank in the contract so that the resulting decision is very detrimental to the insurance company which has properly and reasonably rejected the claim submitted by the insured."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfi Aulia Himawan
"Skripsi ini membahas mengenai pertanggungan risiko terkait dengan bentuk pertanggungan risiko yang diberikan kepada notaris oleh perusahaan asuransi sebagai penanggung pada suatu produk asuransi berupa asuransi tanggung jawab hukum/tanggung gugat profesi notaris. Permasalahan yang dirumuskan dalam skripsi ini berupa terdapat berbagai risiko yang dimiliki oleh notaris dalam menjalankan profesinya sebagai seorang profesional terutama berkaitan dengan tuntutan ganti kerugian yang diajukan kepada notaris atas kesalahan serta kelalaian yang dilakukannya. Kemudian atas risiko tersebut yang dimiilki oleh notaris terdapat suatu produk asuransi berupa asuransi tanggung jawab hukum/tanggung gugat profesi yang dapat mengalihkan risiko-risiko tersebut kepada penanggung. Dengan adanya pengalihan risiko yang dilakukan, terdapat suatu hal yang harus diperhatikan yaitu mengenai bentuk pertanggungan atas risiko yang diberikan oleh perusahaan asuransi sebagai penanggung. Pertanggungan tersebut melingkupi jenis risiko yang dipertanggungkan oleh perusahaan asuransi pada asuransi tanggung jawab hukum/tanggung gugat profesi notaris. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini yaitu yuridis normatif dengan meneliti berbagai gejala serta fakta hukum yang ada. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dimana penelitian dilakukan dengan menggunakan berbagai peraturan perundang-undangan dengan mengaitkannya dengan teori hukum positif yang akan diteliti berdasarkan permasalahan yang dikaji. Hasil dari penelitian pada skripsi ini berupa terhadap risiko yang dimiliki oleh notaris yang sebagaimana terdapat pada beberapa putusan pengadilan dapat ditanggung oleh perusahaan asruansi sebagai penanggung pada asuransi tanggung jawab hukum/tanggung gugat profesi notaris. Lebih lanjut bahwa penanggung memberikan suatu perlindungan hukum berupa dapat dipertanggungkannya risiko-risiko yang dimiliki oleh notaris dalam menjalankan jabatan profesinya. Risiko tersebut berkaitan dengan adanya tanggung jawab hukum yang dimiliki oleh notaris terhadap klien atau pihak ketiga lainnya. Oleh karenanya saran yang dapat penulis berikan adalah dibentuknya suatu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap notaris khususnya penggunaan serta penerapan asuransi tanggung jawab hukum/tanggung gugat profesi notaris serta meningkatkan kesadaran notaris mengenai pentingnya penggunaan asuransi tanggung jawab hukum/tanggung gugat profesi notaris.

This tesis discusses about the risk coverage related to a form of risk coverage which given to a notary by an insurance company an a gurantor for an insurance product in the form of professional liability insurance for notary. The problem in this thesis formulated from various risks that notary has in carrying out on his profession as a professional, especially related to claims for compensation submitted to a notary for the mistakes or negligence that he has commited. Then for these risks owned by a notary there is an insurance product in the form of professional liability insurance that can transfer those risks to the insurer. With the transfer of risk carried out, there is one thing that must be considered, regarding the form of risk coverage provided by the insurance company as the insurer. The legal protection covers the types of several risks that insured by the insurance company in professional liability insurance for notary. The research method that used in this thesis is normative juridical by examining various phenomena and existing legal facts. This research is a descriptive analysis where research is carried out using various statutory regulations by relating them to positive law theory which will be examined based on the problems studied. The results of the research in this thesis are in the form of the risks that are owned by a notary which found in several court decisions, can be borne by insurance companies as guarantors for professional liability insurance for notary. Furthermore, the insurer provides legal protection in the form of being able to insure against the risks borne by a notary in carrying out his professional position. This risk is related to the legal responsibility of a notary against a client or other third party. Therefore, the advice that the author can give is the formation of a law and regulation relating to legal protection for notaries, especially the use and application of professional liability insurance for the notary profession and increasing awareness of notaries regarding the importance of using professional liability insurance for notary for the notary profession."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azhura Azliandara
