Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mega Halida
"Latar Belakang. Pembiusan dengan sevofluran untuk pemasangan jalur intravena pada anak merupakan hal yang sering dilakukan. Namun belum diketahui waktu optimal pemasangan kanulasi vena setelah induksi sevofluran 8 vol% pada pasien anak dan belum diketahui apakah metode Dixon dapat digunakan untuk hal ini.
Metode. Penelitian ini adalah uji prospektif intervensi dengan metode Dixon: up and down sequenece pada usia 1-3 tahun dengan ASA 1 dan 2 yang menjalani operasi elektif di kamar operasi RSCM Kirana. Kanulasi dinilai berhasil jika tidak ada gerakan, batuk, atau laringospasme. Kanulasi pada pasien pertama dilakukan 2 menit setelah hilangnya refleks bulu mata dan waktu untuk kanulasi intravena ditentukan oleh metode Dixon Up and Down dengan menggunakan 15 detik sebagai ukuran langkah. Tes Probit digunakan untuk menganalisis penelitian ini.
Hasil. Sebanyak 22 anak terdaftar secara berurutan selama waktu penelitian. Dengan sevofluran 8vol%, fraksi oksigen 100%, dan aloran udara 6 L/menit didapatkan waktu optimal untuk 50% dan 95% sebesar 27,25 detik dan 31,60 detik.
Kesimpulan. Kami merekomendasikan waktu kanulasi intravena 32 detik pada pasien usia 1-3 tahun setelah hilangnya refleks bulu mata dengan induksi sevofluran 8 vol%, fraksi oksigen 100%, dan aliran udara 6 L/menit.

Background. Intravenous cannulation is usually done in children after inhalational induction with volatile anesthetic agents. However, it is not yet known the optimal time for intravenous cannulation after induction of sevoflurane induction 8 vol% in pediatric patients and it is not yet known whether the Dixon method can be used for this.
Method.. This is a prospective intervention study with Dixon Up-and-Down sequential allocation study in ASA grade 1 and 2 children aged 1-3 years undergoing elective surgery in RSCM Kirana. The timing of cannulation was considered adequate if there was no movement, coughing, or laryngospasm. The cannulation attempt for the first child was set at 2 minutes after the loss of eyelash reflex and the time for intravenous cannulation was determined by the up-and-down method using 15 seconds as step size. Probit test was used to analyze the up-down sequences for the study.
Results. A total of 22 children were enrolled sequentially during the study period. The adequate time for effective intravenous cannulation after induction with sevoflurane 8 vol% in 50% and 95% of patients were 27,25 second and 31,60 second respectively.
Conclusions. We recommend waiting 32 second for attempting intravenous placement following the loss of the eyelash reflex in children after receiving an inhalation induction with sevoflurane 8 vol%,, oxygen fraction 100%, and flow 6 L/min.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Rohmana
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penilaian diameter trakea praanestesia merupakan hal yang sangat penting dalam memilih ukuran diameter pipa endotrakea tanpa kaf yang sesuai, untuk meminimalisi penggunaan alat bantu jalan napas yang berlebihan dan risiko trauma jalan napas. Rumus yang paling umum digunakan saat ini di RSUPN Cipto Mangunkusumo dalam memprediksi ukuran diameter pipa endotrakea tanpa kaf pada pasien pediatrik adalah rumus Cole [ usia dalam tahun/4 4 mm]. Rumus Cole memiliki kekurangan yaitu tidak memperhitungkan perbedaan perkembangan fisik dan ras pada pasien pediatrik, sehingga kurang menggambarkan diameter trakea secara aktual. Metode baru untuk memprediksi diameter pipa endotrakea adalah dengan menggunakan teknik ultrasonografi. Pengukuran ultrasonografi memiliki kelebihan mampu memprediksi diameter pipa endotrakea tanpa kaf secara aktual, tidak dipengaruhi oleh perkembangan fisik anak dan ras.Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik komparatif untuk membandingkan ketepatan pengukuran ultrasonografi dengan rumus Cole dalam memprediksi ukuran diameter pipa endotrakea tanpa kaf pada pasien pediatrik ras Melayu usia 1-6 tahun di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Setelah mendapatkan persetujuan izin etik dari Komite Etik Penelitian FKUI-RSCM, didapatkan sampel sebanyak 60 subjek. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SPSS dan McNemar.Hasil: Didapatkan proporsi ketepatan pengukuran ultrasonografi dalam memprediksi diameter pipa endotrakea tanpa kaf pada pasien pediatrik ras Melayu usia 1-6 tahun di RSUPN Cipto Mangunkusumo sebesar 95 , sedangkan proporsi ketepatan prediksi berdasarkan rumus Cole hanya sebesar 51,7 populasi. Prediksi diameter pipa endotrakea tanpa kaf berdasarkan pengukuran ultrasonografi secara statistik signifikan lebih tepat dibandingkan prediksi diameter pipa endotrakea berdasarkan rumus Cole p
ABSTRACT
