Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Supardi
"RINGKASAN EKSEKUTIF
Ekspor mebel rotan mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama pada tahun 1986. Perkembangan tersebut disebabkan adanya larangan ekspor rotan asalan dan permintaan yang makin meningkat di luar negeri.
Berlimpahnya bahan baku rotan di Indonesia dan permintaan mebel-mebel rotan dari luar negeri yang semakin meningkat, telah mendorong PT BRIP untuk berpartisipasi dalam industri mebel rotan. Mebel rotan selain laku di luar negeri juga mempunyai nilai tambah yang sangat tinggi. Nilai tambah rotan yang dalam bentuk barang jadi mencapai 1900 % dari nilai rotan asalan.
Seiring dengan makin meningkatnya ekspor mebel rotan Indonesia, pabrik rotan juga mengalami perkembangan yang pesat dan telah mencapai ± 200 perusahaan pada saat ini.
Mebel rotan dianggap mempunyai potensi yang sangat besar di luar negeri karena meningkatnya konsumen yang menghendaki mebel yang terbuat dari bahan alamiah seperti kayu dan rotan. Permintaan barang rotan diproyeksi akan terus meningkat pada tahun-tahun yang akan datang dan diperkirakan mencapai US$ 645 juta pada tahun 1994.
Pasar utama mebel rotan Indonesia adalah Amerika, Jepang dan Eropa Barat. Pada tahun 1987 Jepang dan Amerika menyerap 67,8 % dari seluruh mebel rotan yang diekspor Indonesia.
Target Market PT BRIP adalah penduduk berumur setengah baya dan diatas 65 tahun di Jepang, Amerika dan Eropa. Mebel rotan yang dipasarkan ke negara tersebut diposisikan sebagai mebel rotan bermutu tinggi dengan harga relatif murah.
Perusahaan ini mendisain produknya menurut standar yang telah ditentukan atau menurut spesifikasi dari pembeli. Perubahan disain dapat dilakukan dengan cepat karena sifat industri mebel rotan yang padat karya. Perusahaan ini menerapkan strategi product adaptation.
Sasaran penentuan harga perusahaan ini ialah untuk mencapai pangsa pasar sebesar mungkin melalui harga yang bersaing. Metode penetapan harga yang diterapkan adalah Estimated Accounting Cost Method, sedangkan strateginya ialah Penetration pricing. Strategi ini dianggap tepat karena industri mebel rotan merupakan industri yang telah mature dan permintaannya bersifat inelastis.
Penawaran mebel rotan yang mampu menarik perhatian calon pembeli; penentuan saat dan target market yang tepat, sehingga mebel rotan dapat tersalurkan secara baik, cepat dan ekonomis, merupakan sasaran penyaluran/distribusi yang ingin dicapai.
Struktur distrbusi dari satu negara ke negara lainnya berbeda. Jepang mempunyai saluran distribusi yang sangat rumit. Struktur distribusi di Amerika, selain rumit juga fragmented. Oleh karena itu diperlukan saluran distribusi yang berbeda untuk kedua negara tersebut.
Hasil analisa menunjukkan bahwa strategi communication extension yang diterapkan sudah tidak sesuai lagi dengan kenyataan karena pasar berbeda dalam sifat sosial-budaya dan ekonomi. Masalah ini dapat diatasi dengan strategi communication adaptation. Konsekuensinya ialah diperlukannya pengetahuan pasar yang lebih mendalam dan koordinasi pasar yang lebih baik.
SWOT analisis menunjukkan perusahaan ini mempunyai peluang yang mampu mengatasi segala ancaman yang dihadapi. Selain itu segi-segi kekuatan yang dimiliki juga relatif lebih besar dibandingkan dengan segi-segi kelemahannya. Oleh karena itu, perusahaan dapat dibenarkan untuk menerapkan suatu strategi yang lebih agresif.
Strategi Marketing Mix yang diterapkan telah tepat dan telah mempertimbangkan target market serta product positioning. Keterkaitan antara variable marketing mix seperti produk, harga, saluran distribusi dan promosi sudah baik. Walaupun demikian upaya masih dapat ditingkatkan dengan lebih agresif degan menggunakan promosi secara selektif dan saluran distribusi yang lebih bervariasi dan disesuaikan dengan kondi.si setempat.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartantya Sadana Ganda Ismaya
"ABSTRAK
perkembangan Teknologi
Perkembangan teknologi informasi yang cepat dan sema-
kin canggih serta meningkatnya kebutuhan informasi, mengakibatkan kebutuhan media informasi meningkat dan makin beragam
sehingga timbul persaingan tajam antar media. Meski demikian
peranan media cetak khususnya suratkabar masih tetap dominan,
karena murah, informasinya lengkap dan mudah membawanya.
Di Indonesia suratkabar telah menjadi kebutuhan utama
masyarakat terutama di perkotaan sehingga mereka makin kritis
dalam memilih yang terbaik. Selain itu kecenderungan masyara
kat dan dunia usaha menuju ke arah global yang menjadikan ke
butuhan informasi juga secara global. Sehingga suratkabar harus bersaing dalam mendapat berita internasional terbaik.
Jawa Pos
Persaingan makin tajam dengan masuknya pengusaha be
sar dalam industri jasa pers ini dan kecenderungan perusahaan
pers membentuk konglomerasi perusahaan pers. Diantaranya Jawa
Pos yang menjadì obyek penulisan ini.
