Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budiman
"ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis (MTb). Penyakit infeksi M.Tb ini menyerang semua
negara di dunia. Selain menyebabkan kematian, penderita TB ini juga mengalami
kerugian secara ekonomis dan menghadapi stigma negatif di masyarakat.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita TB terbanyak ke-5 di
dunia, dan meskipun program DOTS digalakkan, penurunan insidensinya masih
belum berarti.
Penelitian ini merupakan studi ekologi dengan desain cross sectional
bertujuan mengelompokkan prevalensi TB dan faktor risikonya. Dilaksanakan
pada bulan Maret sampai Juni 2013. Data yang dipergunakan merupakan hasil
dari Riskesdas dan Survei kependudukan dari BPS tahun 2007. Penggugusan
dilakukan dengan cluster analysis, sementara untuk melihat faktor penentu yang
paling berperan terhadap prevalensi TB dilakukan dengan multiple regression
analysis.
Hasil akhir pembentukan klaster yang optimal sebanyak 5, dan didapatkan
sebagian besar kabupaten/kota di wilayah Indonesia Bagian Barat dan Tengah
berada dalam satu klaster. Empat kabupaten/kota di Provinsi Papua berada dalam
satu klaster dan merupakan wilayah dengan prevalensi TB terbesar, dengan ratarata
empat faktor risiko lebih tinggi dibandingkan klaster lainnya. Faktor penentu
yang paling berpengaruh terhadap prevalensi TB adalah jumlah prevalensi
Diabetes Mellitus (DM).
Masing-masing klaster menunjukkan permasalahannya sendiri, sehingga
dalam upaya untuk menurunkan prevalensi TB di masyarakat dan dengan
keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah, perlu ditentukan prioritas
program yang dilakukan untuk mengatasi faktor risiko TB sesuai dengan
permasalahan di tiap-tiap daerah.

ABSTRACT
Tuberculosis, a communicable disease transmitted by Mycobacterium
tuberculosis, has become a global issue. With its high mortality and morbidity,
this disease become a negative stigma in population Indonesia accounts for
nearly one twentieth of the global burden of TB. Although it has a growing DOTS
programme there has not been a discernible reduction in the incidence of TB in
this country.
A cross-sectional ecological study was conducted to determine TB prevalence and
its risk factors between March and June 2013. Data was taken from Basic Health
Research and Demographic Survey from Center of Statistical Bureau 2007, then
clustered with cluster analysis, while to find the most affecting risk factor on TB
data was analyzed with multiple regression analysis.
Result showed the number of optimal cluster was 5, and most city/town in west
and central Indonesian region were within one cluster. Four city/town in Papua
Province were in one cluster with highestTB prevalence, with four average risk
factor higher than other cluster. The determining factor which was the most
affecting onTB prevalence was DM prevalence.
Since each cluster has its specific problems, Indonesian government has to set
priority on program dealing with TB risk factors based on regional problems,
inspite of minimal sources."
Universitas Indonesia, 2013
T35078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Riasmini
"Pemberdayaan keluarga melalui aktivitas kelompok sangat penting untuk meningkatkan kemampuan koping dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat lansia. Tujuan penelitian yaitu memperoleh model kelompok keluarga mandiri yang efektif untuk mengurangi beban merawat dan meningkatkan kualitas hidup lansia.
Penelitian ini menggunakan desain riset operasional melalui tiga tahapan penelitian yaitu Tahap I : Identifikasi masalah dan kebutuhan melalui penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif dan trianggulasi sumber data; Tahap II : pengembangaan model kelompok keluarga mandiri hasil integrasi antara penelitian tahap 1, studi literatur dan konsultasi pakar; Tahap III : uji coba model dengan experiment with control group design. Strategi sampling menggunakan cluster multistage method dengan jumlah sampel sebanyak 196.
Hasil penelitian diperoleh : 1) Tahap I : diperoleh 15 tema; 2) Tahap II dihasilkan model kelompok keluarga mandiri dengan 4 modul dan buku kerja untuk pelaku rawat dan panduan bagi fasilitator dan supervisor; 3) Tahap III : terdapat perbedaan bermakna beban merawat, kemampuan merawat (pengetahuan, sikap dan keterampilan), kepuasan merawat, status kesehatan dan kualitas hidup lansia antar pengukuran (3 bulan dan 6 bulan sesudah intervensi model) diantara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Kesimpulan, model kelompok keluarga mandiri efektif mengurangi beban merawat, meningkatkan kemampuan merawat, kepuasan merawat, status kesehatan dan kualitas hidup lansia.
Rekomendasi : 1) Replikasi model di seluruh wilayah Indonesia yang diintegrasikan pelaksanaannya dengan posyandu lansia; 2) Pelatihan berkelanjutan bagi perawat puskesmas dan kader lansia sebagai pendamping bagi pelaku rawat dalam merawat lansia di rumah; 3) Penelitian lanjut yaitu pengembangan model kelompok swabantu bagi lansia; grounded theory untuk membangun konsep beban.

Empowering families through group activities is crucial to enhance coping skills in dealing with the various problems faced by families in caring for the elderly. The research objective was to obtain an independent family group model which was effective for reducing the burden of care and for improving the quality of life of the elderly.
This study used operational research design through three stages namely Stage I: Identification of problems and needs through qualitative research with descriptive phenomenology design and triangulation of data sources; Stage II: development of independent family group model resulting from integration of the results of stage 1 studies, literature studies and expert consultation; Stage III: Testing the model with the experiments with control group design. Sampling strategy used cluster multistage method with 196 samples.