Background Preanesthesia measurement of the diameter of the trachea remains important step to select the appropriate tube size. This aims to minimalize the use of exagerate breathing support and airway trauma. In Cipto Mangunkusumo Hospital, Cole formula is commonly used to predict the uncuffed endotracheal tube size in pediatric patients. However, this formula does not measure the difference in race and physicial development in pediatric patients. Recent method to predict the uncuffed endotracheal tube size is by using ultrasound. Ultrasound is able to predict the actual size for the uncuffed endotracheal tube regardless the race and physical development. Method This was a comparative analytic observational study to compare the accuracy of ultrasound measuremnt in comparison with Cole formula to predict the uncuffed endotracheal tube size in pediatric patients among Malay race age 1 6 years old in Cipto Mangunkusumo Hospital. Following the approval from the Ethical Committee, there were 60 samples obtained. Data were analysed by using SPSS and Mc Nemar test. Result The proportion of ultrasound accuracy to predict the size of the uncuffed endotracheal tube among pediatric patients was 95 , while proportion of Cole formula accuracy was only 51.7 . This reslt was statistically significant p"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yosi Dwi Wardhani
"Latar Belakang: Insersi kanul intravena adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan di rumah sakit. Insersi kanul intravena pada bayi, balita ataupun anak-anak cukup sulit karena kecilnya ukuran pembuluh darah vena dan lokasinya yang dalam di jaringan subkutis, sehingga sulit untuk diraba dan di lihat. Bagaimanapun, insersi kanul intravena pada pasien anak kadang merupakan proses yang sulit dan memakan banyak waktu. Kegagalan insersi kanul intravena banyak menyebabkan kerugian. Pada umumnya disisi pasien, kesalahan insersi kanul intravena sangatlah menyakitkan, belum lagi jika insersi diulang beberapa kali percobaan. Dari berbagai masalah yang telah dipaparkan tersebut maka ditemukan alat penampil vena atau visualisasi pembuluh darah perifer. Penelitian ini secara umum ingin mengetahui keberhasilan insersi kanul intravena satu kali tusuk dengan penampil vena meningkat lebih baik dibandingkan tanpa penampil vena.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tidak tersamar pada pasien yang akan insersi kanul intravena di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Setelah mendapatkan izin komite etik dan informed consent sebanyak 88 subjek didapatkan dengan consecutive sampling pada bulan Juni 2016 ndash; Agustus 2016. Pasien langsung dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok insersi kanul dengan penampil vena A dan kelompok insersi kanul tanpa penampil vena B , sesuai hasil randomisasi. Data yang diperoleh adalah keberhasilan insersi kanul intravena satu kali tusuk yang menggunakkan penampil vena dan tanpa penampil vena. Dengan menggunakan SPSS 20 dilakukan uji Uji Chi Square, Uji Fisher, Uji Mann-Whitney.
Hasil: Data karakteristik pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna secara statistik P>0.05 , sehinnga keduanya bisa dibandingkan. Usia memiliki hubungan terhadap insersi kanul intravena dengan nilai p 0,019.
Simpulan: Keberhasilan insersi kanul intravena sekali tusuk dengan menggunakan penampil vena lebih baik dibandingkan tanpa penampil vena.

Background Intravenous cannula insertion remains as the most common procedure done in the hospital. Intravenous cannula insertion in neonates, infants, or toddlers remain challenging due to the size of the vein and the location of the vein, which is in the subcutaneous tissue. Therefore, the vein is relatively difficult to identify. Failure to insert the intravenous cannula has some disadvantages, such as painful experience for the patience and repeated insertion. Hence, vein finder was invented to visualize the veins. This study aimed to measure the successfulness of one time intravenous cannula insertion by using vein finder in comparison to without using one.
Methods This was a arandomized clinical trial conducted in patients underwent intravenous cannula insertion in Cipto Mnagunkusumo Hospital Jakarta. Following ethical clearance, there were 88 subjects included by using consecutive sampling method during June August 2016. The samples were divided into two groups intravenous cannula insertion by using vein finder A and intravenous cannula insertion without vein finder B . Data were analyzed by using SPSS 20 with CHI Square test, Fisher test, and Mann Whitney test.
Result Demographic showed both groups did not differ significantly P 0.05 . Age was related to the intravenous cannula insertion P value 0.019.
Conclusion The one time intravenous cannula insertion by using vein finder was improved in comparison to without using vein finder."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library