Jawa Pos termasuk suratkabar tua Indonesia yang per
nah mengalami kejayaan tahun 1950?an dan akhirnya mengalami
penurunan drastis hingga tahun 1982 hanya beroplah 6.700 eks.
Tetapi era baru dengan diambil?aIihnya manajemen oleh Grafiti
Pers sejak April 1982 telah berhasil kembali menjadi suratkabar nasional bahkan termasuk 3 besar.
Keunggulan Jawa Pos
Meski terbit di Surabaya, Jawa Pos mampu bersaing de
ngan suratkabar Ibukota karena Surabaya sebagai pusat pener
bangan ke wilayah Indonesia Timur yang menjadi keunggulannya.
Bahkan Jawa Pos sekarang membentuk kelompok perusahaan pers
di luar induknya Grafiti Pers Group dengan membeli penerbitan
darah Suara Indonesia Malany, Cahaya Siang Menado, Manuntung
Balikpapan, Fajar Ujungpandang dan Liberty Surabaya.
Perjuagan keras dengan strategi yang tepat dan ber-
tahap dapat. meningkatkan oplah 40 kali lipat lebih dalam 7
tahun menjdi 300.000 eks. Karena itu dreams pemilik mening
kat dan menginginkan oplah 1.000.000 eks. Guna mencapai tar
get itu satu-satunya jalan dengan melakukan ekspansi pasar
ke wilayah Indonesia Barat dan bertarung langsung dengan
suratkabar Ibukota. Tetapi karena Jawa Pos tidak memiliki
keungguIan bersaing pada wilayah itu, maka dipikirkan menggu
nakan teknologi baru sebagal keunggulannya.
Sistem Cetak Terpadu Jarak Jauh
Teknologi baru yang telah berkembang lama di negara
maju untuk menghubungkari beberapa tempat adalah Sistem Cetak
Terpadu Jarak Jauh (Computer Aided Publishing System) itu
yang diinginkan Jawa Pos. Jadi masalah yang dihadapi adalah
evaluasi strategis atas pemanfaatan SCTJJ sebagal keunggulan
bersaing.
Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang dilakukan pertama pada aspek
strategis mulai dari analisa lingkungan makro hingga analisa
pemanfaatan sistem itu sendiri.
o Analisa Lingkungan Makro dan Tujuannya
Lingkungan rnakro industri jasa pers Indonesia terbatas pada
wilayah Indonesia karena penggunaan bahasa Indonesia, meski
tak tertutup kemungkinan produk pers Indonesia ke luar
negeri tetapi hanya sejumlah kecil. Tujuan dan analisa ini
adalah untuk mengetahui peluang serta tantangan yang diha
dapi balk oleh industri jasa pers secara keseluruhan maupun
oleh Jawa Pos sendiri. Analisa ini lebih dititik-beratkan
pada peluang dan tantangan atas pemanfaatan SCTJJ
Lingkungan makro ini terdiri dari lingkungan tak langsung
(remote environment) dan lingkungan operasional. Lingkungan
tak langsung dianalisa dengan melihat dan mendeteksi terjadinya perubahan yang meliputi perubahan politik, perubahan
teknologi, perubahan sosio?ekonomi dan perubahan sosio?kultural.
o Analisa Lingkungan Tak Langsung dan Hasilnya
Analisa itu menghasilkan bahwa pemanfaatan SCTJJ merupakan
peluang untuk memiliki keunggulan bersaing sedang tantangan
yang dihadapi terutama adanya kesepakatan dalam SPS untuk
menunda pemanfaatan SCTJJ itu serta belum adanya kebijaksa
naan pemerintah yang mengaturnya.
Tantangan ini berlangsung sementara karena pasti dalam
waktu dekat akan berubah dengan adanya desakan dan masya
rakat pers sendiri terutama sejak adanya ancaman Garuda
Indonesia.
o Ancaman Garuda Indonesia
Garuda Indonesia sebagai andalan jasa pengangkutan bagi
perusahaan pers melakukan pemboikotan terhadap Suara Pembaruan.
Peristiwa itu pasti mengancam perusahaan pers bila terulang
lagi, sehingga perlu alternatif lain untuk mengatasìnya.
Alternatif yang mungkin adalah pemanfaatan SCTJJ, sehingga
SPS pasti mengubah kesepakatannya, karena pemerintah sebe
narnya telah menyerahkan kepada industri Jasa pers sendiri.
o Analisa Lingkungan Operasional
Dalam analisa lingkungan operasional dengan menggunakan
pendekatan model Porter yaitu menganalisa perubahan karak
teristik industri yang meliputi tantangan dan pendatang
baru, tantangan substitusi, tantangan pemasok, tantangan
konsumen dan distribusi serta aspek persaingan dalam indus
tri jasa.
Kesimpulan Analisa Lingkungan Makro
Kesimpulan analisa di atas adalah peluang pemanfaatan
SCTJJ bagi Jawa Pos sangat besar khususnya dalam menghadapi
persaingan tajam dengan masuknya pemodal kuat dan adanya
kecenderungan konglomerasi pers serta mengatasi masalah dis
tribusi.
Selanjutnya analisa terhadap kondisi dan lingkungan di
dalam Jawa Pos untuk mengetahui kekuatan dan kelemahannya,
yang meliputi sistem dan organisasi, keuangan, tenaga kerja
dan kemampuan, produk dan teknologi serta pemasaran dan dis
tribusi.
