Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farida Fakhrunnisa
"Resistensi antibiotik merupakan ancaman terbesar di dunia kesehatan. Penyebab resistensi diantaranya yaitu penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak tepat. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kualitas dan kuantitas penggunaan antibiotik di beberapa Puskesmas Kabupaten Tegal sebelum dan sesudah dilakukan intervensi edukasi. Desain penelitian pre eksperimental (pre - post intervension design) menggunakan data peresepan pasien rawat jalan periode 1 Juni 2018 - 31 Januari 2019 dan Laporan Penggunaan dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) di lima Puskesmas Kabupaten Tegal. Intervensi edukasi diberikan kepada seluruh penulis resep. Kualitas peresepan dinilai dengan membandingkan pemilihan obat, dosis pemberian, frekuensi pemberian dan durasi pemberian antara yang tertulis pada resep dan Panduan Praktik Klinis Fasilitas Kesehatan Primer 2014. Kuantitas penggunaan obat dihitung dalam satuan DDD / 1000 Kunjungan Pasien Rawat Jalan (KPRJ)/ hari. Diperoleh sampel kualitas peresepan sebanyak 1204 resep pada pre intervensi dan 1254 resep pada post intervensi. Ketidaksesuaian dalam durasi terapi memiliki proporsi kejadian yang paling tinggi (56,72%). Secara keseluruhan terjadi penurunan yang bermakna pada ketidaksesuaian peresepan antibiotik dari 98.08% pada pre intervensi menjadi 81.26% post intervensi (p value : 0.012). Faktor yang mempengaruhi peresepan antibiotik diantaranya kualifikasi penulis resep dan pengalaman penulis resep. Kuantitas penggunaan Antibiotik mengalami penurunan dari 14, 960 DDD / 1000 KPRJ/ hari pada pre intervensi menjadi 9, 375 DDD / 1000 KPRJ / hari pada post intervensi. Namun, penurunan bersifat tidak signifikan (p value : 0, 062).

Antibiotic resistance has posed a serious threat to global health, and one of the reasons for such resistance is the inappropriate use of antibiotics as well as antibiotic overuse. This study aimed to evaluate the quantity and quality of antibiotic use in a number of primary healthcare centers in the District of Tegal prior to and after a health education intervention was provided. This pre-experimental research (pre-post intervention design) employed the outpatient prescribing data over the period of 1 June 2018 through 31 January 2019 and Drug Use Report and Request Form (LPLPO) in five (5) primary healthcare centers in the District of Tegal. A health education intervention was provided for each prescriber. The prescribing quality was assessed by drawing a comparison between the drug selection, dosage of administration, frequency of administration, and duration of administration in the prescriptions and those advised in the Clinical Practice Guidelines for Primary Healthcare Facilities 2014. The quantity of drug use was calculated in a unit of DDD/1000 of Outpatient/day. For the prescribing quality analysis, 1204 prescriptions in the pre-intervention phase and 1254 prescriptions in the post-intervention phase were obtained. Inappropriate duration of administration reached the highest percentage (56.72%). Overall, the inappropriateness of antibiotic prescribing decreased significantly from 98.08% during the pre-intervention phase to 81.26% in the post-intervention phase (p value : 0.012). The contributing factors of antibiotic prescribing included the qualification of prescribers and their experience in prescribing. There was a decrease in the quantity of antibiotic use from 14,960 DDD/1000 of KPRJ/day in pre-intervention to 9,375 DDD/1000 of KPRJ/day in post-intervention. However, the reduction was unsignificant (p value: 0.062)."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wiwiet Nurwidya Hening
"Peran apoteker dalam upaya peningkatan kepatuhan pengobatan dan perbaikan luaran klinis pasien di Indonesia perlu dievaluasi. Penelitian bertujuan mengevaluasi pengaruh konseling apoteker terhadap peningkatan kepatuhan pengobatan, mengontrol kadar kontrol glikemik, profil lipid dan tekanan darah pasien DM tipe 2 di RSUD Kota Depok dari April-Oktober 2018. Penelitian dilakukan dengan desain kuasi-eksperimental dengan pretest-posttest pada 77 responden terdiri atas kelompok intervensi (KI) (n=39 orang) mendapatkan konseling dan buklet dari apoteker dan kelompok kontrol (KK) (n=38 orang) yang hanya diberikan buklet saja, dengan alat ukur Medication Adherence Questionnaire (MAQ) untuk kepatuhan, pemeriksaan darah untuk gula darah puasa (GDP), gula darah dua jam post prandial (GDPP), glycosylated hemoglobin A1 (HbA1c) dan profil lipid serta pengukuran tekanan darah. KI mengalami perbaikan parameter kepatuhan, HbA1c dan profil lipid sedangkan pada KK tidak ada perubahan yang bermakna pada parameter klinis bahkan mengalami peningkatan ketidakpatuhan (p=0,008) posttest dibandingkan pretest. Hasil uji beda rerata antara KI dan KK menunjukkan perbedaan bermakna pada parameter kepatuhan, GDP, GDPP dan HbA1c. Berdasarkan uji kai kuadrat, KI menunjukkan perubahan signifikan pada GDP (p=0,05) dan HbA1c (<0,0001) terkontrol dibandingkan KK. Hasil analisis multivariat, konseling apoteker memberikan pengaruh 2,0 kali (95% CI: 0,603-7,059) dan 3,5 kali (95% CI: 0,880-14,045) pada kondisi terkontrol GDP dan HbA1c. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan konseling apoteker merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan GDP dan HbA1c menjadi lebih terkontrol.

