Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Fazwishni
"Tujuan umum: Mengetahui profil keamanan dan efek getah J. curcas terhadap jaringan gigi dan periapeks dalam persiapan untuk memanfaatkan pemakaian bahan alami getah J. curcas pada radang pulpa.
Tujuan khusus (1) Mengetahui kandungan golongan senyawa getah J. curcas. (2) Mengetahui sitotoksisitas getah J. curcas. (3) Mengetahui toksisitas akut pemberian secara oral dosis tunggal getah J. curcas pada hewan percobaan. (4) Mengetahui aktivitas hemolisis getah J. curcas pada darah manusia secara in vitro. (5) Mengetahui sifat mutagenisitas getah J. curcas. (6) Mengetahui efek getah J. curcas terhadap pembebasan interleukin-1β oleh sel makrofag. (7) Mengetahui efek getah J. curcas terhadap pembebasan kolagenase pada set fibroblast. (8) Mengetahui efek histopatologik getah J. curcas terhadap pulpa dan jaringan periapeks gigi pada hewan percobaan. (9) Mengetahui efek getah J. curcas terhadap kekerasan macro jaringan keras gigi manusia secara in vitro. (10) Mengetahui efek getah J. curcas terhadap jaringan keras gigi manusia dalam hal kelarutan unsur kalsium dan fosfat secara in vitro.
Metode penelitian: Disain penelitian eksperimental dan eksplorasi. Penelitian dibagi atas (1) skrining fitokimia, (2) tahap 1 dan (3) tahap 2 evaluasi biologik getah J. curcas. Untuk standardisasi getah J. curcas diambil dari satu petak tanaman dalam satu musim, kemudian diukur pH, volume basah, diliofilisasi, diukur berat kering, dan disimpan pada -20°C sebagai sampel.
(1). Skrining fitokimia getah J. curcas. Analisis kualitatif golongan senyawa diidentifikasi dari ekstrak eter, etil asetat, dan air.
(2). Uji toksisitas
1. Uji sitotoksisitas. (1) Metoga agar overlay. Getah J. curcas dan kontrol diserap oleh cakram selulosa, kemudian diletakkan di atas permukaan agar yang menutupi selapis sel Fib L929 yang telah diwarna neutral red. Evaluasi berdasar luas zona dekolorisasi dan zona lisis yang terbentuk setelah 24 jam. (2) Assay MTT. Getah J. curcas dalam medium diberikan pada kultur set Fib L929 cell line dan sel primer fibroblast gingiva manusia yang tumbuh dalam mikroplat 96-sumur. Setelah 1-4 hari, dilakukan assay MTT. Evaluasi berdasar perbandingan nilai OD kontrol dan perlakuan.
2. Uji toksisitas akut. Mencit diberi getah J. curcas secara intragastrik sebanyak 1 kali. Dihitung LD5O berdasar jumlah mencit yang mati. Dibandingkan antara kelompok perlakuan dan kontrol dalam hal tanda toksisitas, berat badan selama 2 minggu, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik organ tubuh.
3. Uji hemolisis. Darah dicampur dengan berbagai konsentrasi getah J. curcas. Evaluasi berdasar pembebasan hemoglobin, dibandingkan OD kelompok perlakuan dengan kontrol positif air, dan kontrol negatif salin.
4. Uji mutagenisitas. Getah J. curcas dikultur dengan bakteri S. typhi dan E. coil mutan. Evaluasi berdasar penghitungan koloni reversi bakteri, dibandingkan kelompok perlakuan, kontrol positif dan kontrol negatif.
(3) Efek getah J. curcas terhadap makrofag dan fibroblast
1. Efek getah J. curcas terhadap pembebasan IL-1β. Lima dosis getah J. curcas dimasukkan ke dalam kultur makrofag peritoneum mencit BALB/c, secara bersamaan, sebelum, atau sesudah pemberian LPS. Setelah 1 dan 2 hari, IL-1β dalam supernatan diukur secara ELISA dengan Quantikine IL-1β for mouse kit.
2. Efek getah J. curcas terhadap pembebasan kolagenase oleh fibroblast. Empat dosis getah J. curcas dan IL-1β dimasukkan dalam kultur sel primer fibroblast gingiva manusia. Setelah 1-4 hari kolagenase dalam supematan diukur dengan assay kolagenase. Hasil degradasi kolagen dipisahkan dengan SDS-PAGE. Pita 3/4 αA diukur dengan program komputer Adobe Photo.
(4) Efek histopatologik getah J. curcas pada jaringan pulpa dan periapeks. Getah J. curcas dimasukkan ke dalam kavitas gigi monyet. Setelah 3 hari, gigi diproses untuk pembuatan sediaan histologik. Evaluasi berdasar perbandingan pemeriksaan keadaan mikroskopik jaringan pulpa dan peripeks dalam hal inflamasi dan nekrosis, antara kelompok kontrol dan perlakuan.
(5) Efek getah J. curcas terhadap jaringan keras gigi.
1. Efek getah J. curcas terhadap kekerasan mikro dentin dan email. Mahkota gigi premolar dibelah 4 longitudinal, lalu ditanam di dalam akrilik dengan 1 permukan tidak tertutup akrilik. Setelah direndam dalam 3 konsentrasi getah J. curcas, permukaan dentin dan email diberi indentasi oleh intan Knoop. Evaluasi berdasar perbandingan KHN kelompok kontrol dan perlakuan.
