Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fatimah Saidah
"Liposom EPC-TEL 2,5 adalah salah satu formulasi liposom yang sedang dikembangkan untuk menambah kestabilan liposom sebagai pembawa obat. Liposom ini dibuat dari kombinasi fosfatidil kolin kuning telur (Egg yolk Phosphatidil Choline/EPC) dan Tetraeter Lipid (TEL) 2,5 mol %. TEL yang digunakan berasal dari membran Archaea Thermoplasma acidophilum. Biodegradasi liposom ini belum pernah diuji, terutama apakah TEL dalam formulasi liposom EPC-TEL 2,5 dapat terdegradasi oleh tubuh, baik secara in vitro maupun in vivo. Dalam penelitian ini dilakukan uji biodegradasi in vivo dengan mengukur degradasi TEL dalam suspensi sel hepar mencit. Penilaian terdegradasi atau tidaknya TEL dilakukan dengan membandingkan Retention Factor (Rf) bercak TEL pada kontrol dan hepar mencit 4 jam setelah injeksi liposom intraperitoneal pada plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Pada hasil KLT, baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol tidak ditemukan bercak TEL sehingga ada atau tidaknya degradasi TEL oleh hepar belum dapat diketahui dari hasil penelitian ini. Untuk itu dibutuhkan penelitian lanjutan menggunakan dosis TEL yang lebih tinggi atau alat yang dapat mendeteksi partikel dengan ukuran yang lebih kecil.

EPC-TEL 2.5 liposome is one of liposome formulas currently developed to increase liposome’s stability as drug carrier. The liposome is made from lecithin / Egg yolk Phosphatidil Choline (EPC) and 2.5 mol % Tetraether Lipid (TEL). This experiment was conducted to test degradation of this liposome in liver in vivo, specifically to know whether TEL in EPC-TEL 2.5 was degraded or not by mice liver 4 hours after intraperitoneal liposome injection. TEL degradation was evaluated by comparing the Retention Factor (Rf) of TEL spot of analyzed mice liver suspension to the Rf of control sample. Unfortunately, TEL spot of analyzed mice liver suspension and control sample was not detected by TLC sheet used in this research, therefore TEL degradation couldn’t be determined. For that reason, further research with higher TEL dose or using more sensitive devices is needed."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Agung Wibowo
"Pada penyakit yang membutuhkan terapi jangka panjang diperlukan terapi obat dengan dosis tinggi dalam jangka panjang. Hal ini tentunya dapat menimbulkan efek samping yang berat dan serius. Belakangan ini telah banyak dikembangkan berbagai penelitian mengenai pembawa obat (drug carrier), yaitu suatu sediaan yang dibuat agar obat dapat langsung atau mempermudah obat masuk ke dalam organ atau reseptor sasaran. Dengan memasukkan obat ke bahan pembawa obat misalnya liposom, diharapkan efek samping sistemik yang terjadi dapat ditekan. Liposom dapat dibuat dari berbagai macam lipid. Kombinasi bebeapa lipid dapat dilakukan untuk menambah kestabilan liposom, salah satunya adalah liposom formulasi baru yang dibuat dari kombinasi lesitin kuning telur (Egg yolk Phosphatidil Choline / EPC) dan Tetraeter Lipid (TEL) 2,5 mol % dari Thermoplasma acidophilum yang kemudian dinamakan sebagai liposom EPCTEL 2,5. Salah satu kriteria pembawa obat yang baik hendaknya bersifat mudah didegradasi oleh tubuh (biodegradable). EPC merupakan fosfolipid; sementara fosfolipid adalah komponen utama penyusun membran biologis sehingga aman bagi tubuh. Di lain pihak TEL, lipid yang berfungsi untuk meningkatkan kestabilan liposom merupakan lipid hasil ekstraksi membran Thermoplasma acidophilum yang belum diketahui degradasinya dalam tubuh.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa liposom EPC-TEL 2,5 aman digunakan dalam pengobatan jangka panjang dengan menilai hasil biodegradasi TEL secara in vivo di hepar mencit, yaitu dengan menilai spot atau retention factor (Rf) hasil degradasi TEL yang diperoleh dari suspensi hepar mencit jantan dan betina C3H setelah 30 menit pemberian liposom EPC-TEL 2,5 secara intraperitoneal dengan dosis 0,1 mmol TEL yang setara dengan 148,8 µg TEL, dibandingkan dengan kontrol pada lempeng kromatografi lapis tipis (KLT).