"Sebagai ujung tombak dari pemasaran produk asuransi, agen sebagai tenaga pemasar kerap kali melakukan tindakan misrepresentasi berupa membuat perubahan terhadap ilustrasi produk asuransi, memaparkan pernyataan yang menyesatkan kepada nasabah, dan memberikan perbandingan yang tidak benar terkait dengan dengan polis asuransi jiwa dengan perusahaan asuransi lain. Skripsi ini membahas mengenai sebab dan wujud tindakan misrepresentasi yang dilakukan oleh agen dalam memasarkan produk asuransi dengan manfaat proteksi dan investasi yang memiliki kompleksitas tinggi atau asuransi jiwa unit link. Metode penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif-empiris yang mengimplementasikan pendekatan pada ketentuan normatif berupa undang-undang dan peraturan terkait lainnya dengan menggabungkan unsur empiris berupa fakta-fakta yang dihimpun melalui melalui wawancara yang dilakukan terhadap pihak manajemen perusahaan asuransi, ex-agen asuransi, dan nasabah pengguna produk asuransi jiwa unit link. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah Key Performance Indicator yang tidak menekankan unsur etik dan hanya mementingkan target penjualan yang berpengaruh pada besaran nilai komisi yang disebabkan oleh ketimpangan persentase penerimaan komisi, merupakan faktor utama tindakan misrepresentasi dilakukan. Dengan demikian, walaupun terdapat larangan dan ancaman penjatuhan pidana terhadap agen melalui Undang-Undang Perasuransian, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, dan peraturan terkait lainnya, tindakan misrepresentasi berpotensi untuk tetap dilakukan apabila perusahaan tidak meninjau kembali kebijakan dan mekanisme kinerja agen dalam memasarkan produk asuransi.

As the spearhead of insurance product marketing, agents as marketers often commit acts of misrepresentation in the form of making changes to insurance product illustrations, presenting misleading statements to customers, and providing untrue comparisons related to life insurance policies with other insurance companies. The purpose of this thesis is to discuss the causes and forms of misrepresentation committed by agents when they market insurance products with protection and investment benefits that are complex like unit-linked life insurance products. The research method used in this thesis is a normative-empirical legal research method that implements an approach to normative provisions in the form of laws and other related regulations by combining empirical elements in the form of facts collected through interviews conducted with insurance company management, ex-agent, and a customer who use unit-linked life insurance products. The results obtained from this research are that Key Performance Indicators that do not emphasize ethical elements and are only concerned with sales targets that affect the amount of commission value caused by inequality in the percentage of commission receipts is the main factor in misrepresentation actions carried out by agents. Thus, although there are prohibitions and threats of criminal sanctions against agents through the Insurance Law, Financial Services Authority Regulations, and other related regulations, acts of misrepresentation have the potential to continue if the company does not review the policies and mechanisms of agent performance in marketing the insurance products."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debora, Olivia
"Sebuah perusahaan dalam melakukan kegiatan operasionalnya tentu tidak jauh dari yang namanya risiko dimana salah satu penyebab paling besar akan timbulnya sebuah risiko adalah dikarenakan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan oleh karyawannya. Tindakan karyawan yang dapat menimbulkan risiko terhadap perusahaan misalnya seperti tindakan tidak jujur, pencurian, penggelapan uang, dan lain-lain. Agar tidak mengalami kerugian akibat risiko yang terjadi, diperlukan adanya manajemen risiko yang baik. Salah satu manajemen risiko yang dapat digunakan adalah dengan memiliki polis asuransi Fidelity Guarantee Insurance. Fidelity Guarantee Insurance merupakan asuransi yang bertujuan untuk dapat melindungi perusahaan dari tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan kerugian yang dilakukan oleh karyawannya, seperti pencurian uang, penggelapan uang, atau