Analisa Kekuatan dan Kelemahan
Dalam analisa kekuatan dan kelemahan itu didapat
kesimpulan bahwa Jawa Pos memlilki kekuatan utama pada ke
mampuan menghimpun modal, kemampuan manajemen yang tinggi dan
keunggulan distribusi di wilayah Indonesia Timur. Sebaliknya
kelemahan utamanya pada distribusi di wilayah Indonesia Ba
rat. Melihat kelemahan dan kekuatannya itu, maka SCTJJ itu
tidak akan mengalami kesulitan pemanfaatannya karëna SCTJJ
ini tujuannya untuk menghilangkan kelemahannya tersebut.
Analisa SWOT
Analisa lingkungan makro serta perubahan karakteris
tik industri itu disebut sebagai analisa kekuatan, kelemahan,
peluang dan tantangan (SWOT Analysis), setelah itu baru dila
kukan perancangan strateginya. Teknik perancangan strategi
Jawa Pos dalam pemanfaatan SCTJJ ini sesuai dengan konsep
Bottom-Up Marketing yakni menetapkan pemanfaatan SCTJJ seba
gai taktik, barulah rnenyusun strategi yang mendukungnya.
Strategi Jawa Pos
Kesimpulan strategi yang diambil sesuai dengan dreams
pemilik adalah meningkatkan penjualan, melakukan ekspansi
pasar baru ke wilayah Indonesia Barat, serta melakukan pemi
sahan usaha percetakan dan menggabungkan percetakan di ling
kungan Jawa Pos Group maupun di lingkungan Grafiti Pers Group.
Perancangan Sistem
Selanjutnya dilakukan perancangan sistem, tetapi
karena terbatasnya waktu dan data yang diperoleh maka tidak
dapat dibahas masalah teknis detailnya. Kesimpulan yang di
peroleh karena Jawa Pos telah menggunakan teknologi komputer,
maka hanya memerlukan pengintegrasian dan penyesuaian terha
dap sistem yang ada. Meski demikian masih banyak dìbutuhkan
perangkat keras dan perangkat lunak baru dengan biaya besar.
Analisa Strategi Pembiayaan
Tahap akhir evaluasi ini yaitu menganalisa pembiayaan?
nya yang menghasilkan kesimpulan bahwa pemanfaatan SCTJJ ter
nyata menguntungkan Jawa Pos karena dengan hanya menyisihkan 5%
dari hasil pertumbuhan penjualan 28% pertahun selama 5 tahun
dapat mengembalikan investasi termasuk bunga flat 21% pertahun.
Sedang alternatif sumber dana pembiayaan selain kre
dit bank dapat diperoleh dan sewa guna atau pengeluaran
saham dan obligasi. Dari beberapa alternatif itu yang paling
menguntungkan adalah menjual saham baru di pasar modal, kare
na dapat mengeruk laba penjualan saham hingga 7 kali lipat
dari nilai nominalnya. Selain itu dapat menilai kembali akti
vanya sehingga kekayaan perusahaan menjadi tinggi. Dengan
demikian performansinya meningkat serta memperoleh kepercaya
an masyarakat.
Kesimpulan Akhir
Dan analisa secara keseluruhan di atas didapat
kesimpulan akhir dan penulis berkeyakinan bahwa sistem Cetak
Terpadu Jarak Jauh bagi Jawa Pos harus dilakukan agar memi
Jiki keunggulan bersaing sehingga tercapai tujuan dan target
perusahaan.
;;"
1989
T3008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief
"ABSTRAK
Studi kasus ini mencoba memberikan suatu alternate str&tegi bersaing untuk menembus dominasi perusahaan multinasional (MNC), yang pada umumnya dianggap sangat sulit untuk disaingi.
Strategi bersaing yang digunakan oleh perusahaan lokal di dalam menghadapi MNC ialah "Cost leadership stategy", dimana perusahaan yang bersangkutan mernposisikan dirinya sebagai "low cost producer" (produsen dengan biaya rendah) sehingga perusahaan tersebut mampu menjual dengan harga yang kompetitif untuk kualitas yang setaraf.
Strategi "Cost leadership tersebut baru bisa efektif kalau bisa dipenuhi syarat-syarat eksternal seperti sifat industri yang sensitif terhadap harga, tingkat teknologi yang tidak tinggi, skala ekonomi yang rendah dan faktor~faktor internal seperti kemampuan distribusi yang efisien, kemampuan menurunkan biaya ssrta melakukan "price penetration".
Apabila suatu perusahaan sudah menjadi besar karena strategi ini maka untuk memperkokoh posisinya di dalam menghadapi MHC, perlu dipertimbangkan pengembangan stratagi diferensiasi untuk produk-produk yang sulit berhasil dengan Strategi "Cost leadership" .
Untuk mampu menerapkan strategi diferensiasi 12 !???,;©bu t diperlukan kemampuan perusahaan untuk melakukan identifikasi terhadap "market niche"-nya , meningkatkan kemampu.an dalam mengembangkan produk dan membentuk keahlian di bidang periklanan dan promosi .
Dengan 2 strategi yang. berbeda untuk produk-produk yang
berlainan maka dapat dicapai suatu produk portfolio yang baik buat perusahaan tersebut di dalam bersaing dengan MNC.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harino; Eka Lindadevi
"ABSTRAK
Pemerintah sangat mendukung setiap usaha yang
berorientasi ekspor. Salah satu usaha yang berorientasi
ekspor dan menghasilkan devisa banyak adalah sektor non-
migas, khususnya tekstil dan produk tekstil. Dalam tahun
1988/89 ekspor non-migas dan komoditi tekstil dan produk
tekstil, menduduki tingkat kedua terbesar setelah kayu.