Results of research were obtained: 1) Stage I: 15 themes were obtained, 2) Stage II independent model of a family group with 4 modules and workbook for caregiver and guidance for facilitators and supervisors; 3) Stage III: there were significant differences in the burden of care, the care ability (knowledge, attitudes and skills), satisfaction of care, health status and quality of life of the elderly between measurements of (3 months and 6 months after the intervention model) between the intervention group and the control group.
Conclusions, independent family group model effectively reduced the burden of care, improve care, satisfaction of care, health status and quality of life of the elderly.
Recommendations: 1) Replication models in all parts of Indonesia through integrated implementation with posyandu (intgrated post) for the elderly; 2) ongoing training for nurses and health centers as a companion for the elderly cadres caregiver in caring for the elderly at home; 3) further research was the development of models of independent groups for the elderly; grounded theory to establish the concept of burden.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
D1448
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martya Rahmaniati Makful
"Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia, termasuk di Indonesia. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB, dengan menerapkan strategi DOTS. Sejalan dengan kebijakan pembangunan nasional, pelaksanaan strategi pengendalian TB nasional diprioritaskan pada daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan terutama yang belum memenuhi target penemuan kasus dan keberhasilan pengobatan. Terdapat lima provinsi dengan TB paru tertinggi dan dua tertinggi yaitu Provinsi Jawa Barat (0.7%), Papua (0.6%). Akses pelayanan kesehatan pasien TB menunjukan ketidakmerataan, dimana hanya ada di wilayah perkotaan dan berada pada ekonomi tinggi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah masih ditemukan pasien TB yang tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Keterbatasan akses pelayanan kesehatan pasien TB dapat disebabkan oleh kondisi individu yang berbeda-beda serta adanya perbedaan kondisi fisik (geografis). Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan model spasial akses pelayanan kesehatan di provinsi Jawa Barat dan Papua.
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan menggunakan data yang berasal dari Riset Kesehatan Dasar 2013. Lokasi penelitian di 2 provinsi yaitu di provinsi Jawa Barat dan provinsi Papua. Analisis penelitian dengan menggunakan regresi logistik untuk melihat pengaruh karakteristik individu terhadap akses pelayanan kesehatan dan analisis spasial statistik menggunakan Geographically Weighted Regression (GWR) untuk melihat spasial akses pelayanan kesehatan. Akses pelayanan kesehatan adalah pasien TB yang melakukan pemeriksaan dahak, foto rontgen dan mendapatkan obat anti TB.
Akses pelayanan kesehatan pasien TB di provinsi Papua masih rendah. Karakteristik individu yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan adalah asuransi kesehatan, pekerjaan, menikah, mengetahui ketersediaan fasilitas kesehatan. Model spasial akses pelayanan kesehatan menghasilkan dua jenis variabel pembentuknya, yaitu adanya variabel lokal dan variabel global. Variabel lokal adalah variabel yang mempunyai pengaruh unsur kewilayahannya terhadap akses pelayanan kesehatan, sedangkan variabel global merupakan variabel yang berpengaruh di tingkat provinsi.
Masih rendahnya pasien TB yang melakukan akses pelayanan dapat disebabkan oleh sulitnya pasien TB dalam mencapai fasilitas kesehatan, terutama di wilayah dengan perbedaan geografis. Sehingga perlunya ada kebijakan dalam menyiapkan sarana dan prasarana kesehatan pasien TB, yaitu dengan mulai memasukan tenaga kesehatan terlatih di bidang tuberkulosis pada seluruh fasilitas pelayanan kesehatan.

Tuberculosis is a major public health problem in the world, including in Indonesia. Finding and curing the patients are the best way of preventing transmission of TB by implementing the DOTS strategy. Implementation of the national TB control strategy prioritized in remote, border and island especially TB patients who do not meet the target case detection and treatment success. There are two of provinces with the highest and second highest TB namely west Java province (0.7%) and Papua (0.6%). Accessibility to health services of TB patients showed inequality, which only exist in urban areas and at high economic status. The problem in this research is find the of TB patients who do not get accessibility to health services. Limited accessibility to health services of TB patients could be caused by conditions different individuals as well as differences in physical conditions (geographic). The purpose of this study is to setup a spatial model of accessibility to health services in the province of West Java and Papua.
This study used a cross-sectional design and data derived from the Basic Health Research in 2013 (RISKESDAS). Research sites in the provinces of West Java and Papua. Research analysis applied logistic regression to determine the effect of individual characteristics of accessibility to health services and statistical spatial analysis using the Geographically Weighted Regression (GWR) for a model of spatial accessibility to health services.
Accessibility to health care is the patient of TB sputum examination, x-rays and getting anti-TB. Accessibility to health services of TB patients in the province of Papua remains low. Individual characteristics that affect accessibility to health care are health insurance, employment, marriage, the availability of health facilities. Spatial models of accessibility to health services generate two types of constituent variables, the local variables and global variables. Local variables are variables that influence the spatial element of accessibility to health services, while global variables are variables that influence at the provincial level.