The role of the pharmacist to improve medication adherence and clinical outcome of patients in Indonesia needs to be evaluated. The study aimed to evaluate the effect of pharmacist counseling on improving medication adherence, controlling the level of glycemic control, lipid profile and blood pressure of type 2 DM outpatient at RSUD Kota Depok from April-October 2018. The study was conducted with quasi-experimental design with pretest-posttest on 77 respondents divided into intervention groups (IG) (n = 39 people) getting counseling and booklets from pharmacists and control groups (CG) (n = 38 people) who were given booklets only, with a MAQ questionnaire for medication adherence, blood tests for fasting blood glucose (FBG), post prandial blood glucose (PPBG), glycosylated hemoglobin A1 (HbA1c) and lipid profiles and blood pressure measurements. IG improved adherence parameters, HbA1c and lipid profile whereas in CG there were no significant changes in clinical parameters and even increased non-adherence (p = 0.008) on posttest. Mean Whitney test between IG and CG showed significant differences in parameters of medication adherence, fasting blood glucose (FBG), post prandial blood glucose (PPBG) and glycosylated hemoglobin A1 (HbA1c). Based on the chi square test, IG shows a significant change in controlled GDP (p = 0.05) and HbA1c (<0,0001) compared to CG. Based on multivariate analysis, counseling of pharmacists had an effect of 2,0 times (95% CI: 0,603-7,059) and 3,5 times (95% CI: 0,880-14,045) on changes in FBG and HbA1c. Pharmacist counseling is a factor that affects changes in FBG and HbA1c to be more controlled. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
T52327
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelya Afryandes
"ABSTRAK
Angka Keberhasilan Pengobatan (AKP) Tuberkulosis (TB) Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2015 adalah 77,5%. AKP Kota Payakumbuh adalah 68,8%. Luaran angka kesembuhan dan pengobatan lengkap mempengaruhi nilai AKP TB. Luaran kesembuhan dan pengobatan lengkap dipengaruhi oleh kepatuhan pasien dalam pengobatan TB. Konseling apoteker dan media leaflet adalah cara untuk meningkatkan luaran pengobatan TB. Studi ini bertujuan untuk melihat dampak konseling apoteker dan media leaflet terhadap luaran pengobatan pada pasien TB di Puskesmas Kota Payakumbuh. Penelitian ini dilakukan secara prospektif pada bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2018. Sampel dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok non intervensi. Kelompok intervensi merupakan kelompok yang diberikan konseling apoteker dan media leaflet. Kelompok non intervensi merupakan kelompok yang tidak diberi konseling dan media leaflet. Luaran pengobatan pasien kelompok intervensi dan non intervensi dinilai pada bulan ke-2 atau bulan ke-6 pengobatan. Kelompok intervensi berjumlah 34 pasien. Pasien laki-laki lebih banyak daripada pasien perempuan yaitu sebesar 76,5%. Kelompok non intervensi berjumlah 40 pasien, 60% dari total pasien adalah pasien laki-laki. Seluruh pasien pada kelompok intervensi menunjukkan luaran perbaikan pada pengobatan sedangkan pada kelompok non intervensi terdapat 27,5% pasien yang tidak mengalami perbaikan. Hasil penelitian ini menunjukkan pasien yang mendapatkan konseling apoteker dan media leaflet memiliki peluang 1,4 kali lipat lebih besar untuk luaran perbaikan pada pengobatan TB dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapatkan konseling apoteker dan media leaflet. Konseling apoteker dan media leaflet memberikan pengaruh yang bermakna terhadap luaran perbaikan pada pengobatan pasien TB di Puskesmas Kota Payakumbuh.