Industri produk tekstil (garmen) Indonesia mulai aktif kira
kira duapuluh tahun lalu. Untuk pemasarannyai Amerika
serikat dan Masyarakat Ekonomi Eropa adalah negara tujuan
ekspor terbesar. Ekspor Indonesia ke negara tersebut adalah
berdasarkan kuota yang diatur dalam Multi Fiber Arrangement
(MFA).
Gambaran profil industri garmen Indonesia saat ini
mempnyyai beberapa ciri, yaitu :
* Proses industri garmen menciptakan nilai tambah kira?
kira sebesar 50%.
* Lokasi usahanya terkonsentrasi di Jakarta dan Jawa
Barat.
* Bentuk investasi yang dilakukan sebagian besar berupa
Penanaman Modal Dalam Negri.
* Sebagian besar perlengkapan dalam industri berusia
dibawah 15 tahun dan berupa mesin impor dari berbagai
negara, terutama Jepang.
* pasaran terus berkembang baik di dalam negri maupun
di luar negri.
* produksi berkembang terus dengan tingkat kenaikan
rata-rata 15% per tahun.
Dalam usaha meningkatkan pasaran ekspor produksi garmen
yang terus meningkat industri garmen Indonesia ternyata
masih menghadapi berbagal kendala dan tantangan, yaitu
Kendala
* Garmen juga diproduksi oleh sesama negara berkembang
lain dan NIC.
* Pasar ekspor mencerminkan derived?demand, yaitu
permintaan produk tergantung dari permintaan yang
diterima lewat perantara/agen.
* Penguasaan informasi pasar masih lemah.
* Ekonomi biaya tinggi masih belum sepenuhnya bisa
dihilangkan karena banyaknya faktor hingga
mengurangi dayasaing industri.
Tantangan
* persaingan semakin tajam, baik dengan negara maju
maupun dengan sesama negara berkembang.
* Tindakan proteksi dan kuota beberapa negara makin
mempersempit pasar.
* Kemajuan teknologi memungkinkan negara maju
memproduksi garmen dengan lebih efisien sehingga
menyaingi produk negara berkembang.
* Timbulnya blok-blok perdagangan, misalnya Amerika
Serikat, Kanada Pasar Tunggal Eropa, Australia dan
Selandia Baru juga mempersempit pasar.
* Kemungkinan hapusnya MFA dan dimasukkannya produk
tekstil ke dalam GATT akan mempertajam persaingan.
PT Rana Sankara yang dipilih sebagai obyek pengkajian
ini tidak mampu memperoleh tingkat pertumbuhan yang berarti.
Dari hasil pengkajian dijumpaì adanya beberapa petunjuk yang
merupakan penyebabnya, yaitu :
* Produksi dan pemasarannya berdasarkan job-order.
* Tingkat pergantian karyawannya tinggi.
* Adanya kapasitas?lebih secara musiman.
* Produktivitas karyawannya rendah.
Untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih baik
dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada,
Perusahaan perlu mengambil berbagai larigkah perbaikan, yaitu:
a. memanfaatkan kapasitas-lebih mesin dengan cara :
* Mencari pesanan?pesanan baru dan agen.
* Melayani pasaran?bebas di luar agen negara kuota dengan
produk yang ditangani atau produk yang baru.
b. Meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui :
* Latihan yang efektif.
*Motivasi dengan pendekatan balas jasa lebih baik dan
penciptaan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan.
c. Mengurangi tingkat pergantian pegawai dengan :
* Mernberi kesempatan untuk mengembangkan diri
* Membuat kesepakatan kerja bersama (KKB) dan mempermudah
pembentukan Serikat Pekerja.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nawir
"ABSTRAK
Latar Belakang Perusahaan
PT Wijaya Karya merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah naungan Departemen pekerjaan Umum yang didirikan pada tanggal 11 Maret 1960. perusahan ini berasal dari hasil nasionalisasi perusahaan Belanda NV VIS & Co yang bergerak di bidang instalasi listrik. Sete lah berkembang sangat pesat di bidang jasa konstruksi dan perdagangan, mulai tahun 1970 WIKA memasuki bidang manu faktur dengan produknya Tiang Listrik Beton (TLB).
Berhasil dengan produk TLB, WIKA terus mengadakan pengembangan usaha sehingga pada tahun 1989 telah mempunyai 13 (tiga belas) macam produk dan 2 (dua) anak perusahaan. Ketigabelas produk tersebut adalah:
Jasa Konstruksi Gedung
Jasa Konstruksi Sipil Umum
Baja Konstruksi
Solar Water Heater
Moulds & Dies
Konektor & Aksesori
Preformed Fittings
Pole Hardware
Tiang Listrik Beton
Tiang Pancang Beton
Bantalan Rel Beton
Beton Pracetak
Real Estate
Sedangkan anak perusahaan yang dimiliki adalah PT Inti Karya Persada Teknik (IKPT) yang bergerak di bidang kon sultansi desain untuk proyek-proyek industri dan PT WIKA?NGK Insulator yang memproduksi Insulator Listrik. Pokok Masalah.