2. Efek getah J. curcas terhadap kelarutan kalsium dan fosfat. Mahkota gigi premolar utuh dibelah 4 secara longitudinal, lalu direndam dalam 3 konsentrasi getah J. curcas. Setelah 1-3 hari, kalsium dan fosfat yang larut dalam rendaman diukur berturut-turut dengan alat atomic absorption spectrophotometer (AAS) dan spektrofotometer (metoda asam askorbat).
Hasil penelitian pH getah J. curcas rata-rata 3,49 ± 0,09 dan perbandingan berat kering/volume basah 15,12 ± 0,31%.
(1) Skrining fitokimia: getah J. curcas mengandung golongan senyawa sterol, aglikon flavon, tanin, senyawa pereduksi, glikosida steroid, poliose, dan saponin.
(2) Uji toksisitas
1.(1) Sitotoksisitas getah J. curcas pada metoda agar overlay ditemukan zona dekolorisasi indeks 2 dari 5 indeks zona. Tak ada lisis sel, bentuk sel masih jelas.
(2) Assay MTT: pads getah J. curcas kadar 0,25% terhadap Fib L929 dan kadar 0,12% terhadap fibroblast gingiva, sel nekrosis.
2.(1) LD50 > 5 g/kg BB, sehingga getah J. curcas dapat diklasifikasi dalam toksik ringan. (2) Tidak ada perbedaan berat badan. (3) Tidak ada perbedaan makroskopik dan mikroskopik organ tubuh yang diperiksa. (4) Terjadi inaktivitas pada hari 1 pada kelompok perlakuan, selanjutnya tidak ada perbedaan.
3. Aktivitas hemolisis getah J. curcas 15% adalah 6,5% dibanding air. Tidak ada hemolisis pada konsentrasi getah J. curcas yang lebih rendah.
4. Tidak ada aktivitas mutagenisitas getah J. curcas.
(3) Efek getah J. curcas terhadap makrofag dan fibroblast
1. (1) LPS meningkatkan pembebasan 1L-1β oleh makrofag. (2) Pemberian getah J. curcas menghambat pembebasan 1L-1β oleh makrofag.
2. (1) Makin lama waktu kultur, produksi kolagenase makin banyak. (2) Getah J. curcas menurunkan pembebasan kolagenase oleh fibroblast.
(4) Efek histopatologik getah J. curcas terhadap jaringan pulpa dan periapeks
(1) Inflamasi dan nekrosis terj adi pads daerah yang terbatas dekat dengan daerah yang kontak dengan getah J. curcas. Di bawahnya terdapat jaringan pulpa normal. (2) Tingkat inflamasi pulpa kelompok perlakuan tidak lebih parah dari kelompok kontrol. (3) Tidak ada radang periapeks pads kelompok kontrol dan perlakuan.
(5) Efek getah J. curcas terhadap jaringan keras gigi.
1. Efek getah J. curcas terhadap kekerasan mikro dentin dan email. (1) Kekerasan mikro dentin tidak berbeda bermakna pada 1 dan 2 hari perendaman getah J. curcas antara kelompok kontrol dan perlakuan. Namur lebih kecil setelah 3 hari pada konsentrasi getah 15%. (2) Kekerasan mikro email tidak berbeda antara kelompok kontrol dan perlakuan pada 1 dan 3 hari, Namun lebih kecil setelah 2 hari pada konsentrasi getah J. curcas 15%.
2. Kadar kalsium dan fosfat yang larut meningkat sesuai dengan kenaikan konsentrasi getah J. curcas. Namun lama perendaman tidak berpengaruh secara bermakna terhadap kelarutan kalsium.
Kesimpulan (1) Getah J. curcas mengandung sterol, aglikon flavon, tanin, senyawa pereduksi, glikosida steroid, poliose, dan saponin. (2) Tahap 1 evaluasi biologik: getah J. curcas relatif aman pada hewan percobaan berdasar LD50>5 g/kg BB sehingga termasuk dalam klasifkasi toksik ringan; hemolisis 6,5% dibanding air; tidak mutagen; dan sitotoksik dengan nekrosis koagulasi. (3) Uji tahap 2: getah J. curcas cukup efektif dalam menanggulangi pulpalgia, berdasar nekrosis pulpa terbatas, tidak ada kelainan periapeks; kekerasan mikro email dan dentin tidak turun pada 1 hari; menghambat pembebasan IL-1β dan kolagenase. Namun getah melarutkan kalsium dan fosfat.
Kesimpulan penelitian: penelitian dapat dilanjutkan ke tahap uji klinik atau tahap 3.

Biological Study on the Effects of Jatropha Curcas (Euphorbiaceae) Latex on Dental and Periapical TissuesObjective: The objective of this study was to evaluate the safety level and the effects of J. curcas latex on dental and periapical tissues. The aims in details were (1) to identify the main classes of chemical constituent in J. curcas latex; (2) to evaluate the cytotoxicity of J. curcas latex; (3) to determine the acute toxicity of J. curcas latex after single oral administration on mice; (4) to assess hemolytic activity of J. curcas latex; (5) to evaluate mutagenic activity of J. curcas latex; (6) to evaluate the effect on J. curcas latex of IL-1 il release from macrophages; (7) to evaluate the effect of J. curcas latex on collagenase release from fibroblasts; (8) to assess the histopathological effects of J. curcas latex on monkey dental pulp and periapical tissues; (9) to determine the effects of J. curcas latex to dentin and enamel micro-hardness; (10) to assess the effects of J. curcas latex on dissolving calcium and phosphate.
