Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sasono Adi
"Pengungkapan informasi disclosure merupakan bentuk akuntabilitas kepala daerah incumbent kepada publik. Salah satu bentuk pengungkapan informasi yang disampaikan oleh kepala daerah adalah informasi penyelenggaraan pemerintah daerah ILPPD yang disampaikan melalui website/internet. Hubungan yang terjadi antara kepala daerah incumbent dan publik merupakan hubungan agensi politik. Implikasinya muncul permasalahan insentif dalam pemberian informasi kepada publik. Tujuan penelitian ini adalah mengindentifikasi faktor-faktor yang menjadi insentif kepala daerah kepala daerah incumbent dalam mengungkapkan ILPPD pada periode pemilihan kepala daerah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan kepala daerah incumbent untuk mengungkapkan ILPPD melalui website/internet dipengaruhi secara positif dengan kompetisi politik dan elektabilitas kepala daerah incumbent.Insentif kepala daerah incumbent tersebut juga dipengaruhi secara positif dengan kualitas akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah dan kualitas kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. Pengungkapan sukarela ILPPD melalui website/internet memberikan tambahan informasi bahwa incumbent mempunyai kemampuan dalam pengelolaan keuangan dan peyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebaliknya tingkat legitimasi dan tekanan monitoring/pengawasan lembaga legislatif daerah tidak berpengaruh terhadap pengungkapan ILPPD.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa adanya efek moderasi kompetisi politik terhadap hubungan antara kualitas akuntabilitas pengelolaan keuangan dengan kemungkinan mengungkapkan ILPPD. Ketika kompetisi politik meningkat, kemungkinan kepala daerah incumbent untuk mempublikasikan ILPPD melalui website/internet sebagai sinyal bahwa pengelolaan keuangannya baik, cenderung melemah karena kepala daerah incumbent dihadapkan pada risiko informasi yang diungkapkan tersebut dinilai untuk menutupi kelemahan kepala daerah incumbent atau informasi tambahan tersebut dapat dimanfaatkan oleh kandidat kepala daerah lainnya. Kontribusi penelitian ini adalah pengungkapan informasi tidak hanya dibutuhkan dalam rangka pemenuhan akuntabilitas kepala daerah incumbent, tetapi juga memberikan sinyal atas kemampuan incumbent kepada pemilih. Faktor politik berpengaruh terhadap kemungkinan pengungkapan informasi, disisi lain faktor tersebut juga dapat mendisiplinkan kepala daerah incumbent dalam mengungkapkan informasi kepada publik sebagai voters.

Disclosure is a form of accountability to the public by incumbent of the local government. One form of disclosure submitted by the incumbent of local government is performance information of administration delivered through the website. The relationship between the regional head of the incumbent and the public is a political agency relationships. The implication appears incentive problems in the provision of information to the public. The purpose of this study is to identify factors that give incentives for incumbents to publish performance information on administration of local government on the website during the local government election period.
The results show that the chances of incumbents to reveal performance information on administration of local government on the website is positively influenced by political competition and electability of incumbents. Incentives are also positively influenced by the quality of the accountability of financial management and the quality of the performance of local government processes. Performance information on administration of local government on the website provides additional information that the incumbent has the ability in financial management and administration areas. On the other hands, level of legitimacy and pressure of monitoring supervision of regional legislative bodies do not affect the disclosure of performances information on administration of local government on the website.
The study also showed that the moderating effect of political competition on the relationship between the quality of accountability in financial management with the possibility to disclose performance information on administration of local government on the website. When political competition increased, the possibility of incumbents to publish performance information on administration of local government on the website as a signal that its financial management is good, tends to weaken as incumbents exposed to the risk of the information disclosed is considered to cover the weaknesses of incumbent or additional information can be utilized by other candidates. The contribution of this study is that disclosure is not only needed in order to meet the accountability of the incumbent, but also provide a signal on the ability of the incumbent to the electorate. Political competition affects the likelihood of disclosure, on the other hand that factor can also discipline the incumbent in disclosing information to the public as voters."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2419
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Sufrian