semacamnya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Dalam proses penutupan asuransi ada yang dinamakan polis asuransi atau sebuah kontrak perjanjian kerjasama yang dibuat secara tertulis antara para pihak, yaitu perusahaan penyedia asuransi dan nasabah asuransi. Isi dari polis tersebut merupakan syarat-syarat serta ketentuan asuransi tersebut yang mana nantinya sangat diperlukan apabila ingin mengajukan klaim asuransi. Apabila syarat dalam polis asuransi yang telah diperjanjikan tersebut tidak terpenuhi, maka perusahaan asuransi sebagai penanggung memiliki alasan serta hak untuk menolak klaim tersebut. Skripsi ini akan menganalisis bagaimana penggunaan produk asuransi Fidelity Guarantee Insurance beserta dengan alasan penolakan klaimnya sesuai dengan Putusan No. 126/Pdt.G/2021/PN Mlg. Metode penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif, serta menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa agar klaim tertanggung tidak ditolak, maka risiko yang dialami tertanggung harus telah memenuhi seluruh syarat yang tertulis dalam polis asuransi yang dimilikinya. Apabila terdapat 1 (satu) saja syarat atau ketentuan dalam polis yang tidak terpenuhi, maka penanggung berhak untuk menolak pengajuan klaim tertanggung.

A company, in carrying out its operational activities, is indeed so close to getting risks that one of the biggest causes for a risk to arise is due to the actions taken by its employees. Employee actions that may pose a risk to the company, for example, dishonest acts, theft, embezzlement, and others. In order not to experience losses due to threats that occur, it is necessary to have good risk management. One of the risk management that can be used is to have an insurance policy, especially Fidelity Guarantee Insurance. Fidelity Guarantee Insurance is an insurance that aims to protect the company from actions that can cause losses by employees, such as theft of money, embezzlement of funds, or the like with the aim of gaining profit for themselves. In the insurance coverage process, there is an insurance policy or a cooperation agreement contract made in writing between the parties, namely the insurance provider company and the insurance customer. The contents of the policy are the terms and conditions of the insurance which will be needed later if you want to make an insurance claim. If the conditions in the agreed insurance policy are not fulfilled, then the insurance company as the guarantor has reasons and the right to refuse the claim. This thesis will analyze the use of Fidelity Guarantee Insurance products along with the reasons for rejecting the claim by following under Court Judgement Number 126/Pdt.G/2021/PN Mlg. This research method is juridical-normative with a qualitative approach and uses library materials such as primary and secondary legal materials. The results of this study conclude that so that the insured's claim is not rejected, the risks experienced by the insured must have fulfilled all the conditions written in the insurance policy they have. If there is only 1 (one) of the terms or conditions in the policy that is not fulfilled, the insurer has the right to refuse the insured's claim."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Mumtaz
"Prinsip itikad paling baik atau utmost good faith pada intinya mengatur tentang itikad baik antara tertanggung dan penanggung atau perusahaan asuransi saat perjanjian asuransi sedang berlangsung. Prinsip ini diatur dalam Pasal 251 KUHD yang menjadi dasar hukum pembatalan pertanggungan asuransi jika tertanggung menutup-nutupi informasi yang diketahuinya. Sehingga, tertanggung dalam perjanjian asuransi harus menyampaikan informasi dan fakta-fakta materiil terkait dirinya atau objek yang diasuransikan dengan jujur dan apa adanya untuk mengindari pembatalan polis dan/atau penolakan klaim asuransi. Namun, dalam praktiknya, tidak hanya tertanggung yang lalai dalam menjalankan prinsip utmost good faith dan melakukan misrepresentasi, melainkan penanggung juga dapat melakukan pelanggaran terhadap prinsip tersebut. Oleh karena itu, penanggung dan juga agen asuransi yang mewakili penanggung dalam penyelenggaraan perjanjian asuransi diwajibkan untuk menggali fakta-fakta materiil dari pihak penanggung, baik sebelum, saat, dan setelah perjanjian asuransi diadakan. Skripsi ini akan membahas tentang bagaimana pelanggaran prinsip utmost good faith atau itikad paling baik sebagai dasar pembatalan polis asuransi jiwa dan penolakan pencairan klaim asuransi tertanggung dalam sengketa asurasi jiwa antara PT. Asuransi Allianz Life Indonesia dengan Nurmian Sibarani tidak