Methods: Research design was experimental and explorative. To standardize the sample, J. curcas latex was collected from Balittro, Bogor in 1997, then the pH and wet volume were measured, the latex was lyophilized, dry weight was measured, and latex was stored at-20°C as sample. Biological evaluation was grouped into (1) phytochemical sreening, (2) toxicity test, (3) effects of J.curcas latex on cell, (4) effects of J.curcas latex on dental pulp and periapical tissues, and (5) effects of J.curcas latex on dental hard tissues,
(1). Phytochemical screening: the main classes of chemical constituents of J. curcas latex were analyzed qualitatively from ether, ethyl acetate, and water extracts.
(2). Toxicity test
1. Cytotoxicity test. (1) Agar overlay technique. J. curcas latex was imbibed in cellulose discs and put on the surface of agar overlaying a neutral red stained Fib L929 cell monolayer. Evaluation was judged on zone index and lysis index after 24 hours incubation. (2) MT assay. J. curcas latex was added to human gingival fibroblasts and Fib L929 cell culture in 96-well micro-plates. After 1-4 days of incubation, MTT assay was performed. Evaluation was based on comparing the OD values of control and test groups.
2. Acute toxicity. A single dose of J. curcas latex was given to male and female mice, intragastrically. LD50 was determined based on mortality rate. Assessment was also performed on 2 weeks observations of body weight, macroscopic and microscopic examinations of several organs.
3. Hemolysis test. Blood was mixed with several concentrations of J. curcas latex. The result was the extent of hemolysis expressed based on the absorbance of the test samples, negative and positive controls.
4. Mutagenicity test. L curcas latex was added to the S. ryphi and E. coil mutans culture. Assessment was based on bacterial revertant colonies, compare to positive and negative controls.
(3) Effects of J.curcas latex on macrophages and fibroblasts
1. Effects of .T. curcas latex on the release of IL-1 β from macrophages. Five doses of J. curcas latex from 75-1200 μg/ml were added into the culture of BALB/c mice peritoneal macrophages, along with, after, or before addition of LPS. Following 1-3 days of incubation, IL-1P presence in supernatant was measured by ELISA using Quantikine ]L-1P for mouse kit.
2. Effects of J. curcas latex on the release of collagenase. Four doses of J. curcas latex from 37.5-300 µg/ml were added to human gingival fibroblasts cell culture. After 1-4 days of incubation, collagenase in the supernatant was assayed with collagen. The degradation products were then separated by SDS-PAGE and the density of 3/4 αA bands was measured semi quantitatively by Adobe Photo computer program.
(4) Effects of J.curcas latex on dental pulp and periapical tissues. The latex of J. curcas was brought in contact with dental pulp and sealed. Assessment was based on the presence of inflammation and necrosis in dental pulp and periapical tissues, histopathologically.
(5) Effects of J.curcas latex on dental hard tissues
1. Effects of J. curcas latex on dentin and enamel micro-hardness. Intact premolar crowns were cut longitudinally into 4 fragments, followed by embedding of each fragment in acrylats leaving 1 free surface. The fragments were then soaked in 3 concentrations of J. curcas latex from 3.7-15% for 1-3 days. The dentin and enamel micro-hardness were assessed by Knoop hardness measurement.
2. Effects of J. curcas latex on dissolved calcium and phosphate. Intact premolar crowns were cut longitudinally into 4 fragments, followed by soaking the fragments in 3 concentration of J. curcas latex from 3.7-15% for 1-3 days. The dissolved calcium and phosphate were measured according to atomic absorption spectrophotometer and spectrophotometer (ascorbic acid method), respectively.
Results: The mean ± SD of J. curcas latex pH was 3.49 ± 0.09. The dry weight/wet volume was 15.12 ± 0.31%.
(1). Phytochemical screening: sterols, flavone aglycones, tannins, reducing compounds, sterol glycosides, poliose, and saponins were identified in J. curcas latex.
(2) Toxicity test
1. (1) Agar overlay technique. 2-5 mm decoloration zones were observed, indicating that J. curcas latex was cytotoxic. No lysis of cells was observed within the decolorized zone. (2) MTT assay. At 2.5 mg/ml J. curcas latex no living Fib L929 cells were observed, while the same result was shown at 1.2 mg/ml J. curcas latex on human gingival fibroblasts.
2. LD50 was more than 5 g/kg BW, hence dry J. curcas latex may be classified into mildly toxic substance. No significant body weight difference was observed. Macroscopic and microscopic examination on several organs showed no differences between test and control groups.
3. 6,5% hemolytic activity of 15% J. curcas latex compared to water was observed, while no hemolisis was observed with lower concentrations of latex.
4. No mutagenic ativity was observed with J. curcas latex.
(3) Effects of J.curcas latex on macrophages and fibroblasts
1. (1) LPS increased the release of IL-1β. (2) J. curcas latex inhibited the release of IL-lβ from macrophages.