The low TB patients who do accessibility services may be caused by the difficulty in the of TB patients to health facilities, especially in the areas with geographical differences. Thus the need for a policy in preparing health facilities TB patients, i.e. to start entering trained health personnel in the field of tuberculosis in the entire health care facility.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqatussaadah
"ABSTRAK
Indonesia saat ini berada pada urutan kedua negara dengan kasus TB paru terbanyak,
dibawah India dan Cina. Angka prevalensi TB Paru tahun 2015 mencapai 647 per 100.000
dan insidens 399, Indonesia diprediksi akan mencapai 1 juta kasus per tahun. Strategi
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) merupakan strategi yang dikeluarkan
oleh WHO dalam penanggulangan TB.
Beberapa rumah sakit swasta yang memberikan pelayanan TB kepada masyarakat dan
juga melibatkan masyarakat secara aktif untuk mendukung program penanggulangan TB
adalah Rumah Sakit Islam (RSI) yang dimiliki oleh organisasi Muhammadiyah yaitu RSI
Pondok Kopi, RSI Cempaka Putih, dan RSI Sukapura. Rumah sakit swasta tersebut
bekerjasama dengan organisasi masyarakat peduli TB yang dikenal sebagai ?Aisyiyah
Community TB Care. ?Aisyiyah termasuk salah satu organisasi masyarakat lokal yang
dipercaya dan dipilih untuk mendapatkan dana hibah melalui Global Fund for AIDS,
Tuberculosis and Malaria (GF ATM) dengan menjadi principal recipient atau pengelola
dana langsung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengawas Menelan Obat (PMO) baik pada tahun
2010 dan 2014 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil pengobatan TB Angka
CDR di rumah sakit pada tahun 2010 pada saat ada dukungan ?Aisyiyah mencapai angka
68%, sedangkan pada tahun 2014 setelah tidak ada dukungan ?Aisyiyah angka CDR menurun
menjadi 40%. Sedangkan jumlah pasien TB yang sembuh (Cure Rate) pada tahun 2010
mencapai 66% sedangkan pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 41%, sehingga
ada perbedaan 25% dalam pencapaian angka kesembuhan. PMO pada tahun 2010 berasal dari
kader ?Aisyiyah (35%) dan keluarga pasien (65%). Sedangkan pada tahun 2014 PMO semua
berasal dari keluarga pasien (100%). Perbedaannya adalah PMO yang berasal dari ?Aisyiyah
Community TB Care adalah mereka yang sudah mendapat pelatihan-pelatihan mengenai
pengobatan TB dan mereka melakukan pengawasan melekat kepada pasien dari awal
pengobatan sampai dinyatakan sembuh.
Oleh karena itu selanjutnya direkomendasikan untuk memilih PMO tidak berasal dari
keluarga tetapi orang yang lebih disegani oleh pasien dan telah mendapatkan pelatihanpelatihan
mengenai pengobatan TB. Selain itu perlu dibuat kartu kinerja PMO sehingga
seluruh kegiatan PMO terpantau dengan baik selama mendampingi pasien berobat hingga
sembuh.

ABSTRACT
Indonesia is currently the second country with the most cases of pulmonary tuberculosis,
below India and China. Pulmonary TB prevalence rate in 2015 was 647 per 100,000 and
incidence of 399, Indonesia is predicted to reach 1 million cases per year. Strategy of Directly
Observed Treatment Short Course (DOTS) strategy is issued by WHO in TB control.
Some private hospitals that provide services to the community TB and also involve the
community actively to support TB control program is Islamic Hospital (RSI) which is owned
by the organization Muhammadiyah ie RSI Pondok Kopi, Cempaka Putih RSI and RSI
Sukapura. The private hospital care in collaboration with community organizations TB,
known as' Aisyiyah Community TB Care. 'Aisyiyah including one local community
organizations are trusted and selected for a grant from the Global Fund for AIDS,
Tuberculosis and Malaria (GF ATM) to be the principal recipient or the fund manager
directly. The results showed that the Supervisory Swallowing Drugs (PMO), both in 2010
and 2014 had a significant effect on the results of TB treatment digits to CDR in hospital in
2010 when no support 'Aisyiyah reached 68%, whereas in 2014 after no support 'Aisyiyah
CDR figure dropped to 40%. While the number of TB patients cured (Cure Rate) in 2010
reached 66% while in 2014 decreased to 41%, so there is a 25% difference in achieving cure
rates. PMO in 2010 came from the cadres' Aisyiyah (35%) and the patient's family (65%).
Whereas in 2014 the PMO all come from families of patients (100%). The difference is
coming from the PMO 'Aisyiyah Community TB Care are those who have received training
on their TB treatment and supervision attached to a patient from start of treatment until
otherwise recovered. Therefore, it is recommended to choose the PMO subsequently did not
come from the family but people are more respected by patients and has received training on
TB treatment. In addition it should be made so that all the cards performance PMO PMO
activities well monitored during treatment with the patient to recover"
2016
D2180
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lolong, Dina Bisara
"Tuberkulosis masih menjadi salah satu penyakit menular yang paling mematikan di dunia. Saat ini diperkirakan 9,6 juta orang memiliki masalah terkait TB pada tahun 2014 (5,4 juta laki-laki; 3,2 juta perempuan; dan 1 juta anak-anak). Kasus tertinggi terdapat di India, Indonesia dan China dengan julah kasus masing-masing: 23%, 10% dan 10%. WHO telah memperkenalkan the End TB Strategy dalam upaya menurunkan prevalensi TB, yang berlaku sejak tahun 2016. Sehubungan dengan strategi tersebut, telah ditetapkan target terkait dengan SDGs yaitu menurunkan jumlah kematian TB sebesar 90% dan jumlah kasus TB baru sebesar 80% dari target tahun 2015 untuk tahun 2030 serta memastikan bahwa tidak ada keluarga dibebani dengan bencana biaya karena TB. Prinsip dasar perawatan kasus tuberkulosis adalah sama di seluruh dunia. Diagnosis harus ditetapkan secara akurat dan sedini mungkin, dan rejimen pengobatan harus sesuai standar. Skrining foto toraks menunjukkan sensitivitas yang baik dalam mengidentifikasi individu dengan risiko tertinggi mengalami TB, terutama ketika kriteria abnormal pada paru-paru dan pleura digunakan. Banyak negara menggunakan skrining foto toraks untuk TB peningkatan deteksi kasus TB.