ABSTRACT
The Treatment Success Rate (TSR) of Tuberculosis (TB) in West Sumatera Province in 2015 was 77.5%. TSR of Payakumbuh City is 68.8%. Outcomes of complete cure and complete treatment affect the value of TSR of TB. Pharmacist counseling and leaflet are ways to increase outcomes of TB treatment. This study aims to look the impact of pharmacist counseling and leaflet on treatment outcomes in TB patients in Community Health Center (CHC) in Payakumbuh. This study was conducted prospectively from February to August 2018. The samples were divided into intervention and nonintervention group. The intervention group was a group given pharmacist counseling and leaflet. The non-intervention group was a group that was not given counseling and leaflet media. Treatment outcomes of the intervention group and non-intervention patients were assessed at the 2nd or 6th month of treatment. The intervention group numbered 34 patients. Male patients were more likely than female patients at 76.5%. The nonintervention group numbered 40 patients, 60% of the total patients were male. All patients in the intervention group showed an improvement in treatment while in the nonintervention group there were 27.5% of patients who did not show improvement.The results of this study showed patients who received pharmacist counseling and leaflet had a 1.4-fold greater chance of improving outcomes for TB treatment compared to patients who did not get pharmacist counseling and leaflet. Pharmacist counseling and leaflet media have a significant influence on the outcome of improvements in the treatment of TB patients in CHC in Payakumbuh.
"
2018
T52365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Lailan Azizah
"Meskipun telah digunakan secara luas, obat anti inflamasi non steroid dihubungkan dengan insiden efek samping yang tinggi terhadap saluran cerna. Penghambatan enzim siklooksigenase merupakan dasar efikasi dan toksisitas obat anti inflamasi non steroid. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi jenis obat anti inflamasi non steroid yang digunakan di poliklinik penyakit saraf Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta dan mengevaluasi tolerabilitas meloxicam 15 mg dengan natrium diklofenak 100 mg terhadap saluran cerna.
Metode dalam penelitian ini adalah observasi cross-sectional dan cohort prospektif pada periode Desember 2010 - Maret 2011. Pengambilan data mengenai keluhan dispepsia terkait penggunaan obat anti inflamasi non steroid terdiri dari nyeri abdomen atas, mual, muntah, kembung abdomen dan cepat kenyang dilakukan melalui wawancara berdasarkan kuesioner PADYQ (The porto alegre dyspeptic symptoms questionnaire) yaitu sebelum, setelah 2 minggu dan setelah 4 minggu pengobatan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa obat anti inflamasi non steroid yang paling banyak diresepkan di poliklinik penyakit saraf Rumkital Dr. Mintohardjo adalah meloxicam (48,21%), selanjutnya natrium diklofenak (31,07%), asam mefenamat (15,36%), piroxicam (3,93%) dan asetaminofen (1,43%). Meloxicam secara bermakna menunjukkan resiko yang lebih kecil terhadap insiden saluran cerna daripada natrium diklofenak setelah 2 minggu pengobatan dalam hal keluhan nyeri abdomen atas dan kembung abdomen dengan nilai kebermaknaan pengujian masing-masing sebesar 0,020 dan 0,037. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui meloxicam memiliki tolerabilitas saluran cerna lebih baik daripada natrium diklofenak setelah 2 minggu pengobatan.

Although widely used, non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) are associated with a high incidence of gastrointestinal side-effects. Inhibition of the cyclooxygenase (COX) enzyme is the basis for both the efficacy and toxicity of NSAIDs. The aim of this study was to avaluate the non-steroidal antiinflammatory drugs were used in neuro polyclinic hospital of Dr. Mintohardjo Jakarta, and to evaluate gastrointestinal tolerability of meloxicam 15 mg compared with diclofenac sodium 100 mg.
The methode of this study was crosssectional observation and cohort prospective on December 2010-March 2011. The data of dyspepsia associated were used non-steroidal anti-inflammatory drugs consist of pain in upper abdomen, nausea, vomiting, upper abdominal bloating and early satiety collected with PADYQ (The porto alegre dyspeptic symptoms questionnaire) were assessed at baseline and after 2 and 4 weeks of treatment.
The non-steroidal anti-inflammatory drugs used in neuro polyclinic hospital of Dr. Mintohardjo Jakarta were meloxicam (48,21%), diclofenac sodium (31,07%), mefenamic acid (15,36%), piroxicam (3,93%) dan acetaminophen (1,43%). Insiden of adverse event after 2 weeks treatment was significantly lower in the meloxicam group compared with diclofenac sodium group in pain in upper abdomen and upper abdominal bloating (P=0.020 and P=0.037). These result suggest that meloxicam was much better tolerated than diclofenac sodium after 2 weeks treatment.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
T28573
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Melfayetty Arief
"Tantangan terbesar di sektor kesehatan yaitu menurunkan angka kematian ibu dengan target
Millenium Development Goals/MDGs 102 per 100.000 kelahiran hidup. Saat ini angka
kematian ibu di Indonesia 228 per 100.000 kelahiran hidup. Tingginya angka kematian ibu
terkait dengan rendahnya pemanfaatan layanan persalinan di fasilitas kesehatan. Penelitian ini
menganalisis lebih lanjut mengenai determinan pemilihan persalinan di fasilitas kesehatan.