Meskipun perkembangan penjualan perusahaan cukup tinggi, yaitu rata-rata 20% per tahun selama lima tahun terakhir, komposisi penjualan setiap produk agak timpang. Hanya 4 (empat) produk berhasil baik sehingga penjualannya mencapai 82,45% dan total penjualan perusahaan sedangkan 9 (sembilan) produk sisanya kontribusi penjualannya hanya 17,55%. Produk yang memberikan kontribusi laba dominan, yaitu 103% dari laba Perusahaan, hanya 2 (dua) buah saja yaitu:
- Tiang Listrik Beton
- Tiang Pancang Beton
Produksi 5 (lima) produk sampai saat ini masih merugi yaitu:
Baja Konstruksi
Solar Water Heater
MouldS & Dies
Konektor & Akesesori
Pole Hardware
Dari 6 (enam) produk sisanya perolehan laba sangat kecil. Sementara itu laju pertumbuhan penjualan kelompok produk yang menguntungkan sulit untuk dipacu lagi. Begitu pula 5 (lima) macam produk yang merugisaat ini prospeknya semakin suram karena kondisi daya-saing WIKA lebih lemah dibanding dengan produsen pesaing masing-masing produk.
Dengan portfolio produk yang sekarang dimiliki beratlah tantangan untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan dan profitabilitas yang telah tercapai sekarang; apalagi untuk meningkatkannya.
Methode Analisa
Strategi untuk melakukan pemilikan portfolio produk menggunakan model Gordon E. Greenlay. Dalam model ini prosesnya melalui tiga tahap yaitu:
Analisa : dilakukan terbadap portfolio produk yang saat ini dimiliki perusahaan; juga memperkirakan prestasi perusahaan di masa mendatang dengan menggunakan portfolio yang ada sekarang.
Perbandingan: membandingkan prestasi saat ini dengan tujuan perusahaan dan mengidentifikasikan kesenjangan prestasi yang ada.
Pemilihan : identifikasi pilihan alternatif portfolio untuk mengurangi kesenjangan prestasi dan kemudian melakukan seleksi portfolio yang tepat.
Pada tahap analisa portfolio produk digunakan matriks tiga dimensi melalui 3 (tiga) multiple factor pada ketiga sumbernya. Multiple factor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Industry Attractiveness
2. Competitive Position
3. Synergy Attractiveness
Dengan melakukan evaluasi. terhadap setiap produk Perusahaan melalui ketiga variabel di atas, maka posisi masing-masing produk dalam matriks dapat ditentukan.
Kesimpulan dan Saran
Dari hasil analisa portfolio produk di atas ditemukan 5 (lima) produk yang menempati posisi sangat rendah dalam matriks, yaitu:
Konektor & Aksesori
Preformed Fitting
Pole Hardware
Solar Water Heater
Moulds & Dies
Produk Baja Konstruksi meskipun posisinya tidak terlalu buruk, kurang baik prospeknya, karena tingkat persaingan pasarnya tidak bisa diikuti oleh WIKA.
Oleh sebab itu disarankan agar ke enam produk di atas dikeluarkan dan portfolio, sehingga WIKA dapat lebib berkonsentrasi untuk mangembangkan 7 (tujuh) jenis produk sisanya. Produk yang saat ini ada dalam posisi ?Question Mark? dan sangat potensial untuk dikembangkan adalah:
Real Estate
Beton Pracetak
Berdasarkan kondisi sumberdaya yang saat ini dimiliki perusahaan. Siruasi belum memungkinkan untuk menambah produk lain. Kotler menyarankan, agar hanya ada satu atau maksimal dua jenis produk yang berada dalam kategori ?Question Mark? atau ?Problem Children? pada suatu saat, karena produk-produk tersebut sangat memerlukan perhatian dari manajemen.
Dengan hanya tujuh produk, maka lebih besar kemungkinan bagi WIKA untuk mencapai tujuannya."
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karhi Nisjar Sardjudin
"ABSTRAK
Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sejak
Pelita I sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di
segala bidang. Sampai menjelang Pelita V, dana pembangunan
yang berasal dari sektor minyak dan gas bumi masih
menunjukkan sumber penerimaan negara yang terpenting dalam
pembangunan.
Pada saat ini Industri Minyak ditandai oleh lingkungan usaha
yang penuh ketidak-pastian _ dan perkembangan usaha yang
bergejolak naik-turun dengan perubahan yang cepat.
Perubahan tersebut terutama disebabkan oleh perkembangan
ekonomi, politik, sosial dan teknologi di dunia yang
datangnya bertubi-tubi akhir-akhir ini.
Pemerintah selama ini telah mempercayakan Lemigas untuk
menangani bidang penelitian dan pengembangan teknologi minyak
dan gas bumi Indonesia. Dalam melaksanakan kegiatannya,
Lemigas semula dibiayai oleh negara untuk sebagian besar
kebutuhan anggarannya. Namun karena keterbatasan anggaran
negara pada saat ini Lemigas terpaksa harus mampu membiayai
kebutuhan sendiri secara swadaya. Dalam situasi yang
mengharuskan badan ini untuk beroperasi secara mandiri
tersebut, timbullah berbagai masalah yang menjadi kendala
dalam proses pelaksanaannya. Masalah tersebut terletak pada
keterkaitan Lemigas pada prosedur penganggaran yang tidak
menunjang perkembangan kebutuhan yang harus mengikuti
dinamika industri perminyakan dewasa ini.
Pembahasan masalah ini dilakukan dengan menggunakan
pendekatan komparatif, yaitu dengan cara membandingkan teori
dengan pelaksanaan berdasarkan pengalaman nyata yang terjadi
pada Lemigas. Fokus pembahasan diletakkan pada bidang
penganggaran , khususnya yang menyangkut segi-segi hambatan
dan beban biaya yang diakibatkan.