2. (1) The longer the duration of incubation, the more collagenase was released. (2)
J. curcas latex decreased collagenase release by human gingival fibroblast.
(4) Effects of I. curcas latex on dental pulp and periapical tissues. Inflammation and necrosis were observed in a limited area, which was in direct contat with J. curcas latex, underneath was normal pulp. Inflammation in the pulp of test group was not greater than in the control group. No inflammation or necrosis in periapical tissues was observed in all groups.
(5) Effects of J. curcas latex on dental hard tissues
1. (1) The micro-hardness of dentin was not lowered after 1 and 2 days treatment, but lower after 3 days at 15% J. curcas latex. (2) The enamel microhardness was not decreased after 1 and 3 days immersion in J. curcas latex, but decreased after 2 days at 15% J. curcas latex.
2. The calcium and phosphate release were increased in accordance to the concentration of J. curcas latex. The duration of treatment did not influence the release of calcium, while it influenced the release of phosphate.
Conclusions (1) J. curcas latex contains sterols, flavone aglycones, tannins, reducing compounds, sterol glycosides, poliose, and saponins. (2) Level 1 biological evaluation: J. curcas latex is relatively safe in animals based on LD50>5 g/kg BW, 6,5% hemolysis compared to water, not mutagenic, but cytotoxic with coagulative necrosis. (3) Level 2 biological evaluation: J. curcas latex seems to be effective in relieving pulpal pain. It caused coagulative necrosis in pulp, which was in direct contact with J. curcas latex while the tissue underneath was normal. It did not cause inflammation of periapical tissues, and did not lower the dentin and enamel micro-hardness after 1 day of exposure, but it lowered the microhardness after 3 days. It inhibited IL-1β and collagenase release. It dissolved dental calcium and phosphate."
2000
D373
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boedi Oetomo Roeslan
"Karies gigi dan kelainan periodontal merupakan penyakit yang paling utama di dalam rongga mulut. Di Indonesia, prevalensi kedua penyakit ini sangat tinggi (DEPKES RI, 1999). Walaupun frekuensi kelainan periodontal di Indonesia lebih tinggi daripada karies gigi, namun perhatian lebih dikhususkan pada karies gigi mengingat sifatnya yang tidak memungkinkan terjadi pembentulcan struktur gigi kembali bila sudah terbentuk kavitas.
Proses terjadinya karies gigi merupakan fenomena multifaktor yang bisa disederhanakan menjadi keseimbangan antara daya tahan gigi dan faktor kariogenik. Kedua faktor ini saling berinteraksi selama kehidupan seseorang. Walaupun penyebabnya rnultifaktor, namun dapat dikatakan bahwa pemicu terjadinya Ieries gigi adalah bakteri kariogenik Streptococcus mutans, terutama S. mutans serolipe c (Schachtele, 1990).
S. mutans mempunyai sistem enzim yang dapat mensintesis gluten dari sukrosa. Enzim yang berperan adalah glukosiltransferase (GTF) yang terdapat di dalam dinding selnya (Lehner, 1992). Glukan ikatan glikosidik a(1-3) yang disintesis oleh GTF, merupakan prekursor pembentuk plak gigi (Schachtele, 1990). Tidak semua plak gigi dapat menyebabkan karies gigi, namun plak gigi yang dibentuk oleh S. mutans merupakan pemicu terjadinya karies gigi. Oleh karena itu, kemampuan memproduksi plak gigi merupakan virulensi S. mutans serotipe c dalam kaitannya sebagai penyebab karies gigi (Bowen, 1996).
Di dalam plak gigi, koloni S. mutans serotipe c akan memetabolisme sakar sederhana menjadi asam (Schachtele, 1990). Akibatnya pH plak gigi akan turun dan menyebabkan sebagian mineral di dalam email larut (Sundoro, 1991; Wolinsky, 1994). Awal proses terjadinya karies gigi melalui mekanisme yang terakhir ini. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa penyebab awal terjadinya 1caries gigi adalah S. mutans serotipe c. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa karies gigi merupakan penyakit infeksi.