Penelitian ini dilakukan terhadap ibu yang melahirkan anak terakhir dalam kurun waktu 5
tahun (2005-2010) dengan menggunakan data riset kesehatan dasar 2010. Determinan
pemilihan persalinan di fasilitas kesehatan dapat dilihat dari faktor predisposing, enabling
dan need.
Metode penelitian yang digunakan adalah crosssectional dengan menggunakan analisis
regresi logistik. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 15.418 sampel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang memilih persalinan di fasilitas kesehatan sebesar
54,5% responden, ibu yang memilih persalinan di fasilitas kesehatan bertempat tinggal di daerah
perkotaan sebanyak 73,8%, yang memeriksakan kehamilan pada tenaga kesehatan sebanyak 61,9%,
dan yang frekuensi pemeriksaan kehamilan lebih dari atau sama dengan empat kali 62,6%.
Penelitian ini menyarankan untuk mengevaluasi mengenai kebijakan biaya persalinan di fasilitas
kesehatan dan peningkatan akses masyarakat ke fasilitas kesehatan, melakukan pelatihan untuk bidan
mengenai bagaimana berkomunikasi dan berinteraksi sosial yang baik terhadap masyarakat sehingga
masyarakat mempunyai persepsi yang baik dan kepercayaan yang tinggi terhadap bidan, melakukan
monitoring dan evaluasi kinerja bidan desa secara kontinyu untuk meningkatkan kinerja bidan,
mensosialisasikan kepada masyarakat khususnya suami mengenai pentingnya persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan melalui rapat desa atau kelompok tani.

Abstract
The biggest challenge in the health sector is reducing maternal mortality ratio in line with the
Millennium Development Goals (MDGs) target of 102 per 100,000 live births. Presently, the
maternal mortality ratio in Indonesia is 228 per 100,000 live births. The high rate of maternal
mortality is related to underutilization of health facilities for deliveries. This research further
analyzes the determinants of deliveries in health facilities.
This research was performed on mothers who gave birth to their last child in the last 5 years
(2005-2010) by using basic health research of 2010 data. The determinant use in selecting
delivery process in health facilities can be seen from predisposing, enabling and need factors.
The method used was a cross sectional study with logistic regression analysis. The number of
samples included in this research was 15,418 samples.
The results showed that mothers who choose to give birth in health facilities is 54.5% of
respondents, 73.8% of these live in urban areas, and 61.9% of these chooses to do ante natal
checkup with health care professional, 62.6% of these performed checkup at least four times
during pregnancy.
This study suggests to evaluate the cost of delivery at the health facilities and improved
public access to health facilities, conduct training for midwives on how to communicate and
socially interact well to the public so the public has the perception of good and high
confidence of midwives, monitoring and evaluating the performance of village midwives to
continuously improve the performance of midwives, socialize to people especially husbands
about the importance of birth attended by skilled health care at health facilities through
village or farmer group meetings."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31666
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lusi Indriani
"ABSTRAK
Penggunaan obat yang berisiko terhadap ginjal pada pasien dengan penurunan
fungsi ginjal memungkinkan terjadinya masalah terkait obat. Apoteker berperan
dalam mengidentifikasi dan mencegah terjadinya masalah terkait obat. Penelitian
ini bertujuan untuk menilai pengaruh intervensi apoteker terhadap penurunan
jumlah dan jenis masalah terkait obat pada pasien penyakit ginjal kronik di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Penelitian dilakukan
secara prospektif selama periode Januari hingga Maret 2012 menggunakan
rancangan eksperimental, pre dan post-test. Evaluasi dilakukan terhadap 377
terapi obat dari 40 orang pasien penyakit ginjal kronik. Rekomendasi diberikan
kepada dokter, perawat, dan pasien. Jumlah masalah terkait obat adalah 98
masalah (25,99% dari jumlah terapi obat yang diresepkan). Jenis masalah terkait
obat adalah efek terapi obat yang tidak optimal 62,24%, kejadian obat yang tidak
diinginkan (non alergi) 20,41%, dan kejadian obat yang tidak diinginkan (toksik)
17,35%. Penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi apoteker dapat menurunkan
masalah terkait obat jenis efek terapi obat yang tidak optimal (62,24% menjadi
0%), jenis kejadian obat yang tidak diinginkan yang non alergi (20,41% menjadi
11.22%), dan jenis kejadian obat yang tidak diinginkan yang menimbulkan efek
toksik (17,35% menjadi 10,20%). Faktor perancu secara bermakna mempengaruhi
terjadinya masalah terkait obat yaitu penyakit penyerta (r= 0,385; p= 0,014), dan
jumlah terapi obat (r= 0,604; p= 0,000)."
2012
T31428
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>