Sebagai hasil dari analisa komparatif tersebut di atas,
diperoleh temuan-temuan sebagai berikut:
1. Penanganan penelitian dan pengembangan teknologi, minyak
dan gas bumi di Indonesia yang menjadi tanggung jawab
Pemerintah, industri dan lembaga pendidikan, masih belum
terlaksana s.ecara ef.ektif dan terpadu.
2. Cara pembiayaan Lemigas yang harus dijalankan atas dasar
swadaya dengan dana dari hasil kegiatan sendiri,
bertentangan dengan ketentuan peraturan negara (ICW dan
Keppres 29/1984).
3. Dalam rangkaian program kegiatan yang telah direncanakan
untuk Lemigas, belum ada kriteria yang jelas untuk
menentukan tingkat prioritas kegiatan pokok badan ini
untuk mengalokasikan dananya.
4. Pola penganggaran yang sekarang ternyata tidak sesuai
dengan kebutuhan dan sifat-sifat kegiatan Lemigas.
Dari temuan tersebut di atas dapat dibuktikan bahwa prosedur
anggaran tahunan Lemigas, yang sangat terikat pada birokrasi
pemerintah tidak memperhitungkan dimensi waktu dan biaya,
sehingga mengakibatkan sejumlah kerugian. Kerugian-kerugian
tersebut berupa:
1. Kerugian yang dapat dihitung dengan pasti, yaitu:
a. Biaya dana (Cost of Money)
b. Denda keterlambatan.
c. Turunnya daya-beli uang atau inflasi.
d. Hilangnya peluang penerimaan dari proyek.
e. Kerugian beban biaya tetap.
2. Kerugian yang tidak dapat dihitung dengan pasti, yaitu:
a. Kehilangan pasar, karena pelanggan pindah ke pesaing.
b. Rusaknya citra, sehingga kepercayaan hilang.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut di atas, diusulkan
beberapa saran perbaikan:
1. Agar industri perminyakan dan gas bumi ditempatkan di
barisan paling depan sebagai sumber dana untuk bidang
penelitiGn dan pengembangan teknologi. Peran pemerintah
lebih diutamakan untuk fungsi yang bersifat koordinasi,
sedangkan lembaga penelitian dan pendidikan diarahkan
untuk mengembangkan bidang penelitiannya.
2. Pemerintah agar memikirkan tentang sumber pembiayaan
Lemigas yang dapat lebih menjamin kelancaran tugas
operasionalnya. Untuk itu diusulkan agar anggarannya
dibebankan kepada hasil produksi industri perminyakan dan
gas bumi.
3. Dalam penyusunan program program kriteria urutan prioritas
kegiatan harus ditentukan secara jelas dalam bentuk yang
dapat dimengerti oleh semua pihak yang berkepentingan
melaksanakannya.
4. Agar pola penyusunan anggaran setidak-tidaknya disusun
memenuhi kepentingan dua pihak: a. Kepentingan Pemerintah,
yaitu agar anggaran memenuhi peraturan keuangan negara.
b. Kepentingan Lemigas, yaitu agar anggaran sifatnya luwes
dan tidak menjeratkan kedalam jalur-jalur birokrasi, demi
kelancaran operasi Lemigas.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christin Gandaputra
"PT Telesonic Electric & Development Co. Ltd. merupakan anak perusahaan dari PT Borsumij Wehry Indonesia, yang berfungsi sebagai distributor company bagi produk merek Telesonic, yaitu suatu merek produk elektronik yang terkenal terutama oleh kelompok masyarakat menengah ke bawah. Adapun rangkaian produk yang dihasilkan meliputi audio-visual, mulai dari radio, casette, radio-cassette, mini compo, hi-fi, TV black & white, tv color.
Pada awalnya PT Telesonic dikelola oleh perusahaan keluarga dengan nama Fa. Asia Indah, yang bertumbuh dengan pesat terutama di tahun 1970-an, sehingga pada tahun 1969 diubah menjadi PT Telesonic Electric & Development Co. Ltd.
Tahun demi tahun telah dilalui dengan perkembangan yang cukup pesat, namun pada tahun-tahun terakhir ini telah timbul banyak masalah yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan, antara lain :
* Devaluasi pada tahun 1986 yang lalu menimbulkari masalah yang cukup pelik dikareriakan sebagian dari bahan bakunya harus diimpor dari luar negeri, sehingga merupakan pukulan yang berat bagi PT Telesonic.
* Pengelolaan perusahaan yang tidak mengikuti perkembangan jaman, terutama dalam Pengembangan produk-produk baru yang begitu cepat, menyebabkan Telesonic tertinggal jauh dari merek?merek produk elektronik lainnya.
* Terjadinya declining market yang disebabkan kurang intensifnya market research yang dilakukan perusahaan sehingga menyebabkan permintaan menurun.
Tindakan yang pertama dilakukan oleh PT Telesonic adalah merger dengan PT Borsumij Wehry Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 10 April 1989 yang lalu, dengan demikian untuk seterusnya PT Borsumij menjadi induk perusahaan dan distributor company bagi produk Telesonic.
Dengan pengambilalihan tersebut PT Telesonic harus mengusahakan agar produk Telesonic mendapat citra yang balk di mata konsumen, antara lain dengan melakukan :
* penyempurnaan produk, misalnya proouct design, model, bentuk, warna, dan sebagainya, yang ditujukan untuk goiongan konsumen menengah dan bawah.