Berbagai cara untuk mencegah karies gigi telah dilakukan, di antaranya dengan memperbaiki nutrisi, mengurangi konsumsi diet kariogenik, meningkatkan kebersihan mulut, atau pemberian fluor sistemik atau topikal. Penggunaan fluor dalam kandungan pasta gigi, tampaknya menunjukkan keberhasilan dalam menurunkan insidensi karies gigi di negara industri (Bartthall dkk, 1996). Pencegahan secara perorangan juga sudah dilakukan, misalnya memakai pelapis fisura dengan bahan adhesif (Frencken & HoImgren, 1999; Zimmer: 2000). Namun semua itu belum memberikan hasil yang cukup berarti, terutama pada anak-anak di beberapa negara Asia termasuk Indonesia, bila dilihat bahwa prevalensi karies giginya masih cukup tinggi (Machida & Sekiguchi, 1997)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2001
D288
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosi Kusuma Eriwati
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui efek perlakuan panas melalui
pemanasan fumace dan radiasi Nd:YAG Iaser terhadap perubahan mikrostruktur,
kekerasan mikro dan morfologi permukaan dentin manusia sebagai modifikasi
permukaan dentin. Dengan menggunakan sampel dentin dari gigi impaksi molar
3, perubahan energi panas yang berhubungan dengan transformasi fisik dan
khemis sebagai fungsi suhu menunjukkan kurva endotermik pada 111,62 °C
yang mengindikasikan kristalinitas yang Iebih rendah pada dentin dengan kristal
yang tidak homogen. Hasil DSC dentin menunjukkan kurva endotermik pada 40
°C - 284 "C, dan puncak eksotermik teriihat pada 500 °C. Total kehilangan berat
dentin dengan analisa TG adalah 21 ,26% setelah pemanasan 900 °C. Hasil XRD
pada suhu di atas 750 °C memperlihatkan puncak difraksi dari hidroksiapatit yang
meningkat dengan intensitas yang Iebih tinggi dengan munculnya puncak
Whitlockite. Perhitungan ukuran kristalit dentin yang bertambah besar
menunjukan adanya pertumbuhan kristalit akibat perlakuan panas sehingga
kristalinitas dentin berubah mendekati kristalinitas hidroksiapatit email. Nilai
kekerasan mikro Vickers jug meningkat akibat energi radiasi laser sesuai
dengan meningkatnya intensitas puncak difraksinya. Setelah radiasi Nd:YAG
laser terbentuk kawah dengan permukaan dentin yang meleleh dan mengalami
rekristalisasi. Jadi perilaku dentin manusia memperlihatkan perubahan fisik dan
khemis terhadap kenaikan suhu pemanasan dan energi radiasi laser yang tinggi.
Efek panas menyebabkan perubahan mikrostruktur dan sifat kekerasan yang
meningkat mendekati struktur dan kekerasan email.

Abstract
The purpose of this study was to investigate the effects of heat treatment
and Nd:YAG laser irradiation on the microstructure, microhardness and
morphological changes of human dentin surfaces for alternative dentin surface
modification. The results on the DSC of dentin show a large endothermic curve at
40°C to 284°C, likewise the DTA endothermic peak at 111,62 °C which
represent a material of less crystallinity and inhomogenous crystals. An
exothermic peak was also shown at 500ºC by DSC. The total loss of dentin
weight by TG analysis was 21.26% after heated to 900°C. XRD investigation
revealed that at higher temperature (above 750 °C) the amount of diffraction
peaks of hydroxyapatite were higher and more intense with the development of
Whitlockite. The crystallite size were also higher showing crystal growth upon
heat-treatment. After Nd:YAG laser-treated, dentin with relatively low
crystallinities obtains a structure which comes to resemble the crystalline
structure of enamel hydroxyapatite. VIckers micro-hardness property on lased
dentin surfaces showed increasing values of all laser exposures that were
associated with the increase intensity of peak diffraction. SEM observations on
Nd:YAG laser irradiation on dentin surface resulted in creater formation at higher
energy output, as well as surface melting, recrystallized and glazed surfaces. The
thermal behavior of human dentin shows physical and chemical changes with
higher temperature and higher energy output of Nd:YAG laser treatment.
Thermal effects caused microstructure and morphological changes on dentin
surfaces with increased microhardness surface properties which resemble the
microstructure and hardness of enamel."
2003
D1224
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellyza Herda
"Sampai saat ini bahan tambal amalgam khususnya amalgam tembaga tinggi masih banyak dipakai sebagai restorasi. Ukuran kualitas material yang dapat dianggap sesuai untuk memprediksi perilaku klinik suatu material restorasi adalah sifat kekakuan (modulus elastisitas) dan struktur mikro. Pada penelitian ini dibuat fasa Cu3Sn dan Ag3Sn (fasa-fasa yang ada di dalam paduan amalgam tembaga tinggi) dan fasa CuSSn6 (fasa yang ada di dalam amalgam tembaga tinggi) untuk mendapatkan modulus elastisitas dan gambaran struktur mikro dan fasa-fasa tersebut. Selain itu dibuat dua macam paduan amalgam tembaga tinggi yaitu tanpa palladium dan dengan penambahan 7 w/o palladium untuk mengetahui efek penambahan 1 w/o Pd terhadap stabilitas termtal fasa Ag2Hg3 (fasa matriks amalgam tembaga tinggi). Salah satu amalgam tembaga tinggi komersial ("valiant" dipakai sebagai model komposit untuk mendapatkan nilai modulus elastisitas teoritis dari suatu komposit amalgam tanmbaga tinggi.
Fasa Cu3Sn (Cu-38,37 w/o Sn), Ag3Sn (Ag-26,84 w/o Sn), CusSn6 (Cu-60,87 w/o Sn) dan Cu-85 w/o Sn dibuat dengan teknik pengecoran. Hasil cor didinginkan dengan 3 cara yaitu di udara terbuka (UT), disemprot udara (SU) dan dicelup ke dalam air (CA), kecirali paduan Cu-85w/o Sn dilakukan hanya dengan 1 cara pendinginan yaitu di udara terbuka (UT). ldentikasi fasa diuji dengan teknik diffraksi sinar-x (XRD) dan analisa termal menggunakan Differential Scanning Calorimetry (DSC). Gambaran struktur mikro didapat dari uji metalografi dan SEM + EDS. Untuk mendapatkan modulus elastisitas fasa-fasa tersebut dilakukan uji ultrasonik.