Tujuan utama penelitian ini adalah: menganalisis positivitas skrining TB dengan memanfaatkan pemeriksaan foto toraks serta potensi kerugian ekonomi yang dapat dicegah. Tujuan khusus adalah menganalisis peningkatan positivitas bakteriologi positif pada skrining TB dengan penambahan foto toraks; menganalisis akurasi dengan penambahan pemeriksaan skrining foto toraks dan implikasinya terhadap biaya pemeriksaan.
Penelitian ini menggunakan data sekunder SPTB yang dilaksanakan tahun 2013-2014 untuk tingkat nasional dan 3 wilayah. Disain SPTB 2013-2014 adalah potong lintang dengan stratified multi-stage cluster sampling. Semua partisipan diwawancarai tentang gejala TB dan dilakukan skrining foto toraks kecuali wanita hamil dan partisipan yang menolak. Suspek adalah partisipan dengan gejala TB atau abnormal foto toraks, pemeriksaan sputum mikroskopik, kultur dan Xpert MTB/Rif dilakukan oleh tujuh laboratorium rujukan TB. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa skrining foto toraks dapat mendeteksi sebesar 97% smear positif, 94% smear negatif, serta 95% dari konfirmasi bakteriologis TB. Sebanyak 30% smear positif dan 51% smear negatif serta 43% konfirmasi bakteriologis TB hanya terdeteksi dari skrining foto toraks tanpa skrining gejala TB. Berarti terdapat kasus TB yang tidak terdeteksi jika tanpa skrining foto toraks dan jika hanya mengandalkan skrining gejala TB di Indonesia tahun 2013-2014, sebanyak 602.717 untuk umur ≥15 tahun, dan 421.250 untuk kelompok umur 18-60 tahun diantaranya, laki-laki 273.810 dan perempuan 147.440.
Penambahan skrining foto toraks minimal meningkatkan empat kali konfirmasi bakteriologis TB dibanding dengan hanya skrining gejala TB dan sembilan kali jika bersama-sama skrining gejala dan skrining foto toraks. Sensitivitas dan spesifitas abnomal foto toraks pada skrining gejala positif masing-masing terhadap konfirmasi bakteriologis TB adalah 91,3% dan 47,2%. Hasil lainnya apabila hasil uji diagnostik penambahan skrining foto toraks normal pada skrining gejala positif, maka probabilitas pasien tidak TB adalah sebesar 99,4 %(NPV). Hal ini berarti adanya efisiensi dari sekitar 45% pasien dengan skrining gejala TB positif tetapi skrining foto toraks normal, bukan suspek TB sehingga tidak memerlukan biaya untuk pemeriksaan laboratorium smear dan Xpert MTB/RIF. Umumnya (96%) hasil pemeriksaan Xpert MTB/RIF positif adalah kultur positif yang diacu sebagai gold standard, sedangkan hanya 49% hasil BTA positif diantara kultur positif.
Penambahan skrining foto toraks untuk mendeteksi TB dapat menghemat biaya pengeluaran dalam deteksi kasus TB terutama pada laki-laki umur produktif. Sebesar 38% biaya yang dapat dihemat berasal dari biaya tidak langsung yaitu kehilangan tahun produktifitas karena kematian dini dan selama sakit. Biaya yang dapat dihemat ini tinggi terutama pada laki (50%) Penambahan pemeriksaan foto toraks juga dapat menurunkan kematian dan transmisi sebesar 75% pada smear positif dan 30% pada smear negatif. Oleh karena itu rekomendasi utama penelitian ini adalah memasukkan skrining foto toraks selain skrining gejala TB pada alur diagnosis TB dewasa bersama pemeriksaan Xpert MTB/RIF dalam deteksi dini kasus TB untuk menurunkan prevalensi, kematian akibat TB dan transmisi di masyarakat.

Tuberculosis remains one of the world?s deadliest communicable diseases. Worldwide, 9.6 million people was estimated to have TB?s related problems in 2014; i.e 5.4 million in men; 3.2 million women and 1 million children. Globally, India, Indonesia and China had the largest number of TB cases: 23, 10 and 10 of total percentage. WHO has launched the End TB Strategy in the effort of reducing TB?s prevalence that has been implemented since 2016. With regard to the target of the strategy which is linked to the SDGs, 90% of mortality and 80% of the new TB cases (year 2015) should be achieved in 2030. In addition, there should be taken for granted there would not any family be financially burden because of TB. The basic principle to cure TB cases is the same all over the world. Diagnose has to be done accurately and as early as possible. In addition, treatment regiments have to be standardized. Thorax screening has shown as a good sensitivity in identifying a high risk TB suspect, especially when abnormality criterion at lung and pleura is implemented. Many countries has adopting screening of thorax photo to escalate for TB case detection.