diimplementasikan dengan baik oleh pihak asuransi jika mengacu kepada hukum asuransi, kemudian juga menjelaskan mengenai dampak dari perusahaan asuransi yang tidak memberikan informasi dengan sebenar-benarnya mengenai Surat Permintaan Asuransi Jiwa (SPAJ) dan berbohong kepada tertanggung. Dalam menulis skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dan pendekatan kualitatif. Skripsi ini juga akan menggunakan bahan hukum primer dan sekunder. Setelah melakukan penelitan, penulis berkesimpulan bahwa pihak penanggung dan pertanggung harus berperan aktif dalam mengadakan perjanjian asuransi; tertanggung menyampaikan fakta materiil dan penanggung menjelaskan ke tertanggung apa saja informasi yang harus disampaikan ke tertanggung dan hal persyaratan apa saja yang harus dipenuhi oleh tertanggung. Hal ini bertujuan untuk mengurangi miskomunikasi dan permasalahan antara pihak penanggung dan tertanggung.

The principle of utmost good faith essentially regulates the good faith between the insured and the insurer or insurance company in the insurance agreement. This principle is regulated in Article 251 of the Commercial Code which is the legal basis for canceling insurance coverage when the insured conceals information he knows. Thus, the insured in the insurance agreement must convey information and material facts related to himself or the insured object honestly and as it is to avoid policy cancellation and / or rejection of insurance claims. However, in practice, it is not only the insured who is negligent in carrying out the principle of utmost good faith and misrepresentation, but the insurer can also violate this principle. Therefore, the insurer and also the insurance agent representing the insurer in the implementation of the insurance agreement are required to explore the material facts from the insurer, both before, during, and after the insurance agreement is held. This thesis will discuss how the violation of the principle of utmost good faith as the basis for canceling the life insurance policy and refusing to disburse the insured's insurance claim in the life insurance dispute between PT Asuransi Allianz Life Indonesia and Nurmian Sibarani is not implemented properly by the insurance company when referring to insurance law, then also explains the impact of insurance companies that do not provide true information about Life Insurance Request Letter (SPAJ) and lie to the insured. In writing this thesis, the author uses a juridical-normative research method and a qualitative approach. This thesis will also use primary and secondary legal materials. After conducting the research, the author concludes that the insurer and the insured must play an active role in entering into an insurance agreement; the insured should convey material facts and the insurer must explain to the insured what information must be conveyed to the insured and what requirements must be met by the insured. This aims to reduce miscommunication and problems between the insurer and the insured."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexandra Hartono Lee
"Penipuan asuransi yang dilakukan oleh nasabah asuransi atau pihak tertanggung merupakan tindak pidana yang banyak terjadi di masyarakat. Penipuan asuransi atau insurance fraud tergolong pada tindak pidana penipuan, yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara. Peraturan perundang-undangan yang mengatur sanksi pemidanaan penjara bagi pelaku penipuan asuransi kurang tepat karena bentuk kerugian yang ditimbulkan oleh para pelaku penipuan adalah kerugian ekonomis. Kerugian ini tidak hanya berdampak kepada korban penipuan yaitu perusahaan asuransi selaku pihak penanggung, namun juga masyarakat luas selaku calon nasabah dan nasabah asuransi. Tindak pidana penipuan asuransi menimbulkan kerugian secara finansial terhadap perusahaan asuransi secara spesifik, dan terhadap perekonomian asuransi secara luas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hukuman yang selama ini dikenakan terhadap pelaku tindak pidana penipuan asuransi oleh nasabah di Indonesia serta perbandingan sanksinya dengan negara-negara lain, yaitu dengan Spanyol dan Singapura. Metode penelitian yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini untuk inventarisasi dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan seputar asuransi, penipuan asuransi, dan sanksinya di Indonesia, Spanyol, dan Singapura. Hasil analisis berupa bentuk sanksi yang lebih tepat diberikan bagi pelaku tindak pidana penipuan asuransi sebagai tindakan represif terhadap fraud asuransi akan diuraikan secara eksplanatoris analitis. 