Pernbuatan paduan amalgam tembaga tinggi tanpa Palladium (60 w/o Ag-27 w/o Sn-13 w/o Cu = amalgam 1) dan dengan Palladium (59 w/o Ag-27 w/o Sn-13 w/o Cu-I w/o Pd amalgam 2) dilakukan dengan teknik pembuatan seperti yang dikerjakan di Logam Mulia. Spesimen amalgam dibuat dengan rasio paduan amalgam : Hg adalah 1: 1.15. Bentuk, ukuran dan cara pembuatan spesimen mengikuti standard ADA sp no. 1. Spesimen kemudian disimpan selama 7 hari dan 18 bulan pada temperatur 37° C. Pada spesimen umur 7 hari dilakukan analisa diffraksi sinar-x, analisa termal dengan DSC dan Thermogravimetri (TG), sedangkan pada spesimen umur 18 bulan hanya dilakukan analisa termal rnenggunakan DSC.
Dari hasil analisa XRD dan DSC didapat bahwa pembuatan fasa Cu3Sn dengan komposisi Cu-38,37 w/o Sn menghasilkan fasa Cu3Sn. Sedangkan pembuatan fasa Ag3Sn dengan komposisi Ag-26,84 w/o Sn rnenghasilkan fasa Ag3Sn + fasa eutektik dan jumlah fasa eutektik semakin besar dengan semakin cepatnya pendinginan. Paduan dengan komposisi Cu-60,87 w/o Sn tidak dapat menghasilkan fasa tunggal Cu6Sn6 melainkan menghasilkan fasa Cu3Sn + Cu6Sn6 + Sn, sedangkan paduan Cu-85 w/o Sn memberikan fasa Cu6Sn6 + Sn. udara terbuka (UT) umumnya lebih besar dibandingkan dengan paduan yang disemprot udara (SU) dan dicelup ke dalam air (CA). Nilai modulus Bulk dari paduan Cu-38,37 w/o Sn SU lebih besar dari pada paduan Cu-38,37 w/o Sn UT dan CA, sedangkan modulus Bulk paduan Ag-26,84 w/o Sn UT, SU dan CA kurang lebih sama. Nilai modulus Young dan modulus Geser dari fasa Cu5Sns (salah satu fasa penguat di dalam amalgam tembaga tinggi) lebih besar dari pada modolus Young dan modulus Geser fasa Ag3Sn.
Amalgam Valiant yang dipakai sebagai model komposit mengandung 0,6116 fraksi volume fasa Ag2Hg3 (matriks), 0,1598 fasa CusSr6 (penguat) dan 0,2288 fasa Ag3Sn sisa (penguat). Hasil perhitungan modulus Young teoritis dari komposit amalgam tembaga tinggi terletak dalam rentang 75-80 GPa. Nilai modulus longitudinal komposit amalgam berbeda 5,4 % (penguat UT), 4,7% (penguat SU), dan 3,5% (penguat CA) dengan nilai modulus Longitudinal eksperimen.
Hasil analisa diffraksi sinar-x menunjukkan bahwa pada amalgam 2 tidak terbentuk fasa Sn7Hg. Hasil analisa termal dengan DSC menunjukkan bahwa pada amalgam 1 terbentuk 2 macam fasa Ag2Hg3 yaitu dengan temperatur transisi 88° dan 109° C. Pada amalgam 2 terbentuk 1 macam fasa Ag2Hg3 dengan temperatur transisi 110,7° C. Aging salami 18 bulan menaikkan temperatur transisi fasa Ag2Hg3. Dari hasil analisa termal dengan TG didapat bahwa pada saat transformasi fasa Ag2Hg3 tidak terjadi pelepasan uap Hg dan fasa AgHg mengalami dekomposisi pada temperatur 390° C (amalgam 1) dan 410° C (amalgam 2).
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa morfologi struktur mikro mempengaruhi modulus elaslisitas suatu material dan morfologi struktur mikro dipengaruhi oleh kecepatan pendinginan saat proses solidifikasi. Modulus elastisitas fasa Cu3Sn yang besar dapat menguatkan paduan amalgam tembaga tinggi. Modulus Young komposit amalgam tembaga tinggi teoritis yang besamya 75-80 GPa mendekali nilai modulus Young email gigi (76,9 GPa) dengan demikian dapat diprediksi bahwa amalgam tembaga tinggi akan menghasilkan restorasi gigi yang kuat. Penambahan 1 w/o Pd ke dalam amalgam tembaga tinggi (13 w/o Cu) menstabilkan amalgam dengan jalan mencegah pembentukkan fasa Sn7Hg dan membentuk fas a Ag2Hg3 dengan temperatur transisi yang lebih tinggi. Merkuri di dalam amalgam terikat kuat pada perak dan fasa AgHg mengalami dekomposisi pada temperatur yang jauh di atas temperatur normal yang dapat terjadi di dalam mulut.

Until now amalgam restoration especially high copper amalgam is still widely used. The material quality measurement that is considered acceptable for a material restoration in clinical behavior is the rigidity (modulus of elasticity) and microstructure. Cu3Sn and Ag3Sn phases (phases in high copper amalgam alloy) and Cu6Sn6 phase (phase within high copper amalgam) were made in this research in order to obtain the modulus of elasticity and microstructure. Furthermore, The lathe cut type of high copper amalgam alloys, with the following compositions (weight percent = w/o) : 60%Ag-27%Sn-13%Cu and 59%Ag-27%Sn-13%Cu-1 %Pd were also fabricated in order to investigate the effects of palladium on the thermal behavior of the Ag2Hg3 phase. The commercially available high copper amalgam (Valiant-USA) was used as a composite model in order to get the modulus of elasticity theoritically from a high copper amalgam composite.