Hasil penelitian menunjukkan tidak ditemukannya bercak TEL pada lempeng KLT baik pada kontrol maupun pada hepar 30 menit setelah injeksi TEL intraperitoneal. Hasil tersebut di atas belum dapat menyimpulkan ada tidaknya degradasi TEL di hepar 30 menit setelah injeksi liposom EPC-TEL 2,5 secara intraperitoneal sehingga dibutuhkan penelitian lanjutan dengan menggunakan alat yang lebih sensitif.

Treatment of disease that require longterm utilisation at high doses is associated with serious adverse effects. Lately, many attempts have been performed to find the appropriate drug carrier to deliver the drug directly into the target organ or receptor so that the systemic adverse effect can be minimized and the effectivity as well as efeciency can be increased. Liposome can be made from many kinds of lipid. Several lipid combinations can be used to increase liposome?s stability, one of which is new liposome formulation made from lecithin / Egg yolk Phosphatidil Choline (EPC) and 2,5 mol % Tetraether lipid (TEL) from Thermoplasma acidophilum, named EPC-TEL 2,5 liposome. A good drug carrier must be degraded easily by body (biodegradable).
The aim of this study was to find out that is whether TEL in EPC-TEL 2,5 liposome can be degraded by liver, in vivo. Parameter used for determining TEL degradation is whether there are more than one spot in liver 30 minutes post-intraperitoneal injection with dose 0,1 mmol (148,8 µg TEL) compared to control?s Rf in Thin Layer Chromatography (TLC).
Result shows there are no TEL spots on TLC sheet both for control liver and liver taken 30 minutes after intraperitoneal liposome injection. Thus, the result couldn?t conclude TEL degradation in liver, hence further studies using more sensitive device is needed.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
S09056fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ireska Tsaniya Afifa
"Stroke adalah salah satu penyebab kematian tersering di dunia. Keadaan ini dapat diakibatkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Penyakit ini dapat menyebabkan sekuel jangka panjang penurunan fungsi otak. Terapi farmakologi untuk mengembalikan fungsi tersebut masih cukup mahal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek neuroterapi kombinasi ekstrak akar kucing (Acalypha indica L./AI) dan pegagan (Centella asiatica L./CA) sebagai alternatif terapi pascastroke yang terjangkau. Penelitian ini merupakan studi eksperimental yang dilaksanakan sejak Oktober 2010. Perlakuan diberikan pada 15 tikus galur Sprague dawley yang dikondisikan hipoksia (10% O2 dan 90% N2) selama satu minggu. Pascahipoksia, tikus diberikan perlakuan uji (kombinasi ekstrak air AI 250 mg/kgBB dan CA 150 mg/kgBB), kontrol positif (citicoline), dan kontrol negatif (akuades). Otak tikus diambil, dipotong melintang melalui girus dentatus internus, dan diperiksa dengan mikroskop cahaya. Sel granular girus dentatus internus dihitung jumlahnya sesuai dengan kelompok morfologi: normal (N), kondensasi (K), dan piknotik (P). Data dianalisis menggunakan tes parametrik one way ANOVA. Didapatkan rata-rata jumlah sel granular pada tiap perlakuan: (1) ekstrak uji (N=14, K=270,75, P=15,5), (2) kontrol positif (N=14, K=261,6, P=24,2), dan (3) kontrol negatif (N=19, K=247,8, P=33). Pada uji ANOVA didapatkan nilai p > 0,05 yang berarti jumlah rata-rata sel tiap kelompok morfologi pada tikus yang diberi perlakuan uji tidak berbeda bermakna dengan kontrol positif maupun negatif. Maka, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat efek terapi sinergis kombinasi ekstrak air Acalypha indica L. dan Centella asiatica L. terhadap perbaikan sel granular girus dentatus internus tikus.