"Studi ini memiliki dua tujuan utama. Tujuan penelitian pertama adalah mengevaluasi pencapaian keadilan pelayanan Kesehatan di Indonesia dan mengkaji dimensi geografis ketimpangan menggunakan ukuran ketimpangan yang dapat didekomposisi secara sempurna yaitu Theil Indeks. Studi ini melakukan perbandingan sebelum dan sesudah perubahan tingkat desentralisasi di Indonesia. Selain itu, studi ini juga melakukan perbandingan periode dengan krisis ekonomi dan periode tanpa krisis ekonomi. Data yang digunakan adalah data sekunder cross-sectional berasal dari Survei Sosial Ekonomi Indonesia (Susenas) tahun 1996, 1998, 2000, 2002, 2005, 2008, 2011, dan 2014. Selanjutnya, indeks Theil didekomposisi menjadi antar- dan dalam-wilayah di tingkat provinsi dan kabupaten/Kota. Indeks Theil ketimpangan layanan kesehatan memberikan gambaran dinamika ketimpangan layanan kesehatan selama periode tahun 1996-2014. Ketimpangan layanan kesehatan cenderung memburuk selama krisis ekonomi tahun 1998. Selain itu ketimpangan cenderung membaik terutama selama fase kedua desentralisasi dan adanya kebijakan jaminan kesehatan sosial pada periode 2005-2014. Kombinasi desentralisasi administratif, desentralisasi politik dan adanya jaminan kesehatan sosial di Indonesia terkait dengan menurunnya tingkat ketimpangan secara keseluruhan, ketimpangan dalam wilayah (provinsi dan kabupaten/kota) dalam provinsi dan ketimpangan antar kabupaten/kota untuk layanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap. Ketimpangan dalam wilayah berkontribusi signifikan terhadap ketimpangan total. Oleh karena itu, perhatian yang lebih besar terhadap penurunan ketimpangan dalam wilayah akan berkontribusi pada penurunan ketimpangan secara keseluruhan. Selanjutnya, tujuan penelitian kedua adalah mengevaluasi indikasi dampak kebijakan desentralisasi administrasi dan politik (pemilihan langsung di tingkat daerah) dan jaminan kesehatan sosial terhadap ketimpangan pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten/kota di Indonesia. Dalam hal ini variabel ketimpangan pelayanan kesehatan dua kelompok layanan kesehatan yaitu layanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap diukur dengan Theil indeks. Berdasarkan dataset pseudo-panel tingkat kabupaten/kota dari tahun 1996 hingga 2014, hasil estimasi fixed effect menunjukkan bahwa kombinasi desentralisasi administratif desentralisasi politik dan jaminan kesehatan sosial berkontribusi pada penurunan ketimpangan layanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap. Mekanisme transmisi indikasi dampak desentralisasi pada pengurangan ketimpangan layanan kesehatan terjadi melalui efek langsung kebijakan desentralisasi dan kebijakan jaminan kesehatan sosial maupun melalui efek interaksi antara kebijakan desentralisasi dan kebijakan jaminan kesehatan sosial dengan penyediaan sumber daya kesehatan maupun efek langsung. Desentralisasi administratif saja belum memberikan efek penurunan ketimpangan layanan kesehatan rawat jalan dan cenderung meningkatkan ketimpangan layanan kesehatan rawat inap. Sedangkan, desentralisasi administratif yang dikombinasikan dengan kebijakan jaminan kesehatan sosial memberikan efek penurunan ketimpangan layanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap. Kombinasi kebijakan desentralisasi administratif, demokratisasi di tingkat pemerintah kabupaten/kota dan kebijakan jaminan kesehatan sosial memberikan efek penurunan ketimpangan layanan kesehatan terbesar dibanding kondisi lainnya. Secara rata-rata, penyediaan sumber daya kesehatan memberikan efek terhadap penurunan ketimpangan layanan kesehatan. Penyediaan sumber daya kesehatan pada kondisi kombinasi kebijakan desentralisasi administratif yang ditambah dengan kebijakan desentralisasi politik serta adanya kebijakan jaminan kesehatan sosial memberikan efek penurunan ketimpangan layanan kesehatan rawat jalan maupun ketimpangan layanan kesehatan rawat inap yang terbesar dibandingkan kondisi lainnya. Efek penyediaan sumber daya kesehatan menjadi lebih besar terhadap penurunan ketimpangan layanan kesehatan seiring peningkatan nilai indeks sumber daya kesehatan. Secara keseluruhan, efektivitas penyediaan sumber daya kesehatan bervariasi antar pemerintah daerah. Berdasarkan analisis marginal effect, dibutuhkan suatu batas minimum penyediaan sumber daya kesehatan untuk bisa memberikan dampak penurunan ketimpangan layanan kesehatan. Terdapat batasan nilai minimum (threshold) bagi penyediaan sumber daya kesehatan agar dapat memberikan efek penurunan ketimpangan layanan kesehatan yaitu 12 untuk memberikan efek penurunan ketimpangan layanan kesehatan rawat jalan dan 27 untuk memberikan efek penurunan ketimpangan layanan kesehaan rawat inap. Pada tahun 2014, terdapat variasi yang besar untuk nilai indeks sumber daya kesehatan di tingkat kabupaten/kota. Nilai terendah adalah 9,16 dengan nilai tertinggi adalah 74,67 dengan rata-rata 34,49. Dengan demikian, masih ada kabupaten/kota yang ketersediaan sumber daya kesehatannya belum cukup untuk dapat memberikan efek penurunan ketimpangan layanan kesehatan. Terkait dengan penyediaan sumber daya kesehatan, Pemerintah Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah No. 2 tentang Standar Pelayanan Minimum (SPM). Peraturan pemerintah ini standar layanan minimum di sektor kesehatan. Selanjutnya, Menteri Kesehatan juga telah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 4 tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Penyediaan sumber daya kesehatan merupakan elemen penting bagi pencapaian standar pelayanan minimum yang diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan ini. Oleh karena itu, implementasi peraturan Menteri Kesehatan No 4 tahun 2019 secara konsisten penting untuk menurunkan ketimpangan layanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten/kota dan selanjutnya berkontribusi pada penurunan ketimpangan layanan kesehatan secara keseluruhan.