The purpose of this study is to analyze the positivity of TB screening through thorax photo identification and its economics potential losses that can be prevented. The specific purposes are: to analyze the positivity of bacteriologically TB confirmed in TB screening with chest X-ray; to analyze accuracy of adding chest X-ray screening in a bacteriologicallyTB confirmed and its financial implication on TB diagnose.
This study utilized a secondary data of SPTB that has been collected in 2013-2014 for national level and 3 regions representative. The design of the study is a cross-sectional, implementing stratified multi-stages cluster sampling. Participants were interviewed on TB?s symptoms and screened for direct digital chest radiography (DDR) except for pregnant women and those refused to participate. Suspect are those who having symptoms of TB or abnormal thorax photo, assessed for microscopic sputum for acid-fast bacillus (AFB),, culture and Xpert MTB/RIF done by seven referal TB?s laboratory.
Study results showed, screening for thorax photo can detect as much as 97% of positive smear, 94% of negative smear and 95% of bacteriologically TB confirmed. Without symptoms of TB, thorax photo can detect 30% positive smear, 51% negative smear and 43% bacteriologically TB confirmed. It can be said that there are TB cases that can?t be detected without taking thorax photo. By doing screening of symptoms only, there are 602,717 cases of age ≥15 years old, 421,250 cases of age 18-60 years among others 273,810 cases are men and 147,440 cases are women were may loss detected. By adding thorax screening we can increase four-fold TB bacteria confirmation and nine-fold when both (symptoms and thorax) are done simultaneously.
Sensitivity and specificity of abnormal thorax photo for positive symptom towards TB bacterilogically TB cofirmed was 91.3% and 47.2% respectively. Other results was when the results of thorax photo screening normal, but having positive symptoms, the probability of non TB cases was 99.4% (NPV). Thus, there would be about 45% efficiency can be done for cases of symptom positive ? thorax normal, or non TB suspect which can save finance for laboratory smear assessment and Xpert MTB/RIF. Generally 96% of Xpert MTB/RIF positive was culture positive that used as a gold standard comparing to 49% of BTA positive among culture positive.
Using chest X-Ray screening to detect TB could save budget in detecting TB cases, especially at men of productive age. As much as 38% finance reveal as indirect cost that is productivity losses due to premature death and temporary disability. This cost saving is relatively high (50%). By adding thorax photo assessment, it can reduce 75% mortality and TB?s transmission of positive smear and 30% of negative smear.
The main recommendation of this study is to implement thorax photo screening in spite of TB?s symptom screening at the diagnoses pathways for adult TB cases, simultaneously with early detection of Xpert MTB/RIF to reduce TB prevalence, mortality as well as transmission in the community.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Mahwati
"ABSTRAK
Indonesia mengalami penuaan penduduk yang sangat cepat. Diperkirakan populasi
penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 28,8 juta (11,3%) pada tahun 2020
dan mencapai 100 juta (28,68%) pada tahun 2050. Perhatian mengenai bagaimana
penuaan sukses dan determinanya menjadi sebuah isu penting yang harus
dieksplorasi sebagai dukungan informasi bagi penentu kebijakan dalam
merancang kebijakan dan intervensi efektif untuk meningkatkan kualitas hidup
lansia di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi aspek
multidimensional penuaan sukses dan memperoleh model prediksi penuaan sukses
pada lansia di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif menggunakan data
IFLS (Indonesian Family Life Survey) dengan mengikuti individu selama tujuh
tahun yaitu pada titik waktu pengukuran survei IFLS 2000 dan IFLS 2007. Jumlah
sampel penelitian ini adalah 2.344 lansia (≥ 53 tahun). Model pengukuran penuaan
sukses diuji dan dianalisis menggunakan comfirmatory factor analysis (CFA).
Analisis regresi logistik ganda digunakan untuk memperoleh model prediksi
penuaan sukses.
Penelitian ini menghasilkan konsep model penuaan sukses multidimensional yang
memiliki kriteria kecocokan model yang baik serta validitas dan reliabilitas yang
cukup baik dengan kontribusi masing-masing yaitu keberfungsian mental (78%),
keterlibatan aktif (64%), keberfungsian fisik (62%), spiritualitas (2,7%) dan bebas
dari penyakit (0,1%). Hasil model prediksi penuaan sukses terdiri dari tujuh
variabel meliputi faktor individu (usia, jenis kelamin, pendidikan, aktivitas fisik
dan waist circumference) dan faktor lingkungan (tingkat pengeluaran nabati dan
partisipasi program dana sehat). Kelompok usia 60-69 tahun memiliki peluang
sukses 2,211 (95% CI=1,077-4,539), kelompok usia 53-59 tahun sebesar 3,568
(95%CI=1,765-7,216). Lansia laki-laki memiliki peluang 1,595 (95%CI=1,133-
2,247), lansia dengan pendidikan rendah memiliki peluang 2,805 (95%CI=1,776-
4,429), pendidikan menengah/tinggi 4,128 (95%CI=2,272-7,500). Lansia dengan
aktivitas fisik sedang memiliki peluang sukses 4,258 (95%CI=2,352-7,709),
aktivitas ringan 3,964 (95%CI=2,228-7,052) dan aktivitas berat 3,675
(95%CI=2,054-6,576). Lansia dengan Waist Circumference tidak berisiko
memiliki peluang sukses 1,688 (95%CI=1,092-2,610). Lansia dengan tingkat
pengeluaran nabati tinggi memiliki peluang sukses 1,384 (95%CI=1,010-1,898),
lansia yang berpastisipasi dalam program dana sehat berpeluang sukses 1,779
(95%CI=1,181-2,680). Implikasi hasil penelitian terhadap kebijakan berupa tiga
pilar utama yang menentukan penuaan sukses yaitu partisipasi, kesehatan dan
jaminan sosial. Selain ketiga pilar tersebut, gender juga merupakan determinana
penting penuaan sukses. Oleh karena itu kesetaraan gender perlu dipertimbangkan
dalam setiap pilar kebijakan

ABSTRACT
Indonesia experienced rapid population aging. It is estimated that the elderly
population in Indonesia will reach 28.8 million (11.3%) in 2020 and 100 million
(28.68%) in 2050. Caution regarding how successful aging and its determinant
become an important issue that should be explored as support information for
policy makers in designing effective policies and interventions to improve the
quality of life of the elderly in Indonesia. The objective of this study was to
explore the multidimensional aspects of successful aging and obtain predictive
models successful aging in the elderly in Indonesia.