Stroke is one of the leading causes of death, mainly result from either ischemia or cerebral hemorrhage. Brain damage caused by stroke may result in long-term sequalae, yet pharmacological therapy to reverse that damage is still expensive. This study aims to determine the synergic effect of combined extract of Acalypha indica L. dan Centella asiatica L. as an affordable alternative for post-stroke therapy. This study is an experimental based study conducted since October 2010. Fifteen rats were placed inside a chamber of 10% O 2 and 90% N 2 for seven days. Post-hypoxia, the rats were given three different treatments: AI water extract 250 mg/kgBB and CA 150 mg/kgBB, positive control (citicoline), and negative control (aquadest). Then, the brain was extracted, cut through the internal dentate gyrus, and examined under light microscope. Granular cells of internal dentate gyrus were counted according to their morphology groups: normal (N), condensated (C), and pycnotic (P). The mean values for each morphology group were obtained: (1) extract (N=14, C=270.75, P=15.5), (2) positive control: (N=14, C=261.6, P=24.2) and (3) negative control (N=19, C=247.8, P=33). Data were analyzed using one-way ANOVA parametric test. The test obtained p value > 0.05, meaning there was no significant difference between the extract group and the control groups. Thus, it can be concluded that there is no synergic neurotherapy effect between the extracts of Acalypha indica L. and Centella asiatica L. on the repairment of rats granular cells of internal dentate gyrus."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raymond Surya
"Pada tahun 2007, stroke menyebabkan kematian sebanyak 135.952 jiwa di dunia dan merupakan penyebab kematian nomor tiga di Amerika Serikat (AS). Di Indonesia, stroke menyerang 35,8% penduduk usia lanjut dan 12,9% penduduk usia produktif. Setelah sembuh dari stroke, 70% pasien menderita gejala sisa, seperti hemiplegia, kesulitan bicara, dll. Untuk mengatasi gejala sisa, biasanya diberikan agen nootropik yaitu pirasetam. Di samping harganya mahal, pirasetam memiliki berbagai efek samping seperti gelisah, vertigo, gangguan pola tidur, serta gangguan aliran darah. Salah satu terapi alternatif yaitu dengan menggunakan tanaman herbal (Acalypha indica Linn dan Centella asiatica). Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui efek neuroterapi dari kombinasi ekstrak akar kucing (Acalypha indica Linn) dan ekstrak pegagan (Centella asiatica) pada neuron hipokampus tikus Sprange Dawley pascahipoksia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain eksperimental dengan 5 kelompok perlakuan yaitu (1) kontrol negatif (akuades); (2) kontrol positif (pirasetam); (3) 150 mg ekstrak akar kucing (AK)+150 mg ekstrak pegagan(P); (4) 200 mg ekstrak AK+150 mg ekstrak P; (5) 250 mg ekstrak AK+150 mg ekstrak P. Setelah itu, dilakukan penghitungan 500 buah jumlah sel pada girus dentatus eksternal berdasarkan kategori sel normal, kondensasi, dan piknotik. Hasilnya diuji dengan menggunakan One Way Anova karena variabel bebas (kelompok perlakuan) berjenis kategorik dan variabel terikat (jumlah sel) berjenis numerik. Hasil uji One Way Anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna diantara kelompok sel normal (p=0.001), sel kondensasi (p=0.002), serta sel piknotik (p=0.043). Berdasarkan uji Post Hoc, kombinasi 200 mg AK+150 mg ekstrak P memiliki efek yang hampir sama dengan pemberian pirasetam (p=0.001).