Insurance fraud committed by insurance clients or the insured parties is a crime which occurs quite a lot within society. Insurance fraud is classified as the crime of fraud or cheating or swindling, which based on the regulations may be penalized by imprisonment. The rules which regulate that insurance fraud perpetrators may be sanctioned with imprisonment still have room for improvement because the losses that occur due to the crime is economical loss. Harm caused by the crime affects not only the victim of said fraud which is the insurance company or the insurer party, but also potential clients and existing clients which is the public. Insurance fraud causes financial damage specifically to the insurance company, and widely to the economy of insurance. This research aims to analyze the preexisting sanctions given to clients who are perpetrators of insurance fraud in Indonesia and the comparison of sanctions with other countries, namely Spain and Singapore. Juridical normative methods are used in this research to inventorize and analyze the rules and regulations regarding insurance, insurance fraud, and the sanctions in Indonesia, Spain, and Singapore. Analysis results showing a more suitable sanction for insurance fraud perpetrators as a repressive act towards the crime of insurance fraud will be elaborated in an analytical explanatory method."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athaya Yumna
"Dalam menjalani kehidupan, seseorang selalu dihadapkan dengan risiko yang belum pasti terjadi. Selama masa pandemi COVID-19, seseorang yang melakukan perjalanan internasional dengan tujuan bisnis maupun pariwisata memiliki risiko terinfeksi COVID-19. Salah satu upaya yang dapat dilakukan manusia untuk meminimalisir risiko terinfeksi COVID-19 adalah dengan mengalihkan risiko kepada Penanggung dengan cara mendaftarkan diri ke Perusahaan Asuransi untuk mendapatkan Asuransi Perjalanan. Asuransi Perjalanan Internasional COVID-19 memberikan jaminan perlindungan kepada seseorang yang sedang melakukan perjalanan ke luar negeri dari risiko terinfeksi COVID-19 sehingga perjalanan menjadi nyaman, aman, dan tidak diliputi oleh rasa khawatir. Permasalahan yang ingin dibahas pada penelitian ini diantaranya mengenai bentuk pertanggungjawaban Penanggung terhadap Tertanggung yang terinfeksi COVID-19 dan proses klaim Asuransi Perjalanan Internasional COVID-19. Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui bagaimana bentuk pertanggungjawaban Penanggung terhadap Tertanggung yang terinfeksi COVID-19, serta mengetahui bagaimana proses klaim Asuransi Perjalanan Internasional COVID-19. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui pentingnya spesifikasi klausula pada Polis Asuransi Perjalanan, serta pentingnya penulisan Polis Asuransi menggunakan kata-kata, frasa, dan kalimat yang jelas dan mudah dimengerti oleh calon Tertanggung agar tidak terjadi perbedaan penafsiran. Adapun hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Penulis menghasilkan kesimpulan berupa: 1. Manfaat pertanggungan yang akan diberikan Penanggung terhadap Tertanggung yang terinfeksi COVID-19 akan diberikan sesuai dengan yang tercantum dalam klausula Polis Asuransi Perjalanan Internasional COVID-19. Namun, dalam Polis Asuransi tersebut belum terdapat klausula yang secara jelas dan rinci mengatur mengenai batasan pertanggungan yang akan ditanggung Penanggung; 2. Tertanggung yang dinyatakan positif COVID-19 selama melakukan perjalanan ke luar negeri maka dapat mengajukan klaim Asuransi Perjalanan Internasional COVID-19 kepada Penanggung. Tahapan pengajuan klaim terdiri dari pelaporan kepada Perusahaan Asuransi ketika masih berada di wilayah negara yang dipertanggungkan, mengisi formulir klaim, dan menyiapkan dokumen klaim serta dokumen pendukung.