Cu3Sn (Cu-38,37 w/o Sn), Ag3Sn (Ag-26,84 w/o Sn), Cu6Sn5 (Cu-60,87 w/oSn) and Cu-85 w/o Sn phases were made by casting method. The casting specimens were subjected to different cooling rate condition. The first casting specimen was allowed to solidify at room temperature (UT), the second casting specimen was blown by air (SU), and the third was quenched in water (CA). These casting specimens were subsequently analyzed by using X-ray diffraction (XRD) and Differential Scanning Calorimetric (DSC) techniques. The microstructure of the specimens were examined using standard metallography and SEM + EDS technique. A non destructive technique is the most preferable evaluation method for the elastic property of these phases, that is by utilizing longitudinal and transversal waves velocity employed by ultrasonic pulse-echo method.
The manufacturing process and procedure to obtain the high copper alloys were the same as the ones to produce low copper alloys. Amalgam specimens were prepared from two different composition alloys according to the American Dental Association specification No.1.Trituration parameters for amalgamation were prepared with Hg : Alloy ratio of 1.15 :1. Amalgam specimens without Palladium is referred here as amalgam I and the amalgam (1 w/o Pd) is referred as amalgam2 (which were stored for 7 days at 37° C). These two amalgams were subsequently analyzed using X-ray diffraction technique. The thermal behavior of the samples held for 7 days and 18 months at 3T° C were studied by Differential Scanning Calorimetry and Thermogravimetry (only for 7 days old specimens).
From XRD and DSC analysis, it was learnt that the production of Cu3Sn phase with Cu 38,37 w/o Sn composition gave off Cu3Sn phase. While the production of Ag3Sn phase with Ag-26,84 wlo Sn composition gave off Ag3Sn + eutectic phase, and the amount of eutectic phase increased as the cooling rate accelerated. Alloy with Cu-60,87 w/o Sn composition failed to give Cu6Sn5 phase, but produced Cu3Sn + Cu6Sns + Sn phases, while Cu-85 wlo Sn produced Cu6Sn5 + Sn phases. The metallography and SEM + EDS test was shown that cooling rate influenced the microstructural morphology and the difference of microstructural morphology influenced the modulus of elasticity value. The longitudinal modulus, Young's modulus and Shear modulus of Cu-38,37 w/o Sn UT, generally have higher value compared to alloys SU and CA. The Bulk modulus of Cu-38.37 w/o Sn SU was higher than Cu-38,37 w/o Sn UT and CA, while the Bulk modulus of Ag-26.84 w/o Sn UT, SU, and CA was nearly equal. The Young's modulus of CusSns phase was higher than Ag3Sn phase.
Valiant amalgam which was used as a composite model contained 0,6116 volume fraction of Ag2Hg3 (matrix), 0,1598 of Cu6Sn5 and 0,2288 of Ag3Sn phases (reinforcers). The calculation product of Young's modulus theoritically from high Cu amalgam composite was in range of 75-80 GPa. The longitudinal modulus value of amalgam composite differed by 5.4% (UT reinforcer), 4.7 % (SU reinforcer ), and 3.5% (CA reinforcer) with experimental longitudinal module's value.
X-ray diffraction analysis showed that in amalgam 2, Sn7Hg phase wasn't formed. The thermogram data of the specimen from amalgam I showed two endothermic peaks at 88° and 1090 C which indicated the presence of two type Ag2Hg3 phase. One endothermic peak at 110,7° C is seen in amalgam 2. This indicated that the addition of 1 w/o Pd into a high copper amalgam (13 wlo Cu) can stabilize the Ag2Hg3 phase. The thermogram data (TG) of amalgam 1 showed that AgHg phase undergoes a phase decomposition at 390° C (amalgam 1) and 410° C for amalgam 2.
From this research, It can be concluded that microstruclural morphology influences the modulus of elasticity of material and that the microstructural morphology is influenced by the cooling rate. The high Cu3Sn phase's elasticity could strengthen the high Cu amalgam alloy. The Young's modulus of high Cu amalgam composite theoritically of 75-80 GPa is nearing the Young's modulus of tooth enamel (76.9 GPa), thus it can be predicted that high Cu amalgam will produce a strong amalgam restoration. An addition of 1 w/o Pd into a high Cu amalgam (13 w/o Cu) can stabilize amalgam by preventing the forming of Sn7Hg phase and producing Ag2Hg3 phase with a higher transition temperature. The mercury in amalgam is strongly bonded with silver and AgHg phase decomposizes in a much higher temperature than the average temperature inside the mouth."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
D11
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraini Margono
"Latar Belakang: Pendekatan biologis rekayasa jaringan gigi bertujuan meregenerasi jaringan gigi secara histologis, morfologis dan fungsional. Keterbatasan DPSC gigi manusia, memberikan ide untuk menggunakan jaringan lemak sebagai penghasil sel odontoblas. Tujuan: Menganalisis potensi jaringan lemak sebagai sumber MSCs alternatif untuk menjadi sel odontoblas dengan teknik rekayasa jaringan. Material dan Metode : Kelompok perlakuan ADMSC+rhBMP-2, ADMSC+rhBMP-2+Proterin Pulpa, dan DPSC+rhBMP-2, kontrol ADMSC dan DPSC. Analisis: Stro-1, DMP-1 dan Col-1 untuk karakterisasi odontoblastik, Adhesion Assay, dan Col-1 setelah grafting dengan PRP, PRF, FG. Hasil: Ekspresi seluruh parameter menunjukkan potensi ADMSC dan DPSC yang sama untuk berdiferensiasi ke arah odontoblas. Kesimpulan: Jaringan lemak berpotensi sebagai sumber sel odontoblas dalam proses regenerasi jaringan pulpa.