Stroke is the third leading causes in USA. In Indonesia, stroke attacked 35.8% elderly and 12.9% productive age population. Recovering from stroke, 70% of patients suffered from sequel symptoms such as hemiplegic, speech difficulty, etc. To overcome these symptoms, giving nootropic agent (piracetam) is recommended. Apart from expensive price, piracetam have several side effects namely anxiety, vertigo, sleeping pattern disorder, and also bloodstream disorder. One of alternative therapy used herbal medicine (Acalypha indica Linn dan Centella asiatica). This research is conducted to obtain neural therapy effect of extract Acalypha indica Linn 200 mg mixed with extract Centella asiatica 150 mg on improvement Sprange Dawley rat’s hippocampus neuron after hypoxia. This experimental study used five treatment groups: (1) negative control (aquadest); (2) positive control (piracetam); (3) extract Acalypha indica Linn (AI) 150 mg + extract Centella asiatica (CA) 150 mg; (4) extract AI 200 mg + extract CA 150 mg; (5) extract AI 250 mg + extract CA 150 mg. Afterwards, we performed calculation on 500 cells consisted of normal, condensation cells, and pyknotic cells along external dentatus gyrus. The results were tested using One Way Anova due to independent variables (treatment groups) is categorical type and dependent variables (cells count) is numerical type. The test resulted that there are significant difference between normal cells (p=0.001), condensation cells (p=0.002), and pyknotic cells (p=0.043). Post hoc test revealed that combinations of extract AI 200 mg with extract CA 150 mg have similar effect showed by piracetam (p=0.001)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faiza Hatim
"Stroke merupakan manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak dan penyebab kematian terutama pada usia lanjut. Penatalaksanaan yang umum digunakan adalah citicoline. Namun, harga satuan citicoline relatif mahal, sehingga dibutuhkan terapi alternatif. Pada studi eksperimen ini digunakan kombinasi ekstrak akar kucing (Acalypha indica L.) dosis 200 mg dan pegagan (Centella asiatica) dosis 150 mg pada neuron di girus dentatus internus tikus sprague dawley pascahipoksia karena pada penelitian sebelumnya, tanaman ini terbukti memiliki efek neuroterapi. Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan bahan alam untuk dapat dijadikan alternatif pengobatan pada pasien stroke. Terdapat tiga perlakuan yang diberikan pada hewan coba pascahipoksia ini, yaitu (1) citicoline sebagai kontrol positif, (2) akuades sebagai kontrol negatif, dan (3) kombinasi ekstrak akar kucing 200 mg dengan pegagan 150 mg. Setelah diberikan perlakuan selama tujuh hari, tikus-tikus itu kemudian dibedah dan selanjutnya akan dibuat sediaan untuk mengamati perubahan jumlah sel pada girus dentatus internus otak. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan uji One Way Anova. Hasil analisis tidak menunjukkan adanya hubungan bermakna setelah pemberian kombinasi ekstrak akar kucing 200 mg dan pegagan 150 mg terhadap jumlah sel normal (p=0,657). Namun, walaupun secara statistik tidak menunjukkan adanya hubungan bermakna, terdapat perbedaan pada ukuran sel girus dentatus internus pascahipoksia.

Stroke is a clinical manifestation of circulatory disorders of the brain and cause death, especially in the elderly. Management commonly used is citicoline. However, citicoline unit price is relatively expensive, thus requiring alternative therapies. This experimental study used a combination of extracts of ‘Akar Kucing’ (Acalypha indica L.) dose of 200 mg and ‘pegagan’ (Centella asiatica) dose of 150 mg on neurons in the gyrus dentatus internus sprague dawley rats. The purpose of this study is to use natural materials to be used as an alternative treatment in stroke patients. There are three treatment given to animals pascahipoksia, namely (1) citicoline as a positive control, (2) distilled water as a negative control, and (3) a combination of 200 mg extract ‘Akar Kucing’ with 150 mg of ‘pegagan’. After a given treatment for seven days, the rats will be made into preparations for observing changes in the number of cells. The One Way Anova analysis showed that no significant relationship after administration of a combination of extract ‘Akar Kucing’ 200 mg and 150 mg of ‘Pegagan’ normal cell count (p = 0.657). However, although there is no meaningful relationship statistically, there is a difference in cell size internus post hypoxia gyrus dentatus."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wynne Oktaviane Lionika
"Strok merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker pada saat ini. Pada pasien pasca strok biasanya akan mengalami gejala sisa dan untuk mengatasi hal tersebut biasanya akan diberikan neuroterapi berupa Pirasetam. Untuk mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh Pirasetam maka dilakukan penelitian mengenai kombinasi ekstrak akar kucing dan pegagan terhadap perbaikan neuron. Penelitian ini akan membahas mengenai pengaruh kombinasi ekstrak akar kucing (Acalypha indica Linn) dan pegagan (Centella asiatica) pada stimulasi neurogenesis di girus dentatus eksternus pada tikus pasca hipoksia. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan kontrol positif yaitu Pirasetam. Penelitian ini menggunakan uji One Way Anova yang dilanjutkan dengan Post Hoc. Didapatkan hasil bahwa terdapat kemaknaan yang cukup kuat pada kombinasi 200 mg/kgBB ekstrak akar kucing dan 150 mg/kgBB pegagan (p=0,000). Dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi memiliki efek cukup bermakna dengan akuades dan memiliki efek yang hampir sama dengan kontrol positif (Pirasetam).