In life, a person is always dealing with risks that are not certain to occur. During the COVID-19 pandemic, a person who travels abroad for business or tourism purposes has the risk of being infected with COVID-19. One of the efforts that humans can make to minimize the risk of being infected with COVID-19 is by transferring the risk to the Insurer by registering with an Insurance Company to get Travel Insurance. COVID-19 International Travel Insurance provides a guarantee of protection to someone who is traveling abroad from the risk of being infected with COVID-19 so that the trip becomes comfortable, safe, and not feel worried. The problems to be discussed in this thesis is the form of the Insurer's responsibility for the Insured infected with COVID-19 and the claim process of COVID-19 International Travel Insurance. The purpose of this thesis is to find out how the Insurer's responsibility for the Insured infected with COVID-19 and how to claim COVID-19 International Travel Insurance. The method of analysis used in this thesis is a qualitative analysis which aims to determine the importance of clause specifications in Travel Insurance Policies, and the importance of writing Insurance Policies using words, phrases, and sentences that are clear and easily understood by prospective Insureds so that there are no differences in interpretation. The results of the thesis conclusions are: 1. The benefits of coverage that will be provided by the Insurer to the Insured infected with COVID-19 will be provided by what is stated in the clause of the COVID-19 International Travel Insurance Policy. However, in the Insurance Policy, there is no clause that clearly and in detail explains the limits of coverage that will be borne by the Insurer; 2. The Insured who tested positive for COVID-19 while traveling abroad can submit a claim of COVID-19 International Travel Insurance to the Insurer. The stages of filing a claim consist of reporting to the Insurance Company while still in the territory of the insured country, filling out a claim form, and preparing claim documents and supporting documents."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debora Gracia
"Pada tahun 2017, Menteri Perdagangan mengeluarkan aturan yang mewajibkan penggunaan asuransi nasional untuk eksportir batubara dalam mengasuransikan batubaranya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 82 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional Untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu. Peraturan ini kemudian dicabut dan diganti dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 40 Tahun 2020 yang telah diamandemen dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 65 Tahun 2020. Peraturan ini dibentuk untuk meningkatkan industri angkutan laut nasional dan industri asuransi nasional. Namun, terms of delivery yang digunakan di Indonesia untuk ekspor batubara adalah FOB, dimana eksportir tidak memiliki kewajiban untuk mengasuransikan barang dalam pengiriman karena pihak yang mengasuransikan barang dalam terms of delivery FOB adalah pembeli (importir) sebagaimana diatur dalam Incoterms 2020. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk membahas dua isu, pertama, terkait pengaturan ketentuan kewajiban asuransi nasional dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 40 Tahun 2020 jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 65 Tahun 2022. Kedua, penelitian ini menganalisis implementasi dari ketentuan wajib asuransi nasional. Metode penelitian yang digunakan adalah metode normatif-empiris, yang dilakukan melalui analisis hukum positif dan implementasi dari hukum positif. Penelitian ini menemukan bahwa implementasi dari ketentuan wajib asuransi nasional masih belum efektif karena adanya ketidaksesuaian antara ketentuan ini dan implementasinya. Lebih lanjut, dapat disimpulkan bahwa ketentuan ini dapat berlaku secara efektif apabila terms of delivery yang digunakan dalam ekspor batubara adalah CIF yang mewajibkan eksportir untuk mengasuransikan barang.