This study used a retrospective cohort study design using the data IFLS
(Indonesian Family Life Survey) by following people for seven years, namely at
the point of measurement time survey IFLS IFLS 2000 and 2007. The amount of
the sample is 2,344 elderly (≥ 53 years). Successful aging measurement model
was tested and analyzed using Comfirmatory Factor Analysis (CFA). Multiple
logistic regression analysis is used to derive predictive model of successful aging.
This research resulted in the concept of multidimensional models of successful
aging that has good validity and reliability. Each contribution were mental
functioning (78%), active involvement (64%), physical functioning (62%),
spirituality (2.7%) and free of the disease (0.1%). Successful aging prediction
models resulting from this study consisted of seven variables include individual
factors (age, gender, education, physical activity and waist circumference) and
environmental factors (level of expenditure vegetable and healthy fund program
participation). Age group 60-69 years had a chance of success 2.211 (95% CI =
1.077 to 4.539), age group 53-59 years amounted to 3.568 (95% CI = 1.765 to
7.216). Elderly men had chances 1.595 (95% CI = 1.133 to 2.247), elderly people
with low education had a chance 2.805 (95% CI = 1.776 to 4.429), secondary
education / high 4.128 (95% CI = 2.272 to 7.500). Elderly with moderate physical
activity had a chance of success 4.258 (95% CI = 2.352 to 7.709), light activities
3.964 (95% CI = 2.228 to 7.052) and strenuous activities 3,675 (95% CI = 2.054
to 6.576). Elderly with no risk of waist circumference had a chance of success
1.688 (95% CI = 1.092 to 2.610). Elderly with a high level of expenditure
vegetable has a chance of success 1.384 (95% CI = 1.010 to 1.898), elderly who
participates in the healthy fund program likely to succeed 1.779 (95% CI = 1.181
to 2.680). Implications of the results of research on policy in the form of the three
main pillars that determine successful aging, namely participation, health and
social security. In addition to the three pillars, gender is also an important
determinana successful aging. Therefore, gender equality need to be considered in
any policy pillars"
2016
D2664
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Surahman
"ABSTRAK
Rendahnya cakupan penemuan kasus TB di Indonesia berdampak padaberlanjutnya proses transmisi infeksi Mycobacterium Tuberculosis M.tb dimasyarakat. Pondok pesantren merupakan populasi rentan dan berisiko dengankarakteristik hunian relatif padat, sanitasi lingkungan kurang sehat. Beberapakasus TB terjadi di pondok pesantren, akibat rendahnya kesadaran santri terhadapgejala TB sehingga berdampak pada akses layanan kesehatan. Perlu upayapengendalian TB dengan melibatkan masyarakat sebagai solusi ketika pemerintahkurang memiliki kapasitas menyediakan layanan dan menjangkau penderita TB.Permasalahan yang sama terjadi di Kabupaten Garut, yaitu terbatasnya sumberdaya kesehatan untuk menjaring dan mengawasi penderita TB. Kegiatanpemberdayaan santri sebagai kader TB di pondok pesantren merupakan inovasidalam upaya menjembatani suspek dan penderita TB untuk mendapatkan akses kefasilitas kesehatan atau active case finding TB. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui dampak positif pemberdayaan santri kader TB terhadap aksesibilitaslayanan TB di fasilitas kesehatan. Metode yang digunakan adalah metodekuantitatif dengan menggunakan desain quasi eksperimen rancangan ldquo;nonequivalent control group design rdquo;, dan metode kualitatif menggunakan wawancaramendalam. Studi ini dilakukan di enam pondok pesantren dengan jumlah sampel493 orang, masing-masing tiga pondok pesantren intervensi sampel 232 orang dantiga pondok pesantren non-intervensi jumlah sampel 236 orang.Penelitian ini membuktikan bahwa pemberdayaan santri kader TB padapondok pesantren di Kabupaten Garut memberikan pengaruh yang signifikanyaitu peningkatan proporsi aksesibilitas layanan TB di fasilitas kesehatan sebesar41.4 pada kelompok intervensi. Santri yang tinggal di pondok pesantrenintervensi berpeluang 3.9 kali lebih besar untuk mengakses layanan TB di fasilitaskesehatan dibandingkan yang tinggal di non-intervensi. Intervensi ini jugaberhasil menemukan 14 kasus TB positif di pondok pesantren dengan tingkatkeberhasilan convertion rate dan cure rate masing-masing sebesar 100 .Program ini perlu direplikasi di wilayah lain mengingat di Indonesia terdapatpondok pesantren dengan kondisi tidak jauh berbeda dengan lokasi dan kondisipenelitian ini.Kata kunci : Santri, Kader TB, akses layanan TB, pondok pesantren

ABSTRACT