Nowadays, stroke is number three killer disease after heart disease and cancer. In patient after stroke, there will be a sequealae and they will be given neurotherapy, Piracetam. For reducing the side effect of Piracetam, the research about combination extract of akar kucing and pegagan for neuron improvement is needed. This focus of this research discuss about the effect of combination of the extract of akar kucing (Acalypha indica Linn) and Pegagan (Centella asiatica) for stimulating neurogenesis in gyrus dentatus externus of Sprague Dawley pasca hipoxia. The desain of this research is experimental with positive control, Piracetam. This research uses One Way Anova following with Post Hoc. The result show that there is a significant between combination of 200 mg/kgBB extract akar kucing and 150 mg/kgBB pegagan (p=0,000). It is concluded that combination has a significant value if it is compared with aquadest and have a same effect if it is compared with positive control (Piracetam)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Agustia Rahma Putri
"Stroke merupakan penyakit yang cukup sering dijumpai pada masyarakat. Untuk mengobati stroke, citicoline merupakan salah satu obat yang dapat digunakan terutama untuk memperbaiki kelainan neurologis. Diketahui bahwa terdapat pengobatan alternatif berupa tanaman herbal yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit tersebut seperti akar kucing (Acalypha indica Linn) dan pegagan (Centella asiatica). Oleh karena itu, dilakukanlah penelitian mengenai kombinasi ekstrak kedua tanaman ini. Kombinasi ekstrak tersebut akan dibandingkan dengan aquades (kontrol negatif) dan citicoline (kontrol positif). Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental. Skripsi ini membahas efek neuroterapi yang diberikan oleh kombinasi ekstrak tanaman akar kucing 150 mg dengan pegagan 150 mg. Kombinasi tersebut diberikan pada tikus Sprague dawley yang sudah dikondisikan hipoksia selama satu minggu. Setelah diberikan kedua kombinasi tersebut, akan dihitung jumlah sel normal, yang berkondensasi, dan piknotik pada girus dentatus internus tikus. Setelah data terkumpul, dilakukan uji normalitas Saphiro-Wilk terlebih dahulu dengan hasil p>0.05 (persebaran data normal) dan uji homogenitas p>0,05 (varian sata sama) dari masing-masing perlakuan. Selanjutnya, untuk menguji hipotesis dilakukan uji One Way Anova dengan hasil p>0.05 dimana hasil terhadap sel normal p=0.982, sel kondensasi p=0.170, dan sel piknotik p.0,338. Dengan hasil tersebut maka pemberian kombinasi ini tidak memberikan efek yang berbeda bermakna.