This study has two main objectives. The first research objective is to evaluate the achievement of healthcare equty in Indonesia and to examine the geographical dimension of inequity using a perfectly decomposable measure of inequality, the Theil Index. This study uses outpatient and inpatient healthcare as healthcare variables. This study compares before and after changes in the level of decentralization in Indonesia. In addition, this study also compares periods with economic crises and periods without economic crises. The data used are secondary cross-sectional data from the Indonesian Socio-Economic Survey (Susenas) in 1996, 1998, 2000, 2002, 2005, 2008, 2011, and 2014. Furthermore, the Theil index is decomposed into inter- and intra-regional at the provincial and district/city levels. Theil Index of Healthcare Inequity provides an overview of the dynamics of healthcare inequity dynamics during the period 1996-2014. Healthcare inequity tended to worsen during the economic crisis of 1998. In addition, healthcare inequity tended to improve especially during the second phase of decentralization and the introduction of social health insurance policies in the period 2005-2014. The combination of administrative decentralization, political decentralization, and the introduction of social health insurance in Indonesia is associated with a decline in overall healthcare inequity, intra-regional (provincial and district/city) disparities within provinces, and inter-district/city inequity for outpatient and inpatient healthcare. Intra-regional inequity contributes significantly to total inequity. Therefore, greater attention to reducing intra-regional inequity will contribute to a decline in overall healthcare inequity. Furthermore, the second research objective is to evaluate the indication of the impact of administrative and political decentralization policies (direct elections at the regional level) and social health insurance on healthcare inequity at the district/city level in Indonesia. In this case, the healthcare variable of two groups of healthcare, namely outpatient and inpatient healthcare, is measured by the Theil index. Based on the pseudo-panel dataset at the district/city level from 1996 to 2014, the results of the fixed effect estimation show that the combination of administrative decentralization, political decentralization, and social health insurance contribute to reducing outpatient and inpatient healthcare inequity. The transmission mechanism of the indication of the impact of decentralization on reducing healthcare inequity occurs through the direct effects of decentralization policies and social health insurance policies as well as through the interaction effects between decentralization policies and social health insurance policies with the provision of health resources and direct effects. Administrative decentralization alone has not provided an effect on reducing outpatient healthcare inequity and tends to increase inpatient health services inequity. Meanwhile, administrative decentralization combined with social health insurance policies provides an effect on reducing outpatient and inpatient healthcare inequity. The combination of administrative decentralization policies, democratization at the district/city government level, and social health insurance policies has had the greatest effect in reducing healthcare inequity compared to other conditions. On average, the provision of health resources reduces healthcare inequity. The provision of health resources in conditions of a combination of administrative decentralization policies coupled with political decentralization policies and the existence of social health insurance policies has the greatest effect on reducing inequality in outpatient health services and inequality in inpatient health services compared to other conditions. The effect of the provision of health resources becomes greater on reducing healthcare inequity as the value of the health resource index increases. Overall, the effectiveness health resources provision varies between local governments. Based on the marginal effect analysis, a minimum limit of the provision of health resources is needed to be able to have an impact on reducing inequality in health services. There is a minimum value limit (threshold) for the provision of health resources to be able to provide an effect on reducing inequality in health services, namely 12 to provide an effect on reducing outpatient healthcare inequity and 27 to provide an effect on reducing inpatient healthcare inequity. In 2014, there was a large variation in the value of the health resource index at the district/city level. The lowest score was 9.16 with the highest score being 74.67 with an average of 34.49. Thus, there are still districts/cities whose health resource availability is not sufficient to be provide an effect on reducing healthcare inequity. Regarding the provision of health resources, the Government of Indonesia has stipulated Government Regulation No. 2 concerning Minimum Service Standards (SPM). This government regulation is the minimum service standard in the health sector. Furthermore, the Minister of Health has also stipulated Regulation of the Minister of Health No. 4 of 2019 concerning Technical Standards for Fulfilling Basic Service Quality in Minimum Service Standards in the Health Sector. The provision of health resources is an important element for achieving the minimum service standards regulated in this regulation of the Minister of Health. Therefore, consistent implementation of the Regulation of the Minister of Health No. 4 of 2019 is important to reduce healthcare inequity in a district/city area and further contribute to reducing healthcare inequity as a whole."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library