The low coverage of cases of TB in Indonesia has an impact on thecontinuation of the process of transmission of infection with Mycobacteriumtuberculosis M.tb in the community. Students in Islamic Boarding Schools arevulnerable and are at risk populations with relatively dense residentialcharacteristics and poor environmental sanitation. Some cases of TB occurred inthe boarding school due to the low knowledge TB symptoms among students.This problem, in turn, leads to low access to health care. There is a need forinvolving the community when the government lacks the capacity to provideservices and reach out to people with TB. The same problems occur in Garut,namely the limited health resources and workforce to recruit and supervise TBpatients. The empowerment of students as a cadre of TB in a boarding school is aneffort to bridge suspected TB patients to gain access to a health facility or activeTB case finding. This study aims to determine the positive impact of empoweringstudents as TB Cadre on the accessibility of TB health services. The method usedis quantitative by using a quasi experimental design non equivalent controlgroup design, and qualitative method in the form of interviews. The study wasconducted in six boarding schools with a sample size of 493 people, Theintervention group consists of three boarding schools with 232 students, while therest of the boarding schools with 236 students was chosen as the non interventiongroup.This study proves that the empowerment of students cadre of TB in theboarding school in Garut has a significant and positive impact. It is observed thatthere was an increased in the proportion of service accessibility TB in healthfacilities as much as 41.4 in the intervention group. Students who live in theintervention group were 3.9 times more likely to access TB services in healthfacilities compared to those living in non intervention. This intervention alsomanaged to find 14 positive TB cases in the boarding school with a conversionrate and cure rate of 100 . This program needs to be replicated in other regions inIndonesia, considering that there are many boarding schools with similarconditions across Indonesia.Keywords Students, TB Cadre, Access to TB service, Islamic Boarding School"
2017
D1715
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah
"ABSTRAK
Disertasi ini membahas tentang determinan infeksi tuberkulosis laten pada wargabinaan pemasyarakatan di Rutan klas 1 Bandung. Penelitian ini menggunakandesain cross sectional dan dianalisis dengan regresi logistik berganda. Hasilpenelitian ini menunjukan prevalensi infeksi TB laten sebesar 76,9 dan TB aktif2,3 . Risiko tinggi dan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadianinfeksi TB laten yaitu kebiasan merokok sering sebesar 12,99 kali dan kebiasanmerokok kadang-kadang sebesar 9,34 kali. Determinan lainnya yang berisikomengalami infeksi TB laten yaitu riwayat kontak TB diluar rutan sebesar 3,02kali, status gizi kurang dari normal sebesar 2,64 kali dan status gizi lebih darinormal sebesar 0,21 kali, penahanan lebih dari 1 kali sebesar 0,44 kali, usia lebihdari 26-34 tahun sebesar 0,23 kali, usia 34-42 tahun sebesar 0,41 kali dan usialebih dari 42 tahun sebesar 0,63 kali. TB laten sangat tinggi sehingga diperlukanskrining TB laten agar dapat memutus mata rantai TB. Determinan utama TBlaten adalah merokok sehingga perlu pembatasan penjualan rokok dan membuatregulasi hingga kebiasaan merokok warga binaan pemasyarakatan berhenti. Selainitu, juga perlu meningkatkan status gizi sesuai dengan angka kecukupan gizi.

ABSTRACT
This dissertation discusses the determinant latent tuberculosis infection ofprisoners in state prison class 1 Bandung. This study used cross sectional designand analyzed by multiple logistic regression. The results of this study show theprevalence of latent TB infection is 76.9 and active TB is 2.3 . The highest riskand the most dominant factors associated with the incidence of latent TB infectionwho have smoking habits frequently are 12.99 times and intermitent smokinghabits are 9.34 times. Other determinants who have risk of latent TB infectioninclude a history of TB contact outside the prison is 3.02 times, less nutritionalstatus from normally is 2.64 and nutritional status more than normally is 0.21times, incarceration more than once is 0,44 times, age range of 26 34 years old is0.23 times, the age 34 42 years is 0.41 times and the age more than 42 years is0.63 times. The occurence of latent TB is very high that latent TB screening isnecessary to be able to cut the transmission of TB. The main determinant of latentTB is smoking so it is necessary to restrict the sale of cigarettes and make aregulation to stop smoking habits of prisoners. In the other hand, it also needs toimprove nutritional status in accordance with the nutritional adequacy rate."