Stroke is one of common disease in community. To treat stroke, citicoline is one of drug that can be used especially for neurological disorders. Alternative treatment is another choice to treat stroke. There are some herbs which can be used for this disease like Acalypha indica Linn. and Centella asiatica. So, researcher combine both of that extract of herbs to see the effects. This study was conducted with experimental method. This study will discuss about the neurotherapy effect which given by extracts combination of Acalypha indica Linn. 150 mg and Centella asiatica 150 mg. Extracts combination will be compared with aquades as negative control and citicoline as positive control. The combination was administered to Sprague dawley that had hypoxia for a week. After being given the combination, researcher will count total of cells in gyrus dentatus internus. There are normal cells, condensation cells, and pyknotic cells. After data collected, this study uses a Shapiro-Wilk normality test which p> 0.05 (normal data distribution) and homogenity test which p>0,05 (variance is same) from each treatment. Furthermore, tests performed with One Way Anova for hypothesis test and the results of p> 0.05 where the normal cells p=0.982, condensation cells p=0.170, and pyknotic cells p=0.338. So the combination of these doses does not provide a significant value."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yashinta
"Sekitar 70 dari penderita stroke yang sembuh menderita gejala sisa seperti hemiplegia kejang dan kesulitan bicara Untuk mengobati gejala sisa dilakukan neuroterapi menggunakan Pirasetam yang ternyata memberikan banyak efek samping Berangkat dari hal tersebut dilakukanlah penelitian menggunakan akar kucing Acalypha indica Linn sebagai neuroterapi pada hewan coba dengan dosis efektif 400 500mg Untuk dicobakan pada manusia dosis tersebut dirasa terlalu besar Untuk menurunkan dosis akar kucing pada penelitian ini dilakukan eksperimen menggunakan kombinasi 250mg akar kucing dan 150mg pegagan Centella asiatica Linn sebagai neuroterapi pada tikus pascahipoksia Indikator efektifitas kombinasi ekstrak akan dilihat dari jumlah sel normal kondensasi dan piknotik dari hewan coba yang diterapi dengan kombinasi ekstrak ini dan dibandingkan dengan efektifitas pirasetam kontrol positif dan akuades kontrol negatif Hasil analisis data menggunakan uji post hoc menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara hasil terapi menggunakn kombinasi ekstrak dengan akuades maupun pirasetam p 0 05 Akan tetapi dari hasil penghitungan rerata sel terlihat peningkatan jumlah sel normal pada pemberian kombinasi ekstrak jika dibandingkat dengan kontrol negatif Dapat disimpulkan bahwa kombinasi ekstrak memiliki efek dalam perbaikan neuron di girus dentatus eksternus tikus pascahipoksia yang lebih baik daripada akuades dan hampir sama dengan pirasetam p 0 1

About 70 of recovered stroke patients are suffering from some sequeles such as hemiplegic seizures difficulty in speaking and others Piracetam is usually used to medicate these sequele unfortunately it has many side effects Reviewing from it several researchers conducted an experiment using Acalypha indica Linn in animals as a neurotherapy with effective dose at 400 and 500mg To be tried in humans this dose is too large To reduce the dose of Acalypha indica we conduct an experimental study by combining 250mg of Acalypha indica with 150mg of Centella asiatica Linn The effectiveness of this extract combination will be seen from the total of normal condensation and picnotic cells of experimental animals treated with this extract combination and compared with the effectiveness of piracetam positive control and aquadest negative control The results of data analysis using post hoc test indicated there is no significant differences between the extract combination with aquadest or piracetam p 0 05 But from the cell calculation there is an increasement of normal cells in mices which are treated by the extract combination compared with the group which is treated with aquadest We can conclude that therapy using the extract combination is more effective than distilled water and almost as effective as piracetam p 0 1
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Farah Faulin Al Fauz
"Stroke merupakan suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang akan menyebabkan kematian pada sel otak. Penyakit ini memiliki prevalensi yang tinggi pada orang tua. Salah satu obat yang digunakan untuk penatalaksanaan stroke adalah citicoline, namun obat ini memiliki efek samping dan harganya cukup mahal. Oleh karena itu diperlukan pengobatan alternatif yang lebih aman dan terjangkau, yaitu kombinasi Acalypha indica Linn (akar kucing) dan Centella asiatica (pegagan). Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan melakukan perlakuan terhadap Sprague dawley yang dikondisikan hipoksia. Sprague dawley diberikan perlakuan berupa pemberian berbagai dosis kombinasi dari Ekstrak Akar Kucing yaitu dosis 150, 200, dan 250 mg serta Pegagan dosis 150 mg kemudian dilihat hasilnya melalui identifikasi jumlah sel normal, kondensasi, dan piknotik yang terdapat di girus dentatus internus Sprague dawley pascahipoksia. Data dianalisis dengan One-Way Anova dan didapatkan nilai sebesar p>0,05 yang memiliki arti tidak berbeda bermakna. Pada penelitian ini didapatkan pada perbandingan kombinasi dosis akar kucing dan pegagan didapatkan jumlah sel yang tidak terlalu berbeda di girus dentatus internus Sprague dawley pascahipoksia.