In 2017, the Minister of Trade issued a regulation requiring the use of national insurance for coal exporters in insuring their coal as regulated in Regulation of the Ministry of Trade No. 82 Year 2017 concerning Provisions for the Use of Sea Transportation and National Insurance for the Export and Import of Certain Goods. This regulation was later revoked and replaced with Regulation of the Ministry of Trade No. 40 Year 2020 which has been amended by Regulation of the Ministry of Trade No. 65 Year 2020. This regulation was established to improve the national sea transportation industry and the national insurance industry. However, the terms of delivery used in Indonesia for coal exports are FOB, where exporters have no obligation to insure the goods in shipment because the party that insures the goods under FOB terms of delivery is the buyer (importer) as stipulated in the Incoterms 2020. Thus, this research aims to discuss two issues, first, related to the regulation of mandatory national insurance provisions in the Regulation of the Ministry of Trade No. 40 of 2020 jo. Regulation of the Ministry of Trade No. 65 of 2020. Second, this research analyzes the implementation of mandatory national insurance provisions. The research method used is the normative-empirical method, which is carried out through analyzing positive law and the implementation of the positive law. This research discovered that the implementation of mandatory national insurance provisions was still ineffective due to a discrepancy between this provision and the implementation. Furthermore, it can be concluded that this provision can apply effectively if the terms of delivery used in coal exports are CIF which requires exporters to insure the goods."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audi Anindya Pramesti
"Surety bond merupakan salah satu produk penjaminan yang umum ditawarkan oleh Perusahaan Asuransi Umum dalam pelaksanaan proyek untuk menjamin bahwa kontraktor atau principal dapat melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian pokok. Apabila kontraktor wanprestasi maka pihak asuransi akan memberikan ganti kerugian kepada pemberi kerja atau obligee. Meskipun demikian, terdapat permasalahan yang mungkin timbul mengenai pertanggungjawaban perusahaan asuransi apabila kegagalan principal terjadi karena keadaan memaksa atau force majeure. Skripsi ini menggunakan metode Yuridis Normatif dan bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder berupa studi kepustakaan dan menganalisis putusan-putusan yang berkaitan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik mengenai surety bond yang seringkali terjadi adalah mengenai pencairan ganti kerugian. Pada umumnya, ketika kontraktor gagal melaksanakan prestasinya maka pihak pemberi kerja (obligee) akan meminta perusahaan asuransi untuk membayar klaim. Meskipun demikian, dalam hal principal mengklaim bahwa kegagalan dilaksanakannya prestasi akibat keadaan memaksa, maka perlu dilakukan peninjauan apakah keadaan yang diklaim oleh principal dapat disebut sebagai keadaan memaksa. Hal ini karena adanya indemnity agreement antara pihak kontraktor dengan perusahaan asuransi yang menyatakan bahwa setelah surety membayarkan ganti rugi, maka kontraktor perlu membayar kembali ganti rugi tersebut kepada surety. Oleh karena itu, apabila kegagalan principal diakibatkan oleh force majeure maka perusahaan asuransi tidak perlu mencairkan surety bond karena dalam force majeure debitur tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan bagi para pihak untuk memahami risiko yang ditanggung oleh surety, melakukan tindakan preventif untuk mengantisipasi keadaan force majeure, dan memasukkan klausul force majeure di dalam perjanjian surety bond.

Surety bond is one of the common guarantee products offered by Insurance Companies in implementing projects to guarantee that the contractor or principal can carry out their obligations in accordance with the main agreement. If the contractor defaults, the insurer will provide compensation to the employer or obligee. Even so, there are problems that may arise regarding the liability of the insurance company if the principal failure occurs due to force majeure. This thesis uses the Normative Juridical method by using secondary data in the form of literature studies and analyzing related court decisions. The results of the study indicate that the conflict regarding surety bonds that often occurs is regarding the disbursement of compensation. In general, when the contractor fails to carry out its performance, the employer (obligee) will ask the insurance company to pay the claim. However, in the event that the principal claims that the failure to carry out the performance is due to force majeure, it is necessary to review whether the condition claimed by the principal can be called a force majeure situation. This is because there is an indemnity agreement between the contractor and the insurance company which states that after the surety pays compensation, the contractor needs to pay back the compensation to the surety. Therefore, if the principal failure is caused by a force majeure, the insurance company does not need to liquidate the surety bond because in a force majeure the debtor is not responsible for any losses that arise. Based on the results of this study, it is suggested for the parties to understand the risks borne by the surety, take preventive actions in order to anticipate force majeure situations, and include a force majeure clause in the surety bond agreement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>