* melakukan promosi yang intensif, misalnya dengan Advertiaing di surat kabar maupun melalui media radio, yang sesuai dengan segmen pasar yang dituju.
* memperluas jaringan distribusi sampai ke pelosok desa untuk menjangkau segmen pasar menengah dan bawah, yaitu dengan mempergunakan network dari PT Borsumij Wehry Indonesia, misalnya dengan selective distribution strategy dan exclusive distribution strategy.
Alternatif tersebut di atas dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap sesuai dengan perkembangan perusahaan, namun untuk jangka pendek sebaiknya ditekankan pada perluasan Jaringan distribusi, sehingga dapat menjangkau segala lapisan konsumen di seluruh pelosok Indonesia.
Penyempurnaan produk seperti perbaikan design, model, mutu, maupun merek (branding strategy), dapat dilakukan setelah ada suatu penelitian pasar, yang ditujukan untuk mengetahui selera konsumen, dan daya belinya. Dalam hal ini PT Telesonic bersama-sama PT Borsumjj harus melaksanakan research ini secara intensif, sehingga produk Telesonic mendapat image yang baik di mata konsumen.
Advertensi yang intensif belum pernah dilakukan oleh Fa. Asia Indah maupun PT Telesonic, sehingga diharapkan dengan pengambilalihan ini PT Borsumij Wehry Indonesia dapat memberikan bimbingan dan pembinaan kepada PT Telesonic untuk meningkatkan kemampuan promosi bagi produk yang dihasilkan.
Secara garis besar Pengambilalihan ini diharapkan dapat memperbaiki keadaan PT Telesonic dengan meningkatkan peranan djstribusi dari riset dan pengembangan produk serta diterapkannya marketing plan tersebut dan strategi pemasaran yang tepat dan efektif, seperti concentric diversification strategy, yang mengkonsentrasikan pada Pengembangan produk-produk elektronik jenis lain, seperti A/C, har dryer, refrigerator, video, dan sebagainya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budhi Tjahjono Yuwono
"Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini semakin ke arah globalisasi perdagangan. Produk yang dihasilkan suatu negara tidak hany diperdagangkan di negara tersebut, melainkan diperdagangkan pula di negara lain. Akibatnya orientasi pasar ditujukan ke seluruh dunia. produsen harus menyesuaikan disain produknya agar seseuai dengan kebutuhan global yaitu dengan menciptakan produk yang bersifat universal. Kalaupun harus dilakukan penyesuaian, maka penyesuaian itu kecil dan tidak memerlukan biaya besar.
Tersedianya media komunikasi yang canggih akan mempercepat informasi suatu produk sampai pada calom pembeli. Informasi itu tidak hanya mengenai produk saya, namun juga harga jual di tiap negara. Demikian juga pola permintaan, penawaran, pola penyaluran serta karakteristik pemakai dari suatu produk dapat diketahui dengan cepat.
Faktor-faktor diatas akan mendorong gray marketer untuk melakukan kegiatan bisnisnya. Semua kegiatan yang menyangkur penyaluran suatu produk tanpa melalui saluran distribusi yang resmi, dikenal sebgai kegiatan gray market. Kegiatan yang dilakukan adalah dengan cara mengimpor dan menjual produk yang sama dari sumber di negara lain, dapat berasal dari produsen maupun distributor resmi, kemudian menjualnya di pasar dalam negeri dengan harga bersaing.
Di samping itu gray market dapat menekan biaya pemasaran dan operasinya dengan memanfaatkan citra produk yang memang sudah dikenal oleh calon pemakainya. Dengan harga bersaing, yaitu sekitar 40% di bawah harga jual resmi, pemakai umumnya berani mengambil resiko dengan mengabaikan pelayanan purna jualnya yang mencakup jaminan, pelayanan perbaikan dan tersedianya suku cadang.
Pembahasan ini dilakukan pada industri elektronika mengingat bahwa kegiatan ini merupakan masalah utama yang dihadapi oleh industri elektronika di Indonesia. Dari pengamatan LIPI dan Gabungan Pengusaha Elektronika, jumlah produk yang berasal dari kegiatan ini berkisar antara 40-60 % dari total permintaan produk elektronika di Indonesia.
Pada masa resesi, banya produsen elektronika yang menghentikan produksinya karena menurunnya daya beli masyarakat dan mengecilnya pangsa pasar akibat kegiatan gray market. Ditambah pula, kebijakan pemerintah terhadapa industri elektronika mengenai produk komponen elektronika sehingga menyebabkan harga jual tidak bersaing.
Namun dengan dikeluarkannya Paket Kebijaksanaan 28 Mei 1990 (PAKMEI), industri elektronika di Indonesia mendapat peluang yang besar untuk melakukan perluasan usaha sehingga akan tercipta produk yang murah dengan kualitas yang baik. Akibatnya, produk yang dihasilkan oleh produsen lokal dapat bersaing dengan produk luar negeri.
Dampak selanjutnya adalah kecenderungan berkurangnya peran kegiatan gray market, sehingga distorsi terhadap mekanisme pasar akan sangar berkurang. Namun demikian hal ini tidak terjadi secara langsung. Banyak faktor yang perlu dibenahi seperti misalnya kualitas distributir produk elektronika, kualitas produk rakitan lokal dan juga peranan investasi pada industri komponen elektronika.