Stroke is a clinical manifestation of circulatory disorders of the brain that will cause death in brain cells (neuron). This disease has a high prevalence in the elderly. One of the drugs that is used for treatment in stroke is citicoline, but this drugs have side effects and quite expensive. Therefore we need a safer treatment alternative and affordable, which is combination of Acalypha indica Linn (akar kucing) and Centella asiatica (Pegagan). This research uses experimental methods to perform the treatment in Sprague dawley rats pascahypoxia. Sprague dawley rats are given treatment of various dose combinations of akar kucing (150, 200, 250 mg) and pegagan (150 mg). After that, see the results through the identification number of normal, condensation, and piknotik cells in the gyrus dentatus internus Sprague dawley pascahipoksia. Data were analyzed with One-Way ANOVA and obtained a value of p> 0.05 which means not significantly different the number of cells in gyrus dentatus Sprague dawley pascahypoxia internus after treatment with various dose in extract."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyo Budi Premiaji Widodo
"Perkembangan penyakit menunjukkan adanya tren peningkatan penyakit tidak menular yang didominasi oleh penyakit kardiovaskular. Salah satu manifestasinya adalah pada kelainan neurovaskular. Penelitian untuk terapi penyakit ini terus dikembangkan, termasuk salah satunya terapi menggunakan obat herbal. Dua jenis tanaman yang dipercaya memiliki efek terapi adalah akar kucing dan pegagan.
Metode: Penelitian dilakukan dalam bentuk eksperimen dengan tujuan mendapatkan data terkontrol dari efek pemberian kombinasi akar kucing dan pegagan, obat citicoline, dan aquades pada 5 kelompok tikus yang sebelumnya dikondisikan hipoksia. Data diambil dengan melakukan hitung sel piknotik, terkondensasi dan sel normal pada girus dentatus otak tikus.
Hasil: Dari 5 ke tikus yang diamati selnya, jumlah rata-rata sel terbanyak muncul pada kelompok terapi dengan citicoline. Jumlah rata-rata terendah muncul pada kelompok terapi dengan akuades. Pemberian kombinasi akar kucing dan pegagan tidak menunjukkan adanya urutan sesuai dosis. Pada analisis dengan uji One-Way Annova, didapatkan bahwa hasil tidak menunjukkan perbedaan bermakna.
Diskusi dan Kesimpulan: Walaupun secara statistik tidak ditemukan perbedaan bermakna dari masing-masing kategori, pada pengamatan langsung sel dapat diamati adanya peningkatan jumlah sel normal pada pemberian terapi dengan kombinasi ekstrak akar kucing dan pegagan. Pengobatan dengan terapi herbal di Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan, peneliti berharap dapat dilakukan studi lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara pemberian ekstrak dengan efek neuroterapinya.

Recent updates in diseases shows increasing number incommunicable disease, espescially in cardiovascular diseases. One of the disease caused by cardiovascular disease is neurovascular. Research for treatment of this disease still on progress, including research in herbal medicine. Two of herbal medicine that has being used for years are akar kucing and pegagan.
Method: Experimental, in purpose obtaining controlled data from treatment with combination of akar kucing with pegagan, citicoline, and aquades in 5 group of mouse that has been hypoxiated. Data taken after treatment are the normal cells of mouse (Sprague dawley.) brain in gyri of dentata.
Result: From 32 mouse that observed, mean number of highest normal cells are found in mouse with citicoline treatment. And the lowest mean of normal cell are found in mouse with aquades treatment. Treatment with combination of akar kucing and pegagan did not correlated with order of dose. And statistic analysis with one-way annova shows the differences are not significant (p>0,878).
Discussion and Conclusion: Although statistically insignifficant, in direct observation the difference can be seen. In mouse with akar kucing and pegagan treatment, number of normal cells was increased. This may be resulted from anatomycal factor, duration of treatment, and method of observation. Further research still needed for understanding the effect of treatment with neurotheraphy effect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>