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yati Sri Hayati
"ABSTRAK
Nama : Yati Sri HayatiProgram Studi : Program Doktor Keperawatan, Fakultas Ilmu KeperawatanUniversitas IndonesiaJudul : Pengembangan Instrumen untuk Mengukur KemandirianKeluarga dalam Merawat Lanjut UsiaKemandirian keluarga dalam merawat lansia menjadi salah satu tujuan pemberianasuhan keperawatan keluarga, namun alat ukur yang ada belum teruji secarastatistik. Tujuan penelitian yaitu memperoleh instrumen yang valid dan reliabeluntuk mengukur kemandirian keluarga dalam merawat lansia. Penelitian dilakukanmulai dari penyusunan item berdasarkan teori serta studi literatur dilanjutkandengan analisis validitas isi sampai dengan konstruk. Jumlah sampel padapenelitian ini sebanyak 295 pelaku rawat lansia dalam keluarga. Hasil penelitiandiperoleh bahwa instrumen akhir terdiri atas 28 item, yaitu tugas kesehatan 16 item,komunikasi efektif 8 item, dan strategi koping 4 item. Hasil penelitian jugaditemukan bahwa tugas kesehatan merupakan faktor yang paling berhubungandengan kemandirian keluarga dalam merawat lansia. Kesimpulan, instrumen yangdikembangkan reliabel dan valid untuk mengukur kemandirian keluarga dalammerawat lansia. Peneliti merekomendasikan untuk menggunakan instrumen ditatanan pelayanan keperawatan keluarga serta dilakukan penelitian selanjutnyamengenai model asuhan keperawatan keluarga dengan lansia.Kata kunci: kemandirian keluarga, tugas kesehatan, komunikasi efektif, strategikoping

ABSTRACT
Name : Yati Sri HayatiStudy Program : Doctorate Program of Nursing Faculty, University ofIndonesiaTitle : Instrument Development to Measure Family Independencein Caring for ElderlyFamily independence in caring for elderly becomes one of goals in family nursingcare, but the existing measuring tool has not been tested statistically. This researchwas aimed to develop a valid and reliable instrument to measure familyindependence in caring for elderly. Research began with item development whichwas constructed based on theories and literature study, followed by content validityanalysis and construct validity. As many as 295 elderly caregiver in the family wereinvolved in this research. The results showed that the instrument consisted of 28items with 16 items for health task, 8 items for effective communication and 4 itemsfor coping strategies. It was also revealed that health task was the factor whichrelated most to the family independence in caring for elderly. Assessing the abilityof families in caring for the elderly is necessary to identify the needs of familiesabout elderly care independently. The resulting instrument needs to be replicated inother areas with more and varied respondents.Key words: family independence, health task, effective communication, copingstrategies"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
D2481
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faiza Yuniati
"Latar Belakang: Perubahan dinamis di berbagai aspek merupakan salah satu pertimbangan perlunya penilaian kualitas hidup penduduk usia produktif yang merupakan sumber daya manusia utama. Tujuan penelitian ini adalah mengkonstruksi instrumen penilaian kualitas hidup berdasarkan 7 domain yaitu kesejahteraan, kesehatan umum, fisik, mental, lingkungan sosial, partisipasi di masyarakat dan keagamaan; serta mengetahui determinan yang berpengaruh terhadap perubahan kualitas hidup.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort menggunakan data IFLS 2007-2014. Populasi target adalah individu usia 15-57 tahun (baseline) dengan jumlah sampel sebanyak 8920 orang yang memenuhi kriteria aktivitas utama bukan sekolah dan diikuti sampai tahu 2014. Confirmatory Factor Analysis digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas konstruk instrumen kualitas hidup. Determinan perubahan kualitas hidup di analisis dengan regresi linier.
Hasil: Terjadi penurunan kualitas hidup penduduk usia produktif dalam kurun waktu 7 tahun follow up. Penurunan rata-rata skor kualitas hidup tersebut sebesar 2,87 poin. Diketahui terdapat 4 domain kualitas hidup yang mengalami penurunan skor yaitu domain kesehatan umum, fisik, mental dan lingkungan sosial. Morbiditas akut dan indeks massa tubuh yang tinggi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi penurunan kualitas hidup.
Kesimpulan: Perlu dilakukan survei nasional penilaian multidimensional kualitas hidup penduduk usia produktif di Indonesia. Upaya preventif, promotif, menjaga  berat badan dalam ambang normal dengan berperilaku hidup sehat dan gizi seimbang dapat mencegah morbiditas dan berat badan lebih. 

Background: Dynamic changes in quality of life are important aspects to be investigated particularly in the working-age population as the main human resources. This study aimed to construct quality of life instruments to measure the seven domains of health-related quality of life as known as determinants of change in quality of life, comprising welfare, general health, physical and mental well-being, social environment,  participation in society and religion.
Methode: A cohort study was conducted using a set of public data of the Indonesian Family Life Survey (IFLS) between 2007 to 2014. A total of 8920 people aged 15 to 57 years old was traced at the baseline of out-of-school activities and were followed until 2014.  Confirmatory Factor Analysis was employed to test the construct validity and reliability of the quality of life instruments. Changes in quality of life were analyzed as determinants in a linear regression model.
Result: The results proved that there was a decrease in the quality of life among the working-age population during a seven-year follow-up period. This scored 2.87 points on average. There were four domains of quality of life that showed decreased scores, comprising general health, physical, mental, and social environment. The risk of falls on the quality of life was mostly affected by the following factors: acute morbidity and high body mass index.
Conclusion: This indicated that medical check-ups, managing a normal body mass index, and a healthy lifestyle can help reduce the risk of morbidity and weight-gain. A multidimensional quality of life needs to further be researched.  
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library