Melihat peluang industri elektronika yang sangat besar, terutama dalam menunjang ekspor non migas, maka prospek kegiatan gray market menjadi tidak menarik lagi. Perbedaan harga produk elektronika raktian dalam negeri cenderung menjadi lebih murah dari produk rakitan luar negeri, industri elektronika merupakan industri padat karya, sehingga komponen biaya tenaga buruh menjadi relatif lebih menguntungkan."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T10227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilo
"Salah satu produsen keratnik di Indonesia adalah PT.Y , yang tergolong PMDN. Produk yang dihasilkan adalah ubin kerainik inerk GS (naina sainaran). Khusus untuk daerah pemasaran Jakarta dan sekitarnya (Jakarta, Tangerang, Bogor, Cirebon, Serang, dan Bekasi), ubin kerainik merk GS dipasarkan oleh semi distributor PT X (sahainnya 50% diiniliki oleh pabrik FT Y ) -dan meiniliki market share sebesar 25%.
Permasalahan utama dalain pemasaran ubin keramik yang dipasarkañ oleh PT X adalah tidak tercapainya target pertumbuhan penjualan dan jatuhnya posisi persaingan. Pertuinbuhan penjualan hanya mencapai di bawah 10 %, padahal targetnya di atas 10%. Posisi persaingan yang sebeluinnya pada posisi ke 2 sekarang menjadi ke 4. Oleh karena itu, untuk inengetahui penyebab masalah dan untuk inemecahkan inasalah tersebut, penulis melakukan observasi berbagai segi dalam pemasaran ubin kerainik mi. Segisegi pemasaran yang dimaksud adalah sebagai berikut: masalah pengadaan persediaan, strategi produk, strategi distribusi, strategi harga, strategi proinosi, ramalan penjualan, dan masalah tenaga penjualan.
Dalam pengadaan persediaan, digunakan transfer price dengan sistein negosiasi berdasarkan harga pasar tetapi tidak dilaksanakan secara sempurna karena semi distributor PT X tidak diperkeñankan inemperoleh produk ubin keramik dari pemasok luar. Transfer price kepada PT X ditentukan berdasarkan harga jual kepada distributor luar di kota-kota lainnya.
Dalam strategi produk, digunakan strategi merk tunggal untuk segala jenis ubin kerainik yang diproduksi dan untuk semua segmen pasar sasaran. Dalam strategi distribusi, ubin kerainik inerk GS dijual sebagai barang industri dan barang konsuinsi. Bentuk saluran distribusi yang ada adalah secara .angsung dan tak langsung. Saluran distribusi tak langsung adalah melalui toko dan agen.
Strategi promosi dijalankan dengan cara: publisit as, Man, promosi penjualan (uielalui potongan harga, show room dan mengikuti paineran), dan terutaina personal selling.
Penentuan target penjualan adalah berdasarkan daerah geograf is dan ketatnya persaingan. Kompensasi yang diberikan kepada tenaga penjual adalah berupa: gaji pokok, uang hadir, bonus, tunjangan hari raya, dan tunjangan lainnya.
Sebagai akibat adanya inasalah dalam transfer price dan cara pembayaran antara PT X dan PT Y , maka terjadi suboptimalisasi performance. Dengan demikian per .0 dicarikan alternatif pemecahan yang dapat meniperbaiki keadaan sekarang, inisalnya dengan: memperbaiki parameter evaluasi performance, menggunakan transfer price berdasarkan biaya standar ditambah mark up keuntungan, atau bahkan kalau perlu inendirikan pabrik baru di Jakarta untuk tujuan jangka panjang, yaitu inelayani peniasaran di Indonesia bagian barat serta untuk keperluan ekspor.
Dalam strategi produk, karena terdapat penurunan mutu ubin kerainik yang diproduksi, inaka PT Y seharusnya inemikirkan segi: perawatan dan perbaikan inesin dan teknologi proses produksi untuk keperluan jangka panjang. Strategi merk yang digunakan adalah sudah cocok, yaitu menggunakan strategi corporate branding, yaitu satu inerk untuk seinua jenis ubin kerainik yang dipasarkan dan untuk seinua segmen pasar sasaran. Berdasarkan analisa sikius hidup industri produk ubin kerainik di Indonesia, industri ubin kerainik berada pada tahap pertumbuhan. Oleh karena itu strategi pemasaran yang perlu dijalankan adalah zneningkatkan target penjualan, méngidentifikasi kelemahan-keleinahan, inemperkuat hubungan distribusi dan znenetapkan harga bersaing. Dalam strategi pengubahan produk, perlu dikembangkan ubin keramik ukuran besar (50x50 cm) yang double firing untuk pasar sasaran golongan atas.
Dalam strategi distribusi,untuk memenuhi perinintaan dan konsumen yang inenginginkan membeli ubin keramik dalam keadaan terpasang, sebaiknya PT X ineinbuat jalur distnibusi khusus untuk me layan inya.
Pada strategi harga, berdasarkan hasil analisa elastisitas harga ubin keramik, makapenlu strategi premium price untuk segmeñ pasar golongan atas dan strategi harga rendah untuk segmen pasar golongan menengah dengan mempertiinbangkan analisa struktur biaya, analisa struktur persaingan dan analisa sikius hidup produk. Dalam sikius hidup harga, untuk setiap produk dengan corak dan warna baru umumnya meiniliki harga tinggi dan dengan berjalannya waktu inaka harga tersebut menurun. Pada tahap pertumbuhan, harga dipertahankan dan pada tahap selanjutnya kembali menurun."
Depok: Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library