Background: Biological approach of dental tissue engineering aims to regenerate tooth structure in histological, morphological, and functional aspect. DPSC limitation of human teeth giving the idea of using adipose tissue to produce odontoblast. Objective: to analyze the potency of adipose tissue as an alternative source of MSCs to produce odontoblast cells by tissue engineering. Materials and Methods: Treatment groups were ADMSC+rhBMP-2, ADMSC+rhBMP- 2+Pulp Protein, and DPSC+rhBMP-2, and control groups of ADMSC and DPSC. Analyzed: Stro-1, DMP-1 and Col-1 for odontoblastic characterization, Adhession Assay and Col-1 after grafted with PRP, PRF, FG. Result: The expression of all markers showed the same potention of ADMSC and DPSC to differentiate towards odontoblast cells. Conclussion: Adipose tissues have the potency as a source of odontoblast cells in the process of pulp tissue regeneration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
D1333
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ayu Nyoman Putri Artiningsih
"Latar Belakang: Menghilangkan seluruh bakteri, khususnya E. faecalis di dalam saluran akar masih menjadi masalah dalam perawatan saluran akar karena bentuknya yang ireguler di sepertiga apikal. Jumlah kunjungan perawatan endodontik konvensional yang berulang juga masih di rasakan tidak praktis. Pemakaian laser terapi foto dinamik dan kalsium hidroksida dalam bentuk larutan adalah upaya menemukan teknik dan bahan untuk eliminasi tersebut. Mengetahui sifat-sifat spesifik bakteri berupa keragaman genotip dan karakter fenotip yaitu perilakunya terhadap perubahan lingkungan, diharapkan akan dapat menemuka tekanik dan medikamen terbaik untuk sterilisasi saluran akar.
Tujuan: Menganalisis perbedaan jumlah dan karakter genotip bakteri E. faecalis di saluran akar yang mengalami infeksi intra radikuler primer dan persisten serta menganalisis perubahan karakter fenotip pada kasus infeksi intra radikuler persisten setelah mendapat perlakuan dengan laser terapi foto dinamik dan larutan kalsium hidroksida 50%.
Material dan Metode: Bakteri E. faecalis diisolasi dari saluran akar kemudian dilakukan penentuan tipe genotip cps nya. Perubahan karakter fenotip dilakukan dengan melihat sensitivitas, profil protein dan profil kapsul polisakarida dengan di beri perlakuan menggunakan sinar laser foto dinamik terapi dan larutan kalsium hidroksida 50%.
Hasil: Sensitivitas bakteri E. faecalis terhadap Laser foto dinamik terapi dan kalsium hidroksida 50% yang diaplikasikan selama 60 detik pada infeksi intra radikuler persisten efektif dalam sterilisasi saluran akar.
Kesimpulan: Laser foto dinamik terapi dan kalsium hidroksida 50% dapat menyebabkan perubahan sensitivitas, profil protein dan profil kapsul polisakarida pada genotip cps 1, 2 dan 5 bakteri E. Faecalis pada infeksi intra radikuler persisten.

Background: Eliminating all bacteria, especially E. faecalis in the root canal remains a problem in root canal management due to its irregular shape at one third of apical area. The repeating endodontic visits also seem to be less practical. Utilization of photo dynamic laser and calcium hydroxide solution therapy is an attempt in finding the suitable technique and materials for eliminating this issue. Knowledge of specific characters of bacteria such as the various genotypes and the phenotype character, which is its behavior towards environmental changes, is expected to be helpful in finding the best technique and medicament for root canal sterilization.
Objective: Analyse the amount and genotypic characters difference of E. faecalis in the root canal affected with primary and persistent intra radicular infection and analyse phenotypic character changes in persistent intra radicular infections cases after application of photo dynamic laser and 50% calcium hydroxide therapy.
Material and Method: E. faecalis was isolated from the root canal and its cps genotype was determined. Phenotypic character changes were observed with sensitivity, protein profiling and polysaccharide capsule profiling after getting photo dynamic laser and 50% calcium hydroxide 50% therapy.
Results: E. faecalis sensitivity towards photo dynamic laser and 50% calcium hydroxide treatment for 60 seconds acquired from persistent intra radicular infection was effective in root canal sterilization.
Conclusion: Photo dynamic laser and 50% calcium hydroxide therapy can change the sensitivity, protein profile, and polysaccharide capsule profile of cps 1, 2 and 5 genotype E. faecalis in persistent intra radicular infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library